NovelToon NovelToon

Persembunyian Tuan Muda Pewaris Tahta

Alaska Melbert & Sea Jenggala

"Keputusan papa sudah bulat, pewaris utama keluarga Melbert adalah Alaska. Keputusan papa tidak bisa diganggu gugat!" ucap seorang pria paruh baya yang duduk di kursi kebanggaannya dengan sekeliling terdapat beberapa orang yang mana merupakan anggota keluarganya.

Merasa namanya dipanggil, sang empu langsung menoleh ke sumber suara. "Enggak bisa gitu, aku bukan anak pertama di sini. Aku cucu terakhir kakek, seharusnya yang menempati posisi itu cucu pertama, bukan aku!"

Alaska Davies Melbert, nama orang yang baru saja berbicara. Menatap semua orang dengan tatapan tak terima, seolah-olah apa yang dikatakan oleh laki-laki paruh baya itu akan menyebabkan bencana untuk dirinya. Jadi Alaska menolak itu mentah-mentah, tentu ucapannya menjadi sorotan bagi semua pasang mata yang ada di sini.

"Atas dasar apa kamu berbicara seperti itu, Alaska?" Laki-laki paruh baya itu kembali berucap dengan sorot mata mengarah ke Alaska. Dia merupakan ayah Alaska yang bernama Torik, mendengar apa yang Torik ucapkan membuat suasana semakin tak enak.

Permasalahan ada di Alaska, walaupun takut, Alaska tetap mengusahakan ekspresinya terlihat biasa saja. Walaupun sebenarnya ia cukup takut dengan tatapan yang ayahnya berikan. Bukan tanpa alasan, semua orang pun juga takut jika harus berhadapan dengan Torik.

"Alaska! Cukup diam dan laksanakan apa yang diperintahkan! Jangan menjadi bajingan yang ingin mengambil keputusan sendiri!" Suaranya terkesan tak asing.

Alaska tahu betul siapa yang baru saja berbicara ini, siapa lagi jika bukan saudara kandungnya. Walaupun dia berada di belakangnya, Alaska tahu tatapan sang abang mengarah kepadanya. Dirinya tidak takut dengan mereka semua, menurutnya tidak ada yang salah dengan apa yang dirinya katakan.

"Sampai kapanpun aku tidak akan mau menjadi penerus Melbert! Papa bisa serahkan semua harta dan tahta papa kepada abang, bahkan aku rela tak mendapatkan sepeserpun dari harta papa selama ini." Alaska terdiam selama beberapa saat, ia menatap Torik cukup lama. Ruangan ini semakin hening, bahkan suara jarum jam terdengar saking sepinya.

"Aku rela melepas marga Melbert dibelakang nama ku," lanjut Alaska.

Plak

Kepala Alaska menoleh ke belakang akibat tamparan yang diberikan oleh Torik di pipi kanannya. Cukup sakit, suaranya pun nyaring. Semua orang yang ada di sini hanya mampu terdiam. Seolah-olah ini tontonan gratis yang sayang untuk dilewatkan. Alaska mengelap sudut bibirnya yang sedikit berdarah, tamparan dari Torik memang tak main-main.

"Sekarang kamu menjadi anak yang tak tahu di untung! Bahkan sekarang kamu menjadi bajingan, Alaska."

"Jika aku bajingan, mengapa papa malah menyerahkan semua harta itu kepada bajingan seperti ku? Sebenarnya di sini siapa yang bodoh?"

"Baiklah, Alaska. Kamu yang memulai semua ini, jangan salahkan papa jika papa yang akan mengakhirinya." Torik melenggang pergi begitu saja tanpa menunggu jawaban dari Alaska. Semua orang mulai pergi meninggalkan Alaska yang hanya bisa diam ditempat.

"Apa susahnya sih ikuti aturan keluarga ini? Toh juga lo yang untung banyak, jadi orang banyak nuntut banget sih, dikasih lebih enak dari saudara lo yang lain malah nolak," ucapan sepupu Alaska yang begitu menohok. Bahkan dengan senyum sinis, dari sini kita semua tahu jika Alaska tidak mendapatkan suport system.

Alaska mengepalkan tangannya dalam diam, hanya tersisa dirinya sendiri di sini. Semua orang meninggalkan dirinya, ia tahu mereka sangat marah dengan kejadian hari ini. Sampai kapanpun Alaska tidak akan pernah menjadi pewaris utama keluarga Melbert. Tentu banyak alasan yang sudah ia pertimbangkan matang-matang.

Terlahir dalam harta berlimpah tidak seenak yang mereka kira, banyak tuntutan yang dirinya dapatkan. Memiliki kekuasaan bukan keinginannya, tapi mereka memaksa, menuduh dirinya egois seolah-olah ia yang paling bersalah dalam masalah ini. Saatnya menyusun rencana, ia bukan robot yang dikendalikan oleh manusia. Ini hidupnya, takdir yang mengendalikan, bukan mereka semua yang hanya berlindung dibalik kata kebaikan.

***

Kita tidak bisa memilih akan dilahirkan di mana dan dengan siapa kita dilahirkan, semua itu seperti teka-teki hidup yang harus kita jalani. Sea Jenggala, namanya memiliki banyak arti. Salah satunya Jenggala yang bermakna sebagai hutan, seperti namanya, Sea hidup di hutan. Semua kehidupan Sea lakukan di hutan. Tidak ada kata modern, semuanya dikerjakan secara tradisional, bahkan manual.

Rumah satu lantai yang tak terlalu besar, dikelilingi oleh pohon yang sangat tinggi yang bahkan umur pohon itu melebihi dirinya. Dahulu ia tidak tinggal sendiri, ia tinggal di sini bersama dengan ibu dan neneknya. Sayangnya, neneknya meninggal 5 tahun yang lalu dan 2 tahun setelahnya ibunya menyusul nenek. Menguburkan sendiri, mencari tempat peristirahatan sendiri, semua itu dirinya lakukan dengan hati bagai teriris pisau.

Makam ibu dan neneknya berada di sebelah rumah ini, sengaja ia makamkan di dekat sana supaya jika rindu dengan mereka ia tak perlu pergi jauh. Memulai semuanya seorang diri tidaklah mudah, tapi ia dibekali ilmu untuk bertahan hidup di hutan oleh ibu dan neneknya. Mereka mengatakan manusia tidak akan lepas dari alam, manusia bisa bertahan hidup dengan alam.

Itulah yang dirinya dapatkan sewaktu mereka masih hidup, tidak ada yang tahu takdir seperti apa. Begitu juga dengan dirinya, menjalani kehidupan ini walaupun dengan ketakutan yang tidak jarang hadir. Entah apa sebabnya ibu dan neneknya bisa tinggal di sini yang bahkan tak ada orang lain selain mereka. Keberanian dari mana hingga mampu bertahan sampai maut menjemput.

Pasrah dengan Tuhan, karena Sea tidak memiliki siapapun lagi. Bahkan ia pasrah jika mati tanpa ada yang menggubur hingga tulangnya berserakan di atas tanah, bukan lagi dibawah tanah. Tapi Sea yakin jika Tuhan akan memberikan kehidupan yang luar biasa untuk dirinya, terlepas dari apapun yang dulu pernah terjadi.

Sea memiliki hobi menanam apapun itu, mengawinkan segala bentuk jenis tanaman hingga terlahirlah tanaman yang semula belum pernah dirinya lihat. Terkadang Sea berpikir, bagaimana kehidupan di luar hutan ini. Sea pernah memiliki pikiran untuk kabur dari hutan ini dan melihat dunia yang ia yakini sangat luas.

Tapi sayangnya ia takut tersesat dan semakin masuk ke dalam hutan. Itulah sebabnya ia mengurungkan niat itu, lebih baik tetap berada di sini, di tempat di mana dirinya dilahirkan. Tempat ini saksi ibu dan neneknya meninggal, semua kenangan itu masih tersimpan jelas dibenaknya. Sea berharap semuanya akan baik-baik saja, walaupun ia tak yakin dengan apa yang dirinya katakan.

Sea Jenggala, sang perempuan cantik dengan kesederhanaan yang lebih mendominasi. Suka memakai dress di atas lutut yang memperlihatkan kaki jenjangnya yang putih. Kisah Sea akan di mulai, mungkin terlihat berbeda dalam beberapa hari ke depan. Namanya juga takdir, tidak ada yang mengetahuinya.

Sea dan kehidupannya

Sea berjalan menjauh dari tempat tinggalnya dengan membawa keranjang yang nantinya akan dirinya gunakan untuk mengisi buah. Ia akan mencari buah untuk persediaan, dan juga sayur. Beberapa hari sekali ia keluar dari rumah untuk mencari bahan makanan, kali ini entah mengapa ia sulit menemukan pohon yang sudah berubah. Alhasil ia semakin masuk ke dalam hutan.

Sea harus pulang dengan membawa sayur dan buah, akan sia-sia jika dirinya tidak mendapatkan apapun di sini. Pertama ia menemukan pohon buah apel yang tak terlalu tinggi, dengan segera ia memanennya, kebetulan keranjang yang dirinya bawa cukup besar. Sekitar 10 buah apel merah dirinya masukkan ke dalam keranjang.

Di belakang sana juga ada tanaman jagung dan ketela, ia pun langsung mengambilnya beberapa biji. Melihat sekeliling yang tampak asri indah pepohonan, tapi entah mengapa perasaannya menjadi tak enak. Seperti akan ada sesuatu yang terjadi, tapi ia tidak tahu apa yang terjadi.

Tak mau memikirkan hal yang tidak-tidak, ia pun kembali melanjutkan kegiatannya untuk mencari persediaan makanan. Walaupun perasaannya beberapa hari ini tidak enak, ini tak perlu ia pikirkan lebih dalam lagi. Tapi suara seperti langkah kaki mampu membuat kegiatannya terhenti.

Hutan ini sama sekali tidak ada orang, bahkan dari kecil ia tidak pernah bertemu dengan seorangpun selain ibu dan neneknya. Mungkin saja ini hewan yang sedang berjalan, mana mungkin ada orang bisa masuk ke dalam hutan belantara seperti ini.

"Kenapa suaranya semakin jelas? Sepertinya akan ada sesuatu terjadi, aku harus segera pergi dari sini." Sea mundur beberapa langkah sembari melihat keadaan sekeliling.

Krek

Sea tidak sengaja menginjak ranting kering hingga menimbulkan suara yang cukup nyaring. Suara itu semakin terdengar cepat, diselingi dengan nafas seseorang yang memburu. Dari sini Sea semakin yakin jika ada seseorang di sini.

"Tunggu! Jangan kabur!" teriak seseorang dijauh sana dengan membawa senjata api, persis seperti seorang pemburu.

Sea berlari sekuat tenaga menjauh dari sini, ia tidak tahu tampang seseorang yang baru saja berteriak itu. Tak peduli keranjangnya jatuh dan hasil panennya sia-sia, yang penting ia bisa selamat dari orang itu. Perasaan Sea berkecamuk, takut, gelisah, ingin menangis, semua itu bercampur menjadi satu.

Pemburu itu semakin mengejar Sea tak kalah cepat, seperti seorang Cheetah yang mengejar mangsanya. Pemburu itu tampangnya cukup mengerikan, dengan kumis tebal dan baju yang sedikit lusuh.

***

Alaska berada di kamarnya, berdiri di balik jendela besar yang terbuka. Hingga memperlihatkan pemandangan di depan sana. Mulut terdiam tapi dengan batin yang berbicara banyak hal, seperti orang gila saja.

"Alaska, setelah apa yang kamu perbuat dan kamu masih berada di sini tanpa meminta maaf dengan semua anggota keluarga Melbert?" Saudara Alaska yang kerap disapa Andre itu berjalan menghampiri sang adik yang sampai saat ini tak mau menoleh ke arahnya.

"Kalau Bang Andre cuma mau salahin aku mendingan pergi aja dari sini," ujar Alaska dengan tatapan terus mengarah ke depan.

"Minta maaf sama semua orang, terutama papa. Abang tidak pernah mengajari kamu menjadi seseorang yang seperti ini, hidup tanpa aturan akan menyesatkan kamu." Untuk saat ini Andre tidak mau berbicara hal buruk yang nantinya akan menyakiti hati Alaska.

"Jangan paksa aku, emangnya abang pikir kehidupan ku bisa dikendalikan oleh mereka? Enggak bang!" ujar Alaska seperti orang yang sedang menahan amarah.

"Kamu pikir abang juga mau terlahir di keluarga yang penuh kekangan dan aturan ini? Abang enggak mau Alaska, tapi kembali lagi ke takdir. Enggak semua harus berjalan seperti apa yang kita mau."

Alaska hanya bisa diam, tidak tahu lagi harus menjawab apa lagi. Perasaannya benar-benar berkecamuk. Di umurnya yang ke 23 tahun ini ia hanya mau kebebasan dan melakukan apapun yang dirinya mau. Keinginan seperti anak kecil, tapi dirinya sudah memiliki finansial banyak dan hanya menginginkan kebebasan saja.

Semua orang menatap Alaska dengan tatapan tak percaya, cucu dan putra bungsu mereka berani melakukan ini. Mereka pikir Alaska anak penurut, semua yang dikatakan akan dia turuti. Tapi sekarang mereka benar-benar melihat sisi lain dari Alaska. Mereka datang ke kamar Alaska ketika mendengar perdebatan antara Alaska dan Andre.

"Berhenti menuntut aku! Aku tidak bisa menjadi yang kalian inginkan!" Alaska menatap tajam mereka semua.

"Kamu harus bisa menuruti apa mau kita! Apakah kamu berani dengan kita? Melbert harus berada di posisi paling atas!"

"Balaskan dendam keluarga kita! Jangan jadi anak yang pembangkang!"

Kalimat yang terlontar terus menerus, Alaska tidak suka. Ketika ia disebut sebagai anak pembangkang, padahal mereka lah yang terlalu berharap kepada sesuatu yang belum jelas terjadi atau tidak. Balas dendam keluarga yang terjadi secara turun temurun. Balas dendam yang diwariskan.

"Kakek kamu membela kamu ketika mereka menginjak-nginjak harga diri kamu, bahkan bibi kamu sendiri mengatakan kamu anak yang tak berguna saat kamu tidak mau mengikuti jejak keluar kamu!"

"Balas kebaikan kakek kamu! Mempertahankan posisi ini tidak mudah!"

Alaska tidak tahan lagi, ia berlari menjauh dari sini. Andre yang melihat pengawal akan menyusul Alaska menyuruhnya untuk tetap diam di tempat. Karena ia juga yakin Alaska masih membutuhkan waktu untuk ini. Anggota keluarganya menggelengkan pelan melindungi sikap Alaska yang seperti ini.

Mereka tidak akan mengejar Alaska, karena mereka yakin Alaska bukan anak kecil lagi untuk mengetahui masalah ini. Dulu orang-orang kerap menghina Alaska, mengatakan dia anak tak berguna lah, bahkan yang paling menyakitkan adalah ketika mereka menyatakan Alaska anak pungut.

Sebab dia berbeda dengan saudaranya yang lain. Seperti aturan keluarga ini, cucu terkahir yang akan mendapatkan warisan paling banyak dan menjadi penerusnya paling banyak perusahaan keluarga Melbert.

Seharusnya Alaska menerima, tapi dia menolak. Dengan alasan cucu tertua yang harus mendapatkan bagian terbesar, alasan yang begitu klasik dan sulit untuk dipercaya. Mau bagaimanapun Alaska menolak, dia akan tetap menjadi pewaris utama.

"Pa, apakah kita biarkan saja Alaska menggapi semua mimpinya?"

"Tidak sayang, cukup sudah 23 tahun dia bebas melakukan apapun. Sekarang waktunya dia menuruti semua yang kita inginkan. Dia tidak boleh lupa dari mana dia berasal."

"Alaska tertekan sekali, bahkan keluarga kita menyangkut pautkan dengan masa lalu. Menurut aku itu tidak perlu dijelaskan."

"Ikuti alur semua orang, karena itu yang terbaik untuk Alaska. Dia harus mandiri, suatu saat kita bisa kenalkan dia di hadapan media ketika dia sudah resmi menjadi pewaris utama."

"Alaska, maafin mama sayang. Mama belum bisa menjadi mama yang baik untuk kamu," batin wanita itu.

Kecelakaan Alaska

Setelah berhasil kabur dari pemburu, Sea bersembunyi di sebuah gubuk tua. Yang mana gubuk itu merupakan peninggalan ibu dan neneknya yang biasa digunakan untuk istirahat setelah menjelajah hutan belantara ini. Ia sedikit ketakutan, waktu itu nenek dan ibunya mengatakan wilayah ini jarang sekali didatangi oleh pemburu.

Atau mungkin dikarenakan tadi ia berjalan begitu jauh makanya bisa bertemu dengan pemburu? Sea memutuskan untuk beristirahat saja di sini. Ia terlalu lelah berlari tadi, akhirnya ia pun tertidur. Tidak peduli jika ini bukan berarti di rumahnya melainkan digubuk, yang terpenting ia bisa tidur sekarang.

Sea merasa jantungnya berdegup kencang saat melihat sosok pemburu yang mengancamnya beberapa saat yang lalu. Ketakutan merayap di dalam dirinya, membuat tubuhnya gemetar. Ia merasa rentan dan terancam oleh kehadiran orang tersebut.

Setelah pemburu itu pergi, Sea mencoba mengumpulkan diri dan menenangkan dirinya sendiri. Namun, bayangan ancaman yang baru saja ia alami terus menghantuinya. Setiap suara dan gerakan di sekitarnya membuatnya bergidik ngeri.

Sea mengingatkan dirinya sendiri bahwa ia memiliki kekuatan dan ketabahan untuk melawan rasa takut. Ia berjanji untuk tetap waspada dan berpikir cerdas dalam menghadapi ancaman yang mungkin muncul di depannya. Dengan tekad yang kuat, Sea melangkah maju, siap menghadapi apa pun yang akan datang, meski ketakutan masih menghantui di balik langkah-langkahnya.

***

Alaska berada di dalam mobil, ia mengendarai mobilnya dengan kecepatan di atas rata-rata. Ia yakin mobil yang ada dibelakang sana sedang mengikutinya, yang mana mereka adalah orang suruhan keluarganya untuk mengikuti dirinya. Ponselnya sedari tadi berdering terus, tapi tidak ia pedulikan.

Pasti seluruh keluarganya sedang menelepon dirinya sedari tadi. Alaska melaju dengan mobilnya melalui jalan yang lengang, tanpa mengindahkan dering telepon yang terus memenuhi ruang kendaraan. Meski teleponnya bergetar dan menarik perhatiannya, dia memutuskan untuk tidak mengangkatnya, fokus pada perjalanan yang sedang dilakoninya.

Telepon terus berdering, memancarkan suara yang semakin merayap ke dalam kesadarannya. Namun, Alaska menolak untuk terganggu. Dia merasakan adrenalin yang mengalir dalam tubuhnya, menggerakkan setiap serat sarafnya, dan membuatnya merasa hidup.

Meski demikian, dalam kedalaman hatinya, Alaska juga merasa sedikit penasaran tentang siapa yang mungkin mencoba menghubunginya saat itu. Namun, niatnya untuk mengejar petualangan dan menjelajahi kebebasan jauh lebih kuat daripada rasa ingin tahu terhadap panggilan telepon tersebut.

Dengan kecepatan penuh dan kegembiraan di dalam hati, Alaska terus melaju, meninggalkan telepon yang berdering di belakang. Dia siap menghadapi apa pun yang akan datang, tanpa hambatan atau gangguan yang bisa menghalangi langkahnya.

Dalam sekejap, kecelakaan dahsyat terjadi. Mobil Alaska yang sedang melaju dengan kecepatan tinggi tak terkendali, tiba-tiba terjatuh ke jurang yang curam. Suara dentuman yang mengerikan menggema di sekitar, menciptakan keheningan yang mencekam setelahnya.

Saat mobil menabrak tanah dengan kekuatan dahsyat, serpihan-serpihan pecahan kaca dan debu beterbangan di udara. Alaska, terjepit di dalam mobil yang hancur, merasakan goncangan hebat dan rasa sakit yang menusuk tubuhnya. Wajahnya dipenuhi oleh perasaan ketakutan dan kebingungan saat dia mencoba memahami apa yang baru saja terjadi.

Dalam keadaan terluka dan terkejut, Alaska berjuang untuk membebaskan dirinya dari jerat logam yang mengelilinginya. Dia merasakan denyutan adrenalin yang kuat, mendorongnya untuk bertahan dan mencari cara keluar dari situasi yang mencekam ini.

Saat kecelakaan itu mereda, Alaska memandang ke sekelilingnya dengan pandangan penuh kekacauan. Dia menyadari bahwa dia harus bertindak cepat, mengumpulkan kekuatan yang tersisa untuk mencari pertolongan atau menghubungi siapapun yang bisa membantu dalam situasi darurat ini.

Dalam keheningan jurang yang dalam, Alaska berusaha menjaga ketenangan, berharap ada seseorang yang akan datang menyelamatkannya dari keadaan yang mencekam ini.

Saat Alaska berusaha untuk keluar dari mobil yang hancur, ia merasakan seolah-olah kakinya terjepit di bawah logam yang patah. Rasa sakit yang menusuk menjalar dari kakinya dan membuatnya sulit untuk bergerak. Ia merasa seperti terperangkap dalam lingkaran kehancuran yang mengelilinginya.

Dengan setiap usaha yang ia lakukan, Alaska merasakan ketidakmampuan untuk membebaskan kakinya yang terperangkap. Rasa putus asa mulai menyelimuti pikirannya, namun dia menolak untuk menyerah. Dia tahu bahwa dia harus menemukan cara untuk melepaskan diri dari perangkap yang menyiksa ini jika ingin selamat.

Dengan penuh ketekunan, Alaska memusatkan perhatiannya pada membangkitkan kekuatan terakhir yang tersisa dalam tubuhnya. Dalam keadaan yang sulit dan nyeri yang tak tertahankan, ia mengumpulkan keberanian untuk mencoba menggeser atau melonggarkan logam yang menekan kakinya.

Setiap gerakan terasa seperti tantangan besar, tetapi Alaska tetap berusaha sekuat tenaga. Ia berteriak memanggil pertolongan, berharap ada yang mendengar seruan putus asanya. Meski dalam keadaan terjepit dan kesulitan, ia tidak ingin menyerah pada takdirnya.

Sementara waktu berlalu perlahan, Alaska berjuang dengan ketahanan dan keberanian yang tak tergoyahkan. Meskipun kakinya masih terperangkap, tekadnya untuk bertahan dan melawan menguat. Dia tahu bahwa selama ada semangat dan upaya, ada harapan untuk keluar dari situasi mengerikan ini.

***

Saat Torik duduk di depan televisi, ia tak sengaja melihat berita tentang kecelakaan yang terjadi. Mata dan hatinya terpaku pada gambar-gambar puing yang berserakan dan ambulans yang bergerak cepat. Namun, ia belum menyadari bahwa kecelakaan tragis itu melibatkan putranya, Alaska.

Torik merasakan dorongan insting yang kuat untuk mencari tahu lebih lanjut, namun, pikirannya masih tertutup oleh ketidaktahuan. Ia belum mampu menghubungkan berita itu dengan kenyataan pahit bahwa anaknya mungkin menjadi korban dalam kecelakaan tersebut.

Di dalam hatinya, ada perasaan gelisah yang tumbuh semakin kuat. Sesekali, pandangannya terpecah dari layar televisi, dan dia memandang sekeliling rumah dengan kegelisahan yang tak terucapkan. Sesuatu yang tak biasa terasa dalam udara, tetapi dia masih belum menangkap benang merah dari peristiwa yang sedang terjadi.

Tiba-tiba, telepon genggam Torik berdering keras, memecah keheningan di ruangan. Dengan kekhawatiran yang tumbuh di hati, dia mengambil teleponnya dan mengangkatnya dengan gemetar. Suara di seberang garis membuatnya menahan nafas, dan saat itu, ketidakpastian yang merayap di dalam dirinya mulai menghilang.

Detik demi detik berlalu, dan dunia Torik runtuh di hadapannya saat kata-kata tragis meluncur dari telepon. Wajahnya pucat dan tubuhnya gemetar saat ia mencerna kenyataan yang tak terbayangkan sebelumnya. Kecelakaan itu tidak hanya sebuah berita di layar televisi, tapi itu adalah kehidupan anaknya yang terjebak dalam kecelakaan yang mengerikan.

Dalam kebingungan dan kepanikan, Torik mencoba mengumpulkan kekuatannya. Ia merasa berputar dalam pusaran emosi yang tak terkendali, tetapi dia tahu bahwa sekarang adalah saatnya untuk bertindak. Ia meraih kunci mobilnya dengan tangan yang gemetar dan dengan satu tujuan yang jelas di dalam benaknya: menemukan Alaska, anak yang sangat ia cintai, dalam keadaan apapun.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!