Malam itu nampak seorang wanita berlari keluar dari sebuah rumah dengan begitu geram dan kesal. Dialah Livia, gadis ke sekian kalinya yang hendak di jodohkan dengan seorang pria yang arogan dan dingin bernama Garda, tetapi usaha perjodohan itu tetap saja gagal seperti sebelumnya.
"Dasar laki laki nggak punya perasaan! Udah di temenin seharian dan di perhatiin, tapi malah nggak bisa menghargai aku sama sekali! " geram Livia sembari masuk ke mobilnya lalu menancap gas dengan kasar untuk segera meninggalkan halaman rumah Garda. Gadis cantik itu merasa begitu tersinggung dengan perlakuan Garda padanya, padahal dia termasuk deretan gadis cantik idaman pada pria dengan karirnya yang cukup bagus.
Tak berselang lama dari kepergian Livia, datang lagi sebuah mobil di halaman rumah Garda. Rupanya sosok yang keluar dari mobil itu adalah Gaston dan Dara yang tak lain adalah orang tua Garda. Tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu, mereka lekas masuk ke dalam raumah tanpa permisi karena Dara memang memegang duplikat kunci utama dari rumah tersebut.
"Garda, keluar kamu! " Teriak Gaston memanggil putranya yang tengah berada di dalam kamar.
Merasa tidak ada jawaban dari dalam, Gaston pun kembali mengulangi teriakannya hingga akhirnya beberapa detik kemudian pintu kamar tersebut terbuka lalu menampilkan sosok seorang pria arogan dan dingin serta hemat kata yang tak lain adalah putra sulungnya.
"Duduk, Daddy mau bicara! " titah Gaston setelah putranya keluar dari kamar. Tanpa basa basi Gaston segera menyampaikan tujuannya karena dia tahu jika menunggu putranya bersuara itu hanya akan mengulur waktu.
"Sampai kapan kamu akan bersikap seperti ini? Lihat usiamu sekarang? Kamu harus pikirkan masa depan kamu. Kedua adik kembar kamu saja sudah menimang buah hati, sementara kamu masih menjadi manusia beku yang selalu hidup menyendiri! " cecar Gaston kepada putranya.
"Iya nak, sudah berapa gadis yang sudah berusaha kami kenalkan sama kamu, tetapi tidak ada yang kamu hargai. Sebenarnya seperti apa tipe gadis yang kamu sukai? " Dara ikut menimpali dengan nada yang lebih bersahabat.
Meski Gaston dan Dara berkali kali mengajaknya bicara, Garda masih tetap saja membisu hingga membuat Gaston hilang kesabaran.
"Ah sudahlah! Percuma saja kita sering datang ke sini dan bicara padanya! Kita pulang saja dan biarkan dia berbuat sesukanya. Mau nikah apa nggak nikah itu urusan dia, kita nggak perlu susah susah nyariin jodoh. Lagian gadis mana yang mau nikah sama pria kulkas dan bisu kayak gitu? " seru Gaston sembari beranjak dari tempatnya duduk lalu menggandeng tangan istrinya.
"Jangan bicara seperti itu, kita harus tetap kasih dukungan sama dia." Dara mencoba menahan langkah suaminya tetapi keburu Garda yang lebih dulu pergi meninggalkan mereka berdua lalu kembali masuk ke kamarnya.
"Itu, kamu lihat! Bahkan dia tidak menganggap kita ada di sini." sahut Gaston sambil menunjuk ke arah kamar Garda. Demi menghindari perdebatan, Dara memilih diam dan menuruti ucapan suaminya yang tengah mengajaknya pulang.
Sejak tiga tahun yang lalu, Garda memang memilih tinggal pisah rumah dari kedua orang tuanya karena merasa risih atas perintah untuk segera menikah sejak kedua adik kembarnya lebih duluan berumah tangga.
"Dasar anak susah di atur! Kalau sikapnya seperti itu terus, bisa jadi bujang lapuk dia! " Gaston tak hentinya mencela putranya sendiri selama di perjalanan. Sementara Dara selalu berusaha menenangkannya.
"Sudah, jangan marah marah terus. Biar bagaimanapun dia adalah putra kita. Bukannya kamu dulu juga seperti itu? " Dara mencoba menggerakkan pikiran Gaston ke masa lalu.
"Iya, tapi tidak separah itu. Aku masih punya beberapa mantan kekasih sebelum menikah, dan itu tandanya aku masih bersikap normal. Nggak seperti dia! " Gaston merasa tidak terima jika di samakan dengan putranya.
"Oh ya? Tapi setidaknya kamu tahu bagaimana rasanya jadi Mama ketika dulu susah sekali mengatur kamu? Jadi sekarang kamu harus bisa bersabar menghadapi sikap putramu yang seperti itu. " Dara memberikan petuah kepada suaminya walaupun petuah itu hanya lewat saja di telinganya.
Keesokkan pagi ketika Garda keluar dari kamar dan hendak menyantap roti dan segelas susu sebagai menu sarapannya, dia dengar pintu rumah berbunyi.
Ting tung, ting tung
Didi yang berprofesi sebagai tukang kebun di rumah Garda segera berlari membukakan pintu. Dan tak lama kemudian muncul seorang gadis dengan membawa dua tas besar mendekat ke hadapan Garda.
"Permisi Tuan, ini anaknya Bu Rini yang akan menggantikan posisinya bekerja di sini. Namanya Vina."tukas Didi memperkenalkan gadis itu. Sementara Garda hanya menjawab dengan gerakan mata dan alis, tanpa bersuara dan Didi pun memahaminya.
Usai membaca reaksi majikannya, Didi menunjukkan kepada Vina dimana letak kamarnya.
"Ini kamar kamu." tukas Didi kepada Vina.
"Iya Pak, " jawab Vina.
"Jangan Pak dong, aku ini belum punya anak." sahut Didi.
"Oh maaf Mas," Vina pun akhirnya merubah panggilannya.
"Iya, nggak apa apa. Sekarang kamu taruh barang barang kamu, nanti aku jelaskan pekerjaan kamu di sini." ucap Didi selanjutnya.
Vina adalah anak perempuan Bu Rini, asisten rumah tangga Garda yang kini berhenti bekerja karena sakit. Dan demi menjaga rasa tanggung jawabnya, Bu Rini meminta putrinya untuk menggantikan posisinya. Usai merapikan semua pakaiannya, Vina keluar dari kamar dan menemui Didi untuk mempelajari pekerjaan barunya.
Setelah di rasa mengerti, Didi membiarkan Vina untuk mengerjakan tugasnya sendiri sementara dirinya pergi keluar untuk menyelesaikan tugasnya. Ketika Vina tengah mengepel lantai, dia terkejut dengan kehadiran Garda di belakangnya tanpa mengeluarkan suara sehingga membuat Vina hampir terjatuh karena terpeleset.
"Awwww.. " teriak Vina ketika hampir jatuh ke lantai tetapi dengan tangkas Garda segera menangkap tubuhnya. Tentu saja hal itu membuat Vina salah tingkah dan segera membenahi cara berdirinya karena sempat menempelkan tubuhnya ke tubuh sangat majikan.
"Maaf Tuan, maaf. Saya benar benar tidak sengaja. Saya memang ceroboh. Lain kali saya tidak akan mengulanginya lagi. Tolong maafkan saya Tuan, " Dengan panjang lebar Vina meminta maaf dan menjelaskan kejadian yang tidak sengaja itu dengan kepala tertunduk dan mata terpejam karena merasa takut di hari pertamanya bekerja sudah melakukan kesalahan. Namun, mendadak ada suara yang memanggil Vina sehingga membuat gadis itu mendongakkan kepala.
"Vina, kamu ngapain? Kamu ngomong sama siapa? " tanya Didi yang tengah melihat Vina bicara sendiri. Pertanyaan itu seketika membuat Vina sadar bahwa orang yang dia ajak bicara sudah tidak ada di depannya.
"Astaga, kemana perginya Tuan Garda? Kenapa main pergi begitu saja? Apa dia marah padaku? Jangan jangan hari ini aku di pecat? " cerocos Vina dengan wajah yang panik.
"Tenang Vina, tenang. Jangan panik. Majikan kita memang seperti itu. Dalam seminggu, mungkin dia hanya akan bicara sekali atau dua kali saja." ungkap Didi yang membuat mulut Vina menganga.
"Apa? Seminggu hanya bicara sekali atau dua kali saja? Apa dia gagap?" tanya Vina dengan asal.
"Husst ngaco! Dia itu sempurna, ganteng, tinggi tajir. Aku aja yang sama sama laki laki merasa minder dekat sama dia." jawab Didi.
"Ngapain minder Mas? Kita itu sama sama manusia, buat apa kaya kalau bisu? Uppsss, maaf Mas keceplosan. Aku sebel aja sama orang yang angkuh kayak gitu." celetuk Vina dengan kesal.
"Sudah sudah, ayo kita kerja lagi. Kalau dia dengar kita lagi bicarain dia, kita bisa dipecat hari ini juga!" tukas Didi mengingatkan Vina. Mereka berdua kemudian kembali bekerja, meski bibir Vina tak berhenti bergumam tentang majikannya.
"Dasar sombong banget! Ternyata benar apa kata Ibu, pantas aja sampai tua gitu dia belum dapat istri. Gila kali perempuan yang mau di nikahi laki laki seperti itu! Dih, amit amit... "
Hari pertama bekerja di rumah majikannya, Vina merasa pekerjaannya tidak begitu berat.Dia mulai merasa betah kerja di sana meski harus di hadapkan dengan majikan layaknya seorang patung hidup.
Hari sudah mulai gelap dan Garda pulang dari kantornya. Dia segera menuju ke kamarnya untuk membersihkan diri. Tetapi sebelum tangannya meriah gagang pintu kamar, dia dengar ada suara yang memanggilnya.
"Malam Tuan, mau di siapkan makanan apa? " tanya Vina dengan ramah dan berharap mendapat tanggapan baik dari sang majikan. Namun harapannya pupus begitu saja karena Garda hanya mengerutkan dahi lalu masuk ke kamarnya tanpa merasa bersalah telah mengabaikan pertanyaan orang.
"Hiih, Dasar ngeselin! Lagian kenapa aku bodoh banget! Harusnya aku diam aja tidak usah menawarinya makanan! " gerutu Vina sambil kembali berjalan ke dapur. Tetapi karena mendengar satu panggilan untuknya, Vina menghentikan langkah lalu berbalik badan.
"Heh kamu? Tolong ambilkan buah." titah Garda dengan nada dingin.
"Baik." Dengan begitu semangat Vina melangkah ke lemari es untuk mengambil buah. Tapi sayangnya, dia tidak menanyakan buah apa yang diminta oleh majikannya.
"Astaga, kenapa tadi aku tidak tanya mau minta buah apa? Kalau gitu aku balik lagi aja deh... Eh, tapi ntar dia malah marah. Atau mending aku bawa saja semua buah ini ya? Biar dia tinggal pilih. " ucap Vina dalam hati.
Setelah sempat sejenak berpikir, Vina akhirnya memutuskan untuk membawa semua buah yang ada di lemari es itu agar Garda lebih bebas memilih.
"Ini Tuan, Tuan mau pilih buah yang mana? " tanya Vina kepada Garda sembari menyodorkan berbagai jenis buah buahan di tangannya berharap Garda akan senang dengan pelayanannya. Namun sayang, hal itu tidak serupa dengan kenyataannya.
"Nggak jadi! " sahut Garda dengan masam.
"Nggak jadi Tuan? Kenapa? " tanya Vina heran.
"Aku maunya buah apel aja, tetapi karena melihat banyak jenis buah itu, membuat selera makanku hilang." tukas Garda dengan pandangan yang tertuju pada ponselnya.
"Astaga, jadi gara gara gitu doang dia nggak selera makan? " gumam Vina dalam hati sembari menggelengkan kepala. Dengan rasa kesal, Vina kembali ke belakang dengan membawa beberapa buah yang sudah terlanjur di sajikan kepada Garda.
Malam telah berlalu dan pagi sudah menjelang. Pagi itu Vina bangun lebih awal karena harus menyediakan menu sarapan serta membersihkan lantai dan juga mengepel. Namun, dia menemui kendala ketika berada di dapur.
"Aku harus masak apa ya? Aku lupa dengan pesan ibu, waktu itu ibu bilang kalau pagi masak apa ya?" tanya Vina dalam hati. Pagi itu dia tidak ingin melakukan kesalahan sehingga dia memilih untuk bertanya langsung kepada sang majikan. Perlahan Vina melangkah ke arah kamar Garda, dan setelah tiba di depan pintu itu, mendadak dia menjadi patung hidup karena ragu dengan tindakannya. Dia tarik nafas dalam lalu menghembuskannya dengan pelan juga agar dirinya lebih tenang.
Setelah berhasil menenangkan diri, Vina berniat untuk mengetuk pintu. Namun sayang, ketika satu ketukan hendak dia lakukan, ternyata mendadak Garda membuka pintu kamar tersebut sehingga membuat bibirnya terkena getokan tangan Vina.
"Astaga, maaf Tuan. Maaf. Saya tidak sengaja. Saya tadi niatnya kesini untuk menanyakan anda mau makan menu apa pagi ini? Tapi justru malah pas mau ketuk pintu nya, Tuan keluar dari sana. Jadi nggak sengaja tangan saya menggetok bibir anda. Maaf Tuan, Maaf.. " pinta Vina kepada majikannya.
Setelah susah payah dan panjang lebar meminta maaf serta menjelaskan alasannya, Vina tidak mendapat jawaban yang memuaskan karena nyatanya Garda hanya berlalu begitu saja dari hadapannya.
"Ya Tuhan, kenapa ada makhluk ciptaan Mu yang kelakuannya seperti itu? " gumam Vina dalam hati.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!