NovelToon NovelToon

Mendadak Nikah

1

Pagi ini, baru saja Lingga Prameswari yang biasa di panggil Lingga keluar dari persembunyiannya yang tidur di teras rumah orang menuju Mansjid untuk menumpang mandi dan beribadah sholat shubuh di sana.

Baru saja, kakinya melangkah turun ke jalan untuk mencari sebuah pekerjaan baru untuk membiayai hidup sehari -harinya. Lingga sudah lama meninggalkan rumahnya, dan di biarkan kosong begitusaja, saat Ibunya meninggal dan hidupnya di kejar -kejar oleh penagih renternir yang selama ini membantunya untuk mengobati Ibunya. Lingga tidak pernah pikir panjang saat meminjam, pikirannya saat itu hanyalah ingin ibunya sembuh. Rumah petak yang kecil dan sederhana itu adalah peninggalan dari almarhum Ayahnya yang sudah tiada sejak Lingga kecil.

"Itu dia bocah tengilnya!!" teriak seorang lelaki berbadan tambun langsung mengejar Lingga. Untung saja, Lingga tersadar dengan ucapan penagih hutangtersebut dan berlari dengan kencang.

Lingga terus berlari tanpa tahu tujuan arahnya, yang terpenting ia kini selamat dari kejaran para penagih hutang yang terus memburunya kemana pun ia berada. Hidupnya seolah sudah mati, tak ada lagi harapan untuk berusaha jika aktivitasnya mulai tak nyaman dengan kedatangan para penagih hutang yang berwajah garang dan seram itu.

"Woyy ... Berhenti atau kalau ku tangkap kamu ku jadikan lemper di kasur!!" teriak seorang penagih dengan suara khas logat sukunya yang bernada tinggi dan keras serta lantang.

Lingga tak menjawab, pandangannya terus ke depan berpikir arah mana yang ingin ia lewati. tubuhnya sudah lemas karena lapar dan haus.

"Kenapa nasib gue gini amat yak? Baru lulus SMA, sudah berurusan sama renternir," ucap Lingga pada dirinya sendiri sambil menarik napas dalam untuk menambah kekuatan pada tubuhnya untuk terus berlari.

Langkah cepat Lingga terus menapaki jalanan aspal hitam menuju satu gedung yang nampak ramai di halaman parkirnya. Banyak mobil dan motor yang terparkir di sana. Mungkin saja sedang ada acara dan Lingga bisa menyelinap masuk ke dalam salah satu ruangan disana, setidaknya dia bisa duduk dan mengatur napasnya sambil beristirahat sejenak. Capek juga, lari -larian seperti ini kayak Tom and Jerry.

Lingga langsung masuk di antara keramaian orang yang sedang memasang karangan bunga dan membawa katering masuk ke dalam gedung. Sepertinya akan ada pesta pernikahan, mungkin ini waktu yang tepat bagi Lingga mencari cara untuk bisa istirahat dan makan gratis agar tubuhnya lebh bertenaga. Apa ikut bantu -bantu saja, ya? Batin Lingga pada dirinya sendiri sambil memasuki area gedung itu dan berbelok pada koridor yang penuh dengan pintu kamar.

Dengan cap cip cup, Lingga memilih satu pintu kamar dengan asal. Tanpa melihat ke depan, Lingga masuk dengan posisi membelakangi lalu menutup pintu dengan rapat. Beberapa orang besar penagih hutang itu masih mengejar Lingga dan berani ikut memasuki gedung tersebut dan mereka kehilangan jejak Lingga. Lingga terduduk di lantai dan menarik napas lega melihat beberapa orang besar itu telah berlari dan sempat berbicara keras di depan pintunya.

"Kemana gadis tengil itu!! Cepat sekali larinya!! Pasti ia masuk di salah satu kamar ini, tapi yang mana?" ucap salah satu lelaki dengan anting panjang di telinga sebelah.

"Huftt ... Hilang lagi. Kita tunggu di depan saja, kita sebar semua anggota kita untuk mencari gadis tengil itu. Dia pasti keluar dari gedung ini, cepat atau lambat, ayo keluar," ucap satu teman berbadan hitam legam dengan cepat. Lalu mereka semua keluar dari gedung tersebut untu menunggu Lingga keluar juga dari gedung tersebut.

Lingga menunduk dan berulang kali menghembuskan napasnya dengan lega.

"Siapa kamu!! Masuk kamar orang tanpa ketuk pintu!! Kamu mau mencuri? Atau memang pencuri? Sampai banyak orang tadi mengejar kamu!!" tanya lelaki yang sudah berdiri di depan Lingga denagn nada kasar dan suaranya keras.

Lingga mengangkat wajahnya dengan cepat karena terkejut. Wajahnya memerah malu dan takut.

"Ma -maaf tuan kalau saya lancang. Saya cuma ikut bersembunyi," ucap Lingga terbata lirih.

Lingga memang merasa bersalah dan ia mengakui kesalahannya itu.

Lelaki itu menatap Lingga dengan lekat dan tajam. Ide brilliannya mulai muncul di saat yang tepat. Setelah satu jam ini, ia panik bukan main karena Anggie, kekasihnya telah kabur dan membatalkan pernikahan ini sepihak dengan alasan tak cinta.

"Kamu pikir masalah mudah selesai dengan hanya minta maaf? Gak seperti itu!! Kamu pasti sedang di kejar oleh para preman tadi? Iya kan? Kamu pasti pencuri!!" ucap Hendiko denagn suara lantang.

"Ekhemmm ... Bukan tuan. Saya bukan pencuri, saya memang bersembunyi dari pengejaran preman tersebut karena saya punya hutang yang sanagt banyak pada mereka untuk membiayai Ibu yang sakit, tapi Ibu akhirnya meninggal juga, karena tidak tertolong," ucap Lingga lirih. Rasanya sedih sekali harus membicarkana soal ibunya yang telah meninggal dunia. Lingga mengusap wajahnya dengan kasar. Keringat dingin keluar dari keningnya. Lingga takut sekali, entah bagaimana hidupnya nanti kalau sampai preman itu mendapatkan dirinya.

Hendiko menatap Lingga yang terlihat bicara jujur dan tidak berbohong. Sorot mata gadis itu terlihat sedang sedih dan sendu.

Tok ... Tok ... Tok ....

Kamar Hendiko di ketuk pelan dari arah luar. Hendiko dan Lingga saling berpandangan. Hendiko langsung menatap waktu pada jam tangannya, uhh ... Tidak ada waktu lagi, bisa rusak acaranya pagi ini. Ini sudah pukul delapan pagi. Tidak mungkin rencana pernikahan yang sudah di atur sedemikian rupa di batalkan begitu saja. Apa kata koleganya nanti? Terlebih rivalnya yang bakal sorak sorai melihat Hendiko gagal menikah. Itu tak mungkin bisa di biarkan.

"Kamu!! Siapa nama kamu!!" tanya Hendiko tegas.

"Sa -saya? Lingga tuan," ucap Lingga pelan.

Lingga takut sekali. Hendiko ini orang kaya, bisa sja dia melakukan apapin yang ia suka terhadap dirinya nanti.

"Kamu butuh uang?" tanya Hendiko denagn cepat.

Lingga menatap bingung dan takjub kepada Hendiko yang terus mentapa dua bola matanay yang indah dengan sangat tajam. Lingga menganggukkan kepalanya cepat, tidak mungkin ia sia -siakan kesempatan ini. Mungkin saja, lelaki ini bersedia memberikan Lingga pekerjaan yang layak untuknya baik di rumahnya atau di kantornya.

"Butuh tuan. Kalau tuan mau kasih saya pekerjaan saya akan sangat berterima kasih sekali," ucap Lingga dengan wajah penuh harap namun terlihat masih cemas.

"Oke. Saya ada pekerjaan baik untuk kamu. Sekarang tulis nama kamu di buku itu dan nama kedua orang tua kamu, cepat. Saya mau buka pintunya," ucap Hendiko tegas. Namun wajahnya mulai bisa di ajak berdamai dan tidak terlihat garang seperti tadi.

Hendiko Sastrawan, Seorang CEO muda yang sangat kaya dan sukses. Perjalanan karirnya di dunia bisnis sudah tidak di ragukan lagi. Beberapa proyek besar sedang ia tangani, makanya banyak sekali rivalnya yang ingin menjatuhkan Hendiko dengan berbagai cara.

2

Lingga berdiri dan berjalan masuk ke dalam ruangan yang lebih dalam. disana memang ada buku dan pena. Ia pin mulai menulis nama lengkapnya beserta nama kedua orang tuanya yang telah meninggal dunia. Tapi apa maksudnya ini semua? Bukannya kalau cari kerja hanya di tanya nama panjang dan lulusan apa? Bukan pakai nama orang tua segala memag mau di nikahkan? Batin Lingga terkekeh sendiri. Ya kali, mau nikah sama Bos besar tentu akan menyenangkan sekali. Batin Lingga sambil mengulum senyum.

Lingga melihat beberapa foto yang ada di meja. Foto Hnediko bersama seorang perempuan yang pastinya ituadalah kekasih Hendiko. Lingga mengambil satu lembar foto itu melihat keduanya yang bahagia dan saling mengumbar senyum dan sangat mesra.

"Wihhh ... Cantik banget, serasi sekali. Ini pasti calon nyonyanya," ucap Lingga lirih.

Lingga mendengar suara Hendiko yang emmbuka pintu dan menutupnya lagi membawa masuk seseorang ke dalam ruangan itu lalu terdengar seerti sedang berbicara dengan sangat serius sekali.

"Tuan Diko, waktunya tinggal satu jam lagi. Anggie sudah ke luar negeri dengan pria lain yang di duga sudah menjadi tunangannya sejak lama," ucap Leo, asisten Hnediko.

"Apa? Jadi selama ini dia menduakan saya? Lalu menipu saya mentah -mentah meminta sebagian saham. Ohh ... Betapa bodohnya saya, Leo," ucap Hendiko yang seketika murung. Cintanya terlalu besar pada Anggie hingga ia rela memberikan apapun untuk gadis kesayangnnya itu tanpa hitung -hitungan sama sekali. Ia rela bekerja keras untuk mendapatkan banyak uang agar Anggi e bahagia bersamanya tanpa kekurangan satu apapun. Tapi di balik hubungannya itu, Diko tidak tahu, Anggie adalah wanita hyperseks yang tidak bisa berhubungan pacaran secara sehat.

Lingga berdiri di belakang dinding pembatas antara ruangan depan dan tengah itu.

"Jadi, gimana? Atau meneikah saja dengan sekertaris tuan, nona Hana? Dia cantik, berpendidikan juga, ini hanya untuk menyelamatkan acara hari ini, kalau tuan tidak suka, bisa di ceraikan. Masalah selesai, bukan?" tanya Leo kemudian.

"Tidak bisa begitu, Oma akan datang dari Belnada, beliau sudah mewanti -wanti, jika pernikahan saya gagal, maka seluruh asset kekayaan akan di pindah tangankan kembali atas nama Oma, dan Oma berhak memberikan kepada siapapun yang beliau suka. Oma punya anak angkat, bisa jadi, anak angkat itu yang beruntung mendapatkan semuanya," ucap Hendiko mulai cemas. Ia teringat kata -kata Papahnya, kalau semua kekayaan ini harus atas namanya semua. Banyak orang mengaku baik pada Oma, dan ternyata mereka hanya mengincar harta kekayaan Oma saja.

"Lalu? Ada solusi lain tuan?" tanya Leo pelan.

"Saya ada gadis. Dia cantik dan jujur, tapi memiliki hutang yang banyak pada renternir, tadi kulihat preman itu, anak buahnya Sapri, kamu tanya, Lingga punya hutang pada siapa? Berapa jumlahnya dan bayr hutangnya, Gadis itu ada di belakang, bawa dia ke ruang make up, saya akan menikahinya sebagai ganti Anggie," ucap Hendiko mengambil keputusan.

Dibalik dinding Lingga menutup mulutnya agar tak berteriak. Ternyaata benar dugaanya ia harus menikah dengan tuan Hendiko demi menyelamatkan acara ini.

Lingga membalikkan tubuhnya dan berpura -pura masih menulis. Kini, Lingga berpura -pura menulis alamat rumahnya yang kecil dan sederhana.

"Lingga," panggil Hendiko dengan suara lantang.

"Iya tuan," jawab Lingga langsung berbalik menuju ke earah depan menghampiri Hendiko dan asistennya yang ini menatap dirinya.

Leo menatap Lingga dari ujung kaki samapi ujung kepala. Tentu, secara keseluruhan, Lingga bukan tipe Hendiko. Wanita biasa dan sederhana, entah apa pendidikannya, latar belakang keluarganya walaupun memang cantik.

"Kamu ikut sama Leo. Ingat ini namanya Leo, aklau ada apa -apa hubungi saja Leo. Soal kerjaan, saya terima kamu untuk bekerja denagn saya. Pekerjaan pertama kamu adalah menikah dengan saya. Ingat pernikahan ini hanya untuk menyelamatkan acara yang sudah saya persiapkan sejak lama, dan ingat jangan kamu punya harapan tinggi tentang saya. Nanti kontrak kerja dan kotrak pernikahan menyusul setelah acara ini selesai dengan baik dan lancar," titah Hendiko pada Lingga.

Lingga menganggukan kepalanya dengan paham.

"Iya tuan, Lingga paham," jawab Lingga dengan senyum tipis yang terlihat manis.

Hendiko hanya mengangguk dan memberikan kode pada Leo untuk segera membawa Lingga ke ruang make up untuk segera di rias dan pakaikan baju pengantin.

"Ayo Lingga," ajak Leo kemudian.

"Iya tuan, saya jalan di belakang tuan," ucap Lingga denagn sopan.

Biar bagaimana pun juga, Leo adalah asisten Hendiko, Lingga juga harus bersikap sopan juga.

***

Lingga sudah duduk di kursi di depan cermin kaca rias. Wajahnya sudah di rias dan nampak berbeda sekali dari Lingga seperti biasanya. Tubuh langsingnya sudah terbalut kebaya berwarna putih tulang dengan kain panjang berwarna gold yang begitu indah sekali. Rambutnya di sanggul tradisional adat jawa dengan ronce melati panjang yang melewati pudaknya ke bagian depan dadanya.

Leo sudah kembali lagi ke kamar rias dimana Lingga berada untuk membawa gadis itu menuju ruangan ijab akbul. Tuan Hendiko sudah ada disana dan berulang kali mengucap nama Lingga untuk menghapalnya agar tidak terpeleset saat mengucap nama saat ijab kabul berlangsung karena selama ini yang di hapal Hendiko hanyalah nama Anggie.

Semua kursi di meja ijab kabul sudah penuh terisi dan hanay tersisa dua kursi untuk Lingga di bagian sisi Hnediko dan Leo sebagai saksi dari pihak Lingga, karena Lingga adalah gadis yatim piatu.

"Sudah selesai? Ini sudah waktunya ijab kabul," ucap Leo tegas.

"Sudah tuan Leo. Saya akan bawa pengantin perempuannya ke depan sekarang," ucap perias itu.

Lingga berjalan sangat pelan sekali, wajahnya sangatlah cantik jauh berbeda saat tadi bertemu dengan Leo.

Leo pun takjub emlihat kecantikan Lingga yang ternyata lebih cantik dari pada Anggie, calon istri Hnediko sesungguhnya.

"Kamu Lingga? Saya sampai pangling emlihat kamu. Apalagi tuan Hnediko nanti. Kamu cantik sekali," puji Leo dengan suara lembut.

Lingga hanya tersenyum lebar. Hari ini adalah hari yang membuat Lingga bahagia. Bukan karena karena pernikahan dadakan ini, tapi karena ia bisa bekerja dan cepat membereskan hutang -hutang pada renternir itu. Hidupnya juga akan berubah drastis jika ia bekerja denagn tuan Hendiko.

Lingga tidak sediki pun mempunyai harapan tinggi tentang pernikahan mendadaknya ini. Bahkan sudah di jelaskan oleh Hendiko, kalau pernikahan ini hanyalah pernikahan terpaksa karena calon pengantin sesungguhnya tidak hadir.

Leo menggandeng tangan Lingga dan membawa Lingga ke meja ijab kabul yang sudah ditunggu oleh banyak orang. Ijab kabul adalah inti acara pernikahan. Sakralnya acara adalah pada ijab kabul.

3

Acara ijab kabul itu segera di mulai. Hendiko fokus menatap para penghulu dan Kiyai yang ada di depannya. Papahnya juga hadir dengan calon Ibu tirinya.

Leo sudah membawa Lingga sampai di meja ijab, dan duduk bersimpuh meghadap penghulu tepat di samping Hendiko.

Papah Hendiko cukup perhatian pada anaknya dan berbisik pelan.

"Ini bukan Anggie, siapa dia? Bukankah kamu akan menikah dengan Anggie?" tanya Papah Hendiko lirih agar tidak ada yang tahu pembicaraan rahasia mereka.

"Dia kekasihku yang sebenarnya, Anggie hanya selingkuhanku," ucap Hendiko dengan sikap tegas penuh wibawa dan serius. Wajahnya nampak datar dan sedikit gugup akan mengucap ijab kabul pagi ini.

"Cantik sekali. Papah suka, seleramu bagus," puji Papahnya dengan wajah senang. Papah Hendiko memang tak pernah merestuai hubungannya dengan Anggie, entah apa alasannya Papah Hendiko tidak pernah mengungkap itu semua. Tapi Papah Hendiko memiliki selera wanita yang cukup baik, kalau ia bilang cantik, tentu wanita itu luar biasa mempesona.

Hendiko melirik ke arah Lingga, yang benar -benar terlihat cantik sekali. Berbeda dengan Lingga yang ia temui tadi pagi. Wajahnya kucel dan kusut, serta rambutnya hanya di kuncir asal seperti ekor kuda. Tidak lupa topi kusam yang selalu emnemani Lingga saat mengukur jalanan kota itu untuk mencari sesuap nasi.

Saking takjub dan kagum pada gadis yang duduk di sebelahnya. Penghulu itu berdehem denagn suara keras.

"Ekhemmm ... Bisa kita mulai sekarang?" tanya penghulu itu dengan suara yang agak keras untuk membuyarkan lamunan Hendiko.

Papah Hendiko ikut menyikut lengan Hendiko dan mengedipkan satu matanya untuk fokus kembali ke depan. Lingga yang sibuk kesulitan dengan cara duduknya dan merapikan kebayanya tidak tahu di amati begitu lekat oleh Hendiko.

Suara penghulu itu telah membuyarkan lamunan Hendiko dan kembali fokus menatap penghulu untuk memulai segera acara ijab kabul itu.

"Kita mulai sekarang," tenya penghulu itu memastikan.

"Siap," jawab Hendiko lantang.

Hendiko nampak gugup sekali, ia menarik napas dalam dan perlahan di hembuskan agar tetap tenang.

Penghulu itu mengulurkan tangannya dan menjabat tangan Hendiko pertanda acara ijab kabul ini segera di mulai.

"Saya nikah dan kawinkan kamu, Hendiko Sastrawan bin Rudi Sastro dengan Lingga Prameswari binti almarhum Prames Raharjo dengan mas kawin seperangkat alat sholat dan emas sebanyak seratus gram, di bayar tunai," ucap penghulu dengan suara lantang sambil menekan jabat tangannya untuk di teruskan olh Hendiko mengucap ijab kabul dengan suara lantang.

"Saya terima nikah dan kawinnyaa, Lingga Prameswari binti almarhum Prames Raharjo dengan mas kawin tersebut di atas," ucap Hendiko dengan suara keras dan lantang tanpa ada pengulangan.

"Bagaimana saksi? SAH?" tanya penghulu itu bertanya pada semua orang yang hadir di sana.

SAH, jawab serempak semua tamu undangan yang telah hadir dan menyaksikan ijab kabul itu.

"Silahkan sekarang menukarkan cincin kalain sebagai tanda SAHnya kalian sebagai suami dan istri, lalu bersikaplah sesuai tuntunan yang di wajibkan oleh agama," titah penghulu itu menasehati.

Hendiko memasangkan cincin pernikahannya di jari manis sebelah kanan Lingga. Brgitu juga sebaliknya, Lingga juga memasangkan cincin itu di jari tangan Hendiko.

Setelah prosesi pemasangan cincin di jari mereka masing -masing sebagai simbol bahwa mereka telah melaksanakan pernikahan dan sudah SAH menjadi suami dan istri, baik di mata agama dan negara.

Lingga langsung mencium punggung tangan Hendiko dengan sikap hormat. Walaupun ini hanya pernikahan dadakan yang penuh keterpaksaan. Tapi, di mata semua tamu undanga, merekaa adalah pasanagn yang sedang berbahagia jadi harus menujukkan rasa bahagianya dengan penuh ketulusan dan keikhlasan tanpa terlihat sedang bersandiwara.

Setelah acara ijab kabul, di lanjutkan acara resepsi pernikahan. Kini, kedua pasangan penganten baru itu sudah mengganti pakaian pengantinnya. Setelah warna putih tadi untuk acara ijab kabul yang menandakan kesucian, saat ini mereka memilih gaun berwarna merah darah. Gaun panjang yang di pakai oleh Lingga adalah gaun terindah yang sangat pas di pakai oleh Lingga yang bertubuh langsing dan berkulit putih. Warna kontras kulit dan warna merah itu mekain membuat Lingga semakin terlihat berkelas.

Beberapa jam mereka di pajang di atas pelaminan untuk menerima tamu undangan yang ingin memberikan ucapan selamat pada mereka. Sesekali Hendiko mencuri pandang pada gadis yang baru di temuinya tadi pagi. Gadis itu sangat pintar dan pandai menyembunyikan perannya. Sikapnya pun sangat elegan dan sopan, bisa mencairkan suasana dan begitu ramah pada setiap tamu yang bersalaman padanya. Senyumnya terus melebar sangat manis hingga semua foto -foto perniakhannya akan terlihat bagus saat di jadikan sebuah gambar untuk di pasang di rumah besar Hendiko.

"Kamu mau makan?" tanya Hendiko tiba -tiba saat melihat Lingga yang mulai terlihat kelelahan.

Lingga menoleh ke arah Hendiko dan menatap lelaki itu sambil mengangguk kecil.

"Memang sudaah boleh makan? Sudah lapar sejak tadi," cicit Lingga jujur dan polos.

"Biar aku suruh Leo untuk mengambilkan makanan untuk kita," ucap Hendiko pada Lingga.

Lingga memilih duduk di kursi pelaminan menunggu para tamu yang akan naik ke pelaminan lagi. Sedangkan Hendiko sudah sibuk menemui Leo untuk menyiapkan beberapa makanan yaang harus di letakkan di meja samping kursi pelaminan untuk Lingga makan siang ini. Leo melirik ke arah Lingga yang cantik dan tersenyum pada Lingga saat Ligga dan Leo saling bertemu pandanagn mata.

"Kamu dengar aku bicara gak sih? Lihat apa sih?" tanya Hendiko pada Leo yang tergagap.

"Ekhemmm ... Saya paham, tuan. Nanti saya ambilkan," ucap Leo pelan langsung berbalik dan pergi meninggalkan panggung pelamainan itu untuk mengambil semua pesanan Hendiko, majikannya.

Hendiko berbalik dan kini menatap Lingga dengan tajam saat Lingga masih melebarkan senyumnya untuk tersenyum pada Leo. Hendiko duduk di sebelah Lingga. Ia penasaran sekali dengan sosok Lingga.

"Kamu kenal sama Leo?" tanya Hendiko menuduh.

"Gak kenal. Ketemu juga baru tadi. Memang kenapa?" tanay Lingga kemudian dengan wajah datar.

"Terus untuk apa kamu senyum -senyum pada dia? Kamu itu istriku, harus bisa menjaga sikap," ucap Hendiko mulai ketus dan posesif.

"Lho? Memangnya aku bersikap ramah pada semua orang tidak boleh?" tanay Lingga kemudian. Lingga tahu kapasitasnya hanyalah seorang pekerja, jadi mau tidak mau, Lingga harus menuruti semua keinginan Hendiko sebagai majikan.

"Boleh, kecuali dengan Leo. Karena dia tahu hubungan kita seperti apa? Dia bisa salah paham dengan senyum kamu itu," ucap Hendiko tegas.

Lingga terdiam dan tak menjawab. Ini hal aneh, bukannya tidak masalah ia akan berteman dengan siapapun kenapa harus di batasi.

Hendiko kesal dengan tatapan Leo yang terlihat suka dan mengangumi kecantikan Lingga. Hendiko tidak suka, apa yang sudah menjadi miliknya harus di miliki oleh orang lain.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!