"Brengsek! Apa-apaan ini? Kenapa kalian tidak becus bekerja. Bagaimana anggaran keluar sebanyak itu tapi proyek belum selesai juga? Apa yang sebenarnya kalian kerjakan?"
Gamma membanting beberapa berkas ke meja hingga menimbulkan suara yang begitu berisik. Di depannya sudah ada beberapa pegawai kantor yang menangani proyek pembangunan Mall yang dikerjakan di kota Batam.
Gamma Emiliano Johnson, pria yang kerap di sapa Gamma itu merupakan pemimpin perusahaan yang dikenal dengan sikapnya yang dingin dan angkuh. Di umurnya yang menginjak 27 tahun, Gamma termasuk pengusaha muda yang sangat sukses di negara Indonesia.
Parasnya juga mempesona dengan mata hitam seperti Galaxy malam. Tak akan ada satu orang pun yang mengatakan kalau Gamma tidak tampan. Namun sayang sekali, Gamma sudah memiliki istri yang ia nikahi dua tahun yang lalu.
"Tuan, sepertinya kesalahan bukan ada pada pegawai kita. Kontraktor yang menangani proyek ini sepertinya memang belum bisa memenuhi targetnya." Luna mencoba menenangkan bossnya yang begitu emosi. Sebagai seorang sekretaris, ia juga harus berusaha menjaga mood bossnya ini tetap bagus agar pekerjaannya juga lancar.
"Aku tidak mau tahu, kalau sampai besok tidak ada laporan apapun lagi. Siap-siap kalian angkat kaki dari sini kalian!" Gamma sama sekali tidak menggubris perkataan sekretarisnya itu, ia segera meninggalkan ruangan meeting dengan segala emosinya.
Gamma memutuskan langsung pulang ke rumahnya, berharap bisa menenangkan diri dengan berbicara dengan istrinya. Tapi sialnya istrinya itu tidak ada di rumah.
"Kemana Clarissa?" Gamma bertanya pada asisten rumah tangannya dengan nada begitu kasar.
"Nona Clarissa mengatakan kalau ada pemotretan di kota Bandung Tuan," sahut assisten rumah tangga begitu takut melihat Gamma.
"Shittt!!!" Gamma berdecih kesal, istrinya itu selalu saja pergi tanpa meminta izin darinya, padahal Gamma sudah berulang kali mengatakan agar istrinya berhenti dari pekerjaannya, tapi Clarissa justru akan marah jika ia terus melakukan hal itu.
"Apa gunanya aku memiliki istri kalau selalu saja begini," gerutu Gamma membanting tubuhnya ke kasur dengan keras. Kadang ia merasa begitu lelah dengan kehidupan rumah tangannya yang semakin hari semakin hampa. Wanita yang ia nikahi dan berharap bisa membangun sebuah keluarga impian, nyatanya tak seperti yang diharapkan.
Gamma mencoba menghubungi istrinya, ingin menanyakan dimana wanita itu berada, tapi Carissa sama sekali tidak mengangkatnya membuat kekesalan Gamma semakin meningkat.
"Kurang ajar! Beraninya dia tidak mengangkat teleponku," kesal Gamma berulang kali menghubungi istrinya, tapi tetap tidak ada sahutan sama sekali.
"Kemana sebenarnya dia? Apa aku menyusulnya saja ke Bandung?" gumam Gamma berpikir sejenak.
Setelah beberapa saat, ia akhirnya menghubungi sekretarisnya Luna.
"Halo Tuan?"
"Malam ini ikut aku ke Bandung, aku akan menjemputmu satu jam lagi, bersiaplah."
******
Sumpah demi apapun, Luna rasanya ingin sekali mengumpat kepada atasannya itu. Ia bahkan belum mengistirahatkan tubuhnya sama sekali, tapi Gamma sudah meneleponnya dan mengatakan untuk segera bersiap.
"Dasar bos sialan, kalau bukan karena aku butuh pekerjaan ini, aku lebih baik keluar saja," gerutu Luna menyeret langkah kakinya yang malas, ia harus tampil cantik untuk pergi bersama bossnya itu. Sebenarnya bukan masalah apa, ia hanya merasa minder kalau harus pergi dengan bossnya yang begitu kinclong, ia berdandan biasa saja.
Tepat satu jam kemudian, Luna sudah bersiap dengan pakaian santainya. Baju atasan Sabrina dengan rok di atas lutut, tak lupa high heels hitam yang membalut kaki jenjangnya yang indah. Dilihatnya Gamma sudah standby dibalik kemudi mobilnya.
"Tuan menyetir sendiri?" Luna bertanya heran.
"Diam dan cepat masuk, jangan membuang waktuku!" seru Gamma sedikit melirik sekretarisnya yang terlihat njir cantik.
Luna mengerucutkan bibirnya kesal, tak ingin membantah karena tak ada gunanya juga. Ia segera masuk ke dalam mobil, tapi ia kaget saat tiba-tiba mendekatkan dirinya.
"Tuan mau apa?" seru Luna langsung menjauhkan dirinya.
Gamma mendengus kecil. "Aku hanya akan memasang ini, buang jauh-jauh pikiran kotormu itu. Percayalah aku tidak akan tergoda dengan tubuh ratamu," tukas Gamma menarik sabuk pengaman untuk Luna lalu memasangkannya.
Luna langsung berwajah masam, bosnya ini memang kalau berbicara tidak pernah difilter dulu. Apa memang tubuhnya tidak semenggoda itu? Luna jadi penasaran, apakah benar Gamma tidak akan tergoda olehnya?
"Apa kau sudah menyiapkan apa yang aku minta?" tanya Gamma di sela-sela kebisuan selama perjalanan.
"Sudah Tuan, saat ini Nona Clarissa sedang melakukan pemotretan di lokasi XXX, saya sudah mengeceknya tadi." Luna menyahut dengan begitu lugas.
Gamma hanya mengangguk singkat, ia kembali fokus menyetir mobilnya. Perjalanan dari Jakarta ke Bandung hanya memakan waktu dua jam. Mereka tiba dilokasi pemotretan Clarissa setelah menambah waktu selama setengah jam.
"Kau yakin ini lokasinya? Kenapa sepi sekali?" Gamma sedikit bingung saat melihat tempat yang di maksud Luna itu kosong.
"Sepertinya sudah selesai Tuan, sebentar ..." Luna segera membuka tabletnya, ia melihat dimana saat ini istri bossnya berada.
"Lain kali pastikan semuanya dengan benar, benar-benar membuang waktu," sergah Gamma kembali kesal karena tidak menemukan istrinya.
"Tadi Nyonya Clarissa memang disini, tapi sekarang beliau sedang berada di club Night Heaven," kata Luna melaporkan dimana Clarissa saat ini.
"Di club?"
*****
Luna mengikuti Gamma yang membelah lautan manusia di club yang sangat berisik itu. Disana mereka langsung mencari Clarissa karena Gamma belum puas jika belum menemukan istrinya itu.
"Bukannya itu Nona Clarissa?" Kata Luna menunjuk wanita yang sedang bercumbu mesra dengan seorang pria di salah satu kursi.
Mata Gamma membulat sempurna, ia langsung tahu kalau wanita itu memang istrinya. "Bang sat! Beraninya kau Clarissa!" Gamma melangkahkan kakinya lebar-lebar untuk menghampiri istrinya, tapi kedua makhluk tadi sudah pergi terlebih dulu.
Gamma tahu pasti kedua orang itu akan meneruskan cumbuan panas tadi di kamar, ia bergegas masuk ke area kamar yang biasanya ada di club. Gamma sudah cukup hafal dengan kondisi club karena ia juga sering ke tempat itu.
"Ba ji ngan! Kemana perginya mereka? Aku benar-benar akan membunuhnya!" Gamma berteriak marah seraya menendang satu persatu pintu kamar itu.
"Tuan! Anda bisa ditangkap kalau seperti ini, kita harus pergi," kata Luna menarik tangan Gamma agar menghentikan kelakuannya itu.
"Lepaskan aku! Biarkan aku mencari ja la ng itu!" Sentak Gamma menarik tangannya kasar.
Saat ia akan pergi, tiba-tiba ia mendengar suara wanita yang sangat familiar dari sebuah kamar yang tidak tertutup rapat. Ia mendekat untuk melihat apakah wanita itu adalah Clarissa.
Tapi sebelum itu terjadi, Luna sudah lebih dulu menarik tangannya lalu mencium bibirnya. Gamma tentu sangat terkejut dengan apa yang dilakukan oleh Luna.
Happy Reading.
TBC.
Hai Hai guys, balik lagi dicerita author Virzha yak ....
Jangan lupa tekan tombol like, komen dan subscribe ya guys ...
Selamat membaca, semoga suka dan jatuh cinta yakk ...
Bonus Visual Gamma dan Luna_
Gamma membesarkan matanya saat Luna mencium bibirnya, ia tahu ini semua salah, ingin menolak dan mendorongnya menjauh tapi Luna justru menarik lehernya hingga ciuman mereka semakin dalam.
Luna segera melepaskan ciumannya setelah beberapa saat, nafasnya terengah-engah dan wajahnya memerah malu.
"Apa yang kau lakukan?" Gamma bertanya dengan suara beratnya, rasanya masih tidak rela jika ciuman mereka sesingkat itu.
"Untuk apa Tuan datang kesana? Melihat hal yang akan menyakiti hati Anda sendiri?" Ucap Luna seadanya.
"Lalu? Aku harus diam saja melihat istriku berselingkuh di depan mataku?" Sergah Gamma menatap Luna sangat tajam.
Luna berdecak kesal, ia memandang Gamma yang tubuhnya sangat tinggi itu. "Mereka saja bisa berselingkuh, kenapa Tuan tidak melakukan hal yang sama?" Kata Luna mengulas senyuman yang tak biasa.
Gamma menyipitkan matanya, ia tak mengerti dengan maksud perkataan Luna. "Apa maksudmu?" Tanyanya yak mengerti.
"Tuan Gamma tahu, orang yang sudah berkhianat akan tetap berkhianat meskipun sudah ketahuan. Jadi daripada membuang waktu dengan membongkar kejahatan mereka, lebih baik Tuan membalasnya dengan cara yang sama." Luna langsung menjelaskan apa yang ia maksud.
Gamma menarik sudut bibirnya, ia lalu menarik pinggang Luna hingga tubuh mereka menempel erat. "Apa maksudmu kau sedang memintaku untuk berselingkuh denganmu Luna?" Ujar Gamma.
"Tidak juga, aku hanya tidak ingin Tuan terlihat menyedihkan dengan melihat istrinya sendiri sedang berselingkuh. Hidup hanya satu kali, untuk apa membuang waktu untuk hal yang tidak perlu," sahut Luna lagi.
"Kau benar, memang seharusnya aku melupakan wanita murahan itu. Apakah kau mau membantuku?" Kata Gamma memandang Luna dengan tatapan mata yang tak biasa.
"Membantu apa?" Luna bertanya dengan kerutan di dahinya, perasaannya mulai tak enak melihat tatapan mata seindah galaxy malam itu.
"Membantuku membalas mereka," ujar Gamma menjelaskan.
"Dengan cara?" Luna mengangkat alisnya.
"Dengan cara yang sama dengan yang mereka lakukan." Gamma menjawab dengan lugas tanpa keraguan sama sekali.
Luna begitu terkejut mendengar permintaan atasannya, mulutnya seolah langsung terkunci hingga kesulitan berbicara. Entah apa yang dipikirkan Luna saat itu, tapi ia tidak menolak saat Gamma menarik tangannya menuju salah satu ruangan yang di pesan dadakan olehnya.
"Tuan, apa maksudnya ini?" Luna tahu pertanyaannya itu terdengar begitu bodoh, tapi ia hanya merasa sangat gugup luar biasa.
"Apa kau keberatan jika aku memintamu untuk melakukan hal ini?" Tanya Gamma menghimpit tubuh Luna di belakang pintu yang baru saja tertutup.
Luna menelan ludahnya kasar, ia menatap Gamma dalam-dalam, wajahnya tak banyak berubah dari yang dia ingat puluhan tahun yang lalu, malah ia merasa Gamma sekarang semakin tampan dan terlihat dewasa. Benar-benar tidak berubah dan selalu menggetarkan hatinya, tapi sayang sekali Gamma tak mengingatnya, padahal ia sangat mencintai pria ini.
"Tuan ini apa-apaan? Tuan sudah punya istri, kita tidak bisa melakukannya Tuan," tolak Luna masih punya akal sehat untuk tidak menolak tawaran gila itu.
"Lalu kenapa kau harus menghalangiku, biarkan aku menangkap basah kedua pengkhianat itu," kata Gamma cukup tidak mengerti dengan jalan pikiran Luna, ia pikir wanita ini mau bercinta dengannya agar ia bisa membalas Clarissa, tapi nyatanya Luna malah menolaknya.
Gamma segera pergi kembali setelah Luna menolak dirinya, ia mencari Clarissa di kamar yang dilihatnya tadi. Namun, sesampainya disana ia malah tidak menemukan istrinya. Hanya sosok pria yang tadi bersama Clarissa tapi bersama wanita yang berbeda.
"Hei! Beraninya kau masuk kemari!" Pria itu berteriak penuh amarah saat melihat sosok Gamma.
Gamma berdecih, ia keluar meninggalkan kamar. Wajahnya berpikir keras, ia sangat yakin kalau wanita yang dilihatnya tadi adalah istrinya Clarissa. Tapi kenapa sekarang sudah berubah.
"Apa aku salah lihat?" Gumam Gamma mengingat-ingat kembali apa yang dilihatnya tadi.
"Tuan ..."
Gamma menoleh saat mendengar suara Luna, ia melirik wanita itu tajam. Tanpa mengatakan apapun, Gamma segera kembali ke club, ia memesan minuman untuk menenangkan otaknya yang cukup panas. Hatinya sangat-sangat kesal, niat hati ingin mencari istrinya, tapi sekarang entah kemana sosok istrinya.
"Tuan, kenapa Anda minum? Apa Tuan lupa kalau Tuan punya penyakit lambung, ayo hentikan ini," ujar Luna menahan tangan Gamma saat pria itu akan meminum alkohol.
"Jangan mengaturku! Kau itu hanya sekretarisku Luna!" Bentak Gamma menarik kembali gelas yang berisi alkohol lalu menegaknya sampai habis.
"Aku memang sekretaris Tuan, dan memastikan Tuan baik-baik saja adalah tugasku. Ayo hentikan ini," kata Luna mendesis kesal.
"Aku bilang jangan mengaturku! Pergilah dari sini Luna!" Gamma semakin marah dengan Luna, ia mendorong wanita itu dengan kasar dan malah menegak alkohol itu dari botolnya langsung.
Luna tentu sangat kesal, ingin menahan tapi yang ada hanya akan membuat Gamma marah. Akhirnya ia menyingkir tapi tidak jauh dari Gamma, ia tidak ingin ada wanita liar yang memanfaatkan keadaan Gamma nantinya.
Gamma minum sangat banyak hingga ia teler, kepalanya terasa sangat berat dan mulutnya tidak henti merancau. Gamma terngiang-ngiang saat dirinya berciuman dengan Luna tadi, rasanya ia ingin sekali mengulanginya kembali.
"Luna ..." gumam Gamma terus saja merancau.
Luna mendengus kecil setelah melihat Bosnya itu sudah teler. Ia segera meminta bantuan orang untuk membawa Gamma ke mobil, ia juga mengurus reservasi hotel untuk tempat mereka menginap.
"Sungguh merepotkan, sudah dibilang jangan mabuk, tapi masih aja nekat. Dasar Tuan keras kepala," gerutu Luna melirik Gamma yang tidak sadarkan diri bersandar dimobil.
Luna segera membawa mobil Gamma ke hotel terdekat, sesampainya disana ia harus bersusah payah untuk memapah tubuh Gamma yang tidaklah ringan itu. Luna langsung menghempaskan Gamma ke ranjang dengan keras dan ia ikut menghempaskan dirinya.
"Sialan! Dia ini berat sekali, apa dosanya terlalu banyak makanya sangat berat?" Luna menggerutu kesal seraya mengatur nafasnya yang ngos-ngosan.
"Air ..." Gamma terdengar merancau dengan mata terpejam.
Luna lagi-lagi mendengus kesal, dengan malas ia menarik dirinya untuk mengambilkan air untuk Gamma. Namun, sebelum ia beranjak, ia malah ditarik dengan kasar hingga jatuh kepelukan Gamma.
"Tuan!" Teriak Luna terkejut.
"Kau mau kemana? Beraninya kau mempermainkanku," ujar Gamma menatap Luna begitu tajam, matanya memerah dan cukup menyeramkan.
"Tuan mabuk, lepaskan aku," kata Luna berontak agar terlepas dari pelukan Gamma.
"Siapa bilang aku mabuk? Aku tahu kau Luna, sekertaris kecil yang beraninya mempermainkanku," kata Gamma semakin menajamkan tatapannya.
"Tuan ini bicara apa? Cepat lepaskan, aku akan mengambil minum untuk Tuan," ujar Luna sangat yakin kalau Gamma mabuk, bau alkohol begitu menyeruak hingga cukup mual bagi Luna.
Gamma terlihat mengerutkan dahinya, ia menatap Luna lekat-lekat, entah kenapa wajahnya tiba-tiba berubah menjadi Clarissa istrinya. Gamma menggelengkan kepalanya untuk memastikan siapa wanita yang ada dihadapannya itu.
"Clarissa?"
"Aku Luna Tuan, cepat lepaskan aku!" Seru Luna terus saja berontak, ia mulai takut jika Gamma akan macam-macam dengannya.
"Kau mau kemana lagi? Sudah cukup waktumu berkeliaran, sekarang waktumu hanya untukku.
Gamma benar-benar mengira kalau Luna adalah istrinya, ia tanpa aba-aba langsung mencium bibir Luna dengan ganas dan cepat. Ia juga menekuk kedua tangan Luna diatas kepala agar wanita itu tidak bisa bergerak.
"Tuan!" Luna berteriak kecil saat Gamma mengigit bibirnya. Ia kaget saat tiba-tiba pria itu malah menciumnya. "Tuan sadarlah, aku Luna!" Teriak Luna sekali lagi menyadarkan Gamma yang tengah mabuk itu.
"Luna?" Gamma mengerutkan dahinya, kali ini ia bisa melihat Luna dengan jelas.
Namun, entah setan apa yang merasuki Gamma, ia bukannya berhenti tapi ia justru mencium bibir Luna lebih panas dari sebelumnya.
Happy Reading.
TBC.
Luna membesarkan matanya kaget, ia awalnya masih terus berontak. Tapi ia juga merasa lelah, akhirnya ia hanya pasrah saat Gamma mulai menciumnya kembali. Ia bahkan memberanikan diri untuk membalas ciuman Gamma.
Gamma semakin tidak bisa mengendalikan dirinya, dirinya yang setengah mabuk mulai hilang akal saat merasakan bibir manis sekretarisnya itu. Dalam hitungan menit saja ia sudah melepas kain yang membungkus tubuh Luna dan dirinya sendiri.
"Tuan ..." Panggil Luna dengan tatapan sayunya seolah memanggil Gamma untuk melakukan hal lebih.
Melihat hal itu benar-benar membuat Gamma begitu tergoda. Ia tidak memikirkan jika saat ini dia seorang pria yang sudah beristri, ia malah segera melepas semua kain yang tersisa hingga mereka sama-sama polos.
"Oh my God!" Luna berteriak kecil saat melihat tongkat ajaib milik Gamma.
"Bersiaplah Luna, dia pasti akan merobek mu sekarang juga," batin Luna bergidik ngeri.
Gamma tersenyum saat melihat Luna membuang pandangannya, ia kembali mencium bibir wanita itu seraya mengarahkan tongkat ajaibnya ke lembah basah yang sudah menunggunya. Tapi Gamma heran saat ia sangat kesusahan menerobos milik Luna.
"Luna, kenapa susah sekali?" Tanya Gamma bingung, ia menatap Luna hanya memejamkan matanya seraya mencengkram lengannya kuat.
"Jangan bilang kau masih perawan?!" Gamma berseru dengan mata yang membulat sempurna.
Luna mengigit bibirnya, ia memandang Gamma dengan tatapan sayu nya. Tubuhnya begetar hebat menahan rasa sakit itu.
"Sialan! Aku tidak akan melakukannya!" Gamma mengumpat kesal, ia ingin mencabut miliknya yang masih terbenam sedikit tapi Luna malah melingkarkan kakinya.
"Cepat selesaikan ini Tuan, ini sangat sakit!" Teriak Luna menarik tangan Gamma untuk menciumnya kembali.
"Kau pasti akan menyesal Luna, percayalah aku tidak akan melepaskanmu!" Gamma menekuk kedua tangan Luna diatas kepala lalu mencium bibirnya dan mendorong miliknya kembali dengan sedikit kuat hingga ia berhasil merobek selaput itu.
Luna mencakar punggung Gamma untuk melampiaskan rasa sakit itu. Setitik air mata langsung keluar dari sudut matanya, namun ia tidak menyesal karena sudah memberikan miliknya yang berharga untuk pria yang dicintai.
Gamma mengeram rendah, sumpah demi apapun ia merasa hampir gila karena berhasil memiliki Luna. Ia sama sekali tidak menyangka kalau Luna masih perawan dan ia yang pertama kali mengambil keperawanannya. Luna benar-benar berbeda, tidak seperti Clarissa yang sudah tidak perawan saat mereka menikah dulu.
"Luna, oh shitttt!" Gamma mengerang pelan seraya menciumi leher Luna. Semalaman penuh Gamma menggagahi sekretaris cantiknya itu, ia benar-benar merasakan kenikmatan yang luar biasa dan merasa begitu terpuaskan.
"Tuan, aku lelah ...." Luna merasakan sendi-sendinya ingin copot dari tempatnya. Matanya sudah mengantuk dan tubuhnya sangat pegal, tapi sepertinya Gamma masih belum ingin berhenti. Luna yakin kalau besok ia pasti tidak akan bisa berjalan.
******
Keesokan harinya Luna terbangun saat sinar matahari menerobos masuk ke dalam kamar melalui celah jendela yang sedikit terbuka. Ia mendesis pelan saat merasakan seluruh tubuhnya terasa remuk, apalagi di daerah intinya, terasa begitu perih dan nyeri.
Luna lalu melirik sampingnya dimana Gamma masih tertidur lelap dengan tangan yang menimpa perutnya. Luna terdiam memandang wajah Gamma yang begitu tampan meskipun dalam keadaan tidur, Luna memberanikan diri untuk menyentuh pipi Gamma.
"Kenapa harus kau?" batin Luna sendu pandangannya. Dari sekian banyak pria di dunia ini, kenapa ia justru jatuh cinta pada seorang pria yang sudah beristri.
Luna tidak tahu apa yang terjadi setelah ini, ada setitik rasa penyesalan dalam dirinya karena sudah begitu ceroboh memberikan mahkotanya kepada Gamma. Namun Luna tidak pernah sedikitpun untuk merebut pria itu dari istrinya, ia lebih memilih mencintai Gamma dalam diamnya.
"Apa kau sudah puas melihatku?"
Luna begitu terkejut saat mendengar suara Gamma, ia segera menarik tangannya menjauh tapi ia kalah cepat dari Gamma yang lebih dulu menangkapnya.
"Tuan sudah bangun?" Ucap Luna terbata-bata.
Gamma tersenyum kecil, ia membuka matanya perlahan hingga matanya menatap sosok wanita cantik di depannya. "Kau yang membangunkan ku," sahut Gamma dengan senyum indahnya.
"Ehm, kalau begitu lebih baik kita pulang saja. Sepetinya sudah sangat siang, aku juga lupa harus mengatur jadwal meeting Tuan," kata Luna mengalihkan pandangannya, ia tidak kuat jika di tatap seperti itu terus oleh Gamma.
Gamma mengerutkan dahinya, ia menahan tangan Luna sebelum wanita itu beranjak. "Apa kau baik-baik saja? Masih sakit atau tidak?" Tanya Gamma mengelus lembut pipi Luna.
Luna mematung, tubuhnya seolah sulit untuk digerakkan. "Aku tidak apa-apa Tuan, kita harus pergi darisini," kata Luna benar-benar tidak ingin terlena, sudah cukup tadi malam ia lupa segalanya hingga kehilangan mahkotanya, sekarang tidak lagi.
"Luna, aku akan tanggung jawab," ucap Gamma merasa bersalah karena sudah mengambil keperawanan Luna.
"Tanggung jawab seperti apa yang Tuan maksud?" Tanya Luna menekuk wajahnya.
"Aku akan menikahimu." Jawaban Gamma membuat Luna begitu kaget.
"Menikah? Kau gila ya? Kau sudah punya istri, bagaimana bisa kau menikahiku?" Sentak Luna menarik tangannya dari dekapan Gamma.
"Aku bisa menceraikan Clarissa," kata Gamma begitu enteng, toh istrinya juga sudah ketahuan selingkuh, jadi untuk apa dia mempertahankan rumah tangga mereka.
"Semudah itu Tuan berkata bercerai?" Luna tersenyum sinis mendengar ucapan Gamma.
Kata perceraian adalah hal yang paling Luna benci karena dia adalah anak korban perceraian orang tua. Luna tidak ingin jika hal itu akan terjadi kepada orang lain karena perceraian itu sangat menyakitkan.
"Lebih baik Tuan lupakan saja apa yang terjadi, kita anggap semalam tidak terjadi apapun antara kita berdua," lanjut Luna melipat selimut yang menutupi tubuh polosnya lalu melilitkan ditubuhnya, ia segera beranjak dari ranjang meski miliknya sangat sakit jika digunakan untuk berjalan.
"Kau menolak tanggung jawab dariku Luna? Apa kau lupa sekarang kau sudah tidak lagi gadis? Apa menurutmu masih ada pria yang akan mau denganmu jika kau sudah bekasku?" Gamma begitu geram karena Luna menolak tanggung jawab darinya. Ia paling benci dengan penolakan dan ia tidak akan bisa mengendalikan dirinya jika sudah seperti ini.
"Tentu saja ada, aku cantik, banyak ratusan bahkan ribuan pria yang mau denganku," sahut Luna asal saja.
"Jadi maksudmu setelah ini kau juga akan membuka kakimu untuk semua pria?" Gamma semakin meradang mendengar ucapan Luna.
Luna tak kalah kesalnya dengan ucapan Gamma, pria itu seolah mengaggap Luna wanita yang mudah membuka kakinya untuk sembarang pria, padahal sudah jelas kalau Gamma pria yang pertama kali menyentuh dirinya.
"Apakah Tuan harus tahu? Itu urusan pribadiku, mau aku membuka kakiku untuk siapa saja, itu bukan urusan Tuan. Lagipula kenapa Tuan harus begitu repot, jika Tuan merasa bersalah karena sudah mengambil keperawanan ku, sebaiknya kau lupakan saja apa yang sudah terjadi karena itu hanya bagian tubuhku yang tidak berharga," kata Luna bukannya membuat Gamma tenang, justru membuat pria tampan itu semakin meradang.
Gamma menendang selimut yang menutupi tubuhnya lalu menghampiri Luna dan mencengkram lengannya dengan sangat kuat.
"Tuan, sakit ...." Ucap Luna meringis, ia menatap Gamma bingung dan juga takut, baru kali ini dia melihat wajah Gamma semenyeramkan ini.
"Kau benar-benar wanita yang menguji kesabaranku Luna. Jika kau memang menolak tanggung jawab dariku, kalau begitu kita lanjutkan saja apa yang sudah dimulai." Selesai mengatakan hal itu, Gamma langsung me lu mat bibir Luna dengan penuh nafsu dan mendorong wanita itu ke ranjang.
"Ehmppttttttt ...." Luna memukul-mukul dada Gamma agar pria itu melepaskan ciuman mereka.
"Kalau kau berani membiarkan tubuhmu ini disentuh oleh pria lain, aku akan menyentuhmu seribu kali lipat," kata Gamma dengan sorot mata bengisnya, tangannya mengikat kedua tangan Luna di ranjang menggunakan dasinya hingga wanita itu tidak bisa bergerak.
"Kenapa kau begitu egois, kita sama-sama impas, untuk apa kau melakukan ini!" Teriak Luna mencoba menarik tangannya agar terlepas dari ikatan itu, ia marah namun juga tidak berdaya.
"Kau sudah menjadi milikku, wanita yang menjadi milikku tidak akan bisa lepas dari tanganku. Ingatlah hari ini Luna, kau hanya milikku," kata Gamma lalu menenggelamkan wajahnya di keharuman milik Luna yang masih sedikit memerah karena ulahnya semalam.
"Oh shitt! What the fuckk? Kau gila Gamma?" Luna mengumpat seraya mendongak frustasi saat Gamma memainkan miliknya dibawah sana, sumpah demi apapun dia ingin menendang kepala pria itu. Sepertinya keputusannya salah telah menyerahkan dirinya pada Gamma.
Happy Reading.
TBC.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!