Detak jantung Ayasha bergemuruh hebat, dan terasa sesak seperti di hantam oleh bongkahan batu besar di dadanya sendiri, sungguh ini sangat menyakitkan bagaikan di tusuk belati yang begitu tajam. Tak sanggup rasanya kedua netranya melihat pemandangan dua orang tanpa busana, saling berbagi peluh, mengejar kenikmatan surga dunia. Sesak!
“RAFAEL!!” teriak histeris Mama Rara, melihat anaknya berbuat mesum, wanita paruh baya itu geram, kedua netra terbelalak dengan jelasnya.
Pria yang di panggil namanya menghentikan goyangan pinggulnya yang sedang menghunjam wanita yang dikungkungannya, pria itu langsung menoleh ke arah ambang pintu yang sudah terbuka lebar, begitu juga wanita yang ada di bawah pria itu, langsung kedua netranya terbelalak kaget, dan segera menutupi tubuh mereka berdua dengan bed cover.
“Mama ... Ayasha!” ucap lirih pria itu dengan napas beratnya, masih tersengal-sengal.
“ANAK DURHAKA, ANAK BRENGSEK!” teriak maki Mama Rara, kedua netra wanita paruh baya itu pun berlinang air mata, lalu menarik lengan tunangan Rafael yang baru saja di ikat sebulan yang lalu, Ayasha Elshanum, gadis yang baru saja lulus sekolah menengah atas.
Ayasha sudah tak sanggup untuk menangis lagi dan tak sanggup juga untuk berbicara hanya bisa menatap nanar ke arah ranjang, gadis itu dan pria itu saling bersitatap dalam beberapa detik, hatinya sedang bergelut setelah menerima kenyataan pahit jika pria yang baru saja mengikat dirinya dalam acara tunangan, rupanya telah mengkhianati dirinya. Tanpa meluapkan emosi gadis itu memilih keluar dari apartemen tunangan nya tanpa mengeluarkan sedikit suaranya, walau Mama Rara sudah berusaha menahan gadis itu untuk tidak meninggalkan Mam Rara, namun tubuh gadis itu lebih kuat tenaganya menarik lengannya dari genggaman mama dari Rafael.
Rafael yang kepergok oleh mamanya sendiri serta tunangan nya langsung memakai boxer dan celana panjangnya, kemudian terburu-buru keluar dari kamarnya, sedangkan wanita yang berada di kamar masih terlentang dan menatap langit-langit. “Akhirnya waktu yang aku nanti kan datang juga,” gumam wanita itu, senyum tipis mengulas di wajah ayunya.
Bukannya semua orang harus tahu kan ... batin wanita berparas ayu itu.
PLAK!
PLAK!
Rafael pasrah di saat tangan mamanya melayang di pipi kiri dan kanannya, dan siap menerima risiko apa pun, dia tak akan mengelak.
“Kamu telah membuat hati Mama sakit sekali, ternyata kelakuan kamu seperti ini, pantas saja kamu lebih memilih tinggal di apartemen ketimbang di mansion. Tega sekali kamu! Mama menyesal telah melahirkan kamu. Mama tidak menyangka kamu telah berzina!” hardik Mama Rara, kedua netranya sudah basah dan memerah.
“Mama, aku bisa menjelaskan semuanya,” kata Rafael.
“Mama tidak perlu penjelasan dari kamu. Semuanya sudah kelihatan di depan mata mama sendiri!” balas ketus Mama Rara, wanita paruh baya itu mengambil tasnya yang ada di sofa, lalu keluar dari apartemen putra sulungnya, dengan membawa hati yang hancur berkeping-keping.
Kenapa mereka berdua bisa datang ke sini tiba-tiba dan bisa masuk ke apartement ... batin Rafael bertanya-tanya.
...----------------...
Gadis cantik itu duduk termenung di halte bus yang tak jauh dari apartemen Rafael, meratapi kisah cintanya yang sepertinya gagal di depan mata. Berulang kali gadis itu mengusap air matanya dan menekan perasaan sedih nya, tapi sepertinya tidak bisa di ajak kompromi. Dan sesaat tatapannya menatap cincin berlian yang masih tersemat di jari manisnya, semakin tersayat hati gadis itu.
Ingatan gadis itu kembali ke seminggu sebelum menjelang acara tunangannya, Ayasha di ajak mencari cincin oleh Rafael namun mereka tidak berdua, ada wanita itu menemani mereka berdua dengan alasan setelah membeli cincin mereka harus meeting dengan klien, dan wanita itu juga yang memilih cincin tunangan untuk Ayasha dan Rafael. Miris!
Mau marah tak bisa, mau menangis kejer pun gadis itu tak bisa, yang ada hanya mengurut dadanya yang semakin sesak luar biasa.
Sungguh siang hari yang sangat amat menyesakkan, Ayasha setelah menerima pesan whatsapp dari tunangan nya yang bernama Rafael jika dirinya sedang sakit di apartemen dan minta di buatkan makanan, dan kebetulan Mama Rara juga ingin menjenguk anaknya setelah dapat kabar dari Ayasha, akhirnya mereka berdua datang berbarengan ke apartemen Rafael, dan sungguh kebetulan juga Rafael memberitahukan password apartemen nya, jadi bisa langsung masuk tanpa memencet bel.
Namun kedatangan mereka berdua bukan untuk melihat orang sakit, tapi justru melihat orang beradegan mesum di siang hari. Tega!
Sudah jauh-jauh hari sebenarnya Ayasha tidak yakin menerima Rafael sebagai calon suaminya, apalagi dengan rentang beda usia 12 tahun, Rafael kini berusia 30 tahun. Tapi berhubung Ayasha sudah di jodohkan dari kecil dengan pria yang masih terhitung saudara dari orang tuanya, dengan terpaksa menerima perjodohan tersebut sebagai tanda berbakti kepada orang tuanya. Tapi Allah sungguh terbaik hati dengan dirinya, sekarang dirinya dan mama dari Rafael dibukakan matanya untuk melihat kelakuan Rafael itu!
Derrtt....Derrt....Derrt
Mama Rara calling...
Gadis itu menatap layar handphonenya, lalu menerima panggilan telepon, walau sebenarnya enggan.
“Halo Aya, ada di mana?” tanya Mama Rara suaranya terdengar sedih dan bergetar.
Mama Rara khawatir karena Ayasha telah lebih dahulu meninggalkan apartemen Rafael, dan berharap gadis itu pergi untuk pulang ke rumah.
“Aya sedang dalam perjalanan pulang.”
“Aya, maafkan Mama ya, maafkan Rafael. Kalau sempat datang lah ke mansion,” pinta Mama Rara.
“Ya Mam, nanti kalau ada waktu. Sudah ya Mam, agak berisik soalnya.” Ayasha tidak mau terlalu lama berbicara.
“Hati-hati di jalan, Aya.”
“Ya Mam.”
Di saat mengakhiri panggilan telepon dari Mama Rara, gadis itu tersenyum kecut, buat apa lagi dia datang ke mansion, semuanya sudah berakhir, dan anaknya lah yang telah mengakhiri semuanya, mengakhiri dengan memperlihatkan sedang hubungan intim bersama wanita lain.
Belum lama Mama Rara menelepon, sekarang sohibnya yang bernama Amelia menghubungi dirinya.
“Halo Ayasha, lo ada dimana? tanya Amelia.
“Gue lagi ada di jalan,” jawabnya pelan.
“Aya, lo baik-baikin aja’kan kok suara lo kayak lagi nangis deh?” samar-samar Amelia mendengar isak tangis yang tertahan.
Sesaat Aya terdiam dan mengusap air matanya. “A-Amelia, apa yang lo kata kan benar,” jawab Ayasha lirih.
“Astaga, jadi bener om Rafael itu punya cewek lain!” Amelia langsung berpikir ke arah tersebut.
“I-iya.”
“Astaga ... ya udah sekarang lo tenang dulu ya, sekarang lo share lokasi, gue jemput lo sekarang ya. Diam-diam lo di sana jangan pergi ke mana-mana sebelum gue datang,” pinta Amelia, ada rasa khawatir, takut terjadi sesuatu hal.
“Ya.”
Ayasha mengirim lokasinya dan menunggu kedatangan Amelia di halte.
Tiga puluh menit kemudian, Amelia dengan motor scoppynya sudah mendarat dengan selamat di depan halte.
“Ayasha!” panggil Amelia, sambil melambaikan tangan.
Gadis itu menoleh dan segera menghampiri sohibnya. “Ayo naik!” pinta Alena sembari memberikan helm ke Ayasha.
“Pegangan yang kuat ya Aya, gue mau ngebut!” pinta Amelia, sebelum menstater motornya.
“Ya,” jawab Ayasha, gadis itu merangkul pinggang sohibnya, dan memasrahkan dirinya mau dibawa kemana.
...----------------...
Sementara di apartemen
Wanita yang berada di dalam kamar Rafael akhirnya keluar dari kamar tersebut setelah mendengar tidak ada suara wanita lagi, lalu duduk di samping Rafael.
“Sepertinya semuanya sudah ke bongkar Mas Rafael,” ucap Delia, bernada pelan.
Pria itu menatap wajah Delia, entah kenapa ada rasa menyesal hubungan dengan wanita itu akhirnya terbongkar di hadapan keluarga nya sendiri, terutama mamanya yang sangat menyayanginya.
“Bukankah Mas Rafael akan memperkenalkan diriku sebagai calon istri mu Mas dengan orang tua Mas, dan ini mungkin saat nya. Mas harus menjelaskan jika kita memiliki hubungan spesial dan sudah begitu intim sebelum acara pertunangan Mas Rafael dengan bocah itu ... dan kita berdua ingin melanjutkan ke jenjang pernikahan,” tutur Delia penuh kelembutan.
Delia Ayuningrum usia 25 tahun, wanita yang membuat hati Rafael berbunga-bunga, yang selalu memberikan perhatian nya selama di kantor, dan akhirnya mereka menjalin hubungan tanpa semua orang tahu selama tiga tahun. Semua orang tahunya jika Delia hanya sebagai sekretaris Rafael.
Namun karena kedua orang tua Rafael menuntut dirinya untuk segera mengikat bocah ingusan kalau menurut Rafael, bocah ingusan yang hanya dia anggap sebagai adik kecilnya, akhirnya pria itu demi menjaga perasaan kekasihnya, dia menceritakan jika harus segera tunangan dengan bocah yang sudah lama di jodohkan oleh kedua orang tuanya.
Dengan hati yang hancur Delia harus menerima kenyataan pahit tersebut jika impian mereka berdua tidak akan pernah terwujud untuk membangun rumah tangga bersama. Gara-gara berita tersebut Delia jatuh sakit hingga beberapa hari dan hal itu ternyata meluluhkan perasaan pria itu, tak ingin kekasihnya bersedih hati, dia memilih melamar Delia kepada kedua orang tua wanita itu tanpa sepengetahuan kedua orang tuanya. Dan melakukan acara tukar cincin secara sederhana di rumah orang tua Delia, sehari sebelum acara pertunangan Rafael dengan Ayasha.
Delia menunjukkan wajah sedihnya, kemudian menggenggam tangan Rafael, lalu menyandarkan kepalanya ke dada atletik pria itu. “Mas Rafael pasti bisa menghadapinya,” ucap Delia.
Gak sia-sia tadi pagi aku pinjam ponsel Mas Rafael, ikatan Mas Rafael dan bocah itu pasti akan berakhir!
Rafael hanya bisa menghembuskan napas panjangnya, sembari memikirkan bagaimana cara bicaranya dengan kedua orang tuanya dan juga kepada kedua orang tua Ayasha. Dia tak menyangka secepat ini akan terbongkar, walau sebenarnya suatu saat nanti dia akan mengungkapkannya kepada kedua orang tuanya.
Tak selang berapa lama, Rafael mencoba menghubungi Ayasha, namun ponsel gadis itu sedang tidak aktif.
...----------------...
Pantai Ancol
Hamparan air berwarna biru terlihat jelas di depan kedua netra Ayasha, rupanya Amelia mengajak nya ke pantai Ancol yang berada di Jakarta Utara.
Sekarang mereka berdua sudah mendaratkan bokongnya di atas pasir putih, kemudian menatap luas hamparan laut berwarna biru itu, untungnya kedatangan mereka bukan pas weekend, jadi pengunjung pantai tidak terlalu banyak dan padat.
Gadis cantik itu menatap nanar pemandangan di sana, dan sesekali menghirup oksigen sebanyak-banyaknya.
“Sorry ya Amel, kalau selama ini gue gak percaya apa yang lo katakan tentang om Rafael,” ucap Ayasha mendesah kecewa.
Amelia sering mengirim foto om Rafael yang terlihat bermesraan dengan seorang wanita, namun Ayasha selalu menyangkalnya, jika mereka hubungan nya hanya sebagai atasan dan sekretaris, Ayasha sangat mengenal sekretaris om Rafael, karena sering mampir ke kantor om Rafael. Amelia memang suka tak sengaja bertemu dengan pria itu, hingga gadis itu inisiatif untuk memotretnya dan akan memberitahukan ke sohibnya.
“Ya gak pa-pa lagi pula sekarang lo udah lihat sendirikan.”
Ayasha mengangguk pelan, dan ingatan kembali ke adegan mesum tunangannya dengan wanita itu.
“Gue gak nyangka melihatnya,” ucap lirihnya, gadis itu mulai mengusap air matanya yang mulai menetes dan jatuh ke pipinya.
Amelia merangkul bahu Ayasha. “Dan untungnya semua ketahuan saat lo masih jadi tunangannya, belum menikah. Jika sudah terikat pernikahan pasti akan terasa menyakitkan,” balas Amelia.
Menikah atau belum menikah itu tetap saja jika salah satu pasangan telah berkhianat, pastinya akan sangat menyakitkan untuk salah satu pihak.
bersambung ....
Halo Kakak Reader yang cantik dan ganteng, bertemu lagi di karya terbaru saya. Semoga ceritanya bisa menghibur, jangan lupa mohon dukungannya like, komen, poin, vote dan jangan lupa rate ⭐⭐⭐⭐⭐.
Oh iya woro woro dari awal please jangan kasih rate bintang 1, 2, 3 ... jika tidak suka dengan ceritanya mohon di skip aja tidak usah dibaca, dan jangan menjatuhkan karya dengan memberi rate 1,2 atau 3, karena mikir buat bikin cerita itu susah 😔, dan rate bintang itu berharga buat penulis.
Dan seperti novel sebelumnya akan selalu ada Give Away setiap di akhir kisah untuk pembaca setianya, salah satunya tinggalkan komentar terbaiknya di setiap babnya ya.
Terima kasih sebelumnya.
Lope Lope sekebon 🍊🍊🍊🌻🌻🌻🌹🌹🌹
Pengenalan Tokoh FORGETTING YOU
Ayasha Elshanum, usia 18 tahun, baru lulus SMU
Rafael Alviansyah, usia 30 tahun, pemilik perusahaan BARA Nusantara
Delia Ayunigrum, usia 25 tahun, sekretaris Rafael
Darial, usia 35 tahun, Pemilik PT. Praja Land
Ayasha yang sudah membuka hati dan menyukai Rafael yang akan menjadi suaminya, rupanya harus menerima kepahitan ini. Ibarat kata di tinggal lagi sayang-sayangnya, sangat sakit dan perih hatinya. Tapi dengan memergoki pria itu, menjawab semua pertanyaan yang selalu menghinggapi dirinya. Karena selama ini Ayasha selalu tanda tanya dengan sikap Rafael yang begitu dingin dengannya, lebih sering mengacuhkan nya, akan tetapi pria itu masih menerima perjodohan dari kedua orang tua mereka, rupanya Ayasha tidak pernah ada di hati pria itu, sudah ada wanita lain.
“Jadi sekarang rencana lo kedepannya, gimana?”
“Sudah jelas pertunangan gue dengan om Rafael berakhir, dan gue harus melanjutkan perjalanan hidup gue,” jawab Ayasha lirih, berusaha menguatkan dirinya sendiri, tatapannya begitu sendu melihat ke arah pantai, dan menikmati deru nya ombak pantai.
“Ya itu harus, lo pasti bisa menghadapi semuanya. Laki-laki bukan om Rafael saja, masih banyak pria tampan di luar sana!” seru Amelia, memberikan semangat.
Ayasha beringsut dari duduknya, lalu membuka sepatu kets putihnya, kemudian menapaki pasir putih itu dengan kedua kakinya tanpa alas, lalu menuju ke pinggir pantai.
“SELAMAT TINGGAL OM RAFAEL!” teriak Ayasha, sekencang kencangnya , mengeluarkan beban emosinya.
“AKU CINTA DAN BENCI DIRIMU, OM RAFAEL!”
“I WILL FORGETTING YOU FOREVER!”
Amelia menyusul Ayasha yang sudah berada di pinggir pantai, hingga kedua kaki mereka disapu oleh ombak kecil dari tengah laut.
“AYASHA LUPAKAN OM RAFAEL, UNTUK SELAMA-LAMANYA!” seru Amelia ikutan berteriak kencang.
Ayasha menoleh ke samping, dan mengulas senyum hangatnya kepada Amelia. Lalu mereka pun berdua bermain air, berlarian kecil di pinggir pantai, mengobati hati yang terluka dengan tertawa bersama, hempaskan semua rasa sakit yang menyeruak di hati kecil gadis itu, dan biarkan lah semua tertinggal di sana, tak perlu di ingat kembali.
Tanpa terasa waktu mulai menjelang petang, Ayasha dan Amelia memutuskan untuk menyudahi bermain di pinggir pantai, lalu kembali ke rumah masing-masing.
...----------------...
Matahari mulai tenggelam, sinar bulan mulai menerangi gelapnya malam walau tidak seterang cahaya matahari. Ayasha dengan langkah kaki yang tergontai menuju rumahnya yang berada di salah satu komplek perumahan yang tidak terlalu mewah di sudut salah satu ibu kota Jakarta.
Ketika sedang berjalan dan menatap rumahnya dari kejauhan, gadis itu melihat ada mobil mewah yang terparkir di depan halaman rumahnya, mobil yang sangat di kenalnya.
“Assalamualaikum,” sapa Ayasha ketika masuk ke rumahnya sendiri.
Orang-orang yang berada di ruang tamu, seketika itu juga berdiri dan menyambut kepulangan Ayasha.
“Waalaikumsalam nak, akhirnya kamu pulang nak,” sahut Mama Nia lirih, langsung memeluk putri sulungnya.
Mama Rara dan Papa Stevan, orang tua Rafael ternyata yang datang ke rumahnya, mereka berdua terlihat cemas.
Ayasha tampak canggung dengan kedatangan kedua orang tua Rafael, untuk saat ini gadis itu ingin sekali menjauh dengan orang-orang yang berkaitan dengan Rafael, tapi sepertinya tidak akan bisa, gadis itu harus menghadapinya.
Mama Nia mengurai pelukannya, dan tertangkap di kedua netra mama Nia sudah terlihat sembab, seperti habis menangis, Ayasha jadi serba salah. “Duduk, Aya,” pinta Mama Nia.
Ayasha mematuhinya, gadis itu duduk di samping mamanya, berhadapan dengan kedua orang tua Rafael.
“Mama mengkhawatirkanmu, akhirnya memutuskan untuk datang memastikan keadaanmu,” ucap Mama Rara, mengutarakan maksud kedatangannya.
Gadis cantik itu berusaha tersenyum walau hanya sedikit mengangkat sudut bibirnya. “Aku baik-baik saja Mama Rara,” jawab Ayasha, menunjukkan jika dia kuat.
Mama Nia menggenggam tangan Ayasha seakan sedang menyalurkan semangat untuk putri sulungnya. “Mama sudah diceritakan semuanya, jangan berusaha kuat nak. Jika kamu sakit hati lebih baik ungkapkan saja,” pinta Mama Nia dengan tutur lembutnya.
Sebelum kepulangan Ayasha, kedua orang tua Rafael memutuskan datang ke rumah Ayasha, dan menceritakan perihal yang baru saja terjadi tadi siang kepada ibu dari Ayasha, dan ini benar-benar pukulan berat buat kedua orang tua Rafael, karena tidak bisa mengabulkan janji mereka ketika masih muda, akan menikahkan salah satu anggota keluarga mereka, agar ikatan keluarga semakin erat. Namun Allah berkehendak lain, cukup mereka menjadi sanak saudara saja, tanpa menikahkan anak mereka, keluarga Ayasha dan keluarga Rafael masih bersaudara, saudara jauh.
Kedua tangan gadis itu saling menautkan jemari lentiknya dan memutar cincin berlian yang baru dikenakannya selama satu bulan ini, kemudian dilepaskannya. lalu gadis itu meletakkan cincin berlian itu di atas meja.
“Aya tidak berusaha kuat Mah, tapi berusaha menerima apa yang terjadi, segala sesuatu tidak bisa kita atur. Jika memang tidak berjodoh, maka pasti akan berpisah dengan cara apa pun. Kalau dibilang sakit, iya ... Aya merasakan rasa sakit itu!” ucap Ayasha terdengar lirih. Sesaat Ayasha tertunduk, memejamkan kedua matanya sejenak agar tak jatuh kembali air matanya.
“Papa akan kasih pelajaran untuk Rafael,” sambung kata Papa Stevan.
Ayasha kembali mengangkat kepalanya. “Tidak perlu Pah, om Rafael sudah dewasa pasti apa yang dilakukan sudah tahu konsekuensi, Aya tidak mau memperpanjang masalah ini. Semuanya sudah berakhir, mohon maaf Aya tidak bisa menikah dengan om Rafael dan mengakhiri tunangan ini, mungkin alangkah baiknya om Rafael bertanggung jawab dengan wanita itu,” ucap Ayasha begitu tenang, walau jiwanya terganggu dengan bayangan mesum Rafael.
“Ini Mama Rara, Papa Stevan, Aya kembalikan cincin tunangan ini, sekarang Aya sudah tidak ada ikatan apapun dengan om Rafael,” tutur Ayasha, sambil mendorong cincin berliannya di atas meja agak lebih mendekat ke mama Rara.
Sesak hati Mama Rara, calon menantu idamannya mengakhiri ikatannya dengan putra sulungnya, kedua netranya kembali berkaca-kaca, tak sanggup. “Simpanlah cincin itu Nak, kamu bisa menjualnya atau membuangnya,” pinta Mama Rara.
Ayasha menggelengkan kepalanya. “Aya tidak berhak untuk membuang atau menjual cincinnya, Aya kembalikan ke om Rafael melalui Mama Rara dan papa Stevan.”
Mama Rara dan Mama Nia kembali berlinang air mata, sebagai seorang wanita ikut merasakan atas apa yang terjadi namun Aya memperlihatkan keteguhan hatinya di hadapan kedua wanita itu. Sedangkan Papa Stevan menahan rasa geramnya ke putranya, ingin rasanya menghajarnya, namun tertunda karena mereka harus menyelesaikan dengan keluarga Ayasha.
Ruang tamu yang hanya berukuran 4x6 meter terasa hening, mama Nia dan mama Rara masih tersedu-sedu, sedangkan Ayasha hanya bisa menundukkan kepalanya tanpa berkata-kata lagi.
“Mam ... Aya, pamit ke kamar, ingin beristirahat,” ucap pamit Ayasha pelan.
Mama Nia hanya menganggukkan kepalanya, dan Ayasha pun bangkit dari duduknya namun sebelumnya berpamitan dengan mama Rara dan papa Stevan.
Mama Rara kembali memeluk Ayasha begitu pula Papa Stevan, “Maafkan anak Papa, Aya,” pinta Papa Stevan. Ayasha hanya bisa menganggukkan kepalanya pelan tanpa menjawab, kemudian meninggalkan ruang tamu.
...----------------...
Apartemen
Setelah berbincang masalah hubungan antara Rafael dan Ayasha dengan Mama Nia, kedua orang tua Rafael melanjutkan perjalanan mereka menuju apartemen Rafael.
Dengan perasaan kecewa berat pria tua itu mengedor-ngedor pintu apartemen Rafael, bukan lagi memencet bel.
Klek!
Pintu apartemen terbuka, papa Stevan langsung menerobos lalu menghadiahkan bogeman di wajah putranya berulang kali, yang sudah berdiri di depan pintu.
“Anak gak tahu diri, bikin malu orang tua! Kamu sudah menyakiti hati seorang wanita!” teriak maki papa Stevan, masih melayangkan pukulannya, Rafael tak berkutik dan tak melawan.
Sedangkan Delia yang ada di sana hanya bisa berdiri dengan tubuh bergetar, ketika melihat kegarangan papa dari calon suaminya.
Mama Rara yang berada di sana, terlihat menajamkan kedua netranya ketika melihat keberadaan wanita yang tadi siang dia lihat, berbagi peluh dengan anaknya.
“Oh rupanya kamu sekretaris anak saya ya! Ternyata kamu sebagai wanita penggoda juga ya!” geram Mama Rara, wanita itu langsung menjambak rambut wanita itu.
“Aauh ... ampun Bu, saya bukan wanita penggoda,” sahut Delia menahan tangan Mama Rara yang geram dan menjambak rambut wanita itu.
“Dasar wanita murahan, sudah jelas kamu tahu anak saya sudah bertunangan, tapi kamu malah menyerahkan tubuh kamu ini ... huh!” geram Mama Rara, kedua netranya menyalak.
Rafael yang melihat Delia dijambak oleh Mamanya, langsung bangkit dari lantai, lalu mencoba memisahkan tangan Mama Rara dari rambut Delia.
“Stop Mam, jangan jambak Delia, dia tunanganku, calon istriku!” teriak Rafael.
Sekejap tubuh mama Rara mendadak kaku, raut wajahnya terlihat terkejut, jeratan rambut Delia yang ada di genggamannya terlepas begitu saja.
“A-apa k-kamu dia bilang tunangan, kapan kamu melamarnya, sampai k-kapanpun Mama tidak akan merestui, dan hubungan k-kalian t-tidak akan pernah bahagia !” ucap Mama Rara terbata-bata, tubuh wanita tua itu langsung terjatuh di lantai, untungnya Papa Stevan segera menangkapnya hingga kepala Mama Rara tidak sampai terbentur di lantai.
Papa Stevan menepuk wajah istrinya, sedangkan Rafael memanggil mamanya, kedua pria itu terlihat cemas.
“Jika sesuatu terjadi dengan istri papa, tak akan ada maaf dari kami untukmu. Ternyata kamu telah menyakiti hati mama! Papa tidak menyangka kamu memilih sekretaris mu untuk menjadi istrimu!” geram Papa Stevan, pria itu langsung mengangkat tubuh istrinya.
Rafael sebagai anak yang sangat sayang dengan mamanya, mengikuti papa Stevan, dan menghiraukan tatapan kecewanya.
Delia yang kini di tinggal sendiri di apartemen Rafael hanya bisa terduduk dan menghembuskan napas panjangnya, entah apa yang harus dilakukan nya sekarang, sembari memijit pelipisnya. Namun bukankah semua yang diinginkan nya sudah tercapai, dirinya sudah diketahui sebagai tunangan dan calon istri pilihan Rafael walau dengan cara yang tidak tepat.
...----------------...
Rumah Ayasha
Gadis cantik itu duduk di tepi ranjangnya, setelah membersihkan dirinya. Beberapa kali dia mendesah panjang, bayangan tadi siang masih saja hadir di pelupuk matanya, seperti enggan pergi dari ingatannya.
Gadis itu merutuki dirinya harus dia sensitif dengan sikap Rafael yang begitu dingin, acuh dan harusnya dia menolak pertunangan itu, namun tidak dia lakukan karena menghargai kedua orang tuanya, akan tetapi ternyata menyiksa batinnya.
“Nak ... boleh Mama masuk!” Suara Mama Nia terdengar jelas dari luar kamar.
“Masuk Mam, tidak dikunci.”
Mama Nia membuka pintu, lalu menatap sendu wajah anaknya, pilu. Wanita paruh baya itu turut duduk di tepi ranjang di samping Ayasha.
“Maafkan Mama, Aya.” Wanita paruh baya itu meraih tangan anaknya dan mengelus punggung tangannya.
“Andaikan papa tidak dinas ke luar kota, mungkin mama bisa kuat menerimanya kenyataan yang telah terjadi,” ucap Mama Nia tercekat.
Ayasha hanya terdiam dan mendengar kata-kata Mama Nia.
“Maafkan Mama, yang telah memaksa kamu menerima perjodohan ini. Ternyata membuat hatimu terluka.” Pecah sudah tangisan Mama Nia, penuh penyesalan.
Tidak bisa dipungkiri ingin sekali Ayasha turut menangis, namun rasanya sia-sia jika terus menangisi pria yang telah berkhianat di depan matanya, karena tidak akan mengubah keadaan apapun.
“Mam, terkadang kita harus terikat terlebih dahulu, setelahnya baru kita tahu siapa sosok yang akan menjadi pendamping sebenarnya.”
bersambung ... ✍🏻✍🏻
Kakak Readers jangan lupa tinggalkan jejaknya ya, terima kasih sebelumnya
Rumah Sakit
Mama Rara langsung di tangani oleh Dokter di ruang IGD, papa Stevan terlihat cemas begitu pula dengan Rafael. Kedua pria itu sama-sama menunggu di depan ruangan IGD dengan menjaga jarak, tidak berdekatan.
Wajah Rafael terlihat lebam setelah mendapatkan beberapa kali pukulan dari papa Stevan, dan sekarang pria itu baru merasakan sakitnya.
“Keluarga Nyonya Rara,” panggil perawat yang baru saja keluar dari ruang IGD.
Papa Stevan langsung berdiri dari duduknya. “Ya suster, saya suaminya.”
“Silakan Pak masuk ke dalam untuk menemui Dokter,“ pinta sang perawat.
Papa Stevan turut masuk lalu bertemu dengan Dokter yang mengecek kondisi istrinya, namun sebelumnya melarang Rafael untuk mengikutinya, Rafael hanya bisa mendesah sembari meraup wajahnya dengan kasar. Tak lama Dokter tersebut menjelaskan kondisi mama Rara yang mengalami darah tinggi, dan menyarankan untuk di rawat beberapa hari di rumah sakit.
Dokter pun menyarankan pasien untuk tidak terlalu stress, jangan banyak pikiran, agar tekanan darahnya kembali stabil.
...----------------...
Esok hari ...
Dari semalam Rafael tertidur di ruang tunggu karena tidak di izinkan masuk ke ruang rawat inap untuk menjenguk dan menemani mama Rara, justru malah di usir oleh papa Stevan, namun tak diindahkan oleh Rafael, walau bagaimana pun pria itu sangat menyayangi mamanya.
Sungguh lucu sikapmu Rafael, sayang dengan mamamu tapi kamu mampu menyakiti hati mama Rara. Lain di hati lain di mulut!
Waktu sudah menunjukkan jam 9 pagi, pria itu sudah bangun dari tidur dalam posisi duduknya dan sekarang sudah berada di cafe yang ada di lobby rumah sakit untuk mengisi perutnya di pagi hari.
Dari balik kaca pembatas cafe, pria itu bisa melihat kedatangan gadis cantik yang penampilannya terlihat casual dengan kemeja berwarna putih di padu dengan celana jeans serta sepatu snickers berwarna putih, lalu rambut panjang curlynya tergerai indah.
Tanpa sengaja Rafael dan Ayasha beradu pandang dalam jarak yang lumayan dekat, namun terpisahkan oleh bingkai kaca besar sebagai pembatas. Rafael dan Ayasha sama sama tidak berkata, hanya beradu pandang kemudian Ayasha memalingkan pandangannya, dan mempercepat langkah kakinya.
Papa Stevan semalam memberi kabar ke mama Nia mengenai kondisi istrinya, makanya pagi ini Ayasha menyempatkan untuk menjenguk mama Rara, bukan untuk mencari perhatian kedua orang tua Rafael, namun memang Ayasha sangat sayang dengan kedua orang tua Rafael tanpa memandang mantan tunangannya.
...----------------...
Ruang Rawat
“Assalamualaikum, Pah, Mam,” sapa Ayasha yang baru masuk ke dalam.
“Waalaikumsalam, Aya,” balas sapa Papa Stevan.
Gadis itu mencium takzim kepada kedua orang tua Rafael, lalu menaruh paper bag yang di bawanya di atas meja sofa.
“Pah, ini ada sarapan buatan Aya, dimakan dulu,” ucap Ayasha sembari membuka isi paper bag.
“Seharusnya kamu gak usah repot-repot, Papa nanti bisa beli di bawah.”
“Gak pa-pa kebetulan Aya sempat masak tadi pagi.”
Gadis itu kemudian mendekati ranjang Mama Rara. “Mama kenapa bisa sakit?”
Mama Rara mengulas senyum tipis, lalu menyentuh lengan gadis itu. “Mungkin Mama lagi banyak pikiran, jadi tekanan darah mama tinggi.” Ibu mana yang tidak akan syok jika mengetahui anaknya telah melamar dan bertunangan tanpa minta restu dari kedua orang tuanya.
Gadis cantik itu tersenyum hangat. “Jangan banyak pikiran kalau begitu, biar mama cepat sembuh ya, Aya hanya bisa berdoa saja. Mama sudah sarapan? mau Aya ambilkan?”
Wanita paruh baya itu hanya bisa tersenyum tipis, hatinya pilu ... Kenapa anakku tega menyakiti gadis yang baik ini. Ya Allah kenapa anakku bisa kelakuannya seperti itu, apa salahku dalam mendidik Rafael.
Sejak dulu Ayasha memang sangat perhatian dengan kedua orang tuanya begitu pula dengan kedua orang tua Rafael, tetap menjaga sopan santunnya kepada orang yang lebih tua.
“Mama tadi sudah disuapi sama Papa,” sahut Papa Stevan yang sedang menyantap sarapan paginya dari Ayasha.
Mama Rara ingin sekali menceritakan hal yang baru tentang Rafael, namun hatinya tidak tega, wanita paruh baya itu hanya menatap sedih ke Ayasha. Lumayan lama Ayasha menemani Mama Rara dan Papa Stevan, tak terasa sudah jam 12 siang, Ayasha berpamitan karena sudah ada janji dengan temannya, Amelia.
Saat Ayasha keluar dari ruang rawat. Pria yang memiliki tubuh besar dan tinggi sudah menghadang Ayasha, lalu menatap gadis itu.
“Bisa kita bicara sebentar,” pinta Rafael.
Ayasha mendongakkan wajahnya dan berusaha kuat untuk menatap wajah tampan Rafael. “Tidak ada yang perlu kita bicarakan Om Rafael, permisi,” balas Ayasha berusaha melalui tubuh pria itu yang masih berdiri tegak di hadapannya, namun lengan gadis itu di cengkeramnya, menahan agar gadis itu tidak pergi.
“Kita hanya bicara sebentar,” pinta Rafael dengan tegasnya.
Dalam beberapa menit, mereka sama-sama diam.
“Baiklah, hanya sebentar!” jawaban Ayasha yang terdengar terpaksa.
“Kita bicara di cafe lantai bawah.” Pria itu melepaskan cengkeramannya, dan jalan terlebih dahulu, sedangkan Ayasha jalan di belakang pria itu, dengan raut wajah masamnya.
...----------------...
Cafe
Rafael menarik salah satu kursi dan meminta Ayasha duduk, kemudian baru pria itu duduk di hadapan gadis itu.
Sejenak mereka saling bersitatap, menanti siapa yang akan membuka suara terlebih dahulu.
“Ayasha, sepertinya kita tidak bisa melanjutkan hubungan ke jenjang yang lebih serius. Sejujurnya aku sudah melamar dan tukar cincin dengan Delia sekretarisku, kami berdua sudah memiliki hubungan spesial sejak tiga tahun yang lalu,” tutur Rafael begitu lugas.
Tidak ada kata permohonan maaf atas kelakuan yang kepergok oleh Ayasha, pria itu langsung to the point.
Wajah Ayasha sejenak kaget mendengarnya, namun berusaha untuk merubahnya menjadi tenang. Namun tak habis pikir jika dirinya telah di bohongi oleh pria yang ada di hadapannya, sungguh teganya!
“Jika sudah melamar dan tukar cincin kenapa masih mau menerima perjodohan kita! Kenapa masih mau bertunangan denganku! Om Rafael bisa menolaknya dengan tegas. Jadi tidak akan banyak orang yang akan tersakiti. Tanpa harus melihat hubungan yang menjijikkan itu! Seharusnya Om Rafael sejak dulu berkata jujur jika sudah memiliki kekasih, tidak menutupinya!” jawab Ayasha penuh penegasan.
“Maaf.”
“Tak ada gunanya lagi bilang kata maaf, Om Rafael!” tukas Ayasha penuh penekanan.
“Aku tidak bermaksud untuk menyakitimu Ayasha, sebenarnya aku akan berkata jujur padamu, tapi entah kenapa kemarin akhirnya ketahuan.”
“Mungkin itu sudah jalannya melihat mantan tunanganku seperti apa! Dan Om Rafael tahu rasanya! Sakit rasanya!” balas Ayasha, sambil menunjukkan dadanya. Wajah Ayasha sangat tenang, tidak menggebu-gebu, namun tegas.
“Bangkai walau di simpan rapat-rapat, pasti akan tercium bau busuknya. Itulah kelakuan Om Rafael!”
Rafael terhenyak ...
“Aku tahu Om Rafa memang tidak suka, tidak mencintaiku walau tanpa berkata padaku, tapi seharusnya tidak menyakitiku Om. Memangnya aku salah apa sama Om! aku juga berat menerima perjodohon dengan pria yang sudah tua, tapi aku menghargai perjodohan keluarga besar kita. Sepertinya aku yang terlalu bodoh, yang terlalu berharap jika sikap dingin Om Rafael selama ini akan berubah hangat denganku. Ternyata ada rahasia dibalik semuanya!” cecar Ayasha, menajamkan tatapan matanya.
Rafael tidak menyangka gadis yang dianggap bocah ingusan bisa bertutur kata layaknya orang dewasa, dan mampu menghadapi dirinya. Padahal selama ini Ayasha terkesan pendiam jika mereka ada kesempatan berdua, atau mungkin karena dirinya yang selalu acuh dan bersikap dingin dengan Ayasha. Kini Rafael melihat Ayasha yang sesungguhnya dan tampak berbeda.
“Usia Om Rafael sudah 30 tahun, seharusnya lebih dewasa dalam bertindak dan berpikir. Tapi ternyata sikap Om seperti anak remaja labil, tidak bisa mengambil keputusan dengan baik. Jika sejak dulu Om berkata jujur, tidak akan ada orang yang tersakiti.”
Ayasha mengambil tasnya yang sempat di letakkan di kursi sebelahnya, dan menghiraukan tatapan Rafael. Tak sengaja gadis itu melihat jemari Rafael masih memakai cincin tunangan mereka berdua.
“Cincin tunangan milikku, semalam sudah aku kembalikan ke Mama Rara. Semoga kelak kita tidak akan bertemu lagi, dan semoga Om Rafael bahagia selalu dengan kekasihnya!” ucap Ayasha, lalu beranjak dari duduknya, namun lagi dan lagi pria itu mencekal tangan Ayasha, seakan tak rela ditinggal oleh gadis itu.
Pria itu menatap lekat-lekat manik warna coklat yang begitu bening, hidung mancung, bibirnya yang terlihat sensual, bisa dibilang Ayasha begitu sempurna sebagai gadis cantik, namun pria itu hanya menganggapnya sebagai adik atau saudara saja, tidak memiliki perasaan lebih terhadap gadis itu mungkin karena sudah mengenal Ayasha dari bayi merah.
“Duduklah, aku belum selesai berbicara,” pinta Rafael, sedikit memaksa.
Ayasha memutar malas kedua bola matanya. “Bukankah sudah cukup bicaranya, tidak ada lagi yang harus di bicarakan. Bukankah dengan kejadian kemarin sudah menjelaskan semuanya!” balas Ayasha dengan ketusnya.
“Sebelum kita berpisah, tolong maafkan aku, biar kita sama-sama tenang menjalankan kehidupan kita kedepannya,” pinta Rafael.
Ayasha menarik napasnya dalam-dalam. “Bohong jika aku tidak bilang sakit dengan melihat apa yang terjadi di depan mata. Sangat sakit Om Rafael!! Aku mungkin terlihat seperti anak kecil di hadapan pria dewasa ini, tidak seperti sekretaris Om yang terlihat dewasa dan cantik. Tapi aku punya hati dan perasaan Om. Jadi jangan memohon maaf padaku. Tapi mohon maaflah kepada kedua orang tua Om, yang mungkin saja hatinya sangat terluka dan kecewa dengan keputusan dan tindakan Om!”
“Sedangkan aku ... aku tidak bisa marah atau kecewa karena aku tidak ada artinya buat Om Rafael ... jangan pernah meminta maaf denganku, karena aku tak butuh maaf dari Om! Jika ingin hidup Om Rafael tenang atas apa yang telah terjadi, maka mohon ampunlah kepada Allah atas segala yang telah Om lakukan dengan wanita itu!” tutur Ayasha, berusaha tenang walau hatinya mulai menggebu-gebu.
Tatapan Ayasha begitu dalam, dan menyiratkan semua rasa sakitnya, untuk sesaat Rafael menatap lekat-lekat kedua bola mata yang indah itu. Tak di sangka pria itu sudah menoreh luka untuk gadis itu.
“Kamu suka denganku, Aya?” tanya Rafael tiba-tiba dengan sorot mata menyelidik. Pertanyaan yang tiba-tiba saja terlontarkan oleh Rafael, untuk pertama kalinya.
Ayasha menaikkan salah satu sudut bibirnya. “Bohong jika ada perempuan yang tidak tertarik dengan pria seperti Om Rafael, yang ganteng, gagah dan kaya. Namun pertanyaan itu sudah tak ada gunanya untuk dijawab.” Cukup pernyataannya seperti itu, tidak perlu mengungkap isi hatinya, karena tidak akan memperbaiki keadaan yang sudah terjadi.
Gadis itu menghentakkan tangan Rafael yang masih mencengkeram lengannya. “Semoga kita tidak akan bertemu lagi, untuk selamanya Om Rafael.”
Rafael bergeming, tidak bisa lagi menahan keberadaan Ayasha, yang berlalu dari dirinya. Namun masih ada pertanyaan yang tersimpan di benak pria itu, kenapa Ayasha bisa datang ke apartemen tanpa menghubunginya terlebih dahulu, dan masuk begitu saja, akan tetapi sudah terlambat untuk bertanya. Dia hanya bisa menatap nanar punggung gadis itu hingga menghilang dari cafe.
bersambung .... ✍🏻✍🏻
Jangan menilai seseorang dari luarnya saja, tapi selamilah kepribadiannya, bisa jadi dia menjadi pendiam karena orang yang dihadapinya tak pernah menganggapnya ada, hanya bagaikan angin lalu.
Gadis berusia 18 tahun tidak selamanya terlihat seperti anak kecil, justru dia bisa menjadi lebih dewasa dari orang yang sudah berusia matang.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!