"Kamu belum masak, Dek?" Tanya bang Jali pada istrinya.
"Belum bang, gak tau harus masak apa? Aku juga gak pegang uang buat belanja," kata Lili dengan raut sedih pasalnya ia memang tidak pegang uang sepeser pun.
Jali menghela nafas dalam-dalam, ia begitu miris melihat kondisi keluarganya yang serba kekurangan. Bukan ia tidak mencari uang tapi hidup di desa sangat susah mencari pekerjaan selain menjadi petani.
"Kamu tunggu disini ya, Dek! Abang pergi ke kebun dulu mungkin ada buah pala yang sudah bisa di panen dan di jual," kata bang Jali.
"Iya, bang? Hati-hati," kata Lili, jali hanya mengangguk kemudian pergi ke kebun yang tidak jauh dari rumahnya.
Mereka mempunyai kebun yang di tanami bermacam-macam ragam seperti pohon jengkol, pohon pala, pohong pisang tapi sekali panen hanya cukup untuk 5 hari sambil Jali mencari pekerjaan yang lain.
Hari sudah beranjak sore, tapi Lili belum juga memasak untuk berbuka nanti. Hanya ada beras di rumahnya jadi ia pun memilih untuk menanak nasi dulu sambil Bang jali membawa pulang rejeki.
"Assalamualaikum...," Terdengar suara seseorang memberi salam, Lili pun bergegas ke depan untuk melihat siapa yang datang ternyata ibunya. Dia pikir jika bang Jali sudah pulang sehingga ia bisa masak sore ini.
"Wa'alaikumsalam, ibu kok datang gak bilang-bilang?" Tanya Lili.
"Tadi kebetulan ibu lewat rumah kamu jadi mampir saja sekalian," kata ibuku lagi.
"Suami kamu kemana, Li?" Tanya ibu Imah.
"Tadi bilang lagi ke kebun, Bu." Kata Lili menemani ibunya.
"Kamu sudah masak untuk berbuka?" Lagi-lagi ibu bertanya membuat Lili terdiam.
"Belum, Bu. Aku lagi nunggu bang Jali pulang, nanti kita bisa masak bersama-sama," kata Lili tersenyum pada ibunya, ia tidak mau jika ibunya tahu jika mereka tidak memiliki uang sama sekali hari ini untuk masak buka puasa.
"Oh begitu! Oh ya Li, tadi ibu ke pasar sepertinya ibu beli banyak bumbu dapur sebagiannya buat kamu aja lagian ibu hanya tinggal berdua sama bapak," kata Bu Imah mengeluarkan cabe, tomat dan bahan dapur lainnya.
"Tidak usah, Bu! Nanti aku bisa beli sama bang Jali ke pasar lagian masih ada kok di dapur," kata Lili menolak tidak enak hati terus menerima pemberian ibunya.
"Sudah, kamu kayak sama siapa aja? Aku ini ibumu Li, sekarang bawa ini ke dapur sekalian ikannya. Tadi ibu baru ingat masih ada ikan di dalam kulkas," kata Bu Imah mengeluarkan setengah dari yang di beli untuk anaknya.
Ia sangat tahu bagaimana kondisi rumah tangga anaknya meski setiap di tanya mereka selalu mengatakan jika mereka bercukupan tapi yang namanya orang tua tetap akan tahu.
"Li, ibu pulang dulu soalnya sudah sore juga. Nanti malam jangan lupa ke rumah ibu," kata Ibu Imah membawa belanjaan nya setelah memberikan setengah untuk anaknya.
"Iya Bu, memang ada acara apa di rumah Bu?" Tanya Lili penasaran.
"Tidak ada acara apa-apa? Ibu hanya suruh kamu datang sama suami kamu," kata ibu lagi kemudian pergi keluar dari rumah yang di tempati putrinya.
"Ibu hati-hati di jalan ya," kata Lili.
Setelah ibunya pergi, Lili kembali ke dapur untuk melihat apa saja yang di berikan ibunya tadi. Air matanya mengalir saat seperti ini ibunya masih memikirkan tentang dirinya, ikan yang baru saja di beli di berikan begitu saja untuk dirinya dengan cuma-cuma.
Lili membersihkan ikan tadi, di masak untuk berbuka puasa nanti. Sebagian lainnya akan dia tinggal untuk besok karena mereka belum memiliki anak meski sudah menikah dua tahun.
Tak lama suaminya datang, ia yang sedang membuat bumbu menoleh sebentar ke arah Jali yang menenteng satu buah semangka di tangan suaminya.
"Dapat dari mana semangka ini, Bang?" Tanya Lili.
"Di berikan sama pak Yusuf, kebetulan tadi ketemu sama pak Yusuf di jalan saat pulang," kata Jali tersenyum.
"Dapat rezekinya, bang?" Tanya Lili.
"Dapat Dek, tapi hanya segini," jali mengeluarkan uang berwarna biru satu lembar lalu menyodorkan kepada istrinya.
"Alhamdulillah, Mas! Yang ini bisa di simpan untuk besok," kata Lili tersenyum, meski sedikit ia tetap merasa senang dan menerima rezeki dengan lapang dada.
Meskipun kekurangan, mereka tidak pernah bertengkar. Mereka hanya diam jika memang tidak punya uang sama sekali.
"Kamu masak apa, Dek?" Tanya jali baru sadar jika istrinya sedang masak.
"Aku lagi masak ikan, tadi ibu mampir kesini," kata Lili.
"Pasti ibu memberikan ikannya ya Dek, mas jadi tidak enak sama ibu," kata Jali tidak enak hati pada mertuanya yang sering membantu mereka.
"Sudah, tidak usah di pikirkan! yang penting kita bisa makan Bang dan uang ini bisa kita gunakan untuk besok," kata Lili tersenyum.
Pekerjaan Bang Jali yang serabutan membuat Lili harus banyak bersabar, kehidupan tak selalu di bawah pasti ada saatnya di atas. Setiap panen padi, Lili menabung sedikit demi sedikit untuk masa depan anak-anaknya dan syukur-syukur jika bisa membeli tanah rumah tapi itu belum kesampaian.
Bang Jali memiliki sepetak sawah bagian warisan dari orang tuanya, begitu juga dengan kebun yang kini menjadi milik mereka.
Serune buka puasa terdengar dari radio milik tetangga, sepasang suami istri kini duduk di bawah dengan semangka tadi yang di serok untuk melepaskan dahaga mereka. Tidak ada makanan mewah, hanya ada air semangka untuk melepaskan dahaga dan ikan yang di masak, tidak ada makanan yang manis-manis untuk berbuka puasa.
"Alhamdulillah, ayo bang kita makan dulu," ajak Lili, perutnya sangat lapar. Ia langsung mengambil makanan di dalam wadah yang disediakan dan meletakkan di atas piring milik suaminya.
Mereka berbuka puasa dengan tenang, sesekali bersenda gurau bersama sang istri.
"Mas, tadi ibu bilang suruh ke rumah malam ini," kata Lili selesai berbuka dengan seadanya, kemudian meneguk air putih hingga tandas.
"Memangnya ada acara apa, Dek?" Tanya bang Jali bingung.
"Aku gak tahu juga bang, sebaiknya kita datang aja dulu," kata Lili.
"Ya sudah, kalau begitu abang ganti baju dulu," kata Bang Jali menuju kamar sedangkan Lili membereskan piring kotor mereka makan tadi dan membawa sisa gulai ikan untuk sahur nanti.
*****
Kini mereka berada di halaman rumah orang tuanya, ada beberapa sepeda motor yang teronggok santai di depan rumah ibunya.
"Sepertinya di rumah ibu banyak orang deh, bang," kata Lili melihat dua motor.
"Sepertinya begitu dek, sebaiknya kita masuk saja ke dalam," kata bang Jali.
Lili dan suaminya masuk ke dalam rumah tapi tidak ada orang di ruang tamu sepertinya berada di ruang tv tempat biasa keluarganya berkumpul.
Lili terus melangkahkan kaki ke ruang tv bersama suaminya.
"Kak Lili, bang Jali, kok baru datang?" Suara seseorang menghentikan langkah Lili, ternyta yang datang bukan lah tamu tapi adiknya uang kini sedang menjenguk ibunya.
"Eh, kamu Don! Kapan kamu kesini dek?" Tanya Lili tersenyum melihat adiknya sudah sukses.
"Tadi sore kak, ayo kita duduk," kata Doni.
"Eh, udah datang kamu Li. Sini duduk dekat ibu," kata ibu, Lili hanya mengangguk sedangkan Jali hanya diam tanpa berbicara sepatah kata apapun.
"Bagaimana kabar kamu, Mel?" Tanya Lili membuka pembicaraan dengan adik iparnya, istri Doni berasal dari keluarga berada sehingga kehidupan Doni terangkat. Dia bekerja di tempat mertuanya sehingga kehidupannya lebih baik dari kakaknya Lili.
"Alhamdulillah baik, kak. Kakak gimana kabarnya, udah ngisi belum," tanya Meli pada Lili kakak iparnya.
"Belum, Dek! Mungkin belum waktunya," kata Lili tersenyum.
"Oh ya, si kembar mana?"
"Lagi tidur kak di kamar," kata Meli tersenyum.
Lili hanya mengangguk, tak lagi berbicara dengan adik iparnya. Dia hanya diam sesekali mendengar obrolan suami dengan bapaknya.
"Tadi ibu suruh Lili kesini buat apa ya?" Tanya Lili pada ibunya.
"Emm... Itu tadi ibu beli baju buat kalian berdua soalnya bapak tadi dapat rejeki lebih , jadi ibu belikan kalian baju. Sebentar ibu ambilkan," kata ibu bangkit menuju kamarnya.
Ibu kembali datang dan memegang satu kantong kresek hitam di tangannya kemudian duduk di dekat kami berdua.
"Ini buat kalian berdua, semoga kalian suka," kata Ibu memberikan kami satu helai baju masing-masing.
"Aku tidak bisa menerimanya, Bu." Kata Lili.
"Tapi kenapa nak?" Tanya Ibu lagi.
"Tidak enak dilihat sama bang Jali, seakan dia tidak bisa menafkahi ku dan aku tidak ingin menyakitinya Bu," kata Lili sesekali menoleh ke arah suaminya.
"Tapi Nak, ibu memberikan ini untuk kamu tidak mengharapkan apa-apa," kata ibu lagi menatap sedih ke arah putrinya.
"Aku tahu, Bu tapi aku tidak ingin menyakiti suamiku Bu. Dia selama ini sudah berusaha membahagiakan aku, jangan sampai pemberian ibu menyakitinya," kata Lili lagi, dia bukan menolak tapi ia tidak ingin menyakiti perasaan suaminya.
"Kak Lili benar, Bu. Biarkan baju ini di simpan dulu nanti biar kak lili bicarakan dulu sama bang Jali." Timpal Meli.
"Tapi Mel...,"
"Tapi Mel,"
"Bu, tolong hargai keputusan kak Lili. Nanti jika Kak Lili sudah minta izin pada bang Jali pasti Kakak Lili menerimanya," kata Meli lagi, Lili hanya mengangguk membenarkan ucapan adik iparnya.
"Ya sudah, kalau begitu ibu simpan dulu baju ini di dalam lemari," kata ibu merasa sedih.
Dua jam sudah mereka berada di rumah mertuanya dan akhirnya mereka pulang ke rumah yang mertua yang mereka tempati sebab saudara bang Jali sudah memiliki rumah masing-masing.
"Kamu bawa pulang apa, dek?" Tanya Bang Jali saat mereka sampai di rumah.
"Ayam rendang sama telur bang, tadi Meli bawa masakan banyak jadi ibu sisihkan untuk kita. Mau nolak tapi gak enak," kata Lili tersenyum canggung, Jali hanya menoleh sebentar ke arah istrinya kemudian mengunci pintu rumah.
Lili membawa rantang ke dapur untuk menuangkan rendang ayam di dalam Wadah kemudian memasukkannya ke dalam kulkas agar nanti waktu sahur di hangatkan kembali.
Dua susun berisi gulai rendang dan telur sedangkan dua lagi berisi kue risol dan bakwan, melihat risol membuat wanita berlesung pipi itu ingin menyantap dengan suaminya.
"Bang mau makan kue?" Tanya Lili soalnya kini sudah pukul 10 malam, biasa mereka akan langsung tidur jika tidak ada kegiatan yang lain.
"Boleh, lagian Abang juga masih laper," kata bang Jali tersebut menghampiri istrinya yang masih berada di dapur.
Bang jali mencomot satu risol kemudian memasukkannya ke dalam mulut, Lili hanya tersenyum melihat tingkah suaminya. Kemudian ia pun ikut duduk di samping suaminya menikmati risol yang di berikan mertuanya tadi.
"Risolnya enak ya bang," kata Lili juga mengambil satu risol kemudian menggigitnya.
"Iya Dek," kata Bang Jali mengangguk.
"Oh ya bang, tadi saat di sana ibu memberikan aku baju tapi aku tolak," kata Lili santai.
Bang Jali yang sedang makan berhenti mengunyah dan menatap istrinya.
"Kenapa di tolak?" Tanya Jali pada istrinya.
"Aku tidak mau menyakiti hati kamu bang dengan menerima pemberian ibu," kata Lili menatap mata suaminya.
"Hem... Seharusnya kamu terima saja dek. Dengar ya yang Abang katakan, kamu memang istri Abang tapi sebelum kamu bersama abang kamu adalah putri ibu dan bapak jadi kamu tidak boleh menyakiti hatinya. Jika ibu berikan ambil tapi jangan meminta," kata Jali merasa bersalah pada istrinya, dia sadar jika ia belum membeli baju baru untuk istrinya.
"Makasih ya bang, aku pikir kamu akan marah jika aku mengambil baju pemberian dari ibu," kata Lili tersenyum.
"Abang tidak akan marah jika kamu tidak memintanya, Abang pun minta maaf belum bisa memberikan yang terbaik untuk kamu. Abang masih banyak kurangnya bahkan untuk menafkahi kamu saja Abah masih banyak kurangnya," kata Bang Jali menatap sang istri tercinta, wanita yang dia persunting dua tahun yang lalu tapi belum di karunia anak sampai saat ini.
"Abang jangan berkata seperti itu, selama ini abang sudah berusaha memberikan yang terbaik untuk adek. Hanya saja Allah belum memberikan rezeki yang lebih untuk kita," kata Lili dengan air mata yang sudah menganak sungai di pelupuk mata.
"Terimakasih dek, ya sudah kita tidur yok! Nanti sahurnya takut terlambat lagi," kata Bang Jali tidak ingin terus larut dalam kesedihan, ia yakin di balik kesedihan yang dia alami akan ada kabahagian yang menanti mereka.
"Iya bang, lagian adek juga udah ngantuk," kata Lili ikut beranjak ke kamar menggandeng tangan suaminya.
"Bang kapan ya kita di kasih momongan," kata Lili kini merebahkan tubuhnya di atas ranjang.
"Sabar dek, Allah masih belum mempercayakan kita. Kita terus saja meminta kepadanya tanpa mengeluh, nanti di saat waktu yang sudah tepat pasti Allah takdirkan," kata Bang Jali ikut berbaring di samping istrinya, membawa kepala istrinya untuk tidur lebih dekat dengannya.
Lili hanya mengangguk kemudian memejamkan mata untuk tidur.
****
"Bang, bangun! Udah sahur," Lili menggoyangkan tubuh suaminya.
"Hem... Memangnya sudah pukul berapa dek?" Tanya Bang Jali masih merem melek, semalam ia tidak bisa tidur memikirkan kehidupannya ke depan bagaimana.
"Pukul 04 pagi, Bang! ayo bangun," kata Lili lagi, melihat suaminya sudah duduk Lili berjalan keluar menuju dapur, menyiapkan makan sahur untuk mereka berdua.
Bang Jali keluar dengan sempoyongan menuju kamar mandi yang ada di dapur, matanya ingin terpejam tapi waktu sahur sudah tiba membuat ia harus terjaga meski hanya beberapa menit.
"Loh, makanannya udah kamu panasin dek?" Tanya bang jali.
"Sudah, kan cuma di panasin bang bukan di masak," kata Lili tersenyum.
"Sudah, kita makan sekarang nanti ke buru imsak kalau ngomong terus," kata Lili lagi mendapatkan anggukan oleh suaminya.
Usai menyantap sahur, Lili tidak tidur lagi. Dia lebih memilih untuk mencuci piring dan membereskan rumah sedangkan bang Jali memilih kembali bergulat dengan tempat tidur.
Mentari mulai terbit, suasana pagi ini sedikit mendung tapi tidak sampai hujan. Bang Jali bangun menemui Lili yang sedang menyapu di halaman rumah.
"Dek, Abang ke kebun dulu ya," kata bang jali pamit.
"Memangnya ngapain ke kebun bang?" Tanya Lili berhenti menyapu.
"Kemarin Abang lihat buah jengkol kita sepertinya sudah bisa panen jadi Abang mau metik jengkol kita biar nanti bisa di jual ke pasar," kata bang jali lagi.
"Lili boleh ikut gak bang,"
"Gak usah, kamu di rumah aja nanti siap panen Abang langsung bawa jengkolnya bek pasar. Nanti adek capek kalau ikut ke kebun," kata bang Jali tidak ingin istrinya ke kebun, merasakan capek karena ia sedang berpuasa.
"Ya sudah kalau begitu, Abang hati-hati ya," kata Lili selesai menyapu halaman rumah.
"Kalau begitu Abang pergi dulu," kata bang jali memegang satu karung di tangan kiri dan parang di tangan kanan.
Lili hanya mengangguk kemudian masuk ke dalam rumah, ia merasa gerah dan memilih untuk mandi karena dari tadi ia terus berkutat dengan pekerjaannya.
#Kakak ipar SERAKAH 3
Lili terbangun saat mendengar suara orang tertawa di halaman rumahnya, ia pun bangun dan pergi ke kamar mandi untuk mencuci muka. Ternyata ia baru sadar habis mandi ia tidur karena sangat mengantuk, ia melirik jam ternyata sudah pukul 12 siang tapi tidak ada tanda-tanda suaminya sudah pulang.
Lili pun memilih pergi ke depan karena mendengar suara ibu-ibu, ternyata ada orang yang jual baju.
"Eh kamu Li, sini duduk! Sekalian lihat baju-bajunya, mungkin saja ada minat," kata Bu Lusi tetangga samping rumah, tetangga yang paling kepo dengan kehidupan orang lain.
Lili hanya tersenyum, sesekali Lili melirik ke arah baju daster yang di pegang oleh Bu Lusi.
"Eh iya Bu, nanti saya kesitu! Saya nunggu bang Jali dulu," kata Lili tersenyum.
"Sudah, kesini aja dulu lihat baju dasternya. Gamisnya juga ada lho, kamu kan gak pernah beli baju daster tuh. Mumpung ada abang jualan baju sebaiknya di beliin," kata Bu Rita ikut menimpali obrolan mereka.
"Iya Bu, nanti aku juga beliin kok tapi aku nunggu bang Jali dulu. Mana tahu kan nanti bang Jali udah beli bajunya di pasar," kata Lili mencoba menyembunyikan pada orang jika ia memang sekali tidak memiliki uang. Untuk sehari-hari aja susah apalagi membeli baju.
"Oh ya sudah," kata Bu Rita, Bu Lusi cuma mencebik seakan menghina Lili yang tidak pernah membeli baju.
Tak lama, Bang Jali pulang dengan motor matic miliknya. Terlihat beberapa kantong kresek di jok belakang, bang Jali turun dengan wajah tersenyum pada istrinya yang kini sedang menunggu di depan pintu.
"Sedang apa, Dek?" Tanya Bang Jali.
"Lagu nungguin Abang pulang, gimana ada rezekinya bang?" Tanya Lili lagi tersenyum, Bu Lusi yang sedang melihat baju sekali-kali melirik ke arah Lili dan suaminya, kebetulan rumah mereka memang berdekatan jadi ia bisa melihat apa yang di lakukan suami istri itu.
"Alhamdulillah, ada dek! Ini uang satu juta hasil panen tadi dan ini juga tadi Abang beli baju daster buat adek, tadi Abang lewat di pasar lihat baju daster bagus," kata Bang Jali menyodorkan kantong kresek pada sang istri dan uang dengan lembaran berwarna mereah.
Bu Lusi yang melihat uang yang di berikan Jali pada istrinya membuat Bu Lusi melotot, kemudian berjalan pelan-pelan ke arah mereka berdua.
"Wah, banyak uang Jal. Ibu pinjam dong," seru Bu Lusi tanpa rasa malu padahal dari tadi ia terus mengejek Lili.
"Wah, maaf sekali Bu! bukannya gak mau kasih pinjam tapi uangnya sudah aku serahkan uangnya pada Lili. Jadi terserah istri saya mau di kemanakan uang itu," kata Bang Jali tersenyum meski merasa tak enak dengan Bu Lusi.
"Dek, Abang ke dalam dulu ya! Abang mau istirahat," kata bang Jali.
"Iya, bang! Bu, kita masuk ke dalam dulu ya," kata Lili ikut bangkit dari tempat duduknya.
"Eh tunggu, ibu pinjam uang dong soalnya ibu mau beli gamis nanti ibu balikin kalau ibu udah punya uang," kata Bu Lusi bermuka manis di depan Lili padahal jika di belakang Bu Lusi sering bergosip tentang Lili.
"Maaf ya, Bu. Bukan gak mau pinjamin tapi kebutuhan aku masih banyak yang belum ke beli," kata Lili hati-hati tidak ingin menyakiti perasaan tetangganya.
"Kan uangnya banyak itu, Li. Ibu pinjam 500 ribu aja deh," kata Bu Lusi tetap ngotot.
"Maaf ya, Bu. Aku benar-benar gak bisa kasih pinjaman sama ibu, kalau begitu aku masuk dulu," kata Lili melangkah lebih cepat masuk ke dalam rumah kemudian menutup pintu.
"Dasar pelit," omel Bu Lusi.
"Gimana Bu Lusi, jadi beli pakaiannya soalnya saya juga mau ke kampung sebelah," kata kang jualan.
"Gak jadi soalnya warna gak cocok sama kulit saya, Nih bajunya saya mau masuk ke dalam dulu," kata Bu Lusi mengembalikan baju tadi yang dia pegang padahal ia memang ingin sekali baju itu biar sama dengan Bu Rita tapi karena tidak punya uang, ia memilih mengembalikan.
"Loh, kok jadi Bu! Kalau gak punya uang, Bu Lusi boleh kok ngutang sama saya dulu," kata Bu Rita tersenyum, ia sangat tahu dengan sahabatnya satu ini pasti tidak punya uang untuk membeli baju.
"Eh gak usah, saya gak jadi ngambil karena memang gak cocok sama saya," Kilah Bu Lusi.
"Oh ya sudah, kang bungkusin baju ini untuk saya ya," kata Bu Rita.
Bu Lusi masuk ke rumah sembari menutup pintu dengan kasar, sedangkan di samping rumahnya Lili duduk di samping suaminya yang kini sedang menonton Tv.
"Gak jadi tidur bang?" Tanya Lili.
"Gak dek, belum ngantuk! Tadi Bu Lusi jadi minjam uang sama kamu?" Tanya Bang Jali masih fokus menonton tv.
"Gak Lili kasih, Mas! Soalnya sebagian uangnya mau di tabung dan sebagian lagi untuk belanja kita ke depan," kata Lili lagi.
"Pasti Bu Lusi marah sama kamu dek, kan biasanya memang begitu kalau tidak di kasih pinjam," kata Bang jali tersenyum.
"Owalah bang, buat makan kita aja susah! Kalau kasih pinjam sama Bu Lusi nanti kita makan apa? Oh ya Mas, terimakasih ya udah beli baju daster untuk aku," kata Lili bahagia melihat baju daster yang di belikan oleh suaminya.
Meski hanya sekedar daster, tapi Lili sangat senang di belikan baju daster apalagi baju dasternya yang tidak layak pakai lagi.
"Sama-sama, Dek. Maaf, Abah cuma bisa beli baju dasternya saja. Belum bisa beli baju bagus untuk mu dek," kata bang Jali.
"Tidak apa-apa bang, Abang beli ini aja aku udah senang kok. Aku simpan di kamar dulu ya bang," kata Lili berangkat dari tempat duduknya, bang Jali hanya mengangguk.
Rasa lelahnya terganti dengan senyuman di wajah istrinya, ia ingin selalu memberikan yang terbaik untuknya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!