NovelToon NovelToon

Classroom To Another World

Teleporter Magis

Hari ini sama seperti hari-hari lainnya, Matahari pagi bersinar cerah di langit pagi dan awan stratus tidak terlalu padat yang mengizinkan cahaya untuk menyebar. Jalan raya sangat ramai dengan berbagai kendaraan yang berlalu-lalang. Ya, mereka adalah orang-orang yang sibuk untuk pergi ke tempat kerja maupun tempat edukasi mereka. Meski pandemi masih berlanjut, dunia tidak berhenti.

“Selamat pagi…,” sapa Dans ketika dia masuk ke kelasnya.

Dans Hernanda atau dipanggil Dans adalah murid SMA biasa di kelas X MIPA 6. Penampilannya tidak terlalu istimewa. Dia merupakan seorang lelaki bertubuh pendek. Kulitnya berwarna putih dengan beberapa bekas jerawat. Tidak ada yang istimewa darinya.

“Sip, datang juga akhirnya Panjenengan. Bisa minta contekan Bahasa Jermannya, Bang?” Tak menunggu Dans duduk, Zen sudah menemuinya.

Zen atau yang lengkapnya Zenith. Dia teman sekelas Dans. Tingginya kurang lebih sama dengan Dans. Dia memiliki rambut hitam pendek yang keriting serta kulit gelap. Banyak orang salah mengira bila ia berasal dari daerah timur Indonesia. Aslinya, kedua orangtuanya adalah orang Jawa. Memang terkadang anak tidak mewarisi penampilan orangtuanya. Melihat Zen, pesan yang terkandung padanya adalah, jangan terlalu berharap untuk menjadi tampan meski orangtua kalian tampan.

"Anta suka banget mencontek, Bang. Gak ada motivasi kerjain sendiri apa?" tanya Dans geram. Tidak, dia tidak marah.

Dia hanya berimprovisasi menjadi karakter kesal ketika dimintai contekan. Memang, si Zen sendiri suka mencontek. Bahkan dia pernah di depan kelas dan mengumumkan, 'Sekolah itu cuma buat formalitas. PR dan tugas lebih mudah dikerjakan dengan mencontek.'

“Khukhukhu, mengapa aku harus mengerjakan bila orang lain bisa mengerjakannya?” tawa Zen sungguh mengganggu. Andai kata dalam cerita, dia pasti karakter antagonis dengan tawa mencemooh. Tipikal orang bodoh yang tidak melihat kemampuan orang di depannya.

“Sekalian, aku juga minta,” pinta teman Dans yang lainnya. “Kimia kalau bisa.”

Dia adalah Dayat, teman sekelas yang duduk tepat di belakang Dans. Sama saja dengan kebanyakan orang. Ia memiliki rambut hitam dan mata coklat gelap. Tinggi tubuhnya berhasil menyalip Dans dan Zen, tetapi masih belum cukup tinggi. Nilainya, di kelas dia berada di peringkat 1 dari tengah, yang artinya rata-rata.

“Kimia mah tanya saja ke Bang Udin. Nge-pro dia kalau ituh pelajaran. Jangan ke gue, Bang." Dans mengambil buku Kimia dari dalam tas dan menyerahkannya pada Zen. Dia nyaris tak melihat Zen sama sekali.

Zen mengambil buku tulis tersebut sambil berkata, “Tadi bilangnya dia ke kamar mandi. Yah, kamu tahu sendiri lah. Kamar mandi di lantai 2 yang dekat dengan kelas kita rusak, jadi mau tidak mau ke kamar mandi yang ada di bawah. Jangan heran kalau dia akan lama.”

“Wah, nekat sekali dia. Udah hampir masuk, tapi gak datang-datang. Mau tidak dianggap hadir nih anak?" celetuk Dans ngawur.

"Ini sekolah sebenarnya buat apa, sih? Rasa-rasanya, mending kita ke isekai aja deh, Bang," ujar Dayat.

*Cring!*

Tak lama setelah dia mengatakan itu, tiba-tiba saja terukir sebuah lingkaran dengan banyak pola geometri rumit di atas lantai kelas. Diameter dari lingkaran tersebut menggapai seluruh ruangan kelas.

“Apa!” Mata Dayat melebar melihat lingkaran yang mulai menyala terang di kakinya. Bukan hanya dia, melainkan semua orang di dalam kelas. Kejadiannya terlalu cepat hingga mereka tidak sempat bereaksi.

*Slap!*

Kejadian itu hanya sekejap mata. Tidak sampai sedetik, cahaya tersebut kembali padam dan kelas menjadi sepi. Sepi, sangat sepi sekali. Berbeda dari sebelumnya, ruang kelas tersebut kosong orang. Hanya menyisakan barang-barang dari murid seperti tas, meja, dan kursi. Ah, tidak ada pakaian. Mereka tetap mengenakannya.

Cahaya terang tersebut membuat semua orang di dalamnya memejamkan mata mereka. Ini sama ketika lampu flash kamera berkedip dengan cepat. Mata mereka mendapatkan cahaya terang dengan intensitas tinggi sehingga membuat reflek mata terpejam.

Ketika membuka matanya kembali, mereka melihat pemandangan yang sangat berbeda dari sebelumnya. Mereka tidak lagi berada di dalam ruang kelas, mereka berada di dalam ruang tahta! Tempat itu memiliki dekorasi yang sangat mewah dan megah. Mengabaikan tampilannya yang sangat kuno, tempat tersebut terlihat sangat hebat dalam pembangunannya.

“Selamat datang, Para Hero,” sapa seorang yang duduk di kursi tahta. Tak diragukan lagi, dia adalah seorang raja. Kurang lebih seperti itulah pikiran mereka semua.

Zen memperhatikan orang yang ada di atas kursi tahta tersebut. Dia adalah pria paruh baya dengan rambut dan jenggot keemasan yang mulai memutih. Matanya berwarna emasan dan ekspresi wajahnya menunjukkan keramahtamahan. Kulitnya berwarna putih, tertutup oleh jubah mewah merah dan pakaian mahalnya. Dia memancarkan kharisma yang membuat orang-orang merasakan hormat padanya.

“Siapa?” tanya Dayat. Namun dalam benaknya, ‘Apakah aku benar-benar terlempar ke dunia lain bersama teman sekelas? Aku tidak pernah menyangka jika ini akan benar-benar terjadi.’

“Namaku adalah Barik von Aldenia XII, Raja dari Kerajaan Luxinia. Aku adalah orang yang memanggil kalian, Para Hero dari dunia lain, untuk membantu kami dalam melawan Pasukan Raja Iblis,” kata sang Raja.

“Melawan Pasukan Raja Iblis?” Dans mengernyitkan dahinya. Tak bisa mempercayai. Bayangin aja kamu beli pulsa di supermarket tapi ditawari pulsanya sekalian. “Kami hanya anak SMA biasa. Mana bisa kami bertarung?”

“Tenang saja. Semua Hero yang berasal dari dunia lain selalu mendapatkan gift dari dewa. Kalian semua adalah individu istimewa yang memiliki kekuatan unik,” jawab Raja Barik untuk menyakinkan mereka.

“Tunggu sebentar….” Zen menatap tajam Raja Aldenia. “Kau ingin aku untuk melawan Pasukan Raja Iblis? Apa untungnya buatku?” Pandangannya sangat tajam. Sudah seperti pendemo yang tuntutannya tak didengar saja dia. “Kalian adalah penculik. Bukankah aku lebih baik bergabung dengan pihak Raja Iblis dari pada bergabung bersama penculik seperti kalian?”

Semua penjaga yang ada di sana secara spontan langsung mengarahkan mata tombak mereka pada Zen. Kata-kata tersebut dapat diartikan bahwa Zen menganggap Raja Barik merupakan seorang kriminal. Mereka yang setia padanya tentu saja tidak akan membiarkan raja mereka untuk dihina oleh orang yang tidak dikenal. Lebih baik menghilangkan ancaman sebelum menjadi macan.

“Berhenti!” Barik mengangkat rendah tangannya, memberikan isyarat pada semua penjaga untuk menghentikan aksi mereka. Kemudian dia memberikan titah, “Pengawal, bawakan benda itu!”

Empat orang pengawal meninggalkan ruangan. Tak berselang lama, mereka kembali sambil membawa sebuah peti besar dengan mereka berempat di masing-masing sudut peti tersebut. Keempatnya menaruh peti tersebut di tengah ruangan dan menunggu aba-aba selanjutnya dari raja mereka.

Semua siswa dan siswi yang melihat peti tersebut penasaran. Mereka masih belum tahu apa yang ada di dalam peti tersebut. Namun yang pasti, tidak ada satupun di antara mereka yang berani bercakap setelah apa yang dikatakan Zen. Mereka tidak mau mati dengan puluhan luka tusukan tombak yang menembus tubuh mereka. Sekolah saja masih belum lulus, apalagi impian mereka yang jauh di masa depan.

“Buka!” titahnya.

Salah seorang pengawal langsung membuka peti tersebut dan terlihatlah apa yang ada di dalam sana. Itu adalah perhiasaan. Banyak sekali kalung, gelang, dan cincin di dalamnya. Semua dari mereka memiliki satu kesamaan, yaitu mereka mereka memiliki batu permata besar. Satu saja dari mereka berharga sangat mahal dan siapa yang mendapatkannya akan langsung kaya.

“Perlu aku beritahukan padamu, kami tidak bisa mengembalikan kalian saat ini.” Barik kemudian tersenyum pada mereka. “Raja Iblis memiliki sihir untuk mengembalikan kalian, juga aku akan memberikan semua yang ada di dalam sini ke pada kalian sebagai hadiah. Ini bukan kesepakatan yang buruk, ‘kan?”

“Baiklah. Kita sepakat.” Zen setuju dengan seringai tipis. "Mari berbisnis."

Pilihan

Beberapa hari kemudian, malam harinya, mereka semua mendapatkan kamar masing-masing dengan satu kamar yang diisi tiga orang. Kebetulan, Zen, Dayat, dan Dans mendapatkan satu ruangan yang sama, jadi baguslah untuk mereka karena bisa melakukan diskusi tentang apa yang akan dilakukan selanjutnya. Dunia baru memiliki hukum dan sosial yang berbeda dengan dunia sebelumnya, mereka tidak bisa terus berada di comfort zone seperti yang biasa mereka lakukan.

"Menurut kalian, bagaimana orang-orang di sini?" tanya Dans.

"Entahlah. Aku merasa jika mereka tidak bisa dipercaya," jawab Dayat. Tatapan matanya tajam dan serius. "Yang mereka lakukan pada kita adalah secara paksa membawa kita. Meski sudah memberikan kompensasi, tetap saja kita harus masuk ke dalam medan perang yang berbahaya. Mereka tidak bisa dipercaya."

"Sudah, sudah, kalian tidak perlu terlalu tegang." Zen berbaring di atas kasur sambil membaca buku RPUL (Rangkuman Pengetahuan Umum Lengkap). "Lihatlah sisi positifnya. Dunia ini tidak memiliki polusi, makanan beragam dan pelayan yang cantik, dan paling bagusnya adalah sihir. Tidak perlu terlalu banyak berpikir. Apakah, aku tadi sudah janjian sama seorang pelayan imut."

"Kita tidak bisa percaya begitu saja pada mereka." Dans berargumen, "Mereka memang seseorang yang berpangkat tinggi dan menjadi pemerintah dari sebuah negara. Tapi, apa kamu tidak berpikir jika mungkin saja mereka membuat sebuah skema di belakang kita? Mereka saja berperang dengan ras yang satu dunia dengan mereka, apalagi dengan kita yang dari dunia lain. Kita tidak bisa percaya."

"...." Zen sama sekali tidak menjawab, dia tetap tersenyum tipis sambil membaca RPUL.

"Aku setuju denganmu, Dans." Dayat menambahkan, "Aku curiga pada mereka, terutama ketika mereka melarang kita untuk tidak ke beberapa tempat di istana. Pasti ada rahasia."

"Sudahlah, kalian terlalu berlebihan. Tidak bisakah kalian lebih santai?" Zen mengangkat alisnya. "Anggap saja ini seperti liburan panjang. Lagi pula, mereka juga membiayai kita dan memberikan pengawalan. Memangnya kalian mau terus di kelas dan mengerjakan tugas gak jelas?"

"Jadi seperti itu pandanganmu terhadap mereka?" tanya serius Dans pada Zen.

"Yaps!" jawaban santai dari mulut Zen.

"Hah… ini sama sekali tidak bisa dibandingkan dengan perjalanan liburan…." Dayat menghela napas lelah.

"Aku punya ide, bagaimana jika kita pergi saja dari istana kerajaan? Terlalu berbahaya di lingkungan pihak yang tidak diketahui," saran Dans.

"Dan kalian akan kehabisan bekal, lalu tamat. Selesai," timpal Zen.

"Aku setuju saja denganmu, sih. Pokoknya kita memerlukan modal awal, bukan? Kerajaan pasti memberi uang," ujar Dayat mengabaikan Zen.

Zen sendiri juga tidak meminta untuk diperhatikan. Dia hanya diam dan membiarkan percakapan mereka berdua mengalir seperti sungai. Bila mereka mulai melibatkannya, baru dia akan mulai berkomentar dan memberikan beberapa hal untuk dikatakan pada mereka.

Keesokan paginya, mereka berdua, Dans dan Donum pergi menemui putri, bukan raja. Raja memiliki tugas yang sangat banyak sebagai seorang pemimpin dari suatu negeri. Meski mereka berdua merupakan tamu penting, bukan berarti mereka bisa melakukan sesukanya di dalam Istana Kerajaan ini. Mereka dalam posisi tidak berdaya bila harus melawan semua orang yang ada di dalam istana kerajaan. Pertimbangan lainnya, putri yang lebih muda dibandingkan raja mungkin saja mau membantu mereka.

Sistina von Aldenia. Dia merupakan anak ketiga dalam keluarga kerajaan. Di antara saudara-saudaranya, dia adalah satu-satunya wanita di sini. Penampilannya sangat elegan dan manis. Dia memiliki rambut coklat lurus sampai ke bahunya. Kulitnya berwarna putih dan segar. Pupil matanya berwarna keemasan dengan iris kecoklatan. Dia biasanya mengenakan gaun berwarna putih dengan beberapa renda. Usianya tidak jauh dari mereka, namun jelas jika dia menjalani masa kecil yang berbeda dari keduanya.

Saat ini mereka bertiga berada di ruangan Sistina. Kamarnya memiliki dekorasi yang sama bagus dan mewahnya dari seluruh bagian istana kerajaan. Pada bagian balkon, terdapat meja bundar dan 4 kursi yang mengelilinginya. Dans dan Dayat duduk saling bersebelahan, sedangkan Sistina berada di seberang, dan satu kursi kosong.

“Kalian berdua ingin meninggalkan istana kerajaan, ya?” Sistina menatap mereka berdua. Matanya beralih dari satu ke lainnya.

“Um.” Dans mengiyakan dengan mengangguk.

Sistina memejamkan matanya dan memikirkan tentang perkataan keduanya. “Walaupun kalian mengatakan demikian, aku tidak punya otoritas untuk mengeluarkan kalian dari istana kerajaan. Yang ada malah akan mendapatkan hukuman dari Ayahanda bila membiarkan Hero pergi tanpa izin. Tidak bisakah kalian langsung mengatakan padanya?”

“Aku juga berniat akan mengatakan seperti itu,” kata Dans. “Namun sebagai raja, aku yakin jika dia adalah orang yang sibuk. Karena itu aku minta padamu untuk membuat koneksi.”

“Jika hanya itu, aku tidak masalah untuk menyampaikan pada Beliau. Ngomong-ngomong, apakah kalian menginginkan sesuatu bila sampai ke luar istana kerajaan? Salah satu teman sekelas kalian, Meta Tetrania, bilang jika dunia kalian dan dunia ini sangat berbeda jauh. Apa kalian yakin akan bisa bertahan di dunia luar?” tanyanya mengkonfirmasi.

“Itu akan kami urus belakangan. Dengan gift-ku, yaitu Anti-Regenerasi, luka yang kuciptakan tidak bisa dipulihkan. Lalu dengan Anti-Debuff milik Dayat, dia tidak akan bisa terkena status buruk. Kau tahu sendiri jika dia bahkan bisa tidak tidur. Aku cukup percaya diri jika kami berdua akan bisa bertahan di dunia ini.” Dans menatap Sistina dengan sangat serius.

Sistina balik menatap Dans, juga pada Dayat yang serius. “Huh… jika kalian sampai seperti itu, aku rasa aku tidak bisa menghentikan kalian.” Dia dengan lelah mengatakan. “Tapi kalian juga harus ingat. Jika kalian sudah meninggalkan lingkungan istana kerajaan, maka keamanan kalian bukan urusan kami.”

Dan dengan begitu, mereka berdua mendapatkan dukungan dari Tuan Putri ini untuk meninggalkan istana kerajaan. Selanjutnya, Sistina mengabarkan apa yang didengarnya dari Dans dan Dayat pada ayahnya, Barik. Barik pun menyetujui untuk mengirim mereka ke dunia luar, entah apa alasannya. Dia juga memberikan sekantong berisi koin emas dan beberapa perlengkapan dasar untuk menjadi slayer, seperti armor ringan dan pedang pendek.

Kemudian pada siang harinya, Dans dan Dayat langsung meninggalkan istana kerajaan. Semakin cepat mereka pergi, maka akan semakin baik. Bagi mereka istana kerajaan adalah tempat bagi para politisi yang akan membuat banyak skema melibatkan keduanya. Anak SMA seperti mereka hanya akan tersingkir atau dimanfaatkan.

“Wah, wah. Aku tidak menyangka jika kalian benar-benar akan meninggalkan istana kerajaan,” sapa Zen.

Zen telah menunggu mereka berdua di depan pintu belakang istana kerajaan. Ya, mereka berdua ke luar melalui pintu belakang, bukan pintu depan yang digunakan untuk keluar dan masuk pegawai istana kerajaan. Tentu saja untuk menjaga nama baik istana kerajaan.

Di sana, Zen bersandar pada sisi-sisi dinding pintu dengan kedua tangannya yang bersedekap di bawah dada. Walaupun dia tersenyum, akan tetapi auranya terasa memberikan sindiran.

“Apa yang kamu lakukan di sini?” tanya Dans dengannya tak senang.

“Tidak banyak. Aku hanya ingin melihat calon mayat untuk terakhir kalinya." Zen terkekeh. Dia menyeringai.

“Ngajak berantem?” tantang Dayat.

“Hou….” Zen diam dengan mata tajamnya.

*Wush!*

Tiba-tiba saja, angin kencang berhembus dengan tubuh Zen sebagai pusatnya. Di saat itu juga, terdapat sesuatu seperti aura berwarna putih transparan melapisi tubuhnya. Aura tersebut memiliki bentuk seperti duri pada setiap sisi. Itu memberikan tekanan pada musuh yang ada di sekitarnya.

“Hugh….” Mereka berdua merintih sambil mempertahankan posisinya untuk tidak terhempas.

“Seni Bela Diri: Pelepasan Aura. Kemampuan untuk melepaskan aura penggunanya yang selanjutnya akan mengintimidasi lawan.” Zen menyeringai pada mereka berdua. “Apakah kalian pikir orang yang tidak bisa menggunakan teknik dasar ini bisa bertahan di dunia ini? Bahkan Anti-Debuff milik Dayat tidak bisa menahannya. Bertemu seseorang yang bisa melakukan ini, dan kalian mati.”

“Orang ini… mentang-mentang dapat gift Keterampilan Pedang Ganda yang punya damage gede sekarang sudah mulai sombong, ya…,” ucap Dans.

“Sudahlah.” Zen menghilangkan aura yang mengelilingi tubuhnya, kemudian berjalan masuk istana kerajaan, meninggalkan mereka berdua. “Bila kalian ingin meninggalkan istana merajaan, sebaiknya menjauh dan menghilanglah dari sini. Tak usah membawa apapun. Palingan cuma beri makan maling."

Dans berasa ingin memukul Zen. Tangannya sudah terkepal dengan urat-urat menonjol dan terlihat jelas di dalam kulit. Sebelum bisa melakukan apapun, Dayat memegang bahu Dans dan berkata, “Lebih baik kita pergi saja. Nanti kalau kita sudah menjadi lebih kuat, mari kita kembali dan membalas dendam. Tak apa, dia lah yang akan menyesal di akhir cerita.”

“Ya. Aku sempat terbawa emosi karena kata-katanya.

Dengan begitu, mereka berdua langsung meninggalkan Istana Kerajaan. Destinasi pertama mereka adalah Serikat Slayer—sebuah tempat untuk mendaftar menjadi seorang slayer.

Tugas dari slayer sangat sederhana. Mereka melakukan berbagai pekerjaan sehingga mereka bisa dikatakan sebagai freelancer atau pekerja serabutan. Umumnya slayer akan menerima permintaan yang telah dipasang di Papan Permintaan di Serikat Slayer. Namun selain itu, mereka juga berpetualang dan menaklukkan dungeon dan lain sebagainya.

Slayer peringkat tinggi memiliki kehidupan yang menyenangkan setelah mereka menjadi anak emas Serikat Slayer. Mereka adalah andalan dari Serikat Slayer sehingga prospek pekerjaan mereka tinggi. Ini sangat berbeda dengan slayer peringkat rendah, yang mana mereka harus saling berebut pekerjaan dan paling bahayanya adalah saling bunuh. Sudah seperti persaingan para predator pada sebuah mangsa.

Selain slayer peringkat rendah yang kesulitan mencari pekerjaan, keamanan mereka dalam bekerja juga tidak dijamin. Tidak jarang ada slayer yang mati setiap harinya, entah karena gagal dalam perburuan atau perseteruan dengan slayer lain. Dunia ini sangat keras dan harga dari nyawa manusia lebih rendah dari pada di dunia asal mereka.

Tetapi mengabaikan semua hal buruk di atas, untung saja mereka berdua berhasil mendaftar dengan lancar. Satu hal yang sangat menguntungkan dalam menjadi slayer adalah Kartu Identitas Slayer yang dapat digunakan antar negara. Dengan itu, mereka berdua tidak perlu khawatir dengan latar belakang. Mereka juga bisa ke luar masuk sebuah kota dengan mudah.

Tidak banyak kegiatan mereka pada hari ini. Mereka mencari penginapan dan membeli makan siang serta makan malam. Keduanya memiliki banyak uang untuk digunakan yang berasal dari pemberian Raja Barik.

Penyerangan

Dans dan Dayat memulai kehidupan baru mereka yang benar-benar baru, pasalnya mereka tidak memiliki pengawas atau pelindung sekarang. Ini berbeda dengan sebelumnya, di mana mereka memiliki Pihak Kerajaan yang mendukung mereka. Di dunia asing ini, pertama-tama mereka memerlukan seorang informan untuk bekerja pada mereka.

“Apa kamu yakin kita perlu memilikinya, Dans? Maksudku, bukankah ini kejam untuk melakukan perbudakan?” tanya Dayat yang berjalan selaras dengan temannya itu.

“Hmm? Apa yang kamu khawatirkan?” Dans menatapnya dan bertanya. “Perbudakan adalah hal yang wajar di dunia ini. Bukan hanya perbudakan, bahkan poligami dan prostitusi juga wajar. Kita tidak bisa menilai nilai-nilai zaman ini menggunakan zaman kita.”

“Jangan bilang… kamu ingin membeli budak untuk melakukan ‘itu’?” tebakan asal Dayat.

“Mana mungkin!” Dans berteriak spontan. “Aku tidak akan melakukan hal sebejat itu. Meski zaman ini berbeda dengan asal kita, bukan berarti kita harus melakukan semuanya. Kita perlu melakukan filter thinking dalam menghadapi perubahan zaman. Juga, aku membeli budak untuk menjadi pemandu kita! Kriterianya adalah orang yang berkomitmen dan luas pengetahuannya.”

“Oh, begitu ya. Kupikir kalian akan langsung pergi dari tempat ini. Tak kusangka kalian tetap berani di sini dengan batang hidung kalian.”

*Tap!*

Dans dan Dayat langsung melompat menjauh mendengar suara yang tidak berasal dari satupun di antara mereka. Ketika mereka berbalik, keduanya menyadari bahwa itu adalah Zen yang menyelinap di antara mereka. Entah apa tujuannya untuk datang ke mari. Dia di tempatnya dengan seringai misterius dan mencurigakan. Selain itu, dia membawa pedang di kanan dan kiri pinggangnya.

“Zen! Apa yang kau inginkan?” Dayat terkejut. Tak pernah sekalipun dia menyangka kedatangan Zen.

“Tidak banyak. Aku hanya ingin melihat situasi kalian setelah seharian terpisah dari regu. Kupikir kalian sudah habis di tangan preman.” Zen sangat misterius. Dia tersenyum yang lebih tampak seperti seringai.

“Membawa pedang ganda, menyapa di gang sepi, dan menyeringai dengan misterius. Aku rasa kamu malah seperti ingin memalak kami,” ujar Dans.

“Hmph!” Zen langsung memegang kedua gagang pedang. “Tepat seperti yang kau duga!”

*Sis!*

Dengan suara desisan itu, tubuh Zen langsung menghilang dan dia tiba-tiba saja muncul di antara mereka berdua.

‘Ini… Keterampilan Assassin: Shukuchi! Sejak kapan dia bisa menggunakan kemampuan ini?’ batin Dans.

“Keterampilan Pendekar Pedang Ganda: Pusaran Pedang!” Zen menarik kedua gagang pedangnya, kemudian dilanjutkan dengan memutar tubuhnya.

*Whirl!*

Bilah-bilah angin tercipta ketika Zen melakukannya.

*Brak!*

“Akh!” Dayat langsung terlempar karena serangan itu, dan berhenti setelah dia menabrak pagar kayu.

*Sis!*

Di lain sisi, Dans berhasil melarikan diri menggunakan keterampilan yang sama dengan Zen sebelumnya, yaitu Shukuchi.

“Kenapa kamu menyerang kami? Apa berpisah saja tidak cukup?” Dans berdiri beberapa meter dari sana dan berkata dengan geram.

“Yah, bagaimana mengatakannya, ya?” Zen mengangkat kedua bilah pedang tersebut dengan entengnya. “Pihak Kerajaan terlalu banyak mengawasi kami, Para Hero. Aku hanya ingin ke luar untuk jalan-jalan malam. Tapi karena aku tidak memiliki uang saku dan Pihak Kerajaan tidak akan memberikannya, maka aku ambil saja uang yang kalian miliki. Itu jauh lebih mudah, bukan? Juga, tidak kah kau ingin memiliki budak-budak yang kawai?”

“Keparat!”

*Sis!* *Sis!*

Dengan teriakan itu, Dans langsung bergerak cepat ke arah Zen. Namun di sisi lain, Zen juga menggunakan keterampilan yang sama untuk mendekat pada Dans.

*Dentang!*

Pedang mereka berdua saling bertabrakan di tengah jalan dan menciptakan suara logam.

“Ingin adu mekanik dalam kecepatan? Apa kau pikir bisa melakukannya?” cemooh Zen.

*Dentang!* *Dentang!* *Dentang!*

Keduanya saling beradu pedang dari jarak dekat. Bukan hanya itu, sesekali mereka menggunakan Keterampilan Assassin: Shukuchi untuk saling membuat jarak ataupun mendekat dan menyerang titik lemah. Gang yang sepi itu menjadi ramai karena pertarungan mereka di sana.

Di saat mereka berdua saling beradu, Dayat bagkit perlahan tanpa diketahui oleh mereka berdua. “Keterampilan Pendukung: Peningkatan Kekuatan, Keterampilan Pendukung: Peningkat Kecepatan. Majulah, Dans! Aku akan mendukungmu!”

“Oke!”

*Slash!* *Slash!* *Slash!*

Dengan kecepatan yang telah ditingkatkan, Dans menghilang dari pandangan Zen. Menggunakan Shukuchi dan Peningkatan Kecepatan membuatnya memiliki kemampuan yang lebih unggul.

*Trank!* *Trank!* *Trank!*

Meskipun dengan kekuatan dan kecepatan yang telah ditingkatkan, namun semua serangan Dans berhasil ditangkis oleh Zen. Pedang Zen memang tersentak mundur dan seperti akan terlepas dari tangannya, tetapi ini tidak mengubah kenyataan bila serangan itu gagal untuk mengenai tubuh Zen.

“Cukup bagus, tapi masih kurang bertenaga,” ucap Zen.

“Tch… Keterampilan Pendukung: Electrivity!”

*Zrt!* *Zrats!*

Aliran listrik berwarna kebiruan menyelimuti tubuh Dans, kemudian dia melanjutkan dengan menebas Zen.

"Keterampilan Pendukung: Windtalker!"

*Wisss!*

Aliran angin berputar dan menyelimuti kedua bilah Zen.

*Trank!*

Keduanya beradu pedang dengan imbang. Akan tetapi, bila diperhatikan lebih jauh terdapat perbedaan. Zen masih memiliki ekspresi santai, sedangkan Dans sudah tidak berani berkedip. Gagal fokus saja, tubuhnya bisa langsung terbelah.

"Sepertinya kamu masih belum cukup kuat, ya," ucapnya. 'Electrivity meningkatkan kecepatan dan memberikan kerusakan lebih dari serangan. Untung saja Meta Tetrasia membuat gagang pedang dari karet yang nyaman dipegang dan merupakan isolator. Kalau tidak, tersengat listrik itu sangat tidak menyenangkan.'

"Aku akan membantu!" pekik Dayat.

*Slash!*

Dayat muncul dari belakang Zen. Dia memegang pedangnya dan mulai menyerang dengan itu. Tentu saja, dia menggunakannya sihir pendukung pada dirinya sendiri untuk membuat serangan yang lebih kuat.

*Tap!*

Mata Zen melirik ke belakang pada Dayat yang menyerang padanya. Sebelum tebasan pedang itu mengenainya, dia melompat tinggi-tinggi ke atas dan menghindari serangan mereka berdua.

"Sihir Petir: Aliran Pelumpuh!" Dans menembakkan baut listrik pada Zen yang ada di udara.

"Shukuchi!" Zen muncul di antara mereka berdua dengan keterampilan itu. Tubuhnya sedikit menunduk sehingga lebih rendah dari mereka berdua. "Pusaran Pedang, Windtalker, Tebasan Aura!"

Serangan ini kurang lebih sama dengan dia yang menggunakan kedua pedangnya untuk membuat serangan memutar. Hanya saja, dia yang menggunakan Windtalker dan Pelepasan Aura membuat serangannya berkali-kali lebih kuat dari sebelumnya.

*Brak!*

Dans dan Dayat langsung terhempas beberapa meter dari sana. Kejadian berlangsung dengan sangat cepat, hanya beberapa sepersekian detik saja. Kedua orang itu jatuh pada jalanan gang yang kosong ini. Bukan hanya itu, Zen mengincar armor mereka berdua sehingga armor tersebut hancur.

"Masih belum!" Dans berusaha untuk bangun, tetapi ….

*Deg!* *Deg!*

Dia merasakan aura ancaman yang sangat intens dan membuatnya takut.

"Sudah, hentikan saja. Semakin kalian melawan, maka kalian hanya semakin kelelahan." Di depan mereka berdua, Zen menggunakan Pelepasan Auranya yang memberikan efek intimidasi pada mereka berdua.

"Kau pikir… aku akan menyerah begitu saja?" Dayat berdiri kembali dengan beberapa luka di tubuhnya.

"Anti-Debuuf, ya?" gumam Zen menatap Dayat. "Kemampuan yang sangat berguna, tapi …."

*Bam!*

Zen menggunakan Shukuchi miliknya untuk mendekat pada Dayat, kemudian memukul perutnya.

"Buagh…," rintih Dayat.

"Sayang sekali kemampuan itu tidak ada gunanya ketika musuh menggunakan serangan langsung," lanjut Zen.

*Bugh!*

Dayat sekali lagi terjatuh di tanah dengan kondisi pingsan. Serangan sebelumnya memberikan rasa shock padanya membuat tubuhnya terkejut untuk menerima luka yang tidak pernah dirasakannya sebelumnya.

"Hmm… hanya sampai di sana perjuanganmu?" ujar Zen dalam monolog.

Dia kemudian berbalik dan berjalan menjauh, meninggalkan mereka berdua dalam kondisi menyedihkan. Auranya memang telah dipadamkan, tetapi perasaan intimidasi masih ada di tubuh Dans. "Pertemuannya selanjutnya aku akan lebih serius. Sebaiknya kalian menjadi kuat. Juga, aku akan membawa ini bersamaku." Zen menunjukan dua kantong emas di tangannya yang entah kapan dia mengambilnya.

'Sial…,' umpat Dans di dalam benaknya.

*Tap!* *Tap!*

Zen melompat dari atap ke atap menggunakan Shukuchi miliknya. Setelah melompat selama beberapa kali saat, dia berhenti pada salah satu atap bangunan yang tidak jauh dari sana.

"Apa kau yakin untuk membiarkan mereka tanpa uang?" Seseorang yang memakai jubah menyapa Zen.

Sosok berjubah itu memiliki tinggi badan yang sama dengan Zen. Dia memiliki rambut berwarna hitam dan kulit putih. Matanya berwarna kecoklatan seperti orang Jawa. Yap, dia memang bukan orang dari dunia ini, melainkan salah satu teman sekelas Zen yang ikut bersamanya. Namanya adalah Meta Tetrasia, seorang siswi yang mendapatkan gift Manufaktur.

"Hmph! Mereka lebih baik memulai dari nol. Dan juga, jika mereka membawa banyak uang, mereka mungkin malah akan diserang oleh kriminal. Kalau aku yang mengambilnya sepertinya ini, lebih bagus karena pasti mereka hanya kehilangan uang," argumen Zen.

"Bahkan jika tidak memiliki uang, mereka tetap bisa dijadikan budak, lho. Mereka yang memiliki gift adalah barang yang mahal," jawabnya.

"Sudahlah, Meta. Kau tidak perlu mengatasi itu. Biarkan mereka berdua bergerak seperti dunia ini bergerak." Zen langsung melompat pergi setelah itu.

"Membiarkan seseorang perjalanan bak dunia yang berjalan…. Apakah aku harus menganggap ini sebagai kutipan filosofi?" tanya Meta pada dirinya. "Tapi bahkan jika kau mengatakan itu, menggunakan item-item ciptaanku, seperti Jimat Pendekar di tangan kiri yang menambah kekuatan, dua pedang yang meningkat kecepatan, dan Zirah Angin yang meningkat ketangkasan, belum lagi Liontin Cakar Naga dari Pihak Kerajaan yang meningkat semua aspek kekuatan… ini lebih terdengar seperti perundungan.”

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!