NovelToon NovelToon

Diusir Suami Saat Hujan Deras

Diusir

Malam hari, kilatan petir terlihat begitu menakutkan seperti membelah langit malam yang begitu pekat. Suaranya pun menggelegar memekakkan telinga. Tidak lama setelah itu hujan turun dengan begitu derasnya, disertai angin yang berhembus kencang menggoyang dahan menerbangi dedaunan.

Bersamaan dengan itu, seorang wanita dan dua anak kembarnya tengah menangis terisak, memohon kepada seorang pria agar tidak mengusir mereka dari rumah di saat hujan sedang deras-deras nya.

''Mas, aku mohon, Mas. Jangan usir kami malam ini juga. Aku tidak apa-apa kalau harus pergi dari rumah ini malam ini juga, tapi kasihan anak-anak kita Mas. Nanti mereka sakit, nanti mereka masuk angin,'' Denara menangis sesenggukan memohon kepada sang suami yang bernama Dhafin, kedua tangannya terkatup di depan dada. Kini mereka tengah berdiri di teras rumah.

''Mas, pokoknya aku tidak mau tahu, mereka harus pergi dari sini malam ini juga! Kalau kamu tidak segera mengusir mereka, maka aku yang akan pergi!'' seorang wanita yang bernama Laras menghasut Dhafin. Laras adalah istri kedua Dhafin. Istri yang baru dinikahi nya beberapa bulan yang lalu, dan saat ini Laras tengah hamil muda.

Mendengar perkataan Laras, Dhafin semakin kesetanan memperlakukan sang istri tua yang baru ia talak. Iya, Dhafin telah menjatuhkan talak kepada Denara sesuai dengan keinginan Laras, sang istri muda yang begitu ia puja karena paras nya yang cantik mulus serta body nya yang seksi.

''Kamu denger 'kan wanita jelek! Aku sudah tidak peduli lagi sama keadaan kalian! Sekarang, ayo . . .,'' Dhafin menarik paksa tangan Denara serta anak-anak nya yang baru berusia lima tahun, anak kembarnya yang bernama Cika dan Ciko.

Lalu dengan tega nya Dhafin mendorong tubuh mereka ke bawah guyuran hujan yang begitu deras. Seketika mereka bertiga basah kuyup dengan tangis yang melengking terdengar. Tangis minta dikasihani, tapi Dhafin sama sekali tak peduli. Pesona Laras telah berhasil menggelapkan matanya, menutup hati nya, bahkan kepada darah dagingnya sendiri ia tak peduli.

''Papa jahat, huhuhu . . .,''

''Mama, Ciko takut,''

''Cika juga takut, Ma,''

Mendengar celotehan sang anak, membuat hati Denara terenyuh, dengan kedua tangan nya Denara berusaha menutupi kepala sang anak.

''Baiklah, kami akan pergi Mas. Semoga saja kamu mendapatkan balasan atas sikap semena-mena kamu ini. Bila nanti kamu mencari kami dan ingin meminta maaf atas perbuatan kamu malam ini, maka jangan harap kami mau maafkan kamu. Kami sudah tak sudi melihat wajah manusia-manusia jahat seperti kalian. Sungguh, punya hati tapi tak berperasaan,'' Denara berucap keras dengan tatapan tajam melihat Dhafin dan Laras.

Mendengar itu, Laras dan Dhafin tersenyum sumbang, ''Heh, jangan mimpi kamu. Sampai kapanpun Mas Dhafin tidak akan pernah menemui kalian, dasar wanita gendut!'' ledek Laras. Sebenarnya Denara adalah wanita yang cantik, tapi semenjak mempunyai anak kembar, berat tubuhnya semakin hari semakin bertambah karena efek KB. Wajah nya yang dulu putih mulus kini terlihat kusam dengan beberapa bintik-bintik jerawat. Hal itulah yang membuat Dhafin tega kepadanya. Dhafin menganggap bahwa Denara adalah wanita yang tidak becus mengurus diri nya sendiri. Padahal Denara bukannya tidak becus mengurus dirinya sendiri, tapi karena selama ini dia terlalu sibuk mengurus anak dan suaminya tanpa bantuan siapapun dan uang belanja yang diberikan oleh Dhafin pun pas-pasan.

Setelah itu, Denara serta kedua anak nya membawa langkah mereka menjauhi rumah dua lantai tersebut. Mereka berjalan gontai di bawah guyuran hujan yang deras. Dingin, mereka merasa semakin kedinginan, tetapi mereka harus tetap berjalan menyusuri jalan raya, mencari tempat berteduh selanjutnya.

Usai kepergian Denara bersama kedua anaknya, Laras dan Dhafin tersenyum penuh kemenangan.

''Kamu memang yang terbaik Sayang,'' Laras merebahkan kepalanya pada dada bidang Dhafin. Dhafin pun mengecup pucuk kepala Laras dengan penuh cinta.

''Apapun akan Mas lakukan untuk mu Sayang,'' balas Dhafin lembut.

Setelah itu mereka masuk ke rumah. Rumah yang Dhafin bangun dari nol bersama Denara, tetapi dengan tega nya Dhafin mengusir Denara dan anak-anak saat hidupnya sudah mulai berjaya.

* * *

''Ma, dingin,'' ucap Cika lirih. Bibirnya yang semula merah kini tampak pucat. Denara menggendong Cika, membawa ke dalam dekapannya, berharap Cika merasa lebih hangat berada di dekapan nya.

Sementara Ciko terus memegang tangan sang mama, sebenarnya Ciko juga merasa teramat dingin di sekujur tubuh nya, tapi karena tidak ingin menjadi anak laki-laki yang cengeng dan membuat sang mama semakin khawatir, ia memilih diam saja.

''Dasar jahat. Ciko sudah tidak punya Papa lagi. Kenapa Ciko harus punya Papa yang jahat!'' ucap Ciko di dalam hati. Saat ini Ciko merasa begitu marah dan benci kepada sang papa.

Mereka terus berjalan gontai menyusuri jalan raya. Hujan sudah reda, hanya tersisa gerimis saja. Tapi tetap saja mereka merasa semakin kedinginan karena pakaian mereka yang sudah basah kuyup.

"Sayang, kamu kenapa, Nak?'' seketika Denara jadi panik melihat keadaan Cika yang semakin melemah.

''Ma, dingin, Cika udah enggak kuat lagi,'' lirih Cika dengan mata tertutup serta bibir gemetaran.

''Ya Allah, bagaimana ini?'' gumam Denara panik.

Denara melihat ke kiri ke kanan, rumah rumah yang ada di sekitarnya tampak sudah tertutup, para penghuninya seperti sudah tidur pulas karena malam yang memang kian larut. Sepi, jalan raya begitu sepi, tidak ada satupun kendaraan yang lewat.

''Tolong! Tolong kami. Siapa pun itu. Kasihanilah kami . . .,'' teriak Ciko dengan suara kecilnya. Sebagai lelaki satu-satunya, dia ingin menjadi pelindung untuk Mama dan Adik nya.

Sesak dada Denara mendengar itu. Ciko dipaksa dewasa diusianya yang masih teramat belia.

''Mama diam saja di sini sama Adek. Biar Ciko saja yang mencari pertolongan,'' kata Ciko lagi. Denara hanya bisa menangis sesenggukan. Dia berdiri di pinggir jalan dengan tangan terus mengelus tubuh dingin Cika.

Ciko berlari ke jalan raya dengan terus berteriak minta tolong.

''Tolong . . .''

''Ciko tidak mau kehilangan Cika, hiks hiks . . .,'' akhirnya tangis Ciko pecah juga.

Namun, seketika netra nya berbinar bahagia melihat mobil melintas dari arah depannya.

Ciko berlari ke pinggir jalan, lalu berteriak meminta bantuan kepada sang pengemudi saat sang pengemudi melewati tubuh nya.

''Tolong kami Pak!'' seru nya, tapi sayangnya orang yang ada di dalam mobil tak peduli dengan seruan Ciko.

Ciko tak putus asa, saat melihat sebuah mobil melaju lagi.

Dia berseru lagi.

Dan, seketika sang pengemudi menginjak pedal rem, sehingga mengeluarkan suara decitan yang cukup keras karena mobilnya yang berhenti mendadak mendengar suara anak kecil minta tolong.

Ciko menghampiri mobil, lalu menggedor pintu.

''Om, tolong kami Om,'' ujar Ciko penuh harap. Dia bisa melihat seorang pria yang tengah duduk di kemudi yang juga sedang menatap nya.

Bersambung.

Pulang Ke rumah Orangtua

Mendengar seorang anak kecil berteriak meminta tolong, akhirnya pria yang ada di kemudi membuka pintu mobil lalu beranjak keluar dengan cepat.

''Iya, kamu kenapa hujan-hujanan begini, Dek? Pakaian kamu basah, kasihan sekali kamu,'' tanya pria tersebut menatap Ciko heran. Ia membungkukkan tubuhnya mensejajarkan dirinya dengan Ciko.

''Om, tolong kami. Kami diusir oleh Papa dari rumah. Itu Mama dan Adik aku, Om. Tubuh Adik aku mendadak melemah karena tidak tahan dingin, tolong Adik aku, Om,'' kata Ciko dengan wajah mengiba dengan jari tangan menunjuk ke arah Mama dan Adiknya yang berdiri di bawah pohon di pinggir jalan. Air mata terus mengucur membasahi pipi mulus Ciko. Meskipun usianya baru lima tahun lebih, tapi Ciko kalau bicara sudah jelas kosa katanya, dia merupakan anak yang pintar, karena Denara merawat serta mendidik anak-anak nya dengan baik.

Tanpa pikir panjang, pria tampan yang ada di hadapan Ciko lalu beranjak menuju mobilnya. Dengan cepat dia membuka pintu mobil bagian depan dan belakang, lalu dia berseru, ''Ayo, silakan masuk!''

Mendengar itu, Denara langsung saja berjalan membawa Cika masuk ke dalam mobil, begitu juga Ciko.

Ciko duduk di kursi depan, sementara Denara dan Cika duduk di kursi belakang. Cika masih menutup mata, Denara semakin cemas melihatnya.

Mobil melaju membelah jalanan yang sepi, pria tampan yang tengah mengemudi sesekali melihat spion, diam-diam dia mencuri pandang ke arah Denara. Dia merasa prihatin melihat kondisi Denara dan kedua anak Denara. Dia pun mengutuk keras, kenapa ada seorang suami yang tega mengusir istri dan anaknya sendiri dari rumah di saat malam hari serta hujan deras. Tega sekali pria itu, kenapa tidak menunggu besok saja? Pikir nya.

''Om, terimakasih, ya, karena Om sudah membantu kami,'' kata Ciko memecah kekakuan yang sempat tercipta. Kedua tangan Ciko saling menyilang memeluk tubuh. Dia menggigil karena pakaian yang basah masih menempel di tubuhnya.

''Iya, sama-sama,''

''Om, maaf, kursi mobil Om jadi basah karena kami,'' kata Ciko lagi, terdengar sungkan.

''Tidak apa-apa, em . . . Kalau Om boleh tahu, nama kamu siapa?''

''Nama aku Ciko, nama Adik ku Cika dan nama Mama aku Denara,'' ucap Ciko lancar. Mendengar itu, pria yang ada di sampingnya mangut mangut.

''Nama yang bagus-bagus,''

''Kalau nama Om, siapa?''

''Nama Om, Brian,''

''Waw, nama Om juga keren,''

''Kamu bisa saja,''

''Kita ke rumah sakit?'' tanya pria tampan yang bernama Brian.

''Em, tidak usah. Apakah anda bisa mengantarkan kami ke jalan cempaka nomor 19?'' sahut Denara.

''Tentu bisa. Tapi bagaimana dengan anak mu?''

''Putri saya tidak apa-apa. Insya Allah kalau sudah berada di rumah keadaan nya akan kembali normal. Dia hanya kedinginan saja,'' Denara sungguh tidak mau merepotkan Brian terlalu jauh. Karena Denara merupakan tipekal wanita yang suka tidak enakan sama orang lain.

''Oke, kalau begitu. Saya akan mengantarkan kalian ke alamat yang kamu sebutkan tadi,''

''Iya, terimakasih banyak. Kalau tidak ada kamu, entah bagaimana nasib kami,'' kata Denara lembut.

''Saya senang bisa membantu kalian,''

''Terimakasih ya Om tampan,'' timpal Ciko.

Brian lalu mengusap pucuk kepala Ciko dengan lembut seraya tersenyum simpul.

Tidak lama setelah itu mobil melaju melambat, lalu berhenti tepat di depan sebuah pagar yang tinggi nya sedada.

Mereka sudah tiba di tempat tujuan, di depan kediaman Ibu nya Denara.

Denara beserta kedua anak kembarnya keluar dari mobil, berulangkali mereka mengucapkan ribuan terimakasih kepada Brian. Bahkan mereka menawarkan agar Brian masuk ke rumah sederhana tersebut untuk ngopi atau ngeteh, tapi Brian menolak dengan halus.

Denara dan kedua anaknya sudah masuk ke dalam rumah.

Brian merasa lega, karena bisa membantu Denara beserta kedua anaknya malam ini.

Brian duduk di dalam mobil, tatapannya masih tertuju ke arah rumah sederhana tersebut, lalu dia bergumam, ''Ah, tega sekali pria yang telah menyia-nyiakan anak setampan dan sepintar Ciko. Coba saja kalau Ciko dan Cika adalah anak aku, pasti akan aku jaga dengan baik. Titipan yang indah dan berharga tak seharusnya di buang. Semoga saja kedepannya hidup Ciko dan Cika lebih baik, dan semoga saja Denara bisa menjadi wanita tangguh dalam menjaga anak kembarnya yang tampan dan cantik,'' gumam Brian, lalu setelah itu ia melajukan kendaraan roda empat miliknya menuju rumah nya.

* * *

Wanita paruh baya yang berusia enam puluh tahun tersebut terus saja meneteskan air mata melihat kepulangan Putri beserta kedua cucunya di waktu tengah malam dengan kondisi yang begitu memprihatinkan. Pakaian basah beserta mata pun basah juga.

Cepat-cepat dia mengambil pakaian ganti untuk Denara, Ciko dan Cika.

Dia tidak ingin banyak tanya dulu, karena dia tahu Denara saat ini begitu terguncang perasaan nya.

''Pantesan saja dari tadi perasaan aku begitu gelisah, dan tak kunjung bisa terlelap, ternyata Putri dan kedua cucu ku telah ditelantarkan oleh Dhafin. Jahat memang,'' ucap Ibu nya Denara di dalam hati.

''Nek, terimakasih, sekarang Ciko sudah tidak kedinginan lagi,'' kata Ciko polos. Saat ini mereka berempat sudah berada di dalam kamar Denara sewaktu masih gadis dulu.

''Alhamdulillah, Nenek senang denger nya,'' sahut Ibu nya Denara memaksa senyum.

''Cika juga udah tidak kedinginan lagi,'' timpal Cika yang sudah duduk di atas kasur. Denara membaluri tubuh Cika dengan minyak kayu putih.

''Syukurlah. Akhirnya kalian bisa sampai ke rumah Nenek dalam keadaan selamat. Nenek sedih membayangkan kalian yang terkena guyuran hujan deras tadi, kenapa Papa kalian tega sekali,'' ucap Ibunya Denara yang bernama Daniah.

''Bu,'' Denara tidak ingin Ibu nya berkata jelek tentang Dhafin di depan anak-anak nya.

''Mama tidak usah membela Papa lagi. Papa memang orang yang paling jahat di dunia ini. Ciko benci sama Papa,''

''Cika juga benci. Cika tidak ingin lagi ketemu sama Papa! Papa Cika sudah mati!'' timpal Cika.

Mendengar itu, Denara hanya bisa mengelus dada. Dia tidak bisa mencegah anak-anak nya untuk tidak membenci Dhafin, karena anak-anaknya sudah melihat dan merasakan sendiri kekejaman Dhafin.

Tidak lama setelah itu Ciko dan Cika terlelap.

Lalu Daniah mengajak Denara bicara. Sungguh dia merasa amat penasaran apa yang terjadi pada rumah tangga anaknya, karena selama ini yang dia tahu rumah tangga Denara dan Dhafin baik-baik saja, karena Denara sangat pandai menjaga nama baik Dhafin di depan Ibu nya maupun orang-orang.

''Cerita sama Ibu semua nya, Nak. Ibu akan menjadi pendengar yang baik untuk mu. Jangan kamu tutupi lagi tentang keburukan Dhafin selama ini, jangan kamu pendam sendiri kesakitan yang tengah kamu rasakan. Ingat, kamu masih punya Ibu yang akan selalu ada untukmu,'' kata Daniah lembut seraya membelai rambut panjang Denara.

Bersambung.

Asisten CEO

Di depan sang ibu, Denara menceritakan semua yang terjadi kepada dirinya dan anak-anaknya. Dia menceritakan kalau Dhafin sudah menikah lagi dan sudah menjatuhkan talak kepadanya.

Mendengar itu, Daniah merasa amat sedih. Daniah memeluk tubuh Denara dengan tangis yang berderai. Dia harap sang putri akan selalu kuat menerima cobaan yang datang pada nya. Karena sejatinya sebuah cobaan yang datang pada diri seseorang bukan untuk menghukum tapi untuk mendewasakan diri serta menjadikan diri menjadi pribadi yang lebih baik dan kuat ke depannya.

* * *

Keesokan harinya, Denara berulangkali meminta izin kepada Daniah, dia ingin mencari pekerjaan karena tidak ingin menambah beban bagi sang ibu yang sudah sepuh. Tapi Daniah melarang.

Denara mempunyai seorang kakak laki-laki, dan kakak nya merupakan seorang aparatur negara yang saat ini tengah bertugas di luar kota. Sang kakak yang terpaut usia dua tahun di atasnya, dia masih lajang dan dia lah yang selama ini menanggung semua kebutuhan Daniah. Bahkan sesekali sang kakak yang bernama Denis suka mengirimkan paket untuk Daniah, Ciko dan Cika. Paket yang berupa pakaian, mainan dan lain nya. Denis sangat menyayangi Denara dan kedua keponakan nya.

Daniah ingin menceritakan masalah yang tengah menimpa Denara kepada Denis, tetapi Denara melarang, karena dia tidak ingin membuat sang kakak khawatir karena kepikiran tentang dirinya dan anak-anaknya lalu menganggu tugasnya di kota orang.

''Besok saja, Nak. Ibu bukannya melarang kamu untuk mencari pekerjaan, tapi tunggu seminggu atau lebih, kamu harus menenangkan diri mu dulu. Lagian ibu tidak merasa direpotkan dengan kehadiran kamu dan cucu-cucu ibu. Malahan ibu senang kalian tinggal di rumah ini, karena ibu ada teman dan tidak kesepian lagi. Ibu masih punya banyak uang simpanan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari kita,'' kata Daniah meyakinkan, senyuman di wajah tua nya terpatri indah. Mendengar itu Denara hanya bisa menuruti perkataan sang ibu.

Ciko dan Cika sudah kembali ceria, selesai sarapan, mereka asyik bermain mainan yang pernah dibelikan oleh Denis dan mainan itu memang mereka tinggal di rumah Daniah.

Walaupun Ciko dan Cika nampak ceria, tetapi di dalam hati, mereka masih menyimpan amarah yang besar kepada sang papa.

* * *

Di tempat berbeda, pukul sembilan pagi, Dhafin dan Laras baru bangun tidur, mereka telat bangun karena tadi malam setelah mengusir Denara dan anak-anak, mereka merayakan kepergian Denara dengan begitu bahagia dengan bermain-main di atas ranjang cukup lama, mereka merasa terbebaskan dari beban. Iya, Laras menganggap kalau Denara dan anak-anaknya adalah beban bagi Dhafin, sehingga dia begitu antusias mendesak Dhafin untuk mengusir Denara.

''Sayang, kamu belum bikin sarapan?'' tanya Dhafin. Saat membuka mata, dia melihat Laras masih berbaring di sebelah nya.

''Ya belum lah, Mas. Aku tidak akan pernah masak, nanti tubuh aku bauk bawang dan kuku kuku aku yang indah patah. Makanya kamu cari pembantu aja,'' kata Laras angkuh dengan mata masih tertutup. Sebenarnya Laras sudah bangun dari tadi, tapi dia malas bangkit.

Mendengar itu, Dhafin hanya bisa menghela nafas panjang.

Tiba-tiba saja dia teringat dengan sosok Denara. biasanya setiap pagi, aroma masakan sudah menguar menusuk indra penciuman, karena Denara sudah memasak sebelum dia bangun tidur.

Saat dia sudah membersihkan dirinya dan bersiap berangkat bekerja, semua hidangan sarapan pagi sudah siap di atas meja.

Denara melakukan tugasnya sebagai seorang istri dan ibu dengan baik. Karena itu, dia tidak sempat merawat tubuh serta penampilan nya. Bagi Denara, kebutuhan dan kebahagiaan suami dan anak-anak nya adalah nomor satu, hingga dia melupakan kebutuhan dan kebahagiaan dirinya sendiri.

Bangun Dhafin dari ranjang king size, dengan langkah kaki gontai dia berjalan ke kamar mandi. Dia harus segera membersihkan diri, karena dia harus berangkat bekerja.

Beberapa minggu yang lalu Dhafin baru di angkat menjadi asisten pribadi CEO di perusahaan tempat nya bekerja, kinerjanya yang selama ini selalu bagus dan disiplin membuat Sang CEO amat mempercayai nya.

Tidak lama setelah itu Dhafin keluar dari kamar mandi, dia langsung saja mengambil pakaian nya dari lemari dan memakai nya cepat.

Laras masih betah berada di atas kasur, dia sama sekali tidak berinisiatif untuk membantu Dhafin menyiapkan keperluan untuk bekerja. Lagi-lagi Dhafin hanya bisa menggeleng kepala melihat sikap Laras yang begitu pemalas serta manja. Tapi, lekuk tubuh Laras yang menggoda membuat dirinya mengalah, karena dia tidak ingin kehilangan jatah nya.

* * *

''Kenapa kamu bisa telat, Dhafin? Apa kamu lagi ada masalah? Ini merupakan kali pertamanya kamu telat!'' ujar sang ceo begitu Dhafin tiba di kantor, Dhafin langsung saja berjalan memasuki ruang atasannya itu karena sang atasan yang memanggilnya untuk menghadap.

''Maaf Pak. Lain kali saya tidak akan mengulangi lagi,'' balas Dhafin.

''Baiklah. Saya pegang omongan kamu Dhafin. Kamu itu baru beberapa hari saya angkat menjadi asisten pribadi saya, jadi jangan berulah, tetaplah berlaku baik dan disiplin seperti dulu. Karena kalau tidak, saya tidak akan segan-segan untuk menurunkan jabatan kamu,'' Ceo muda tersebut berkata tegas.

Dhafin hanya manut saja, setelah itu dia berlalu ke ruangan nya. Ruangan nya yang ada di sebelah ruangan sang atasan.

''Ah, sial!'' gerutu Dhafin kesal. Ketika dia membuka laptop dan mulai memeriksa laporan, dia melihat banyak sekali pekerjaan yang belum dia selesaikan. Melihat itu, mendadak membuat kepalanya sakit.

Dulu, saat masih bersama Denara, Dhafin selalu datang lebih awal dari pada karyawan lain, karena di rumah, Denara melayani nya dengan baik. Dan setibanya di kantor, dia akan langsung mengerjakan pekerjaan dengan cepat karena perutnya yang kenyang dan pikirannya pun tenang.

Tapi kali ini, sudah datang telat, dan Dhafin pun belum mengisi perutnya dengan makanan maupun minuman apapun, dan hal itu membuat dirinya sulit berpikir, dan perutnya pun sudah terasa perih karena lapar.

Di ruangan sang ceo, CEO muda itu pun tampak sibuk menandatangani beberapa berkas.

Ceo muda yang bernama Brian. Iya, Brian yang telah membantu Denara, Ciko dan Cika malam itu.

Brian merupakan seorang duda, dia berpisah dengan istrinya karena istrinya yang tidak bisa menjadi istri yang baik. Dia belum memiliki anak, karena sang mantan istri yang menolak keras untuk mempunyai anak. Mantan istrinya merupakan seorang model ternama yang memiliki tubuh indah, dan karena itulah dia tidak ingin memiliki anak dan karena itu juga lah Brian menceraikan nya. Selain itu juga karena sang mantan istri yang masih mau bebas jalan-jalan sama temannya, dia tidak pernah membatasi diri padahal dia sudah mempunyai suami. Dan hal yang paling fatal yang tidak dapat Brian maafkan adalah, karena dia memergoki sang istri yang tengah bercumbu mesra dengan pria lain.

Bersambung.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!