NovelToon NovelToon

ZIFANA (Kubalas Pengkhianatanmu!)

Zifana-01

"Waspadalah terhadap orang yang menikammu dan kemudian memberitahu dunia bahwa mereka berdarah."

_Jill Blakeway_

...****************...

Zifana Mahreen, putri bungsu seorang pengusaha kaya di Bandung yang kini sedang kuliah di salah satu universitas ternama di Jakarta. Selama kuliah, ia hanya tinggal sendirian di apartemen mewah, selain jauh dari keluarganya, Zifana juga harus menjalani long distance relationship dengan sang kekasih yang sudah menjalin hubungan dengannya lebih dari tiga tahun. 

Setelah hampir lima bulan tidak bertemu dan mereka hanya melepas rindu lewat panggilan suara maupun video, kini tepat di hari ulang tahun Jayden—kekasih Zifana. Gadis itu sengaja pulang tanpa memberi tahu Jayden terlebih dahulu. Ia berencana akan membuat kejutan untuk sang kekasih. 

Tepat pukul sepuluh malam, Zifana baru saja tiba di bandara dan ia akan langsung pergi ke apartemen Jayden untuk memberi kejutan kepada lelaki itu. Tak lupa, Zifana membawa kue ulang tahun agar kejutan itu makin sempurna. 

Rasanya ia sudah tidak sabar ingin segera bertemu Jayden. Senyumnya mengembang sempurna ketika membayangkan Jayden memeluknya dan mengucapkan terima kasih. Memberinya kecupan dan mereka akan menghabiskan kue tersebut bersama. 

Bayangan itu terlalu indah untuk Zifana. 

Ketika sudah berdiri di depan pintu apartemen, Zifana menghela napas panjang terlebih dahulu untuk menghilangkan kegugupannya. Kemudian, ia menekan kata sandi apartemen tersebut dan masuk dengan perlahan. 

Keadaan di sana sangat sepi. Zifana merasa sangat yakin kalau Jayden pasti sudah tertidur lelap dan ini adalah waktu yang tepat untuk membuat rencananya sukses. 

Dengan berjalan mengendap-endap, Zifana menuju ke kamar Jayden. Namun, ketika sampai di depan pintu itu, Zifana terpaku ketika mendengar suara des*han dari dalam sana. Gadis itu pun menempelkan telinga di pintu untuk memperjelas pendengarannya. 

"Lebih cepat, Jay. Ahh ... ah ...." 

Jantung Zifana berdebar kencang ketika mendengar suara des*han itu. Bahkan, ia sepertinya sangat mengenali suara wanita itu. Dengan gegas, Zifana membuka pintu kamar yang tidak terkunci dan ia begitu tersentak ketika melihat Jayden sedang beradu peluh dengan Leli, sahabatnya sendiri. 

Bak sambaran petir di malam hari, Zifana menjatuhkan kue ulang tahun yang barusan dipegangnya. Sementara dua orang yang sedang memadu kasih itu pun menghentikan kegiatan mereka. Raut terkejut terlihat memenuhi wajah mereka semua. Baik Zifana, Jayden, maupun Leli.

"A-apa yang sedang kalian lakukan?" Suara Zifana terdengar bergetar karena menahan tangis. 

"Zi, kenapa kau pulang tapi tidak bilang padaku?" Jayden memakai boxer dengan cepat lalu mendekati Zifana. 

Lelaki itu berusaha memegang tangan sang kekasih, tetapi langsung ditepisnya dengan sangat kasar. 

"Kalau aku bilang padamu, sudah pasti aku tidak akan pernah memergoki kalian seperti ini!" bentak Zifana dipenuhi amarah. 

"Zi, aku akan jelaskan semuanya padamu." Jayden berusaha mendekati sang kekasih. Namun, sebisa mungkin Zifana menghindar. 

"Apa yang akan kau jelaskan, ha! Jay, aku sudah melihat dengan mata kepalaku sendiri! Lalu apa yang akan kau jelaskan? Bangsat!" umpat Zifana. Dadanya bergemuruh hebat bahkan matanya memanas hingga tanpa terasa bulir-bulir bening mengalir dari setiap sudut mata gadis itu. 

Sementara Leli, justru duduk tenang di atas ranjang dan menutup tubuhnya dengan selimut sampai sebatas leher. Tidak ada rasa bersalah ataupun sesal yang terlihat dari wanita itu. Bahkan, sepertinya Leli sangat puas melihat pertengkaran Zifana dan Jayden. 

"Katakan padaku, Jay. Sejak kapan kalian bermain di belakangku? Sejak kapan!" Zifana berteriak seperti orang kesetanan. Sorot matanya dipenuhi dengan kilatan amarah bahkan tangannya sudah mengepal erat. Membuat buku-buku kukunya memutih. 

"Kau tenang dulu, Zi. Aku akan jelaskan semuanya. Tapi, aku mau kita membahas ini dengan kepala dingin. Aku ...." 

Plak! 

Belum juga Jayden selesai berbicara, tamparan keras sudah mendarat di pipinya. Menyalurkan rasa panas yang menjalar. 

"Kau sangat keterlaluan! Lihatlah tanda ini, ini, ini, dan ini!" Zifana menunjuk beberapa kissmark yang terlihat memenuhi leher dan dada Jayden. "Aku sangat benci saat melihatnya! Sangat menjijikkan!" 

"Zi, aku sudah berbicara halus denganmu. Tapi, kau masih saja membentakku! Biar aku jawab semuanya. Aku memang menjalin hubungan dengan sahabatmu sudah lebih dari enam bulan! Kau puas!" 

Zifana-02

"Kalian sungguh sangat gila!" umpat Zifana geram. "Bagaimana bisa kalian menjalin hubungan selama itu bahkan kalian sudah sampai bercinta. Ini sungguh pengkhianatan yang luar biasa!" 

Wanita itu menggeleng. Masih berusaha mempercayai semua ini. Sebuah fakta yang membuat hatinya terasa remuk redam.

"Zi, ini tidak sepenuhnya salahku. Kau terlalu sibuk dan kolot. Kau bahkan sangat cuek dan tidak mau kusentuh. Sementara Leli, dia bisa memberi apa yang aku mau dan apa yang kubutuhkan. Jadi, jangan salahkan aku kalau merasa lebih nyaman dengannya." Jayden masih terus membela diri. 

Zifana tiba-tiba tergelak keras hingga membuat Jayden dan Leli terkejut. Bahkan, Zifana bertepuk tangan sangat kencang sambil terus tertawa. 

"Kalian benar-benar luar biasa. Aku sangat kagum. Memang ya, seorang bajingan itu lebih pantas bersanding dengan wanita murahan." Zifana memberi penekanan dalam setiap ucapannya. 

Namun, ia tersentak saat Jayden membalas tamparan di pipinya. 

"Brengsek! Berani sekali kau berbicara seperti itu? Kau pikir, kau siapa? Kau tidak ada hak melarangku akan bersama siapa!" Jayden mulai naik pitam. Ternyata kesabaran lelaki itu hanyalah setipis tisu. 

"Kau sudah tidak lagi menganggapku? Baiklah, mulai sekarang kita putus!" ucap Zifana lantang. 

Wajah Jayden tampak memucat. Jika sampai ia putus dengan Zifana, sudah pasti ini tidak akan baik untuknya. Walaupun ia sering kesal dengan sikap Zifana yang tidak mau disentuh, tetapi tidak dipungkiri kalau Zifana merupakan 'sumber kesenangannya'.

"Zi, kita harus membicarakan ini dengan baik-baik. Aku tidak mau hubungan yang kita jalin selama tiga tahun ini, harus kandas hanya karena masalah sepele seperti ini," tolak Jayden mentah-mentah. 

Apa pun caranya ia harus membuat Zifana tetap bertahan di sampingnya. 

"Kau sungguh sangat tidak waras, Jay! Kau bilang ini masalah sepele? Kau dan sahabatku berkhianat! Bermain di belakangku bahkan kalian sudah sampai melakukan dosa sebesar ini. Masih pantaskah ini disebut sebagai masalah sepele? Pikir, Jay! Pikir!" 

Sorot mata Zifana tampak dipenuhi kilatan amarah. Segala perasaan yang dipendamnya kini membuncah sudah. Apalagi saat melihat Leli turun dari ranjang hanya dengan berbalut selimut. 

Ah, tanda kissmark juga ada di leher dan dada Leli yang putih bersih itu. 

Sangat menjijikkan bagi Zifana. 

"Zi, maafkan aku. Aku khilaf," kata Leli lirih. 

"Kau bilang khilaf? Kau sungguh keterlaluan Lel! Kau membuatku merasa sangat muak!" bentak Zifana lagi.

Ingin sekali ia merem*s wajah sahabatnya sampai tidak berbentuk. Namun, ia tidak tega mengingat hubungan mereka sangat baik sebelum ini. 

"Zi, kalau boleh jujur, sebenarnya aku sudah sayang sama Jayden sejak lama. Tapi, aku menutupi semuanya darimu. Tidak apa aku jadi kekasih gelap Jayden, asal aku bisa bersamanya. Kita ini sahabat, bukankah seharusnya berbagi?" ujar Leli. 

Zifana terpaku sesaat, lalu menggeleng cepat setelahnya. Ia sungguh tidak percaya mendengar ucapan Leli tersebut. 

"Kau memang udah gila, Lel. Otakmu sudah tidak waras!" umpat Zifana. 

"Aku memang sudah tidak waras, tapi setidaknya aku sekarang bisa memiliki Jayden. Asal kau tahu, Zi. Sekarang aku sedang hamil anak Jayden." 

"Apa!" pekik Zifana tidak percaya. "Kau yang benar saja!" 

"Aku serius, Zi. Aku sedang hamil lima minggu. Jadi, kumohon kau harus ikhlas melepas Jayden. Mungkin saat ini Jayden mencintaiku karena napsu, tapi aku yakin seiring berjalannya waktu, aku bisa membuat Jayden menaruh rasa padaku. Bahkan rasa sayang lebih dari yang ia berikan padamu." Leli berbicara penuh percaya diri dan tanpa rasa bersalah sedikit pun. 

Zifana merasa sangat benci kepada mereka berdua, apalagi Jayden yang terus saja diam tanpa menjelaskan apa pun. Seolah memberi kode bahwa apa yang dikatakan oleh Leli adalah sebuah kebenaran. 

"Baiklah. Kalau begitu selamat untuk kalian berdua yang sebentar lagi akan menjadi orang tua. Aku turut berbahagia, tapi ingat ... sampai kapan pun aku tidak ikhlas dengan pengkhianatan ini dan aku berjanji akan membalas semua perbuatan kalian ini! Camkan itu!" 

Zifana berbicara penuh emosi lalu  keluar dari kamar itu dengan membanting pintu. Air mata wanita itu mengalir begitu saja apalagi saat ia menyadari bahwa Jayden tidak mengejarnya. 

Aku berjanji akan membuat kalian harus membayar mahal untuk rasa sakit ini! Akan kubalas segala rasa sakit yang sudah kalian torehkan ini! 

Zifana-03

"Brengsek! Sialan! Pecundang! Murahan! Arrgghhh!!!" 

Zifana berteriak seperti orang kesetanan di dekat sebuah danau. Ia meluapkan semua rasa sakit, kecewa dan lainnya yang bercampur di dalam dada hingga membuatnya seperti hampir kehilangan kendali. 

"Brengsek! Brengsek! Bajingan! Ya Tuhan, kenapa hidupku sial sekali! Arrggh!" 

Semua umpatan kasar itu keluar dari bibir Zifana padahal sebelumnya gadis tersebut tidak pernah berbicara sekasar itu. Namun, rasa sakit karena pengkhianatan sang kekasih dan sahabatnya membuat Zifana tidak mampu lagi menahan emosi. Dadanya terasa bergemuruh hebat ketika mengingat mereka sedang telanjang bersama. 

Ia tidak peduli meskipun ada orang yang mendengar teriakan tadi. Atau bahkan ada yang membicarakan dirinya yang lebih seperti orang gila karena berteriak tidak jelas. Yang terpenting bagi Zifana saat ini adalah dirinya bisa meluapkan segala amarah yang membuncah di dalam dada. Ia hanya ingin batinnya merasa lega. 

Setelah puas berteriak. Tubuh gadis itu luruh dan terduduk di atas rumput. Napasnya tersengal karena berteriak dengan sekuat tenaga. Apalagi dalam keadaan perut lapar, membuat Zifana merasa lemas setelahnya. 

"Kau sudah puas berteriak? Suara cemprengmu benar-benar mengganggu! Bahkan seperti akan memecahkan gendang telingaku!" cibir salah seorang lelaki yang ternyata sedang duduk tidak jauh dari Zifana. 

Sepertinya lelaki itu tadi sedang tertidur ketika Zifana berteriak karena posisinya saat ini duduk di atas rumput dan ada sebuah tas yang tergeletak di belakangnya. 

Zifana hampir saja mengagumi pria itu karena wajahnya yang tampan dan putih bersih, juga lesung pipi yang makin menambah kadar ketampanannya. Namun, Zifana berusaha mengusir pikiran itu. 

Jangan sampai ia menjadi wanita genit. 

"Aku tidak tahu ada orang di sini," kata Zifana santai.

"Makanya, kalau mau berteriak di tempat umum, lihatlah sekitarmu. Beruntung aku yang sedang tertidur. Coba kalau orang punya riwayat penyakit jantung dan ia meninggal di tempat. Aku yakin kau akan merasakan nikmatnya tidur di balik jeruji besi," ucap lelaki itu panjang lebar. 

"Kau cowok, tapi kenapa mulutmu sangat cerewet," cebik Zifana. "Aku cuma mau meluapkan emosiku, tapi kau justru membuat emosiku kembali naik! Menyebalkan!" 

Gadis itu lebih memilih untuk pergi dari sana daripada harus berdebat dengan lelaki yang bahkan tidak dikenalnya. Ia tidak mau jika moodnya akan semakin buruk karena lelaki tersebut. 

***

"Ma, Zifana pulang." 

Gadis itu masuk ke sebuah rumah mewah dengan pintu berwarna coklat yang menjulang tinggi. Wajahnya terlihat sangat lesu tidak seperti biasanya. Hal itu pun membuat sang mama menjadi terheran-heran. 

"Loh, Zi. Kenapa wajahmu jelek sekali? Apa ada masalah? Kau juga pulang tidak bilang-bilang," ujar Dyah—mama Zifana.

"Zi capek, Ma." Gadis itu menghempaskan tubuh di sofa dan memeluk bantal yang tergeletak di sana. Lalu memejamkan mata persis seperti orang yang hendak tidur. 

"Capek kenapa?" Sang mama terus saja menatap putrinya heran. 

"Tidak papa, Ma. Zi mau ke kamar dulu aja. Zi sayang mama." Zifana mencium pipi sang mama lalu bergegas pergi ke kamarnya yang terletak di lantai dua. Ia tidak mau jika mamanya yang cerewet itu akan bertanya banyak hal padanya terutama tentang hubungannya dengan Jayden. 

Melihat punggung putrinya yang menjauh dari pandangan, membuat wanita paruh baya itu hanya bisa menggeleng. Zifana, selalu saja seperti anak kecil. Terkadang terlihat sedih, tapi beberapa detik selanjutnya bisa saja berubah ceria. 

"Zi-Zi, dasar tuh anak. Ada-ada saja tingkahnya."

Namun, ketika Zifana sama sekali tidak terlihat, wanita paruh baya tersebut menghela napas panjang. Merasa cemas pada keadaan putrinya karena ia yakin, bukan tanpa alasan Zifana terlihat sedih seperti itu.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!