NovelToon NovelToon

Love Island

Bab 1. Tragedi.

Tak pernah sedikit pun terbayangkan di benak Lilyana, kehidupannya yang berharga dan bahagia bersama kedua orang tua tercinta kini harus berakhir secara tragis. Gadis berusia dua puluh tahun itu harus menyaksikan bagaimana malaikat kemaatian berwujud seorang pria berpakaian serba hitam, masuk ke dalam rumah mereka pada pukul setengah dua dini hari.

Suara teriakan Maria, sang ibu lah yang pertama kali tertangkap indera pendengaran Lilyana. Gadis itu bergegas lari menuju sumber suara, dan mendapati sang ibu sudah terkapar di lantai kamar dengan posisi kepala terkulai di bawah kaki seorang pria bertubuh tinggi menjulang. Sementara Joseph, ayahnya, terlihat tidak bergerak tak jauh dari tempat sang istri, dengan genangan daarrah tercecer di sekitar tubuhnya.

Lilyana syok, tubuhnya gemetar luar biasa. Air mata bahkan sudah mulai membanjiri pipi gadis itu seketika. Berusaha menguatkan hati, ia mencoba bergerak menghampiri Maria. Namun, beliau yang melihat sosok putri semata wayangnya datang, refleks menggelengkan kepala.

"Jangan!" seru Maria tanpa suara. Lelehan air mata turut mengalir membasahi pipinya.

Lilyana berhenti melangkah. Sedetik kemudian mata gadis itu menatap horor sebuah pisstool kaliber 45 yang tergenggam di tangan kanan si pria penginjak kepala ibunya, wanita terhormat yang begitu ia cintai setulus hati. Amarah sontak menguasai hati gadis muda itu. Tanpa memerdulikan keselamatannya sendiri, ia berlari menerobos masuk ke dalam kamar kedua orang tuanya.

"Baajjiingaan!" Teriakan Lilyana menggema memenuhi hampir seisi rumah. Ia memukul punggung sang pria dan meminta agar kakinya terangkat dari kepala sang ibu. Namun, pria itu sama sekali tidak bergerak. Ia bahkan tidak terlihat kaget karena mendapat serangan mendadak dari penghuni rumah lain.

"Oh, masih ada satu rupanya." Suara si pria misterius tersebut lantas terdengar di telinga Lilyana. Suara yang mampu menggetarkan sekaligus memadamkan api kemarahan gadis itu.

Tubuh Lilyana semakin gemetaran saat pria itu mulai menatapnya dengan pandangan bengis. Walau wajah si pria tertutup topeng hitam, Lilyana tetap bisa merasakan aura kelam dan kebencian yang menguar darinya.

Sedetik kemudian Lilyana tumbang, sebab si pria menghaantam kepalanya dengan gagang piistool.

"Jangan lakukan apa pun pada putriku, please!" pinta Maria dengan suara tercekat nan putus asa. Tangannya yang lemah berusaha menahan kaki si pria agar tetap berada di atas kepalanya, mencegah agar tidak menghampiri Lilyana yang kini terjatuh tepat di sebelah sang suami.

Air mata Lilyana semakin mengalir deras ketika mendapati sosok sang ayah telah tiada dengan luka teembaak di keningnya. "Ayah!" jerit Lilyana. Tangan gadis itu hendak menggapai wajah beliau, tetapi suara Maria tiba-tiba terdengar lantang.

"Lily, pergi dari sini!"

Lilyana refleks mengalihkan pandangannya pada sang ibu yang rupanya sedang berusaha menahan kaki pria asing itu.

"Bu!" teriak Lilyana. Ia hendak bangkit agar bisa membantu sang ibu. Namun, Maria malah semakin keras memintanya untuk pergi.

"Pergi, Nak!" Sebaris senyum tulus terpatri di wajah cantik ibunya, sebelum kemudian ... satu peluuru melesat menembus kepala beliau.

"IBUUUUU!"

...**********...

Lilyana tak juga menghentikan langkah kakinya sejak berhasil melarikan diri dari rumah. Ia terus membelah jalanan yang mulai digenangi air hujan yang turun deras. Gadis itu tak peduli pada tubuhnya yang sudah kedinginan dan basah kuyup, sebab keinginannya saat ini adalah lolos dari kejaran pria-pria lain.

Ia tidak menyangka setelah berhasil melarikan diri dengan melompati balkon kamar orang tuanya, terdapat sekumpulan pria berpakaian serupa tengah berjaga di halaman rumah. Mereka bergegas mengejar Lilyana atas perintah pria misterius yang berada di kamar orang tuanya tersebut.

Beruntung dewi fortuna masih melindungi gadis itu. Dalam keadaan hujan deras, ia berhasil meloloskan diri dari kejaran mereka.

Sambil berlari, pikiran Lilyana terus tertuju pada nasib kedua orang tuanya. Maria dan Joseph yang telah teewwas tepat di hadapan gadis itu. Apa yang sebenarnya terjadi? Mengapa ada orang asing yang tiba-tiba datang dan membunvvh keluarganya? Padahal setahu Lilyana, mereka tidak memiliki musuh.

Sepasang suami istri itu bahkan dikenal sangat baik dan peduli. Mereka bahkan tak segan membantu siapa pun yang sedang membutuhkan, baik itu keluarga mau pun teman. Perusahaan yang dibangun Joseph sejak masih belum menikah juga berjalan dengan baik dan lancar. Tak ada kejanggalan. Semua tampak normal-normal saja.

Mungkinkah keadaan normal itu yang membawa nyawa kedua orang tuanya melayang sia-sia?

Lilyana menangis keras. Jeritannya teredam sempurna oleh suara hujan dan petir yang mulai menggelegar. Kaki gadis itu tanpa lelah terus berlari, hingga memasuki area perkebunan dan akhirnya berhenti bersandar pada salah satu pohon buah.

Napas Lilyana naik turun. Ia sama sekali tidak tahu sejauh mana dirinya berlari. Matanya yang berkabut karena terhalang guyuran hujan, tiba-tiba menangkap sosok Joseph dan Maria yang berdiri dan tersenyum kepadanya.

"Yah, Bu ...!" panggil Lilyana keras. Tangannya terulur seolah hendak menggapai mereka.

Joseph dan Maria tetap berdiri di sana selama beberapa saat, sebelum kemudian pergi menghilang.

"Ayah, Ibu, jangan tinggalkan aku!" jerit Lilyana. Namun, hal tersebut tampak sia-sia karena saat ini hanya ada pohon-pohon besar yang berdiri mengelilinginya.

Fisiknya yang sudah mencapai ambang batas membuat Lilyana tak sadarkan diri seketika.

...**********...

"Sarapanmu selalu yang terbaik," ucap Leo, pria berusia enam puluh tahun yang kini tengah menikmati masa pensiunnya dari militer, bersama sang istri tercinta.

"Terima kasih, Sayang," ucap Anna, sang istri yang masih terlihat cantik dan bugar di usianya yang hampir memasuki kepala enam.

Leo mengecup kening Anna dan bergegas pamit pergi untuk memeriksa keadaan ladang kebunnya pasca diguyur hujan lebat semalam. Pria pemilik kebun buah di desa kecil tersebut, kini lebih banyak menyibukkan diri dengan mengurus lahan seluas satu hektar itu. Lahan yang tidak terlalu luas baginya, membuat Leo tidak memiliki karyawan tetap. Kendati demikian, setiap panen ia akan dibantu sejumlah tetangga dengan bayaran yang cukup.

"Pergilah, aku akan menyusul," ujar Anna.

Leo bergegas pergi sembari mendorong gerobak merah miliknya. Siapa tahu ada buah-buahan yang rusak dan tercecer di tanah.

Tanpa menaruh curiga, pria itu menyusuri perkebunan sedikit demi sedikit hingga pada akhirnya mata tua Leo menangkap sesosok tubuh terbujur di bawah salah satu pohon apel miliknya.

Leo terkesiap. Kakinya berlari kecil menghampiri tubuh itu sembari menajamkan seluruh panca inderanya demi melindungi diri kalau-kalau terjadi sesuatu, sebab bisa saja itu adalah sebuah jebakan. Namun, seluruh kecurigaannya hilang begitu menyadari bahwa tubuh itu adalah milik seorang gadis muda yang masih hidup.

"Nona, bangun Nona ...!" panggil Leo seraya menepuk-nepuk pipi gadis asing tersebut. Matanya tak lepas menelisik keadaan si gadis yang tampak kacau dan pucat. Bahkan ia bisa melihat beberapa luka di kaki gadis itu.

Leo bergegas mengambil walkie talkie dari saku celananya untuk memanggil sang istri. Tak lupa ia meminta Anna untuk membawa selimut dan kotak P3K yang selalu tersedia di rumah.

Bab 2. Kebaikan untuk Lilyana.

Setelah menunggu hampir seharian, akhirnya mata Lilyana terbuka. Hal pertama yang dilihat gadis itu ketika matanya terbuka adalah plafon kayu yang dicat warna-warni dengan lampu gantung unik berbentuk uliran-uliran. Tak hanya itu saja, ia juga mendapati beberapa perabotan khas rumah dan sebuah lemari kayu tepat di hadapannya.

Lilyana terkejut bukan kepalang. Alih-alih tanah basah dan kotor, ia justru mendapati tubuhnya sudah kering dengan pakaian baru yang hangat. Ia juga terbaring di ranjang empuk dengan dipan kayu tua.

Jantung Lilyana bergemuruh. Hal-hal buruk tiba-tiba saja berseliweran memenuhi isi kepalanya. Mungkinkah gadis itu sudah tertangkap? Mungkinkah saat ini ia disekap?

"Aku harus kabur dari sini!" Tanpa memedulikan kondisinya yang masih lemah, Lilyana memutuskan untuk pergi dari sana sesegera mungkin. Namun, gadis itu langsung terjerembab ke lantai ketika bangkit dari ranjang, disusul rasa sakit di kepala dan kakinya yang tiba-tiba muncul.

"Oh Tuhan!" Pekik seorang wanita tua yang baru saja datang ke dalam kamar tersebut. Wanita tua itu membantu Lilyana kembali ke ranjangnya.

"Jangan bangun dulu, tubuhmu lemah sekali. Kau dehidrasi dan kakimu luka," ucap si wanita ramah.

Lilyana yang ketakutan berusaha menghindari wanita itu.

"Tidak perlu takut. Suami saya menemukanmu di kebun kami tadi pagi," ujarnya kemudian. "Nama saya Anna. Siapa namamu, Nak?" tanya Maria lembut.

Lilyana masih terdiam dengan wajah terbelalak dan bingung, hingga beberapa saat kemudian, seorang pria tua yang masih terlihat gagah masuk ke dalam kamar seraya membawa nampan berisi makanan dan minuman. "Nama saya Leo, kamu tidak perlu takut anak muda."

Begitu nampan diletakkan Leo di atas ranjang, perhatian Lilyana segera teralihkan. Wangi pandan dari roti dan jahe dari teh buatan Leo sontak membuat perut Lilyana bergemuruh. Anna duduk di sebelah gadis itu dan meletakkan setangkup besar roti isi tersebut ke tangannya. "Makan dan beristirahatlah kembali."

Lilyana bergeming. Mata gadis itu memandangi roti yang kini ada di tangan kanannya. "T te terima kasih." Akhirnya sepenggal kata dengan nada terbata keluar dari mulut gadis cantik tersebut.

Leo dan Anna tersenyum penuh kelegaan. Mereka berdua pun membiarkan Lilyana di kamar tersebut seorang diri.

...**********...

"Tidak ada satu pun jejak tentang gadis itu, Tuan. Hujan deras membuat kami kesulitan." Seorang pria bertubuh tinggi tegap bersimpuh di hadapan tuannya yang sedang duduk di sofa sembari menyilangkan kaki. Ia tampak asik menghisap cerutunya dalam-dalam sebelum kemudian mengembuskan napas ke wajah pria tersebut. Tak hanya itu saja, ia juga mematikan cerutu tersebut dengan menekan baranya ke punggung tangan si pria.

Jeritan sang pria menggema seketika hingga terdengar sampai ke luar ruangan. Beberapa pria lain yang ikut menunggu di sana hanya bisa terdiam ketakutan.

"Kau sama sekali tidak berguna!" seru pria itu dingin.

"S sa saya akan mencarinya kembali Tuan. Saya berjanji!"

Si pria tertawa kecil. "Jangan pernah mengucapkan janji padaku, jika tak ingin bernasib sama seperti orang-orang semalam!" Setelah berkata demikian, ia bangkit dari kursinya dan pergi meninggalkan ruangan.

Si pria buru-buru berdiri guna membungkuk hormat pada tuannya tersebut. Namun, sebuah suara tembakan terdengar beberapa saat kemudian.

"Singkirkan dia!" Hanya itu sepatah kata yang terucap dari mulut sang tuan, ketika keluar dari ruangannya. Tanpa menoleh sedikit pun, ia pergi meninggalkan tempat tersebut.

...**********...

"Sayang, bukan begitu caranya!" Anna lagi-lagi dibuat jengkel dengan tingkah Leo yang sedang berusaha membantu sang istri membuat kue.

"Bukankah sudah benar yang aku lakukan? Lihat, adonan tepung ini tetap tercampur dengan baik, bukan?" kata Leo sambil menunjukkan hasil karyanya.

Anna sontak menggelengkan kepala kuat-kuat. "Adonanmu memang tercampur sempurna, tapi ini keras!" serunya jengkel.

"Yang benar?" Leo terbelalak sempurna.

Sambil tertawa, Anna pun mendorong suaminya untuk diam dan menunggu di ruang televisi saja. Disaat itu lah Lilyana muncul dan berdiri di ambang pintu kamar.

Melihat sosok Lilyana yang sedang mengintip malu-malu, Anna pun refleks melambaikan tangannya. "Nak, kemarilah!"

Leo ikut memanggil gadis itu.

Lilyana perlahan keluar dari kamarnya dan berjalan menuju mereka. Matanya tak lepas memandangi sekeliling rumah yang sembilan puluh persen terbuat dari kayu tersebut.

Anna memegang kedua pundak Lilyana dan mengantarnya ke ruang televisi bersama Leo. "Tunggu di sini ya? Akan aku buatkan kue yang enak sebagai kudapan sebelum makan malam," ujarnya.

Lilyana tak bisa menjawab apa pun selain anggukan kepala. Bersama Leo, mereka menonton acara televisi di sana.

"Breaking News! Sepasang suami istri ditemukan tewaas mengenaskan di dalam rumah. Terdapat luka tembak fatal di kepala keduanya. Polisi masih menelurusi tempat kejadian perkara. Berita terbaru mengatakan putri tunggal mereka belum ditemukan!"

Di layar televisi terpampang jelas rumah Lilyana yang kini dipenuhi polisi dan para pemburu berita. Lilyana bergetar ketakutan. Matanya terbelalak lebar begitu mendengar berita tersebut.

Mengetahui reaksi Lilyana yang aneh, Leo mencoba menenangkannya. "Hei, Nak, ada apa? Apa yang membuatmu ketakutan?" tanya Leo.

Lilyana tidak menjawab. Ia kini meringkuk di atas sofa seraya berteriak meminta Leo untuk mematikan televisi.

"Ada apa ini?" Anna seketika datang tergopoh-gopoh begitu mendengar teriakan Lilyana.

Leo mengangkat bahunya. Namun, ia yang masih memiliki ketajaman dan kepekaan tentu saja menyadari sesuatu yang terjadi pada Lilyana. "Kau adalah anak dari sepasang suami istri itu, kan?"

Mendengar pertanyaan Leo, tangis Lilyana pecah. Anna bergegas memeluk tubuh gadis muda itu dan menenangkannya. Ia ikut menyaksikan layar televisi yang masih meliput berita soal kematian kedua orang tua Lilyana.

"Ya Tuhan!" gumam Anna. "Tenanglah Sayang, kau aman bersama kami."

...**********...

Butuh waktu lama bagi Lilyana untuk menenangkan diri dan menceritakan semua yang terjadi semalam, kepada sepasang suami istri itu. Tak lupa ia juga memperkenalkan namanya pada mereka berdua.

Anna hanya bisa tercengang dan perihatin mendapati cerita Lilyana yang berusaha kabur dari kejaran pria asing tersebut. Pasalnya jarak rumah Lilyana ke sini sangat jauh.

"Kau pasti sangat menderita, Nak," ucap Anna lirih sembari mengelus lembut lengannya.

"Maafkan aku karena sudah merepotkan. Besok pagi aku akan pergi dari sini," ujar Lilyana.

"Tidak Lilyana, itu berbahaya! Aku tahu benar orang-orang seperti mereka! Mereka tidak akan begitu saja menyerah sampai benar-benar menemukanmu." Leo mengambil suara.

"Benar apa yang dikatakan suamiku. Tinggallah di sini, maka kau akan aman bersama kami." Anna ikut meyakinkan Lilyana.

"Aku tak ingin kalian berdua terseret denganku nanti," ujar gadis itu.

Leo menggelengkan kepala. "Kau tenang saja. Tak ada yang berhasil menerobos rumah kayuku. Meski aku sudah pensiun, aku masih tetap bisa meminta bantuan bawahanku."

Lilyana terdiam sejenak, lalu menganggukkan kepalanya. "T terima kasih!" Tangis kembali pecah dari bibirnya.

Bab 3. Pria Asing.

Setelah melalui perdebatan yang cukup alot bersama Leo dan Anna, akhirnya Lilyana setuju untuk tinggal di sana selama beberapa waktu. Agar tidak dicurigai warga sekitar, sepasang suami istri tersebut mengatakan pada mereka bahwa Lilyana adalah salah seorang keponakan Anna yang datang dari luar negeri.

"Pagi Lily," sapa Luffy, seorang pengantar susu langganan Leo.

Lilyana menganggukkan kepalanya riang, sembari menerima tiga botol susu sapi darinya. "Terima kasih, Luffy," ujar Lilyana.

"Kembali kasih." Keduanya terlihat berbincang singkat, sebelum Luffy kembali mengayuh sepedanya dan meneruskan perjalanan.

Hari ini tepat dua minggu Lilyana tinggal di sana. Gadis itu berhasil berbaur dengan baik tanpa memantik kecurigaan orang-orang setempat. Beruntung, sosok Leo yang begitu dihormati membuat warga enggan mengusik Lilyana, apa lagi gadis itu dikenal sangat baik dan ramah.

Lilyana berusaha sekuat mungkin menjadi pribadi yang ceria di hadapan semua orang. Namun, hal tersebut kontras berbanding terbalik ketika ia sudah berada di dalam kamarnya seorang diri.

Maklum saja, biar bagaimana pun Lilyana tak akan pernah bisa melupakan tragedi berdarraah di malam itu. Akan tetapi, ia harus berusaha menekan sedalam mungkin perasaannya agar bisa hidup normal seperti orang biasa.

Lilyana tidak tahu sampai kapan ia harus terus berada di sini, tetapi yang jelas, saat waktunya tiba ia akan pergi meninggalkan Leo dan Anna. Gadis itu tak bisa terus hidup bergantung pada mereka.

Minggu demi minggu pun berlalu. Lilyana kini telah terbiasa Mengikuti rutinitas Leo dan Anna, dari mulai mengurus perkebunan mereka, memanen, dan ikut menjualnya ke pasar. Untuk hal yang terakhir, Lilyana sebisa mungkin menyembunyikan wajahnya menggunakan topi dan masker. Beruntung tak ada yang mencurigainya.

"Nak, tolong ambilkan kantong buah yang baru!" pinta Leo yang sedang sibuk melayani beberapa orang pembeli. Mereka berdua. Kali ini Leo memilih tidak menjual buah-buahnya ke pasar, melainkan membuka lapaknya sendiri di pinggir jalan raya. Lapak kecil yang terbuat dari kayu tersebut, dibangun Leo tak jauh dari rumahnya, tepat di depan area pom bensin milik salah seorang tetangga.

Sebulan sekali Leo memang melakukan hal tersebut, agar tak hanya pelanggan pasar saja yang bisa menikmati buah-buahan segar miliknya.

"Baik!" sahut Lilyana dengan penuh semangat, sbari berlari menuju rumah Leo untuk mengambil setumpuk kantong buah di sana. Sekembalinya ke tempat itu, ia ikut membantu Leo melayani para pembeli, seperti menimbang dan memasukkan buah ke dalam kantong.

"Putri Anda sangat rajin dan baik. Beruntung sekali memiliki putri sepertinya," puji seorang pembeli yang merupakan wanita berusia empat puluh tahunan.

Leo tertawa kecil. "Aku memang sangat beruntung memilikinya," jawab pria itu bangga.

Lilyana ikut tersenyum dan berterima kasih, meski dalam hati ia bersimpati pada Leo dan Anna yang sama sekali tidak memiliki keturunan.

Anna sebenarnya pernah melahirkan seorang bayi laki-laki tiga puluh tahun silam, tetapi meninggal saat usianya kurang dari satu bulan karena terjangkit virus penyakit. Sejak saat itu, Anna tak pernah hamil lagi. Segala cara sempat dilakukan mereka berdua untuk mendapatkan keturunan, tapi hasilnya selalu nihil.

Leo dan Anna mencoba ikhlas dan memilih membahagiakan pernikahan mereka dengan caranya sendiri.

Hari sudah semakin sore, Leo memutuskan untuk menutup dagangannya dan kembali ke rumah.

"Syukurlah, tidak banyak buah yang tersisa," ujar Lilyana senang.

"Ini semua berkat bantuanmu," ucap Leo sembari mengelus lembut rambut Lilyana. Dibandingkan sebelum-sebelumnya, dagangan hari ini memang jauh lebih laris. Mungkin karena ada sosok Lilyana di sana. Maklum saja, ini pertama kalinya Leo berjualan di sini bersama Lilyana, karena biasanya mereka akan berjualan di pasar.

Saat Leo dan Lilyana sedang sibuk membereskan tempat dagangan, sebuah mobil hitam mewah memasuki pom bensin tersebut. Seorang pria keluar dari dalam mobil untuk mengisi bahan bakar.

"Shiitt!" pekik pria tersebut, saat mengetahui selang pengisian bahan bakar macet.

Leo yang melihatnya bergegas membantu pria asing itu. "Sini biar saya bantu, Tuan," katanya ramah.

Tak lama bahan bakar pun keluar dari sana dan dengan lancar memenuhi tangki bensi mobil mewah tersebut.

"Pom bensin ini memang sudah tua, dan satu-satunya yang dimiliki desa ini." Leo kembali membuka suaranya. "Saya jarang melihat orang-orang seperti Anda kemari. Anda dari mana?" Leo dengan ramah menanyakan asal pria tersebut.

"Kami dari kota!" jawab si pria dingin. Kentara sekali ia tak ingin diajak basa-basi oleh Leo.

Leo mengerti, ia pun menutup mulutnya dan fokus memegang selang.

Pria berpakaian serba hitam tersebut, menatap sekeliling pom bensin dan berhenti pada sosok seorang gadis yang sedang membersihkan meja dagangannya.

Tepat disaat itulah, semilir angin tiba-tiba datang menerbangkan topi yang dikenakan gadis itu.

Si pria sontak mengerutkan keningnya. Meski wajah sang gadis masih tertutupi oleh masker, tetap saja garis wajah gadis itu tampak sangat familiar.

Saat si pria hendak melangkah, suara Leo kembali menginterupsi. Ternyata ia telah selesai membantu mengisi bahan bakar.

"Silakan lanjutkan perjalanan Anda," ucap Leo ramah. Ia bahkan menolak tawaran uang yang diberikan pria itu padanya.

Tanpa mengucapkan terima kasih, pria itu pun kembali ke dalam mobil.

Bersamaan dengan itu, Leo berjalan menghampiri Lilyana. Disaat yang bersamaan, mobil hitam tersebut berhasil melewati Leo dan bergerak pelan menuju tempat Lilyana.

Lilyana yang sedang menguncir rambutnya tiba terdiam mematung, saat mobil hitam tersebut berhenti sejenak di hadapannya.

Kaca mobil perlahan terbuka lebar, hingga menampilkan sesosok pria yang masih bisa Lilyana kenali hingga detik ini.

Lilyana yakin pria yang kini duduk di kursi kemudi adalah pria yang telah ikut mengejarnya malam itu. Ia lah salah satu anak buah dari si pembvnvh.

Tubuh Lilyana bergetar hebat. Demi menghindari tatapan menyelidik dari pria itu, ia berpura-pura menjatuhkan ikat rambut yang dipegangnya, sekaligus mengambil topi yang tercecer di aspal.

Baru saja pria asing itu hendak turun, Leo sudah muncul dari sana.

"Ada yang bisa saya bantu lagi, Tuan?" Tanpa curiga, Leo mengajukan pertanyaan pada pria berjas hitam itu.

Si pria tersentak kaget lalu menggelengkan kepala. Tanpa berkata apa-apa, ia pun pergi meninggalkan mereka berdua.

Begitu melihat mobil tersebut telah pergi, Lilyana sontak mengembuskan napas lega. Namun, tetap saja gadis itu merasa khawatir kalau-kalau pria itu kembali ke sini.

Sepertinya Lilyana harus hati-hati demi keselamatan Leo dan Anna.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!