NovelToon NovelToon

Ukhti Bar-Bar

Bab 1# Menerima Tantangan

Seorang wanita berpakaian serba tertutup tengah terlihat menstarter motor sport. Dimana kendaraan ini biasanya di kendalikan oleh kaum pria.

Bukan hal yang aneh juga jika para kaum hawa ini bisa mengoperasikannya. Akan tetapi terlihat unik dan langka jika yang berada di atasnya adalah Hasna Albani Yazid.

Gadis muslimah yang selalu menjaga batasannya dengan yang bukan mahramnya.

Bukan untuk gaya-gayaan hingga dirinya berada di arena balap liar ini.

"Na, kamu yakin mau ngelakuin ini!" teriak Mila di samping telinganya yang tertutup rapat pasmina lebar hingga terjulur ke dada. Hasna belum mengenakan helm. Matanya menatap tajam ke sebelah kiri. Dimana terdapat lawannya sedang menyeringai remeh.

Hasna langsung mematikan mesin motornya.

"Gue yakin. Udah, Lo sana gih! Pokoknya jangan lupa rekam ini semua buat bukti. Biar si bajing loncat itu kagak bisa mengelak lagi!" titah Hasna mengusir sahabatnya agar menjauh.

Hasna yang baru saja hendak mengenakan hel full face-nya itu, menjadi urung ketika mendengar seruan bernada remeh ke arahnya.

"Eh, cewek ninja! Mending Lo mundur dah! Kagak usah sok-sokan nantangin gua!" seru pemuda yang merupakan preman kampus itu remeh. Ramond yang notabene adalah keponakan dari salah satu pemegang saham universitas tersebut, menjadi mahasiswa yang arogan terutama kepada para mahasiswi juniornya.

Hasna yang memang antipati terhadap laki-laki, semakin membenci Ramond karena kelakuannya yang suka merendahkan perempuan. Hal Itu terjadi pada salah satu sahabatnya Mila. Dimana, Ramond mencoba untuk melecehkannya dan membully hanya karena dia anak orang miskin yang kuliah di kampus itu karena beasiswa.

Ramond bahkan merusak kartu pintar milik Mila, yang ia dapatkan dari pemerintah. Mila membutuhkan itu untuk mencairkan dana bantuan yang bisa ia gunakan untuk membeli keperluan serta ongkos berangkat kuliah.

Hasna yang memang pemberani sejak kecil, tak bisa melihat penindasan terjadi di depan matanya. Apalagi, jika pelakunya adalah laki-laki.

( Flash back on )

Hasna membulatkan matanya ketika Raymond merusak kartu pintar milik Mila. Benda yang didapatkan sahabatnya itu berasal dari pemerintah. Mila biasa menggunakannya untuk membiayai kebutuhan kuliahnya seperti membeli buku, peralatan belajar serta ongkos.

Karena untuk biaya semester Mila telah di bebaskan. Sahabatnya ini adalah salah satu murid pintar yang diundang serta mendapat beasiswa untuk masuk ke universitas ini.

"Apa-apaan ini!" seru Hasna dengan suaranya yang lantang. Wajahnya yang lembut dan manis sangat kontras dengan tatapannya yang tajam. Buku tangannya telah mengepal keras di samping tubuhnya.

"Heh! Si pembela kaum miskin dan tertindas udah muncul rupanya." Raymond menyeringai remeh dengan tatapan nyalang memindai sosok gadis tinggi dan cantik di hadapannya.

Terlihat Raymon memasang wajah menjijikkan dengan menjilat bibirnya ketika menatap keseluruhan tubuh Hasna. Tatapan pemuda ini seakan tengah menelanjanginya. Ingin rasanya Hasna mendaratkan dua jarinya untuk menusuk bola mata keranjang milik Raymond.

Sayang, pemuda itu memiliki kekuatan yang bersumber dari salah satu pemegang saham universitas ini. Sebab itulah, Raymond terlihat arogan dan sok. Merendahkan semua yang menolak keinginannya.

Mila segera beralih dan berlindung di belakang tubuh Hasna. Gadis berpasmina, dengan tunik panjang dan kulot itu menunduk sambil terisak. Dirinya sama sekali tak berani melawan Raymond.

"Lo kenapa sih, Ray? Gak enak kalo gak menindas orang sehari aja? Badan lo pegel-pegel kalo gak ngancurin masa depan orang, hah!" sarkas Hasna.

Dirinya tentu berani karena keluarga Hasna termasuk orang berada. Dirinya masuk kesini pun sudah membayar full untuk satu tahun ke depan.

Akan tetapi, keadaannya yang berada di level lebih tinggi tidak membuat Hasna justru merendahkan orang lain. Banyak mahasiswa/i dari kalangan orang tidak mampu yang belajar di kampus ini. Tentunya mereka menggunakan otaknya yang jenius hingga mendapatkan keistimewaan tersebut.

Hasna, yang sering membela mereka ketika ditindas oleh Raymond dah Genk-nya. Membuat dirinya mendapat julukan si pembela kaum miskin.

"Eh, Hasna. Lo mending gak usah ikut campur deh. Ini ... urusan gua sama Mila. Lo mending ngaji lagi gih sono! Gak usah sok melototin gua!" usir Raymond.

"Gue gak akan diem aja karena lo, udah berani menyakiti sahabat gue. Sekarang gue minta lo tanggung jawab. Kartu dia rusak!" seru Hasna seraya menunjuk ke arah kartu yang diinjak oleh Raymond.

"Bukan urusan gua! Siapa suruh dia sok jual mahal. Padahal, dia bisa kuliah tenang di sini kok, asalkan nurut sama perintah gua. Noh, kayak cewek-cewek yang lain. Mereka juga sama kayak Lo, pake jilbab juga tapi--" Raymond tak meneruskan ucapannya, pemuda itu hanya menatap ke arah Hasna dengan tatapan menggoda.

"Hentikan tatapan najis Lo itu, atau ... gue bikin tuh mata gak bisa ngeliat lagi selamanya!" ancam Hasna dengan nada lembut namun penuh penekanan.

Entah kenapa, mendengar ucapan itu membuat Raymond langsung memundurkan wajahnya. Aura gadis di depannya sungguh tidak biasa. Ray, merasakan keseriusan dari balik ancaman bernada lembut itu.

"Lo bisa apa sih? Jadi cewek sok banget. Gua cium juga yang ada lo ketagihan!"

Plak!!

Sebuah tamparan dari Hasna mendarat telah di pipi Raymond.

"Jaga omongan Lo, Ray. Jangan samain gue sama cewek-cewek murahan Lo itu. Mereka juga mau sama Lo karena ancaman. Jadi, Lo jangan bangga!" hardik Hasna.

"Sial! Lo berani banget sentuh muka mahal gua. Tapi, tangan lembut juga ya. Alasan aja Lo nampar gua, supaya bisa megang pipi kan?" ledek Raymond sengaja memancing emosi Hasna.

"Astagfirullah," lirih Hasna mengusap telapak tangan ke pakaiannya.

"Berhenti ganggu temen-temen gue lagi mulai sekarang! Mereka berhak menuntut ilmu dengan damai. Jangan gunain kuasa paman Lo buat menekan mereka. Lo Cemen tau gak!" ledek Hasna balik. Hingga Raymond mendengus kesal.

"Gini aja. Gua bakal berhenti gangguin mereka jika, Lo berhasil ngalahin gua di arena balap motor. Gimana?" tantang Raymond dengan tatapan remeh.

Selama ini dia juga tidak bisa menyinggung Hasna secara langsung karena, kakek Hasna adalah donatur tetap setiap acara kampus.

Karenanya, Raymond hendak menggunakan cara licik.

"Gue terima tantangan Lo. Dua hari lagi!"

"Tapi kan, Na. Emang kamu bisa bawa motor sport?" bisik Mila.

Hasna tidak menjawab, ia hanya memberi tatapan tajamnya ke arah Mila. Hingga gadis itu pun terdiam kini.

"Gue udah lama banget gak bawa motor. Sejak kecelakaan dua tahun lalu. Gimana ini? Kira-kira Bunda bakal ijinin bawa motor lagi gak ya?" batin Hasna, sedikit risau. Bukan perkara tidak bisa mengendarai motor cowok itu, tapi apakah ia bisa mendapatkan ijin dari sang bunda atau tidak.

Hasna pun memilih untuk diam-diam mengeluarkan motor miliknya itu dari garasi.

Seorang pria berusia senja. Bersedekap di atas balkon dengan tatapannya yang menjurus ke pelataran rumah. Waktu sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Akan tetapi, satu-satunya cucu perempuan pria itu terlihat tengah mendorong kendaran roda dua itu secara diam-diam hingga keluar pagar.

"Apa yang mau kamu lakukan dengan kendaraan itu lagi, Hasna?"

( Flash back of )

"Gak usah banyak ngomong! Kita buktiin aja. Kalo Gue memang, Lo kudu nepatin janji. Berhenti ganggu mahasiswa/i yang masuk karena beasiswa. Berhenti juga mengancam sebagian perempuan muslimah serta memaksa mereka untuk jadi pacar Lo!" tegas Hasna.

Raymond tertawa sebelum menyahut. "Terserah Lo deh. Kalo gua kalah ... gua bakal pindah kuliah ke luar negri. Tapi, kalo Lo yang kalah, Lo harus bersedia jadi pacar gua!" tantang Raymond dengan gerakan lidah yang menyapu bibirnya sendiri.

Hasna segera berpaling karena jijik.

Bersambung

Bab 2# Astagfirullah, Nabrak Orang!

Raymond merasa di atas angin. Pikirannya sepintar-pintarnya perempuan bawa motor. Mereka tidak akan bisa mengalahkannya di arena balap liar ini.

"Bro, lawan Lo manis banget. Yakin Lo tega ngalahin dia?" goda salah satu kawan dari Genk Raymond.

"Gua harus ngalahin dia, Black. Kalo enggak, gua bisa mental dari kampus itu. Tetapi, kalo gua menang, dia bakalan jadi cewek gua dan bibir seksinya itu bakal bisa gua rasain," ucap Raymond penuh percaya diri dengan di selingi tertawa.

"Njirr ... udah bayangin bibirnya segala. Keren banget sih taruhan balapan kali ini. Yaudah, Bro. Gua cuma bisa dukung. Kalo lu menang nanti, jangan cuma dapetin bibir atasnya tapi bawahnya juga," kekeh Black yang kemudian di ikuti oleh Raymond.

"Satu server Lo emang Ama gua!" Raymond tertawa lagi. Tak lama ia pun mengenakan helm full face-nya tersebut.

Hasna yang juga telah bersiap, kini menutup wajahnya dengan helm yang sama. Dirinya juga mengenakan jaket yang memiliki pelindung punggung, siku dan juga celana panjang di balik gamisnya juga menggunakan pelindung lutut.

Bagaimanapun Hasna tak luput untuk memperhatikan poin-poin keselamatan berkendara. Ia belajar dari kecerobohannya beberapa tahun lalu ketika masih duduk di bangku Madrasah Aliyah.

Hasna tak menuruti keinginan bundanya yang menganjurkan agar meneruskan kuliah di Universitas Islam Negeri.

Hasna tak ingin berkecimpung di bidang agama seperti sang bunda dan kakeknya yang menjadi pendakwah.

Hasna memiliki cara lain untuk menyampaikan kebenaran Islam di kalangan anak muda. Ia akan bergerak dan berpikir menggunakan caranya. Baginya, untuk menunjukkan hal yang benar tidak harus terlalu formal.

Bendera telah di gerakkan dan hitungan mundur di mulai.

Dua kendaraan roda dua itu pun melaju dengan kencang.

Jalur jalanan tersebut yang lengang sering di gunakan para anak muda ini untuk melakukan aksi balap liar mereka tanpa terendus pihak yang berwajib.

Biasanya mereka akan taruhan menggunakan uang maupun perempuan. Akan tetapi, motif balapan kali ini berbeda. Hasna melakukannya untuk melepaskan para kawannya agar terbebas dari belenggu perbedaan kasta.

Hasna ingin, para pemuda berbakat itu tidak mati obor dalam menuntut ilmu. Jangan justru pemuda seperti Ray dan Genk-nya yang notabene kuliah hanya demi gengsi, titel dan formalitas yang bisa melenggang bebas.

Tipe pemuda macam mereka sama sekali tidak menghargai apa itu ilmu dan pendidikan. Mereka hanya tau bersenang-senang menghabiskan uang dan kekayaan orang tua.

Negara sama sekali tidak membutuhkan pemuda berjiwa renta seperti mereka. Justru, negara akan sangat membutuhkan jiwa pemuda yang penuh semangat dalam menuntut ilmu namun mereka memiliki kesempatan kecil dalam meraih hal itu.

Kendaraan roda dua dengan suara menderu itu melaju kencang dan saling berusaha untuk mendahului.

Motor sport milik Raymond yang berwarna hijau itu kini telah berada di samping body hasna. Pemuda itu, mengacungkan jari tengahnya untuk meledek.

Akan tetapi, pada saat di tikungan dengan cepat dan mengejutkan Hasna mendahuluinya, Ray pun hampir oleng lantaran kaget.

Kini, Hasna telah berada jauh di depan kendaraannya. Mulai saat ini, Ray tidak lagi menganggap Hasna enteng dan main-main. Pemuda ini akan menghadapi balapan kali ini dengan serius. Nasibnya ke depan di tentukan malam ini.

Ray, dengan sangat percaya diri dan yakin jika dirinya akan menang. Tertawa menyeringai di balik helm-nya.

Keduanya pun berusaha untuk saling mendahului. Hasna yang sengaja tidak menunjukkan skillnya pada saat pertama kali melaju, membuat lawannya ini menjadi lengah.

Kini, pada putaran penentuan. Hasna menunjukkan kebolehan yang ia miliki sepenuhnya. Dua tahun lalu, Hasna pernah melawan seorang ketua gangster di arena balap.

Pada saat itu taruhannya adalah, agar ketua gangster itu tidak menyerang lagi sebuah kampung yang terbilang cukup kumuh. Karena ketua gangster tersebut kerap melakukan tawuran di daerah itu.

Hasna dengan kepandaiannya dalam bernegosiasi dan melakukan mediasi. Akhirnya, a berhasil memancing ketua gangster itu agar tidak menggunakan kekerasan. Maka Hasna menantangnya.

Sang ketua yang tak menyangka jika Hasna jago mengemudikan motor sport di atas aspal, tentu dengan mudah menerima tantangan Sebab ia telah menganggap remeh lawannya.

Hal itu tentu saja menguntungkan bagi Hasna. Karena lawan yang telah menganggapnya remeh itu tidak akan memiliki persiapan yang matang. Sementara Hasna berlatih keras selama satu pekan.

Akan tetapi, na'as.

Lawannya kali itu curang, mereka pun menantang Hasna untuk tanding ulang. Hingga, dirinya mengalami kecelakaan hebat yang menyebabkan beberapa luka di kepala serta kakinya.

Akan tetapi, hal itu mendatangkan kebaikan juga. Ketua gangster merasa salut akan perjuangan Hasna dan mereka pun membebaskan kawasan tersebut.

Hasna hampir di salip okeh Ray, bahkan pemuda itu pun sudah memasang seringai penuh kemenangan.

Tetapi, dengan cepat Hasna merubah posisi dengan berada di depan motor Ray. Hasna semakin melaju kencang hingga suara mesin kendaraan menderu memekakkan telinga.

Pada akhirnya Hasna berada di depan kendaraan roda dua milik Raymond. Para penonton bersorak-sorai ketika motor sport hitam milik Hasna berhenti tepat di depan mereka.

Hasna turun dari motornya. Membuka helm, dan angin malam pun mengibarkan ujung pashmina-nya yang terjulur hingga ke belakang punggungnya.

Mila langsung berlari dan menghambur ke dalam pelukan. Hasna menang dalam memperjuangkan kebebasan mereka.

Raymond mengehentikan kendaraannya, turun dengan cepat kemudian melempar helm mahalnya itu ke atas aspal.

Wajahnya terlihat berang dan marah. Ia tak terima karena di kalahkan wanita yang telah dianggapnya remeh itu.

"Lu kalah, Bro! Tuh cewek benar-benar gilak dia. Lihai banget bawa motornya. Sumpah, kita udah ketipu muka manisnya. Njirr!" umpat salah satu kawan satu Genk dengan Raymond itu.

"Gua gak terima, Black. Panggil yang lain, kita kerjain dia!" ucap Ray pelan dengan tatapan matanya yang tajam menatap ke arah Hasna.

Dimana pada saat ini gadis itu juga menatapnya penuh kemenangan.

"Lu boleh sombong sekarang. Liat nanti!" Raymond pun berlalu hendak menaiki motornya. Hingga, terdengar suara sirine mobil pasukan jaguar.

Seketika semua kocar-kacir termasuk Hasna.

"Cepetan, naik Mil. Gue gak mau ketangkep!" titah Hasna yang sudah menghidupkan kembali mesin motornya itu.

Karena kejadian ini, mau tak mau Raymond menunda aksinya.

Mereka memilih untuk menyelamatkan diri lebih dulu dari tangkapan pihak yang berwajib.

Kendaraan roda dua milik polisi telah berada di belakang motor Hasna. Mila telah berpegangan kencang pada pinggang sahabatnya ini karena Hasna membawa motor dengan kecepatan di atas rata-rata.

Hari sudah hampir subuh.

Hasna memilih untuk menyelinap ke pemukiman untuk menghindari pengejaran polisi.

Hingga, ia berbelok masuk ke dalam gang dan keluar lagi dari gang yang lainnya.

Pada sebuah tikungan, ada seseorang yang tiba-tiba muncul hendak menyebrang.

"Astagfirullah! Awas!" teriak Hasna.

"Awas Na!" teriak Mila.

Hasna langsung, membelokkan stang hingga pria yang berada di depannya tadi hanya tersenggol namun, hal itu mampu membuatnya tersungkur. Sebab, kendaraan yang di bawa Hasna cukup cepat. Motornya hanya goyang sedikit.

"Ya Allah, Na! Nabrak orang!" pekik Mila di belakang kepala Hasna sambil menepuk bahu sahabatnya itu.

Hasna menghentikan motornya, membuka helm dan menoleh. Pria yang ia tabrak telah bangun sambil memegangi kepala dan juga siku. Mereka sempat bertatapan sepersekian detik. Pada saat Hasna memutuskan untuk turun, suara sirine terdengar kembali.

"Lo gak kenapa-kenapa kan? Maafin gue! Tapi gue harus pergi!" seru Hasna. Pria itu hanya melongo ke arahnya. Setelah mengatakan itu, Hasna pun kembali mengenakan helmnya dan berlalu.

"Ya Allah, mimpi apa semalam. Ketabrak motor yang bawa cewek cakep. Astagfirullah! Tetap aja sakit ini," gumam pria itu sambil menatap ke arah sikunya yang berdarah.

Bersambung

Bab 3# Ketegasan Sang Kakek

"Na, kamu tabrak lari?!" pekik Mila panik. Gadis itu beberapa kali menoleh ke belakang membuat kendaraan roda dua itu agak oleng.

"Lu diem-diem kenapa sih, Mil! Lagian, gue yakin tuh cowok gak kenapa-kenapa. Salah dia sendiri nyebrang sambil ngelamun. Kalo tadi gue berhenti pasti ketangkep!" Hasna balas berteriak karena kendaraannya masih melaju dan berkelok di dalam perkampungan.

Tak lama, kendaraan perkasa itu terpaksa berhenti. Hasna menginjak rem mendadak hingga kepala Mila menubruk helm.

"Duh sakit kepala aku, Na. Kenapa rem mendadak sih?" protes Mila seraya mengusap keningnya.

"Jalan buntu, Mila! Lu gak liat tuh di depan ada tembok setinggi itu!" sarkas Hasna. Ia membuka kaca helm-nya, lalu menoleh ke belakang. Tak lagi terdengar suara motor patroli polisi mengejarnya.

Hasna pun, berniat memutar kendaraannya itu. Baru saja hendak berbelok untuk keluar gang, ternyata ...

"Astagfirullah! Polisi Na!" pekik Mila seraya membekap mulutnya lantaran kaget.

Ternyata, polisi patroli yang mengejar Hasna tengah berada di luar gang untuk menunggunya.

"Duh, gimana ini? Masa sih harus ketangkep lagi." Hasna hanya bergumam risau dalam hatinya.

"Kalian ini! Sudah balapan liar malah masuk kampung ganggu orang tidur aja. Sini kamu, ikut kami ke kantor polisi!" Petugas berseragam itu pun menggiring Hasna dan Mila.

"Buka helm kamu! Lalu tunjukkan tanda pengenal kalian!" titah petugas itu lagi.

Hasna dan Mila pun menyerahkan KTP mereka. Hasna juga menyerahkan surat-surat kendaraannya. Setelah itu ia membuka helmnya.

Semua lengkap. Hanya saja sang petugas heran dengan kenyataan bahwa yang baru saja menjadi pelaku balapan liar adalah seorang gadis muslimah. Bahkan gadis itu lengkap mengenakan abaya dan pasmina lebar.

"Kamu gak salah, Neng? Udah mana cewek, berhijab, kok malah keluar tengah malam dan balapan liar? Apa ini jaman sudah gila ya!" Petugas itu benar-benar dibuat terkejut dengan apa yang nampak di depan matanya. Bahkan kawannya hanya bisa menggeleng seakan kehabisan kata-kata.

"Apa kamu abis ikut majlis dzikir terus lanjut balapan iya?" tanya petugas itu memastikan lagi. Karena ia percaya. Gadis yang seharusnya alim dan diam di rumah ini justru manjadi anak muda yang suka menggeber motornya tengah malam buta.

Hasna tetap diam tak menjawab apapun. Membiarkan petugas berseragam ini berspekulasi apapun terhadap dirinya. Semoga saja mereka tidak mengetahui dari keluarga mana ia berasal.

Sebab makin tak percaya lagi nanti. Ketika mereka tau latar belakang keluarga Hasna.

"Ngomong dong, Neng. Kenapa kalian mendadak bisu?"

"Sudah. Mungkin dia malu. Sebagai perempuan ... muslimah juga. Bukankah alangkah baiknya diam di rumah. Apalagi, sudah malam begini. Sebaiknya kita bawa saja ke markas," ucap kawan polisi itu.

"Gak usah pegang-pegang, bisa Pak? Saya juga gak akan lari,"protes Hasna namun dengan suara yang dibuat setenang mungkin. Bagaimana pun Hasna menghormati mereka. Hasna menundukkan pandangannya karena salah satu petugas menatapnya intens.

Keduanya kembali menggeleng tak habis pikir. Apalagi? Tentu karena Hasna gadis muslimah yang cantik.

Hasna dan Mila pun di bawa ke kantor polisi. Di sana mereka berdua pun di periksa. Pada saat itulah, Hasna mengatakan dengan jujur apa alasannya ikut balapan.

Paginya, seorang pria paruh baya yang penuh kharisma dan wanita bercadar datang menjemput. Dialah Angkasa Hermawan dan Hanifa Zaskia.

"Maaf." Hanya itu kata yang keluar dari bibir merah muda Hasna. Tanpa berani menatap ke arah kakek maupun sang bunda.

"Kita pulang. Bicarakan semua ini nanti di rumah saja," ucap Hanifa lembut kepada putri semata wayangnya ini. Ia mengusap bahu Hasna kemudian berjalan lebih dulu ke depan menyusul Angkasa.

Sang bunda justru menggandeng sang kakek. Di sini Hasna tau dan sadar jika dirinya telah kembali membuat gebrakan sosok wanita paling tegar yang sangat ia cintai itu, kembali menelan kekecewaan lantaran perbuatannya. Meksipun, Hasna memiliki sebuah niat baik di balik itu semua.

Hanya karena apa yang ia lakukan melanggar hukum dan norma maka, Hasna harus siap di cap jelek, terutama oleh keluarganya sendiri.

Ketika berada diparkiran.

"Bun, kita antar Mila dulu ya. Kasian, gak ada yang jemput," pinta Hasna lembut seraya meraih tangan sang bunda.

Hanifa menoleh sebentar, menatap sang putri lalu beralih pada Mila yang menunduk dalam.

Hanifa pun mengangguk dan tersenyum di balik niqob-nya. Itu, benda tipis yang menjulur untuk menutupi sebagian wajahnya.

Setibanya di rumah.

"Kamu naik, dan istirahat, biar bik Siti nanti yang antar sarapan buat kamu. Setelah jam 10, kamu turun lagi ke bawah. Pada saat itu, Bunda dan Kakek mau bicara," ucap Hanifa lembut seraya menatap ke dalam manik pekat milik putrinya.

Telapak tangannya yang lembut mengusap kepala Hasna. Semakin merasa bersalah saja dia. Sebenarnya tak ada niat Hasna untuk mempermalukan nama baik keluarganya yang notabene adalah penyiar agama ini.

Tentu saja, di mata masyarakat perbuatan yang ia lakukan sungguh mencoreng. Akan tetapi, Hasna tak ada jalan lain untuk membungkam dan menaklukkan Raymond dan para antek-anteknya.

Hasna hanya mengangguk lemah. Gadis itu pun memilih untuk menurut. Terpaksa dirinya juga tidak ke kampus hari ini.

"Anak itu," keluh Angkasa, seraya menghela napasnya dalam.

"Dia kurang perhatian, Bi. Kita terlalu sibuk di luar, menasihati para orang tau di sana agar memperlakukan amanah mereka ( anak ) dengan baik dan sesuai tuntunan Al Quran. Akan tetapi, justru aku abai terhadap putriku sendiri. Hingga, Hasna melampiaskannya dengan berbagai kegiatan yang ekstrim." Hanifa pun berkata penuh sesal. Ia menyalahkan dirinya sendiri yang terlalu sibuk.

"Tak ada jalan lain."

Hanifa pun tak lagi bisa menolak rencana pria yang merupakan orang tua satu-satunya itu. Rencana yang sejak 2 tahun lalu ingin dilakukan oleh Angkasa, namun Hanifa menolak keras karena tak ingin jauh dari putrinya.

Tepat jam 10 Hasna turun. Gadis manis dengan pakaian rumahan namun tetap tertutup itu menghampiri kedua orang yang sangat ia sayangi itu di ruang keluarga. Hasna hanya membiarkan rambutnya yang panjang tergerai bebas.

Sebab, yang melihatnya seperti ini hanya keluarga. Dan, sang kakek adalah mahrom untuknya.

"Sini sayang," panggil Hanifa, agar sang putri duduk di sebelahnya. Mereka pun berhadapan dengan Angkasa.

"Maaf, kali ini rencana kakek sudah bulat."

"Hasna gak mau masuk pesantren! Hasna mau kuliah di kampus itu! Nanti gimana nasib teman-temanku di sana!" protes Hasna tak sadar ia berdiri dari duduknya.

Pada saat itulah, Angkasa untuk pertama kalinya memberi tatapan tajam menghunus padanya.

"Kakek egois! Hasna gak mau jadi mubaligh kayak kalian!" Hasna pun menepis tangan Hanifa yang memegangi lengannya. Kemudian, kembali berlari menuju kamarnya.

Hanifa menoleh dengan mata berkaca-kaca kearah sang Abi.

"Masuk pesantren dan menuntut ilmu di sana. Bukan hanya karena ingin menjadi penyiar agama. Akan tetapi, setidaknya anak itu tau ilmu agama yang nantinya akan ia amalkan dan ia ajarkan pada keturunannya."

Bersambung

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!