NovelToon NovelToon

Jodoh Sebenarnya

JS 1 : Tabrakan

Dijodohkan dengan pria yang sudah berusia jauh lebih dewasa tentu saja bukanlah impian, apalagi keinginan gadis remaja yang bernama Mayra Nuraini itu. Apalagi usianya pun kini masih sangat muda, yaitu 18 tahun. Memang, di belahan dunia ini banyak sekali usia 18 tahun sudah banyak yang menikah muda, bahkan memiliki anak, apalagi jika membahas umur orang-orang jaman dahulu.

Tapi, zaman sudah berbeda. Di zaman modern ini, usia remaja seharusnya masih dalam masa pencarian jati diri, mencari pengalaman sebanyak-banyaknya. Bebas keluar bersama teman-teman tanpa dipusingkan oleh kebutuhan rumah tangga, mulai dari listrik, kebutuhan dapur, dan lain-lainnya. Belum lagi pengeluaran mendadak yang sering membuat kepala pusing tujuh keliling.

Namun, sepertinya keputusan tetap membuat Mayra yang akhirnya harus mengubur dalam-dalam keinginannya untuk memiliki banyak waktu bersama para teman-temannya. Ia menerima perjodohan itu meskipun ada seseorang yang selama ini masih menjadi kekasihnya.

Dari sinilah, awal kisah Mayra yang akan dijodohkan dengan pria dewasa yang berumur 30 tahun.

ΩΩΩΩΩ

Jalanan hari ini tidak begitu ramai. Namun, ada beberapa yang melintas. Jalanan yang berdampingan antara perkebunan dan permukiman warga.

BRAK

''ALLAHU AKBAR!''

''ALLAHU AKBAR!''

Seorang sopir mobil pribadi langsung menginjak remnya karena terkejut dengan apa yang ia saksikan.

"Din! berhenti, Din! ada tabrakan di depan!'' seru wanita yang bernama Tiyas, atau biasa dipanggil bulek Tiyas itu. Wanita paruh baya itu spontan mengeluarkan teriakan yang cukup kencang sambil menepuk keras pundak pak Idin selaku supirnya.

''Ya Bulek, iya, ini sudah berhenti.'' jawab pria yang akrab dipanggil lek Idin itu.

Wanita paruh baya itu dan supirnya langsung cepat-cepat keluar dari mobil. Mereka hendak membantu dan memastikan siapa korban tabrakan yang baru saja terjadi di depan matanya.

Setelah kejadian itu, jalanan masih tampak sepi. Dari korban terlihat ada yang bergerak, tapi, seperti tak sanggup berkata-kata. Sedangkan tiga diantaranya tidak bergerak. Beberapa warga yang rumahnya tidak jauh dari perkebunan itu mendengar suara tabrakan yang cukup keras, mereka pun langsung keluar dari rumahnya masing-masing dan meninggalkan aktivitasnya.

''Bu-lek.'' lirih gadis yang sudah tergeletak di pinggir jalan itu. Ia mengangkat tangannya tanda meminta pertolongan.

Bulek Tiyas langsung terbelalak melihat sosok yang sangat ia kenali tengah tergeletak bercucuran darah.

''Ya Allah, Din! anaknya Sandi, Din! ya Allah ... Mayra cah ayuu! Aldo!'' seru bulek Tiyas. Tangannya tampak gemetar tak sanggup untuk menyentuh tangan Mayra.

''Bagaimana ini Din kalau Sandi sama Sani tau anak-anaknya kecelakaan?'' ujar bulek Tiyas yang membayangkan saja sudah tidak tega.

Lek Idin pun juga tidak bisa menjawab, melihatnya sudah tidak sanggup, terutama darah di bagian belakang kepala Aldo.

Beberapa warga yang melihat kejadian tersebut langsung mendekat dengan langkah yang tergopoh-gopoh. Mereka mengenali bulek Tiyas dan semuanya langsung panik.

''Ayo Pak bantu mereka bawa ke mobil saya! cari kendaraan satu lagi!'' seru bulek Tiyas.

Mereka pun saling membantu untuk membawa Mayra dan kakaknya ke mobil bulek Tiyas, sedangkan dua korban lainnya dibawa oleh mobil lain yang kebetulan warga sekitar memiliki mobil.

''Hati-hati, awas kakinya nyangkut!'' seru salah satu pria yang membantu mengangkat korban.

Setelah para korban tabrakan sudah masuk ke dalam dua mobil yang berbeda, lek Idin membawa mobil bulek Tiyas menuju klinik terdekat supaya mendapatkan pertolongan pertama.

Di desa ini cukup jauh dari rumah sakit, puskesmas pun belum memiliki fasilitas yang lengkap.

Beberapa menit perjalanan, lek Idin membelokkan arah mobil ke klinik Nayla, klinik yang paling besar di kecamatan ini. Pintu mobil langsung dibuka, lek Idin memanggil perawat agar membantunya. Mereka pun langsung sigap membawa perlengkapan.

Satu persatu korban kecelakaan itu dibawa masuk ke ruangan yang bertuliskan Instalasi Gawat Darurat.

Bulek Tiyas terlihat mondar mandir di depan pintu itu. Sesekali wanita paruh baya itu melongok kaca.

''Pas sekali sampean lewat, Bulek.'' ujar warga yang mengantar korban lainnya tadi.

''Iya, saya itu mau ke luar kota, nggak nyangka malah melihat Mayra sama Aldo kecelakaan.'' jawab bulek Tiyas.

''Semoga mereka semua tidak ada yang parah.'' gumam bulek Tiyas.

Aamiin

Empat orang yang ikut bersama mobil pun merespon gumaman bulek Tiyas.

''Tapiii, kalau melihat kepala Aldo yang terus mengeluarkan darah, gimana ini ... Aldo itu anak sholih sekali, ibadahnya rajin, persis sekali sama ponakanku.'' sambung bulek Tiyas.

''Do'akan saja Bulek supaya Aldo diberikan umur yang panjang dan sehat lagi.'' balas lek Idin.

Aamiin

''Terus, lek Sandi sudah dikabarin apa belum?'' tanya lek Idin.

''Astaghfirullah ... ya Allah Gustiiiii, aku sampai lupa belum mengabari mereka Din, Diiin.''

JS 2 : Tutup Toko

Bulek Tiyas langsung mengambil ponselnya, '' Tak telpon dulu si Lendri.'' ujarnya sembari mencari nomor Lendri.

Suara tanda telpon tersambung sudah terdengar, tak lama kemudian sudah dijawab oleh pemilik nomor.

''Halo, assalamu'alaikum Len, kamu dimana? cepat ke klinik Nayla ya, sekarang! mamas dan adikmu tadi kecelakaan, tabrakan sama motor juga, semuanya sudah dibawa kesini!'' ujar bulek Tiyas dengan cepat. Bahkan jawaban salam dari Lendri pun belum sampai selesai sudah di potong.

Lendri merupakan kakak kedua Mayra.

''Innalillahi ... Bulek, ya Bulek, terima kasih informasinya.'' jawab Lendri tidak ingin banyak tanya.

Bulek Tiyas pun sudah memutuskan sambungan telepon dan sampai lupa mengucapkan salam.

Pria yang masih berusia 22 tahun langsung lari ke dalam rumah untuk mencari keberadaan ibunya. Tadinya ia sedang mencuci sepeda motornya, namun, karena mendapat kabar yang mengejutkan itu, ia sudah tidak peduli mengenai kebersihan motornya.

''Buu! Ibu! Buu!!'' seru Lendri memanggil bu Sani, ia celingukan mencari ibunya di dapur, tapi, tidak ada.

''Di belakang, Len! lagi jemur baju!'' jawab bu Sani nggak kalah seru.

Lendri langsung berlarian ke belakang rumah, ia membuang nafasnya berkali-kali dengan cepat, ia juga tidak sadar dengan air matanya yang sudah menetes.

Ibu yang mendengar suara langkah lari Lendri langsung mengernyit heran. Wanita itu langsung menghentikan aktivitas menjemurnya, dan mendekati Lendri dengan tatapan penuh tanya.

''Ada apa to, Len? ada apa kamu ini kok lari-lari?'' tanya bu Sani semakin dibuat heran oleh putranya itu. Ia pun juga terbawa khawatir melihat putranya menangis sembari mengusap dadanya yang masih terasa shock.

''Bu, ayo sekarang kita susul ayah.'' ujar Lendri tanpa menjawab penasaran ibunya.

''Kamu ini, jawab dulu ada apa sebenarnya?'' paksa ibu.

''Tadi bulek Tiyas telpon aku, Bu, katanya mas Aldo sama May kecelakaan tabrakan, Bu. Sekarang mereka sudah di klinik Nayla.'' terang Lendri.

''Mungkin kebetulan pas bulek Tiyas mau keluar, jadinya beliau yang menolong.'' imbuhnya dengan cepat.

''Hah! ya Allah anak-anakku!'' seru bu Sani yang langsung terduduk lemas. Sesaat kemudian wanita itu kembali berdiri meskipun masih terlihat lemas.

''Se-sebentar, Ibu ganti baju dulu Len, tidak mungkin Ibu kesana pakai baju pendek.'' ujar bu Sani langsung jalan cepat ke dalam kamarnya.

Sembari menunggu ibunya siap-siap, Lendri pun juga siap-siap dengan jurus langkah seribu, terutama memasukkan keranjang pakaian ibunya yang pakaian-pakaiannya belum sempat dijemur.

Sama halnya dengan Lendri, ibu juga menggunakan jurus langkah seribu. Bu Sani mengenakan gamis yang kebetulan masih ada di gantungan dan jilbab instan. Tak lupa membawa dompet andalannya.

Setelah keduanya sama-sama siap, Lendri langsung melajukan motornya dengan kecepatan cukup tinggi menuju toko sembako ayahnya. Tak pakai lama, mereka pun tiba, sudah terlihat beberapa pembeli ditokonya.

''Pelan-pelan Bu turunnya.'' tegur Lendri saat melihat ibunya turun dari boncengan dengan terburu-buru dan ujung gamisnya hampir nyangkut. Tapi, karena saking buru-burunya, bu Sani tidak menghiraukan teguran dari anaknya. Untung saja hanya hampir nyangkut.

Bu Sani tersenyum pada para pengunjung toko, tapi, langkahnya langsung buru-buru menghampiri suaminya yang berada di dalam.

''Yah, Yah, tutup tokonya sekarang!'' ujar bu Sani. Tak lama kemudian, Lendri menyusul masuk dengan langkah cepat. Mungkin orang-orang yang sedang memilih belanjaannya pun bertanya-tanya mengenai sikap ibu dan anak itu.

''Kalian kenapa? ada apa to Bu kok datang tiba-tiba langsung nyuruh tokonya ditutup? masih ada yang belanja itu lhoo.'' balas pak Sandi.

''Ada apa to Bu? Len?'' tanya pak Sandi lagi.

''Yah, mas Aldo sama May tabrakan tadi, sekarang sudah dibawa ke klinik Nayla sama bulek Tiyas. Tadi beliau yang nelpon aku.'' jelas Lendri dengan cepat.

Pak Sandi langsung terkejut, raut wajah pria itu langsung panik. ''Bagaimana ini?''

''Ibu-ibu, Bapak-bapak yang masih belanja, mohon maaf untuk hari ini belanjanya bisa di toko lain dulu ya, kami baru mendapatkan kabar kalau mas saya dan adik saya kecelakaan. Jadi, kami akan menutup toko untuk sementara waktu.'' tutur Lendri dengan volume suara yang bisa terdengar oleh semuanya.

''Innalillahi.''

''Ya Allah, dimana itu?''

Mereka pun saling bertanya-tanya.

''Untuk yang sudah terlanjur belanja dan tidak ada belanjaan tambahan lagi, bisa langsung saya hitung sekarang. Untuk yang belum, mohon maaf sekali lagi, kami benar-benar buru-buru.'' ucap Lendri mewakili ayahnya.

''Ohh, ya-ya, tidak apa-apa.'' jawab mereka mengerti.

Pak Sandi, bu Sani, dan Lendri pun langsung bekerjasama untuk melayani para pembeli.

Setelah semuanya selesai, mereka pun turut mendo'akan yang terbaik untuk anak-anak pemilik toko tersebut.

''Semoga tidak ada yang parah ya, Pak.'' ucap salah satu dari mereka mewakili.

''Aamiin.'' jawab pak Sandi, bu Sani, dan Lendri secara bersamaan.

''Terima kasih semuanya atas do'a yang dipanjatkan untuk anak-anak kami, semoga do'a-do'a kalian semua diijabah oleh Allah.'' sambung pak Sandi dengan sorot matanya yang berubah sayu.

''Aamiin.'' jawab mereka.

Mereka pun langsung meninggalkan toko tersebut. Setelah tidak ada pembeli lagi, Lendri dan pak Sandi langsung menutup rolling door.

Cepat-cepat Lendri menyempatkan untuk mengambil beberapa cemilan dan juga minuman untuk bekal nanti selama disana.

''Jangan lupa dikunci, Yah.'' seru bu Sani yang sudah berdiri di samping motor.

''Ini lagi ngunci, Bu.'' jawab pak Sandi.

JS 3 : Mimpi Apa Tadi Malam

"Bu, sebentar, kayak ada yang aneh." ujar pak Sandi mengamati penampilan istrinya itu.

"Apa to Yah?" tanya ibu dengan keningnya yang mengernyit.

"Jilbabnya kebalik." jawab pak Sandi.

Bu Sani langsung memeriksa jilbabnya, dalam hati merasa malu, berarti tadi orang-orang melihatnya juga.

"Halah, tadi Ibu buru-buru, Yah, jadi nggak lihat kebalik apa nggak." jelas bu Sani.

"Sudah, ayo cepat hidupkan motornya."

Lendri yang membawa cemilan dan minuman pun ia letakkan di gantungan depan. Pak Sandi membonceng istrinya, sedangkan Lendri sendirian.

"Ya Allah, Yaah!! kecelakaan disini!" seru Bu Sani.

Disana ada beberapa orang, mereka pun berhenti sebentar untuk bertanya, karena ada mobil polisi juga.

"Pak Sandi, iya disini anak-anak sampean tabrakan." ujar seseorang disana.

"Ya Allah." ibu semakin lemas.

"Semoga darah itu bukan milik anak-anak kita ya, Yah.'' ucap bu Sani.

"Aamiin, semoga ya, Bu." balas pak Sandi.

"Oh, iya Pak, terima kasih. Tadinya kami memang mau memastikan. Kalau gitu, kami mau langsung ke klinik dulu ya, Pak." ujar pak Sandi berpamitan.

Kecelakaan itu sudah melibatkan polisi. Dua kendaraan sudah dibawa ke kantor polisi terdekat yaitu Kapolsek. Saat pak Sandi tiba disana, kedua motor sudah tidak ada, sedangkan garis polisi sudah terpasang.

''Sama-sama, Pak, Bu ... yang sabar ya.'' ucap seseorang disana.

''Terima kasih, monggo.'' pamit pak Sandi yang kembali menaiki sepeda motornya.

Lendri dan kedua orangtuanya kembali melanjutkan perjalanan.

"Mimpi apa tadi malam kita ini, Yaah.'' gumam bu Sani.

''Kalau tau bakal begini kejadiannya, Ibu nggak akan kasih izin buat mereka pergi, Yah.'' sambungnya penuh sesal.

Pak Sandi yang fokus pada kemudinya tetap bisa mendengar suara bu Sani yang bersamaan dengan tangis karena pak Sandi tidak menggunakan kecepatan tinggi.

''Ujian tidak ada yang tau, Bu ... jangan menyesalkan apa yang sudah terjadi, lebih baik kita do'akan buat anak-anak kita, buat orang yang bertabrakan dengan anak kita. Jangan sampai Ibu ikut sakit, Bu.'' jawab pak Sandi.

Bu Sani tidak menjawab. Wanita itu masih menangis dan wajahnya ditutupi oleh jilbabnya karena tidak ingin dilihat oleh orang lain.

Beberapa menit kemudian, ketiganya sampai di halaman klinik Nayla. Dengan menguatkan hati dan pikiran yang sedang kacau, ketiganya membaca basmallah terlebih dahulu lalu masuk ke dalam.

Lendri dan kedua orangtuanya berjalan beriringan.

''Itu bulek Tiyas, Bu.'' tunjuk Lendri yang langsung di respon oleh ibunya. Terlihat wanita paruh baya itu tengah berbicara dengan seorang dokter yang kebetulan pendiri klinik Nayla.

''Mbak Tiyas.'' panggil bu Sani yang semakin mempercepat langkahnya.

Bulek Tiyas pun langsung menoleh bersama dengan dokter tersebut.

''Eh, San, Alhamdulillah kalian sudah datang.'' jawabnya.

''Sudah-sudah, jangan nangis.'' imbuh bulek Tiyas yang berusaha menenangkan bu Sani.

Setelah menyapa Lendri dan kedua orangtuanya, dokter tersebut pun pamit karena hendak memeriksa pasien lain.

''Gimana keadaan anak-anakku, Mbakyu?'' tanya bu Sani yang mendapatkan pelukan dari bulek Tiyas itu.

''Yang sabar ya, Sani, Sandi, Lendri.'' jawab bulek Tiyas yang kemudian menarik nafasnya dalam-dalam, lalu menghembuskan secara perlahan.

''Alhamdulillah Mayra hanya shock dan luka ringan. Tapi, Aldo ...,'' bulek Tiyas pun menggantungkan perkataannya sehingga membuat sekeluarga itu semakin khawatir.

''Aldo kenapa, Mbakyu?'' tanya bu Sani yang menaikkan volume suaranya tanpa sadar sehingga mendapatkan tatapan dari orang-orang yang berada disana.

Pak Sandi dan Lendri pun celingukan mencari ruangan yang tengah ditempati Aldo dan juga Mayra.

''Sebetulnya kenapa dengan Aldo? Aldo masih hidup 'kan, Mbak?'' sahut pak Sandi yang akhirnya tidak bisa menutupi kekhawatirannya sebagai orangtua.

''Kalian semua percaya 'kan kalau orang sakit pasti ada obatnya?'' tanya bulek Tiyas.

Ketiganya pun mengangguk. Kemudian bulek Tiyas kembali menarik nafasnya. Mereka yang ikut datang bersama bulek Tiyas pun tidak berani menimpali. Mereka sudah sepakat untuk bulek Tiyas yang menyampaikan kondisi para korban.

''Begini, Aldo mengalami pendarahan terus di kepalanya yang bagian belakang. Sampai sekarang masih mendapatkan perawatan pertama.''

''Kalian pasti ingin yang terbaik 'kan?''

Ketiganya mengangguk lagi.

''Saya harap kalian setuju kalau Aldo di rujuk ke rumah sakit di kota X, disana fasilitas lengkap, untuk mendapatkan stock darah juga tidak sesulit disini. Disini tidak ada persediaan darah.'' jelas bulek Tiyas.

Pak Sandi langsung merangkul bahu bu Sani. Tangis keduanya kembali pecah, sedangkan Lendri diam-diam juga terisak, tapi, ia berusaha menyembunyikannya.

''Kami setuju saja Mbakyu, yang penting Aldo bisa sembuh.'' jawab pak Sandi.

''Ya Allah ... cobaan kami mengapa begitu besar? kuatkan kami, berikanlah kesempatan umur yang panjang untuk anak-anak kami. Walaupun anak kami hanyalah titipan dari-Mu, kami mohon jangan Kau ambil titipan itu secepat ini.'' lirih bu Sani.

''Jadi, nanti kalau sudah beres semuanya, kalau bisa Sandi sama Lendri ikut ngawal kesana ya.'' ujar bulek Tiyas setelah melihat bu Sani lebih tenang.

''Iya Bulek.'' jawab Lendri.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!