NovelToon NovelToon

My Neighbor, My Ex?

Part 1. Baru Dua Sembilan

Fou memperhatikan penampilannya, hanya mengenakan dress simple selutut berwarna hitam berlengan pendek yang menempel membentuk siluet tubuhnya. Wajah hanya mendapatkan sapuan tipis bedak, perona pipi untuk membentuk kontur wajahnya, serta alis yang diberi garis tipis hanya untuk lebih mempertegas bentuknya.

Fou mengambil sepatu hitam bertali setinggi lima senti lalu keluar dari kamarnya sambil menjepit tas tangan hitam yang kecil.

“Mau ke mana Fou?”

“Ke nikahan temanku, ma…”

“Siapa?”

“Lingkan, yang pernah tinggal di kost depan.”

“Teman guru?”

“Teman kuliah, ma…”

“Ahh… mama tidak begitu ingat teman-temanmu, tapi seingat mama temanmu sudah banyak yang menikah, kamu pacar aja gak punya.”

Mama mulai lagi dengan keluhannya soal Fou yang belum menikah juga.

“Umurmu sudah dua puluh sembilan Fou, dua adikmu sudah melangkahimu…”

Fou menghembuskan napas dengan kasar.

“Baru dua sembilan, ma.”

“Baru? Tahun yang lalu baru dua delapan ma... alasanmu sama setiap tahun.”

“Iya iya nanti, ma…”

“Kapan? Makanya jangan terlalu pemilih.”

Fou dengan cepat mengunci tali sepatunya supaya bisa segera berangkat untuk menghindari pembahasan basi yang selalu menyakiti perasaannya.

Kenapa perempuan di umur seperti dirinya yang dibahas banyak orang adalah status yang masih single? Apa begitu hina jika perempuan mengskip konsep pernikahan dari hidup? Apa memang perempuan itu wajib menikah? Apa ada karmanya kalau tidak menikah? Lagi pula bukan dia yang terlalu pemilih, memang sekarang tidak ada pria yang nyangkut di hati jadi gak mungkin ada yang datang melamar dirinya.

Fou atau panjangnya Foura tanpa sadar menghentakkan kakinya dengan kesal, berjalan keluar dari lorong rumahnya. Sesampai di perampatan yang menurun tajam, Fou baru ingat untuk memesan mobil online. Dengan dandanan seperti ini dia gak mungkin pergi dengan motor maticnya.

Baru membuka aplikasi sebuah mobil berhenti di sampingnya. Fou hanya melirik sebentar dan menggeser tubuhnya lebih ke tepi tapi mobil itu tidak bergerak.

“Kak Foura? Mau ke nikahannya kak Lingkan?”

“Eh? Jil? Iya…”

Kaca mobil hitam itu sudah diturunkan, Fou bisa melihat beberapa orang di dalamnya. Ternyata mobil tetangga depan rumah, dan yang barusan berbicara adalah anak bungsu di keluarga itu, tetangga di mana si Lingkan dulu pernah ngekos.

“Bareng kita aja, kak… naik di belakang…”

“Hah?” Memang siapa yang menginginkan kursi depan? Fou membatin.

“Buruan… tempatnya jauh, entar kena macet kita… di sana nanti susah dapet parkiran.”

Si sopir berkata sekarang, itu kakak si Jilly, Jerol namanya. Fou segera membuka pintu sebelum pemilik mobil melesatkan mobilnya, lumayan dia menghemat sekitar delapan puluh ribu rupiah, itu baru sekali jalan dengan mobil online bertarif paling murah, aula tempat pesta si Lingkan memang cukup jauh.

Ada mamanya Jilly dan seorang cewek yang gak dikenalnya, si cewek memandang Fou dengan muka sebal yang sangat kentara karena harus bergeser posisi mungkin. Fou bersikap bodoh amat, siapapun dia. Yang terpenting bukan dia yang memaksa ikut mobil ini.

“Malam tante Anet…”

“Malam Foura… mamamu gak ikut?”

“Hanya aku yang diundang, tante…”

“Oh begitu," tante Anet mengangguk maklum.

“Vinzy, kamu juga gak diundang… kenapa ikut sih?”Jilly memutar kepala ke arah belakang, si anak SMP ini belum bisa memfilter perkataannya.

“Huss Jilly?” tante Anet memajukan badannya dan tangan kirinya memukul bahu Jilly.

“Mama? Sakit ihh…”

“Gak papa tante," gadis di sebelah Fou menjawab dengan suara seperti terjepit.

“Umurmu berapa sekarang Foura? Si Lingkan seumuran denganmu kan?” Tiba-tiba tante Anet bertanya.

“Eh?? Iya, tante…”

“Berapa umurmu sekarang?” Tante Anet mengulangi pertanyaannya.

Aduuh, hati Fou mulai terasa diremas.

Sekarang dia sensitif saat orang menanyakan umurnya, terlebih ini sedang otewe nikahan teman, serasa jadi perempuan yang gak laku-laku dan yang tereliminasi dari bursa jodoh. Gak ada pertanyaan lain yang lebih intelek dan lebih berbobot kah?

“Fou dua sembilan ma, dia satu tanggal lahir denganku kan, hanya beda tahun kelahiran aja, aku lebih tua setahun.”

Ehh? Ada yang membantu menjawab, dan kejutannya dia masih ingat informasi pribadi Fou. Fou meringis. Mungkin karena Jerol itu mantan dan tanggal ulang tahun memang sama, tapi Fou sendiri jujur udah lupa tentang hal ini.

Saat menoleh ingin melihat reaksi tante Anet Fou melihat lirikan sebal si Vinzy. Fou meringis dalam hati, feelingnya langsung menangkap sesuatu, cewek ini mungkin pacarnya si Jerol yang sebal karena Jilly menguasai jok depan dan sebal karena pacarnya mengatakan sesuatu tentang cewek lain.

“Ah kalian berdua siapa yang duluan menikah? Kalian udah pantas menikah dengan umur kalian ini...” Tante Anet entah mengeluhkan siapa sebenarnya, anak sendiri atau anak tetangganya?

“Kami yang duluan," suara si Vinzy dengan volume yang agak tinggi.

“Eh?? Kamu mau menikah Vinzy? Tante jangan gak diundang loh... semua anak yang kost di rumah tante selalu mengundang tante saat menikah. Siapa calon suamimu? Tapi bukannya kamu baru kelas dua SMA?”

Fou terusik, jangan-jangan salah satu muridnya? Kemungkinan anak ini bersekolah di SMA Negeri tempat dia mengajar karena anak ini kost di lingkungannya. Fou melirik memperhatikan, dia gak mengenali Vinzy, mungkin murid kelas Reguler, murid ada ribuan dan dia mengajar di kelas Binsus.

Fou tertawa dalam hati, si anak ingusan ini tadi bersikap sinis padanya.

“Aku nikahnya sama kak Jerol.”

Si cewek berkata dengan emosi, mungkin dia mengharapkan Jerol mengatakannya. Matanya terlihat menatap emosi punggung Jerol yang cuek mengendarai mobil.

“Hahh??? Apa?” Tante Anet terbatuk karena tersedak, kaget tentu saja.

Fou juga kaget, astaga si Jerol demen sama anak SMA?

“Kalian pacaran?” Tante Anet penasaran jadi meskipun masih ada sisa batuk dia segera bertanya.

”Aku hamil tante.”

“Hahhh????” Suara tante Anet seperti menjerit, dengan kaca mobil yang tertutup sedikit memekakkan telinga. Tante Anet terlihat shock.

Jerol menginjak rem mendadak lalu menoleh ke belakang.

“Vinzy?”

Jerol setengah teriak, mimik wajah kaget juga tersirat di wajahnya, Fou apalagi, si cewek ingusan berkata dengan berani di depan mereka.

“Aku hamil kak, dan itu anak kak Jerol.”

Jerol kemudian menepikan mobil ingin memastikan apa yang disampaikan Vinzy. Dia dan Vinzy memang tidak pacaran tapi mereka beberapa kali terlibat keintim*an. Anak kost itu datang sendiri ke kamarnya dan dia terjebak hasratnya sendiri. Tapi dia tidak berpikir jika itu akan berakibat seperti ini.

“Apa yang kamu bilang barusan?”

“Aku hamil kak, dan kak Jerol gak boleh menyangkal kalau itu perbuatan kak Jerol. Aku udah bilang kan kemaren?”

“Aku kira kamu bohong!” Ada emosi dalam suara Jerol.

Jerol melihat ke arah Fou, mata mereka beradu, Jerol mendadak merasa kehilangan muka di hadapan Fou, ini aibnya dan Fou harus tahu di detik pertama.

“Aku gak bohong,” suara si Vinzy semakin tinggi.

Fou merasa menyesal menerima tawaran naik mobil bersama mereka, dia merasa salah posisi dan terlebih tidak ingin masuk dalam situasi milik tetangga ini. Fou memalingkan wajah menatap sisi jendela, di luar pemandangan sudah sangat buram karena gelap malam telah merajai. Fou memperhatikan kelap-kelip lampu di jalan dan mulai menimbang-nimbang langkah selanjutnya.

Dalam hati Fou gak menyangka Jerol akan seperti ini, dia tahu ketatnya didikan di keluarga mereka. Fou juga merasakan hatinya sedikit terusik, entah perasaan apa ini.

Turun aja kali ya? Fou membatin.

“Aku udah curiga tuh setiap kali lihat si Vinzy selalu ada di sekitar kamar kak Je… astaga, ngincar kak Je ternyata. Licik banget," Jilly berkata dengan suara tajam.

“Jill!! Jaga mulutmu!!” Tante Anet juga mulai bertambah emosinya.

Fou segera memutuskan... "Maaf tidak tepat kalau aku terus ada di sini, makasih ya…”

Fou turun segera menjauh dari mobil Jerol, menjauh dari masalah tetangganya, dia cukup telah mendengar sedikit saja dan tak ingin mencari tahu lebih banyak apalagi mencampuri, dia bukan member ekslusif geng gibah ibu-ibu kompleks. Fou jadi menyesali, kenapa tidak menggunakan motornya saja…

.

🪵

.

“Fou, si Jerol mau menikah. Kenapa kamu ketinggalan sih? Di lorong ini sepertinya tersisa kamu aja yang belum nikah padahal umur udah semakin tua.”

Astaga punya mama seperti ini, gak ada bosan-bosannya mengatakan tema yang sama sehari-harinya.

.

Besoknya dan besoknya lagi...

“Apa yang salah sama kamu sih? Kamu udah punya kerjaan, PNS lagi, kamu gak jelek juga kan, kamu cantik Fou, tapi kenapa belum nikah juga, apa yang salah sih? Kamu terlalu judes kayaknya makanya cowok enggan mendekatimu.”

Sepertinya mama tidak akan berhenti sebelum Fou menikah. Informasi Jerol akan menikah membuat mama terintimidasi, jauh di lubuk hatinya dia masih menginginkan Jerol berjodoh dengan Fou, dulu selalu mendorong Fou untuk balikan lagi dengan Fou.

Dan seperti biasa Fou tidak terlalu menanggapi, dan hatinya juga tidak terdorong untuk segera mencari atau membuka diri. Dia abai bahwa untuk mamanya dia ada di usia kritis. Fou bukannya pernah gagal dalam cinta atau diselingkuhin lalu trauma, dalam setiap hubungannya Fou yang lebih dahulu mengakhiri. Fou hanya keasikan being single, itu aja dan ada di fase tak peduli dengan kesendiriannya.

Kondisinya biasa, dan menilik sejarah umat manusia dari abad ke abad, ada saja perempuan meskipun cantik secara fisik pintar dan bertalenta tapi terpinggirkan dari arus ‘berpasang-pasangan’ sehingga tetap sendiri sampai usia tertentu.

.

Sebulan kemudian…

“Fou besok Jerol menikah, aduuuh di lorong ini mungkin tersisa kamu aja yang belum menikah… padahal mama berharap kalian berjodoh, tapi sekarang gak ada harapan lagi…”

"Mama?"

O em ji.... Fou hampir melempar setrika di tangannya. Dia sedang menyetrika pakaian mereka berdua. Ini hari sabtu, hari libur tapi hari untuk membereskan rumah bagi si Fou, si mama keranjingan nonton sinetron, kerjaan mama hanya memasak, sehari-hari itu aja kegiatannya. Urusan membenahi dan merapihkan rumah adalah bagiannya Fou.

Dua adiknya sudah pindah bersama suami, dan mama membiarkan papanya hidup berbahagia dengan selingkuhannya dengan syarat gaji papa dikuasai mama. Mama punya passive income karena halaman samping dibangun kost-kostan dua lantai dengan delapan kamar. Fou dan si mama sudah berdamai dengan keadaan si papa, dan seharusnya mereka hidup dengan tentram saja.

Tapi begitulah… menikah dan umur yang semakin beranjak tua untuk Fou menjadi isu pokok di pikiran sang mama.

“Kenapa bukan kamu sih yang menikah dengan Jerol? Kamu itu terlalu egois makanya Jerol tidak betah sama kamu.”

"Kapan mama berhenti sih? Bosan tau gak disuruh nikah terus? Gak usah mama menyebut nama Jerol ma.... "

Sekarang Fou tidak bisa menahan ini. Kenapa mengungkit kisah cinta monyet saat SMP, itu udah lima belas tahun, si mama pikir baru kemarin kejadian mereka putus?

Siapa yang bisa membanggakan kisah cinta pertama yang lebih banyak nyakitin karena si Jerol mata keranjang, semua yang cantik-cantik di sekolah dipacarinya tanpa bilang putus, bolak-balik mengatakan sayang setiap kali pengen jalan bareng lagi dengan Fou dan mengaku balikan karena bosan dengan pacar lain.

Dan cinta monyet itu sekarang tidak bersisa di hatinya. Setelah lebih dewasa, kadang masih bertegur sapa sewajarnya sebagai tetangga, dan di mata Fou sekarang si Jerol bukan seseorang yang diinginkan lagi, tak ada desiran, tak ada perasaan apapun, enggan menyimpan kenangan apapun, hanya seorang tetangga saja. Dia tidak pernah lagi memperhatikan Jerol sekalipun rumah mereka berhadapan.

Dan hari-hari ini topik tentang Jerol jadi trending di lingkungan ini. Berharap warga terutama ibu-ibu di lingkungan tidak mengingat kisah-kisah ‘aneh’ mereka dulu dan menjadikan itu topik pergibahan.

.

🚥

.

Hi… cerita baru ini muncul karena Aby ikut tantangan menulis tiga puluh hari. Semoga bisa lolos aja gak ada bolongnya... hehehe, dan semoga readers suka…

.

Part 2. Gini Amat Jadi Mantannya

“Kenapa bukan kamu sih yang menikah dengan Jerol? Kamu itu terlalu egois makanya Jerol tidak betah sama kamu.”

Sekarang Fou tidak bisa menahan ini. Kenapa mengungkit kisah cinta monyet saat SMP, itu udah lima belas tahun, si mama pikir baru kemarin kejadian mereka putus?

Fou kesal dengan ‘ungkapan manis’ mamanya tentang mirisnya ‘jalan hidup perjodohannya’, maka Fou meninggalkan setrikaannya, masuk ke kamarnya, mandi dan keluar lagi dengan tampang masih kusut, niatnya ke mall aja. Setelah mengunakan helmnya Fou menjalankan motornya keluar dari halaman rumahnya dengan perlahan.

Minggu ini memang dia sudah menduga tentang pernikahan Jerol karena kesibukan sudah terlihat di rumah itu. Sekarang di jalan depan rumah sudah ada tenda terpasang menandakan pesta nikah si Jerol dilaksanakan di rumah ini saja.

Fou mengeluh, bakalan ramai dan bising dua hari ini. Biasanya jika ada acara di lingkungan ini yang punya hajatan pada nyewa musik dan soundsytem pasti dipasang dengan volume yang menghentak jantung dan nyaris merobek gendang telinga.

“Foura…”

Tante Anet mencegat Fou, Fou terpaksa berhenti.

“Ada apa tante Anet?”

“Tante mau minta tolong Fou yang tangani dessertnya ya… gak ada yang bisa, semua fokus bantuin masak makanan utama.”

“Oh??” Bibir Fou membulat.

“Nanti tante minta Jill bawah ke rumahmu bahan-bahannya. Buatnya di rumahmu aja ya… di rumah tante udah terlalu banyak orang.”

Tante Anet tidak menunggu Fou memberikan persetujuan, langsung pergi begitu saja masuk ke dalam rumahnya yang memang kelihatan sangat ramai dan sibuk.

“Ya ampun… kenapa harus aku sih?”

Fou merasa kekesalannya bertambah.

Kebiasaan di lingkungan ini setiap kali ada acara entah acara pesta syukuran termasuk acara dukacita warga akan bergotong-royong. Semua akan datang entah memang serius membantu atau serius bergibah, yang pasti jauh sebelum pesta ibu-ibu dan bapak-bapak yang gak ada kerjaan udah pada ngumpul untuk kegiatan meminjam barang-barang untuk digunakan, bersihin beras, bersihin bumbu masak, memasang tenda, bantuin ngedekor sampai bantuin memasak menu pesta, beneran gak butuh koki.

Sebenarnya ini hal yang positif karena bisa sepenanggungan dalam menjalani hidup. Tapi acara yang memang mengundang keramaian ini bakalan diadakan di depan rumah, jangan ditanya ribut dan ramainya nanti.

Dan asli hanya ada di sini, selama kesibukan acara mau sehari dua hari sampai tiga hari jalanan bakal ditutup untuk umum, kendaraan lain dilarang melintas gak bisa ada yang lewat kecuali warga di sini.

Fou menjalankan lagi motornya perlahan, dia harus segera pergi, malas banget harus terlibat dengan kesibukkan pernikahan si Jerol. Bahkan dia berniat pergi lama-lama, kalau perlu menginap di mana biar gak dituntut tante Anet untuk membuat makanan penutup. Aneh rasanya terlibat mengurusi pernikahan si Jerol karena predikat ini... mantan.

“Fou..." Istri pak Pala, bu Alsye meneriakkan namanya.

Alamak, udah ketutup helm dia masih dikenali juga, alamat gak akan bisa ke mall ini. Fou gak mungkin menambah kecepatan motornya karena ada banyak kursi dan meja panjang yang sudah menghalangi sampai ke tengah jalan. Bu Alsye sedang kerepotan menenteng barang-barang dari rumahnya untuk digunakan di sini.

“Kebetulan ada kamu… masih banyak barang di rumah, kamu ambilin semua ya?”

Bu Alsye sepertinya tidak peduli Fou hendak keluar punya aktivitas pribadi, ibu bertubuh lumayan besar itu segera pergi menuju rumah Jerol. Fou si bu guru yang cantik ini mana bisa melanjutkan keinginan hati untuk me time ke mall. Seperti ada hukum tak tertulis di lingkungan ini semua wajib terlibat membantu tetangganya.

Saat selesai memindahkan begitu banyak barang dari rumah bu Pala...

"Fou... piring-piring itu perlu dikeringkan, baru aja dicuci."

Sekarang tante Mira yang meminta bantuannya. Fou hanya bisa merelakan tangannya untuk bekerja.

"Pindahin dulu ke ruang dalam Fou, di sini udah terlalu sempit," tante Mira mengarahkan.

Pertama kalinya dia bisa masuk ke dalam rumah utama si Jerol. Karena hubungan mereka dulu, Fou gak begitu bebas keluar masuk rumah tetangga depan ini, hanya pernah mendatangi kamar Lingkan di bangunan sebelah yang khusus kost.

Bangunan rumah utama ini terpisah dari bangunan kost-kostan, dan kost-kostan milik keluarga Jerol yang terbesar dan termahal di kompleks karena fasilitas yang lebih mewah. Sekarang yang kost di sini kebanyakan dokter-dokter muda yang koas di rumah sakit daerah yang jaraknya dekat dari sini.

“Eh Fou… kenapa kalian bisa putus sih?”

“Tante Mira, itu udah lama sekali, gak usah dibahas dong.” Fou masih menjawab sopan walau hati ngedumel parah.

“Padahal ya tante Mira, kak Jerol cinta mati sama kak Fou ini.” Jilly berkata dengan santai.

Ya astaga mulut si Jill benar-benar harus dibelikan saringan. Fou melihat sekeliling, dia merasa tidak enak bila ada yang mendengarkan mereka. Tapi kan percuma juga, tante Mira ini bibirnya seperti toa di kantor kelurahan selalu siap mengumandangkan sesuatu dengan cara yang lebih indah.

Fou menoel lengan Jilly. “Jill… jangan ngomong sembarangan, entar didengar calon istrinya, bisa-bisa salah paham.”

Anak itu sedang berdiri manja bersandar pada Fou yang sedang mengeringkan ratusan piring yang akan digunakan untuk acara resepsi besok.

“Biarin, emang bener kok, kak Jerol masih sayang sama kak Fou. Aku juga gak suka sama Vinzy, manjanya itu… diiih. Aku maunya kak Fou yang jadi kakak iparku.”

“Ya ampun Jilly… jangan gitu ah, kita udah lama bubar, udah lima belas tahun tau gak? Kamu malahan belum lahir waktu itu, jangan diungkit-ungkit.”

“Aku ngomong fakta kak Fou, percaya deh.”

“Gak ada yang kayak gitu. Jerol nikahnya udah besok loh, dia pasti sayang calon istrinya, masa gak.”

“Yaa… kak Fou gak percaya sama aku… dibilangin juga…”

Sedikitnya perkataan itu mengusik hati Foura, tapi astaga ini sudah lebih satu dekade masih aja ada yang ingat dan membahas hal yang sudah terkubur.

“Jangan mengada-ngada Jill… kamu bakal punya kakak ipar yang cantik…” Fou mengatakan sambil menyenggolkan lengannya ke bahu Jilly.

“Diih begitu dibilang cantik. Kak Jerol terpaksa nikah sama si Vinzy tau gak…”

“Terpaksa gimana? Udah bayar di muka gitu, saat gituan mana ada lelaki yang terpaksa yang ada minta dobel porsi, lah giliran diminta tanggung jawab bilangnya terpaksa.” Tante Mira menimpali tanpa menyeleksi perkataannya.

“Ya astaga tante, si Jilly masih anak-anak tante ngomong kayak gitu… entar didengar Jerol sama tante Anet loh…” Fou menimpali.

“Badannya aja masih anak-anak tapi isi otaknya udah gak inosen…. ratu gibah juga dia ngalahin kak Ros yang di tipi. Lagian Anet sendiri yang ngomong kok, marahin Jerol di depan kita.” Tante Mira masih nyerocos. Bibir dan tangan sama giatnya.

Masa Jerol terpaksa? Fou menyimpan tanya dalam hati.

Fou malas untuk menanggapi lagi perkataan tante Mira dan memilih diam, ingin segera menyelesaikan pekerjaannya lalu menghilang diam-diam, sebab kerjaan gak akan habis jika dia terus ada di sini, dan pastinya gibahan sama banyaknya dengan pekerjaan yang harus mereka lakukan. Begitulah, lingkungan ikut membentuk karakter seseorang dan kebiasaan diwariskan dari generasi ke generasi.

“Eh, masih ingat gak, si Jerol nangis-nangis depan pagar rumahmu minta balikan… itu berapa tahun yang lalu ya?” Tante Mira bicara lagi.

“Astaga tante… itu karena dia masih anak-anak. Aduuh lupain itu tante, entar didengar yang lain, aku gak enak tante,” sergah Fou kesal.

“Mir… hehehe, aku juga masih mengingat itu sampai heboh lorong kita, kirain si Jerol dipukuli papa si Foura, gak tahunya lagi mohon-mohon minta balikan… anak itu kayak dunia udah kiamat buat dia, hehehe.” Tante Monik singgah dan bergabung dengan tante Mira.

Mereka berdua tertawa-tawa berdua melanjutkan membahas si Jerol yang dulu yang memang cengeng.

“Aku juga masih ingat saat Foura diapelin cowok lain si Jerol ngumpulin anak-anak lorong mau mukulin pacarnya Fou… hahaha," giliran tante Moonik yang membagi nostaligianya.

“Ya astaga, tante…” Fou jengkel sekarang.

Fou masih mencoba bertahan, dia menggelengkan kepala, matanya melihat-lihat jangan-jangan ada di Vincy di sini, karena tadi pagi dia masih melihat calon istri si Jerol ini.

Saat matanya jelalatan mencari matanya kemudian terpaku pada sebuah figura besar di dinding, salah satunya berisi foto close up si calon pengantin. Dada Fou sedikit berdesir, di foto itu cowok itu terlihat sangat berbeda.

Ehh… dia ganteng di foto itu?

Fou seperti baru menyadari sesuatu. Dia terbiasa mengabaikan Jerol sehingga tak begitu peduli soal cowok itu, dan metamorfosis cowok itu luput dari perhatiannya.

Aku punya empat mantan dan ternyata dia yang paling ganteng, Fou membatin.

“Foura, kamu tau… Anet itu sebenarnya lebih suka kamu yang jadi menantunya…”

Fou menghembuskan napasnya tapi dia menahan galau sekarang, jadi penasaran dengan lanjutan kalimat itu. Sejujurnya dia selalu merasakan kehangatan dalam setiap perlakuan tante Anet padanya.

“Anet gak suka sama calon menantunya.”

“Si Vinzy kan malas banget, kamar kostnya paling berantakan, terus gak hormat sama mamanya katanya suka ngeliat Vinzy marah-marahin mamanya kalau orangtuanya datang ke sini…”

“Katanya sih si Vinzy itu punya banyak pacar juga, kamu lihat gayanya kan, suka menggunakan baju seksi… eh jangan-jangan emang udah bergaul bebas sebelum ketemu Jerol terus Jerol yang sial harus nikahin dia…”

Dua tante ini saling sambung-menyambung menyampaikan gosip terkini.

“Makanya, sampai tadi pagi masih ngomong… kenapa bukan Foura si yang nikah sama Jerol?”

“Hahh? Beneran tante Anet ngomong itu?” Fou terusik.

“Iya Fou, kamu gak tahu ya selama ini… Anet setiap kali kita nanyain tentang Jerol suka bilang kalau dia sering mendorong Jerol untuk balikan sama kamu… katanya kamu udah punya kerjaan bagus masa depan udah terjamin, PNS kan punya pensiun, katanya lagi udah ketahuan siapa kamu, cantik terus gak neko-neko, baik katanya perhatian sama orang tua, pokoknya menantu idaman banget,” jelas tante Monik panjang lebar.

Fou merasa tersanjung, tapi nalurinya mengingatkan dia, bahwa ini tidak baik untuknya. Kasihan juga dengan posisi Vinzy karena gadis itu siapapun dia tak lama lagi akan resmi jadi istri Jerol, jadi kurang baik jika mendiskreditkan si Vinzy.

“Ada yang ngomong tadi di belakang, berharap Jerol gak jadi menikahi Vinzy tapi menikahi Foura aja…”

Entah tante siapa yang mengucapkan kalimat halu itu, tapi Foura sudah ada pada limitnya menerima pergunjingan ibu-ibu ini, semua bibir di sini sedang mendapat kesenangan menyebut-nyebut dirinya dan dia tidak mau mendengarkan lebih banyak lagi.

Foura berdiri dan meninggalkan piring-piring yang sedang dikeringkannya, bodoh amat dia gak ingin membantu lagi. Langsung terasa gak enak banget punya mantan tetanggaan, cerita-cerita ‘indah’ dulu banyak yang diketahui warga satu lorong, dan apesnya dibahas-bahas saat sang mantan mau nikah sama orang lain.

“Foura… belum selesai ngelap piring loh, masih banyak,” teriak tante Mira.

“Eh… aku harus pergi, ada yang harus aku kerjakan.” Fou membalas tanpa menoleh lagi.

Gini amat jadi mantan si Jerol, sampai akhir hidupnya mungkin mereka akan terus ketemu bila gak ada yang pindah dari lingkungan ini, mau tidak mau cerita hidup tentang sang mantan akan selalu didengar telinga dan akan selalu dilihat mata, dan sialnya dia pun harus turut bersibuk ria atau paling tidak terkena dampak dari kesibukan pesta pernikahan seorang Jerol.

.

.

Part 3. Ngemsi di Nikahan Mantan

Jilly muncul di rumah dengan dandanan lengkap dan menggunakan dress warna nude.

“Kak Fou… boleh gak ngemsi di acara resepsi nanti sore?”

“What??? Gak ah Jill… cari orang lain aja, nyewa MC profesional sana, aku gak mau… gak bersedia.”

Apalagi ‘penderitaan’ yang harus dia tanggung gara-gara nikahan si mantan ini sih? Tidak pernah lagi bersinggungan, bahkan seolah lupa pernah ada kisah, justru saat si Jerol hendak melepas masa lajangnya tiba-tiba ramai didengungkan hubungan mereka berdua yang dulu.

“Kak Fou… masa orang lain kak Fou gak nolak untuk ngemsi, masa untuk acaranya kak Jerol kak Fou nolak sih? Lagian kak Fou kan emang MC profesional, ya kan? Ada di depan rumah sendiri kenapa cari orang lain sih?”

“Justru karena acaranya Jerol maka aku gak mau.” Foura menyambar cepat, benar-benar menolak.

“Kenapa? Kak Fou masih cinta sama kak Jerol ya?”

Eh?? Bibir anak ini bukan hanya butuh saringan tapi butuh mesin jahit biar bocornya bisa dijahit dobel bolak balik dan mengatup selamanya.

“Astaga Jill… bukan itu alasannya… udah lama aku lupain juga itu... ”

“Terus kenapa sampai sekarang kak Fou belum nikah atau paling gak sekarang punya pacar gitu… karena susah lupain kak Jerol kan?”

“Hahh?? Kesimpulan dari mana itu? Setelah Jerol aku pernah tiga kali pacaran lagi, emangnya aku gak laku gitu?”

Fou meradang dibilang gak bisa move on, walau memang faktanya hubungan putus nyambung itu bertahan hingga empat tahun, terlama dibanding dengan mantan yang lain.

“Oh? Tapi kak Jerol juga gak bisa lupain kak Fou, katanya cinta kak Jerol itu kayak cintanya Romeo dan Juliet.”

“Kakakmu gak masuk akal. Sama apanya? Keluarga kita gak bermusuhan, dan lagi aku gak mau minum racun bareng dia, dan hari ini dia bakal nikah dengan yang lain. Di mana letak kesamaan ceritanya?”

“Maksud kak Jerol, dia akan mencintai kak Fou sampai mati…”

Jilly menyampaikan dengan ekspresi yang sungguh-sungguh. Fou terkesima. Selama ini dia tak pernah memikirkan Jerol. Komunikasi mereka tidak terlalu baik, hanya basa-basi singkat jika kebetulan bertemu, karena itu mendengarkan tentang cinta Jerol masih ada sungguh di luar dugaan. Tapi Fou memilih kembali ke realita...

“Jill, jangan sembarangan ngomong. Sana bilang ke kakakmu, aku gak mau."

"Kalau kak Fou gak mau berarti bener dong masih cinta." Jilly mengulangi hal yang sama.

"Astaga Jill? Terserah mau dibilang masih cinta kek, gak move on kek… masa bodoh… aku gak mau.” Tensi Fou naik sudah, Fou berbicara dengan penuh emosi.

“Kak Fou… kenapa marah-marah sama aku sih? Aku hanya diminta kak Jerol untuk datang ke sini terus minta kak Fou ngemsi…”

Jilly keluar dari rumah Foura dengan menunduk, bu guru cantik yang tahu banyak tentang tindak-tanduk remaja labil segera menyadari kesalahannya pada Jilly.

“Jilly…”

Fou memanggil nama Jilly diikuti kepala Jilly yang berputar melihat pada Fou lagi menunjukkan wajah cemberutnya.

“Maaf, tadi aku emosi. Tapi, aku memang gak mau jadi MC, itu aja yang kamu katakan ya…”

Jilly tidak mengangguk tapi langsung meneruskan langkah keluar dari rumah Foura.

Kenapa jadi riweh, ribet, rusuh dan complicated gini ya nikahannya si Jerol? Atau dirinya saja yang merasa ini sebuah gangguan? Mungkin saja, perempuan kan suka menambah emosi dalam sebuah adegan kehidupan, dan dia perempuan.

Foura membanting tubuh lelahnya di atas tempat tidurnya. Sejak pagi dia bela-belain membuat dua jenis hidangan penutup karena pesta tanpa itu rasanya gak afdol. Sebetulnya dia gak ingin melakukan apapun lagi untuk acara nikahannya si Jerol, bukan karena dia gak rela Jerol menikah, tetapi karena gak rela nama dan kisah lama mereka dikait-kaitkan dan didengung-dengungkan. Tapi pada akhirnya dia menekan rasa enggannya membuatkan penganan ringan ini, karena kasihan sama tante Anet.

Pintu kamarnya diketuk berkali-kali di saat dia hampir terbawa mimpi, dengan kesal Fou membuka pintu. Ya ampun…

“Ra…”

Si calon penganten udah pakai kemeja putih celana kain warna hitam lengkap dengan dasi kupu-kupu di lehernya muncul di depan kamar mantan.

Kenapa dia jadi ganteng begini sih? Apa dia akan berkata… Ra, kamu aja yang menikah denganku ya? Aku gak bisa lupain kamu, aku masih sayang banget sama kamu…

“Ra???”

Foura tersentak dan sedikit malu dengan pikiran ngelantur yang baru lewat sesaat tadi. Foura dengan cepat menguasai diri. Dia terlatih menguasai dirinya di depan murid-murid SMA dan tentu saja menguasai mereka yang sekarang begitu kreatif ada aja kebandelan mereka, apalagi hanya di depan seorang cowok yang bertahun-tahun yang lalu pun suka gak berkutik di depannya. Berkali-kali dia putusin hingga cowok itu menyerah gak mencoba lagi mendekatinya.

“Please, Ra… bantuin ngemsi…”

Foura jadi menyesali kemampuannya yang satu ini meskipun sudah banyak memberi income tambahan untuknya karena side job ini, udah lebih dari beberapa ratus pernikahan dan acara lainnya yang menggunakan jasanya hampir tujuh tahun ini, tapi melakukan ini di pernikahan mantan sungguh sangat awkward, meskipun mantan yang ini udah gak ngaruh.

“Ampun Rol, aku kan tetanggamu, aneh aja aku yang ngemsi…”

Si calon penganten malahan masuk kamar dan duduk di tempat tidur. Astaga bisa ramai dunia pergibahan di lingkungan ini jika ada yang sampai nekad mengekori Jerol dan melihat ini. Memang sih si Jerol ini sering masuk lewat jendela dulunya (jangan ngeres ya pemirsa, masuk doang kok… gak ngapa-ngapain) jadi kamar ini tidak asing buatnya.

“Gak ada orang lain, Ra… aku sengaja gak nyari orang lain. Emang pengen kamu yang ngemsi kok…”

Sadis nih orang, andai masih ada sisa cerita di antara mereka mungkin dia akan mewek-mewek. Beneran ini mantan tersadis yang menginginkan mantannya menjadi MC di acara pernikahannya. Ada gak di dunia yang punya otak kayak Jerol?

“Aku bayar sesuai tarifmu kok Ra…”

“Gak gitu juga Rol…”

“Please Ra, udah mepet…”

Foura tanpa sadar duduk di sisi Jerol, ini percakapan terdekat dan terpanjang sejak mereka berdua jadi mantan.

“Kenapa sih gak siapin MC jauh-jauh hari sih..."

“Aku udah ngeliat banyak MC perform, gak ada yang seperti kamu. Please Ra, jangan nolak ya… ingat aja hubungan baik kita di masa lalu…”

“Ya astaga Erol, jangan bawa-bawa masa lalu napa? Cerita kita udah gak berarti bertahun-tahun ini. Kamu tahu, aku gak mau karena malas banget dengerin orang-orang gibahin kita berdua…”

Jerol terdiam lama lalu saat mereka bersitatap Fou mengerti satu hal, sorot mata Jerol masih sama seperti bertahun-tahun yang lalu. Apa benar kata Jilly tadi, cowok ini masih menyimpan dengan baik cinta mereka? Fou menggelengkan kepalanya, situasi ini tidak benar, Jerol ada di kamarnya.

“Rol… sana, udah deket jam pemberkatan… tapi maaf aku gak bisa… sekali lagi maaf. Sekalipun aku gak apa-apa sebenernya, tapi jangan sadis dong, masa mantanmu ngemsi di nikahanmu… entar viral loh, apalagi ibu-ibu kompleks ini eksis medsos semua. Profesi aku guru, Rol… murid-muridku di usia labil semua, entar berita tentang aku jadi berdampak negatif buat mereka. Kamu tahu kan, sekalipun aku gak ngajar di kelas calon istrimu tapi dia tercatat murid di sekolahku… kamu bisa ngerti entar ceritanya bakal seperti apa kalau ada yang blow up…”

Jerol hanya memandangi Fou dengan tatapan sejuta misterinya, melihat tanpa berkedip gadis yang selalu ada di hati hingga sekarang ini.

“Ra… tau gak, kamu mantan terindahku, aku belum melupakan cin…”

“Jangan melankolis ahh… entar kamu nangis-nangis di sini…” Fou memotong.

Ini sudah gak bisa ditoleransi oleh Fou, dia punya akhlak dan moral seorang guru yang bener-bener harus jadi teladan, dan citranya sedang terancam cinta lama belum kelar milik Jerol.

“Apa sih… masa aku nangis depan kamu…”

“Iya kali mau ngulang masa lalu, tiap abis aku putusin suka nangis sambil teriak… Ra, aku pasti nikahin kamu, hehehe… gak nyangka kamu mau nikah sekarang, tapi bukan sama aku…”

Eh, si bu guru malah nostalgia. Tersadar kemudian…

“Sana… kamu udah ganteng banget, sana jemput pengantinmu…”

Fou terpaksa menyentuh Jerol, menarik tangan yang sedikit berotot, lengan panjang kemejanya menyatakan itu, lalu mendorong Jerol keluar kamarnya.

Astaga… ya ampun Jerol? Buatku kamu hanya mantan, gak ada embel-embel, gak ada indah-indahnya…

.

Dan rombongan pengantin pria bersama keluarga dan beberapa tetangga sudah pergi dengan beberapa mobil, menjemput penganten wanita yang gak tahu ada di belahan bumi mana, yang pasti mereka akan ke acara pemberkatan.

Suasana lorong agak sepi, tapi dua buah tenda di jalanan dan di sebagian halaman rumah Jerol sudah rapih. Kerjasama yang luar biasa dari para tetangga. Memang benar perkataan King Salomon, Lebih baik tetangga yang dekat dari pada keluarga yang jauh. Kursi plastik mereka Napol ly segala warna sudah rapih di atur beberapa deret di beberapa bagian, dan yang tepenting panstove berisi hidangan pesta sudah ada di atas meja.

Mau tidak mau Fou harus menata bagian pekerjaannya sendiri, mengatur sop buah dan puding buatannya di beberapa meja bulat khusus dessert.

“Foura… kamu menolak katanya ya jadi MC acara resepsi… kasihan loh…” Tante Dora menyenggol pinggang Fou.

“Tante Dora, di sini banyak kok yang bisa, kali ini aku bagiannya buatin puding sama sop buah, ngemsinya orang lain…

“Kalo MC untuk ulang tahun bocah sih semua bisa…”

Fou berpura-pura serius menata piring kertas dan sendok plastik kecil untuk wadah makan puding. Lalu sekelebat dia melihat seseorang yang datang.

“Pak Pala… gak ke acara pemberkatan?”

“Gak, Dora… tadi pak Herry minta saya jadi MC, mau persiapan… saya gugup sebenarnya ini, ini bukan upacara bendera… tapi saya sungkan menolak, siapa itu yang biasa jadi MC… bu guru itu, kenapa gak minta dia aja?”

Tante Dora di belakang Fou menunjuk-nunjuk Fou sambil berbicara tanpa suara, pak Pala teladan di kecamatan ini mendekati Foura setelah mengerti bahasa isyarat tante Dora.

“Bu guru… ahh, bu guru saja yang jadi MC ya, lebih cocok karena sudah profesinya bu guru itu… saya bukannya gak bisa, tapi ini banyak tamu dari luar, nanti mempermalukan lingkungan kita saja… tolong bu guru saja ya? Ah ini termasuk perintah dari pak Pala ya bu guru… saya sudah tidak bisa berhenti keringatan dari tadi ini, belum mulai acara saya sudah gugup begini.”

“Tapi pak Pala…”

“Ah bu guru jangan menolak, bu guru warga yang baik di sini, bu guru harus bantu saya ya… saya cukup sambutan pemerintah saja kalau pak Lurah tidak hadir. Saya mau ganti kemeja saya, sudah basah ini. Ah saya mau ikut acara pemberkatan kalau begitu… bu guru, saya serahkan acaranya sama bu guru. Ini nama-nama yang akan memimpin doa dan yang akan memberi sambutan mewakili keluarga.”

Pak pala lingkungan ini segera menyerahkan sebuah kertas lalu pergi begitu saja. Fou hanya bisa melongoh.

“Fou… sabar ya… kasihan kamu udah ditinggal nikah harus ikut sibuk juga...”

“Eh?? Tante mengatakan apa tadi?” Fou mulai panas.

“Yang sabar… kamu udah nungguin lama ternyata Jerol nikah sama yang lain.”

“Iya yang sabar aja, pasti kamu ada jodohnya nanti, yang lebih baik dari Jerol…”

“Iya udah bener kamu menolak jadi MC, entar kamu nangis-nangis… aduh masa mereka tega nyuruh kamu sih…”

“Kasihan banget kamu, harus melihat dengan mata kepala sendiri Jerol menikah. Sakit hati pastinya kan… yang sabar aja… sekarang waktunya move on…”

Ada beberapa ibu yang datang ke tenda dekat Fou berdiri, membawa panstove berisi makanan, dan membawah gibahan versi yang lain yaitu versi Fou yang gagal move on.

“Ehh? Aku baik-baik aja… seandainya ada yang gagal move on itu bukan aku, itu Jerol… kenapa ceritanya jadi gini?” Fou jadi emosi sekarang.

“Wajar kalau kamu nolak Fou… jangan mau dipaksa jadi MC, aku nolak juga seandainya kejadian yang sama terjadi pada diri aku… eh tapi sebenarnya semua warga pengennya si Jerol nikah sama kamu, kita gak rela dia nikah sama orang luar…”

Salah satu ibu masih bersikukuh dengan komen yang sama. Ternyata sebagian warga termakan cerita yang sesat. Fou memutuskan mengambil job dari si mantan, karena tak suka cerita yang telah bergulir.

Maka Foura langsung balik ke rumahnya masih ada cukup waktu untuk berdandan, dan dia pastikan akan meminta bayaran sama Jerol, gak ada gratis meskipun tetangga, ini gak termasuk kegiatan gotong-royong. Anggap aja membayar cerita-cerita yang bersileweran dan semakin tidak masuk akal. Saat rombongan pengantin datang, Foura sudah siap untuk melakoni pekerjaannya.

Mata Jerol segera mengenali Foura dengan tampilan stunningnya. Jerol mendekati Foura membiarkan si pengantin wanitanya. Vinzy melotot tapi tidak bisa mengikuti si suami berhubung orang bridal sudah mengarahkannya ke kamar untuk mengganti gaunnya.

“Ra?”

Jerol tersenyum sumringah, melihat dandanan Foura dia tahu Foura mau melakukan apa yang dia minta. Jerol menatap dengan tatapan terpesona, dia tak menatap pengantinya dengan cara itu tadi karena selalu bermimpi bahwa Fouralah yang akan menjadi istrinya

“Iya… jangan lupa transfer loh, gak gratis kali walaupun tetangga…” Fou menegaskan memutus tatapan Jerol padanya.

“Iya… pasti aku transfer.” Jerol masih senyum, hati yang sebenarnya gundah dengan pernikahan ini menjadi terhibur karena ada Fou.

“Tarif aku tiga ikat…”

Tiga jari bagian tengah tangan kanan Fou terangkat ke atas. Dia sengaja meminta lebih banyak dari biasanya.

“Tiga juta? Astaga Ra? Mahal amat?”

“Naik lima ratus doang, kamu banyak uangnya, kalau gak mau, aku batal…”

“Iya Ra… iya, jangan batal dong, aku pasti transfer.”

Jerol mengusap lengan Fou, salah satu tindakan sayang yang sering dilakukan bertahun-tahun yang lalu meninggalkan desiran di dada. Fou segera bergeser memutus kegiatan sang pengantin pria, matanya beredar ke sekililing, ada banyak mata memandang kepo, pasti jadi bahan empuk pergosipan.

.

🚥

.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!