*Sebuah Janji adalah hutang yang wajib dibayar walaupun beberapa kali kehidupan yang harus dilalui, begitu juga dengan hutang cinta.*
Nanjing 2020 ….
Di sebuah rumah mewah di Nanjing-Tiongkok dengan halaman luas dan penuh dengan kemewahan semua ART sibuk mempersiapkan acara pernikahan dengan dekorasi warna merah menyala sebagai simbol sakral kebahagiaan.
Tuan Tan Fuk Ming seorang pemilik perusahan yang kaya raya akan menikahkan putri tunggalnya bernama Tan Xiao Ling yang sering disebut Xiao Ling atau Aling dengan seorang putra pengusaha nomor satu di Tiongkok bernama Liu Bei putra ketiga dari Tuan Liu Bang.
Pernikahan didasari perjodohan karena sebuah kesepakatan kerjasama bukan karena cinta. Tan Xiao Ling baru saja menyelesaikan kuliahnya di Universitas Harvard harus pulang terburu-buru karena dikabari jika ayahnya yang sudah duda sedang sakit parah. Sehingga ia mengambil penerbangan secepatnya dari Amerika-Tiongkok.
"Papa, bertahanlah!" batin Xiao Ling berulang kali.
Namun, saat ia tiba di rumah ia tidak menyangka jika ia akan dinikahkan dengan pria yang sama sekali tidak dikenali apalagi dicintainya.
"Papa, siapa yang akan menikah?" tanya Tan Xiao Ling menatap papanya yang segar bugar tanpa sakit sedikit pun.
"Papa, apa maksud dari semua ini?"
"Ling'er, kamu sudah besar dan sudah sepantasnya menikah, tidak baik anak perempuan berkarir saja. Kamu butuh pendamping untuk meneruskan nama keluarga. Jadi, hari ini adalah pernikahanmu," ujar Tan Fuk Ming
"Papa, aku tahu. Tapi, aku masih ingin menyelesaikan S2 ku dulu!" jawab Tan Xiao Ling, ia sudah merencanakan banyak hal indah untuk masa depannya.
"Tidak, bisa! Kita sudah terlalu banyak berhutang budi kepada Tuan Liu Bang. Sehingga dia memintamu untuk menikah dengan putra ketiganya Liu Bei," tegas Tan Fuk Ming.
"Papa, aku tidak mau! Ini bukanlah zaman dulu yang harus dijodohkan," sanggah Tan Xiao Ling.
"Papa tidak mau, tahu! Hari ini kamu harus menikah juga! Meihwa!" teriak Tan Fuk Ming memanggil salah satu ART wanitanya.
"Iya, Tuan!" balas Meihwa dengan penghormatan yang luar biasa.
"Siapkan, Aling. Dia harus menikah sekarang juga," perintah Tan Fuk Ming meninggalkan ruangan keluarga.
Bruk!
Tan Xiao Ling langsung jatuh terduduk, Xiao Ling tidak menyangka jika dirinya harus menikah, "Jika aku tahu begini, aku tidak akan pulang!" keluhnya.
"Mari, Nona Muda!" ajak Meihwa.
Xiao Ling terpaksa bangun dan didandani dengan cantik tetapi, di hati kecilnya, "Aku akan kabur bagaimanapun caranya nanti," batinnya, "bagaimana mungkin menikah dengan pria yang tidak dikenal?
"Bagaimana jika dia tidak memiliki tangan, rasa humor, atau oh, my God … aku bisa gila!" umat batin Tan Xiao Ling tak percaya dengan kegilaan yang sedang dilakukan oleh papanya.
Akhirnya Meihwa dan beberapa wanita perias make-up pengantin selesai mendandani Tan Xiao Ling dengan baju pengantin berwarna merah tradisional. Papanya masih memegang teguh tradisi kuno mereka, terkadang membuat Xiao Ling kalang kabut.
Saat semua orang pergi mengerjakan pekerjaan mereka masing-masing, Tan Xiao Ling dengan mengendap-endap mencoba untuk kabur, ia melihat dari atas loteng yang jarak antara tanah dan kamarnya sekitar 12 meter.
"Ini terlalu tinggi, jika aku tidak berhasil maka kakiku akan patah. Bahkan, mungkin aku akan meninggal," batinnya mengeluh, "tapi lebih mengenaskan jika aku menikahi Liu Bei yang tidak aku kenali!" lanjut batinnya, ia menghela napas.
"Aku benar-benar bagai buah simalakama, tidak kumakan aku mati dimakan pun aku tetap keracunan," umpatnya.
Perlahan Xiao Ling membuka jubah baju pengantinnya yang sangat panjang berwarna merah menyala yang beberapa meter menjuntai menyeret di lantai, bersulamkan burung phoenix.
Tan Xiao Ling mengulurkan dan mengikat jubah pengantin ke salah satu kaki penyangga tempat tidur miliknya. Perlahan dan pasti Xiao Ling mulai merangkak menggunakan tali yang terbuat dari jubah pengantin miliknya yang mahal
Namun, di pertengahan jalan saat Xiao Ling turun, tali jubah pengantinnya tersangkut pagar besi balkon di lantai tiga hingga sobek.
Bruk!
Tubuh Jia Li langsung melayang secepatnya ke tanah dan tertimpa vas bunga petunia tepat di kepala, "Aduh!" keluh Xiao Ling.
Tan Xiao Ling merasakan jika sekujur tubuhnya dengan cepat masuk ke dalam sebuah pusaran angin yang mengerikan, membuat sebuah getaran hebat hingga seluruh isi perutnya terasa ingin keluar.
Blus!
"Hah! Hah!" napas Xiao Ling membara, ia langsung tersadar membuka mata.
Tan Xiao Ling begitu bingung dengan sekitarnya, ia melihat beberapa pria memakai pakaian prajurit zaman dulu sedang merubungi dirinya.
"Siapa kalian?" hardiknya bingung dan terkejut.
"Jendral Jia Li, syukurlah Nona selamat!" ujar seorang pria.
"Jendral? Siapa yang Jendral?" tanya Xiao Ling bingung.
Tan Xiao Ling melihat semua pria yang merubungi dirinya saling pandang dan bingung, "Apakah luka panah tersebut membuat Jendral sedikit lupa ingatan?" tanya seseorang.
"Aku …," lirih Xiao Ling, ia mulai mengingat jika dirinya hanya terjatuh dari balkon kamar tidurnya.
Namun, kini dirinya sudah berada di dunia lain. Ia meraba tubuh ia masih mengenakan baju besi dengan segala pernak-pernik perang, ia meraba tangannya juga terdapat sebuah plat besi ringan untuk melindungi dari panah atau serangan musuh.
"Apa yang terjadi?" lirihnya, "Jendral Jia Li? Siapa itu?" benaknya kacau.
"Seorang prajurit Qin berhasil memanah Jendral, maaf kami lengah dan tidak bisa melindungi Jenderal. Hukumlah, kami!" teriak semua prajurit di depannya dengan melakukan hormat dan berlutut.
Tan Xiao Ling semakin bingung, "Aku seorang jendral? Bagaimana bisa? Memang ada Jendral bernama Jia Li di masa kerajaan? Ya, ampun aku masuk di masa lalu. Ini dinasti apa?" batinnya semakin bingung.
"Ini tahun berapa?" tanyanya untuk memastikan dia berada di mana.
"Ini pada tahun 221 Saka," ujar salah seorang prajurit.
"Apa?!" teriak Tan Xiao Ling.
Teriakan Tan Xiao Ling membuat semua prajuritnya berjengit. Ia mengingat pada tahun tersebut adalah dinasti Han yang berkuasa pada masa keemasan Tiongkok. Di mana pada saat itu Dinasti Han berusaha untuk menyatukan semua negara untuk menjadi bawahannya.
Tan Xiao Ling berusaha berdiri semua pakaian besinya terasa berat. Akan tetapi, ia masih leluasa bergerak. Xiao Ling melihat di pinggang terdapat sebuah pedang tipis.
"Gila! Apakah aku harus menggunakan ini? Aku hanya bisa taekwondo dan Tai chi bukan berperang!" batin Xiao Ling makin kacau.
"Baiklah, kalian pergi dulu! Aku ingin berpikir," usir Tan Xiao Ling.
"Jendral, utusan dari Kota Yangmen meminta kita segera membantu Panglima perang Liu Bei yang sedang terdesak," ucap prajuritnya.
"Apa? Liu Bei?" tanya Xiao Ling semakin kacau, "mengapa nama itu selalu membuatku jadi kacau?" batinnya bingung.
"Bukankah gara-gara nama itu aku terdampar di sini," umpat batin Xiao Ling kesal.
"Iya, Yang Mulia! Panglima Perang Liu Bei," ujar prajuritnya, "apakah ada yang lain Jendral?" lanjut prajuritnya.
"Tidak, ada!" balas Xiao Ling angkuh, ia melambaikan tangan.
"Pasti ada pertempuran …," batinnya, ia terdiam.
"Bagaimana pertempuran kita tadi?" tanya Xiao Ling, ia ingin menghindari pertanyaan mengingat perkataan bawahannya jika dirinya terpanah.
"Kita menang, Yang Mulia! Jendral memang hebat! Dengan keadaan terpanah pun, Jendral berhasil membakar pertahanan dan gudang senjata tentara Qin," ujar prajuritnya senang.
"Apakah ada prajurit yang tewas di pihak kita?" tanya Xiao Ling khawatir.
"Hanya 15 orang Jendral. Kami sudah menguburkan mereka!" ujar prajuritnya.
Xiao Ling terdiam, ia memandang ke arah prajuritnya, "Baiklah, siapa namamu?" tanya Xiao Ling membuat prajutitnya tercekat.
"Aku, Lin Wei!" balasnya.
"Baiklah, rencananya kapan kita berangkat ke Yuzhang?" tanya Xiao Ling, ia sudah tidak tahu lagi dengan apa yang sudah terjadi.
Namun, satu hal yang paling menonjol dari sikapnya adalah selalu tenang di dalam keadaan apa pun dan menganalisa dengan cepat semua masalah yang menimpa.
"Anggap saja aku sedang bermimpi! Baiklah, Tan Xiao Ling. Kita harus mencari tahu apa yang terjadi sesungguhnya?!" batinnya, ia kembali menatap ke arah Lin Wei.
"Baiklah, mari kita berangkat!" ujar Xiao Ling tegas.
"Baik, Jendral!" ujar semua prajuritnya.
Tan Xiao Ling menatap ke semua isi di dalam tenda, ia melihat beberapa gulungan kertas dan peta juga senjata, "Aku tidak tahu, Jendral perempuan yang bernama Jia Li itu seperti apa? Aku rasa dia sangat hebat!" benak Xiao Ling.
Tan Xiao Ling masih melihat isi seluruh tenda melihat cermin, "Ini, wajahku! Mengapa aku bisa berada di masa ini? Apa yang salah? Apakah ini mimpiku?" batin Tan Xiao Ling, ia melihat rambut merah mahogani miliknya yang baru saja diwarnai atas saran Gloria, kini sudah berubah hitam legam kembali dan diikat atas kepalanya.
"Aku seperti artis Tiongkok yang sedang shooting film kolosal," batinnya, ia melihat baju zirahnya berwarna hitam sepekat malam.
Tan Xiao Ling menarik pedang di pinggang, "Ya, Tuhan! Ini sungguhan," lirihnya, saat ia meraba mata pedang.
"Tajam sekali! Ini sangat hebat!" puji Xiao Ling, ia berusaha menguji ketajaman mata pedang dengan menebas angin akan tetapi, ia malah menebas tiang tenda sehingga tendanya roboh.
"Jenderal! Jendral Jia Li!" teriak prajurit.
Tan Xiao Ling muncul dengan menebas tenda menjadi serpihan kain yang berterbangan, "Aku baik-baik, saja!" ujarnya dingin.
Tan Xiao Ling melihat sisa pertempuran dan banyaknya ceceran darah, "Ini sungguhan? Dan … darah itu juga sungguhan!" benak Xiao Ling kecut.
Glek
Seketika Xiao Ling menelan ludah dan nyalinya menciut, "Gila! Ini lebih parah daripada terjebak di dalam sebuah pernikahan!
"Aduh, bagaimana caranya aku kembali pulang ke masaku?" pikirnya kacau-balau, ia ingin kabur menggunakan pintu ajaib Doraemon yang sering ditontonnya kala masih kecil hingga kini.
"Kita siap berangkat, Jendral!" ujar Lin Wei, ia sudah bersiap-siap dengan anak buahnya.
"Baiklah!" balas Tan Xiao Ling, ia berusaha tenang dan tidak memperlihatkan wajah bingung apalagi stres.
"Bukankah stres mempengaruhi kecantikan?!" batin Xiao Ling, ia menarik napas dan terus maju mempermainkan perannya di kehidupan aneh tersebut.
Semua prajurit berdiri seperti patung, saat Tan Xiao Ling melewati semua barisan prajurit yang berlutut dan mengucapkan, "Selamat panjang umur Yang Mulia! Semoga Dewa melindungi Yang Mulia!" ucap mereka serempak.
Tan Xiao Ling terkejut, ia hampir jatuh terjerembab akan tetapi, ia berusaha untuk menguasai keadaan dengan ilmu beladiri yang mendarah daging di tubuh dan jiwa.
"Apakah Anda baik-baik, saja Jenderal?" tanya Lin Wei, berusaha untuk menolongnya.
"Mampuslah, aku!" batinnya, "aku baik-baik, saja!" balas Tan Xiao Ling, ia sedikit malu.
Xiao Ling secepatnya mengangkat tangan seperti biasa yang dilakukan kepada bawahan di rumah, jika seseorang ingin menolongnya dan ia tak menginginkan hal itu.
Tan Xiao Ling terkenal dingin, pendiam, dan mandiri juga tak mau ribet dengan urusan yang memusingkan kepala apalagi dilayani. Sehingga ia lebih banyak menghabiskan masa sekolah di asrama dan tinggal di apartemen sepi di kawasan Boston yang sesak.
Seekor kuda berlari dan meringkik, Tan Xiao Ling langsung melesat naik ke punggung kuda, "Wah, hebat sekali!" batin Xiao Ling, ia tidak menyangka ia memiliki suatu kekuatan yang luar biasa.
"Sepertinya kuda ini, mengenali tuannya," batin Xiao Ling, ia menarik tali kekang kuda mengelus surai kuda perlahan.
"Aku berharap kita bisa bekerja sama, aku tidak tahu siapa namamu! Tapi, aku berusaha untuk menjadi yang terbaik seperti tuan aslimu," bisik Tan Xiao Ling.
"Tidak lucu, jika engkau menjatuhkan diriku! Aku harap, kamu menjaga harga diri si pemilik tubuh ini. Um, Wenwen!" bisik Tan Xiao Ling di telinga si kuda yang hanya menggerakkan kepala dan mengangkat kedua kaki ke udara.
"Aku berharap engkau menyukai nama barumu!" lanjut Tan Xiao Ling,
"Jendral Jia Li di masa ini seperti apa, sih? Apakah aku sedang bermimpi dan memasuki zaman Dinasti Han?" batin Xiao Ling bingung.
Namun, ia masih terus memacu kuda meninggalkan sisa pertempuran, berharap ia terjatuh dan kembali terbangun di rumah dan menemukan sang ayah Tan Fuk Ming yang akan membatalkan pernikahannya bersama pria bernama Liu Bei.
"Nama kota tadi apa, ya?" batinnya, ia lupa dan tidak mengerti.
Tan Xiao Ling ingin bertanya tetapi, ia takut jika disangka ia sudah gila. Mereka masih terus memacu kuda mereka melintasi semak dan hutan bambu, "Ini benar-benar masa lalu," batin Xiao Ling.
Tan Xiao Ling tidak melihat salah satu gedung pencakar langit ataupun bangunan indah di masa modern, ia masih saja berharap mimpinya berakhir.
"Aku tidak tahu Jendral Jia Li ini punya sifat seperti apa? Bagaimana jika aku salah? Bukankah pada masa ini masih berlaku hukum pancung dan disiksa? Ini mengerikan sekali!" batinnya mulai galau, "bagaimana jika aku kabur saja! Tapi, aku akan menjadi buronan dan ke mana aku akan pergi?" benaknya semakin bingung.
Malam mulai merayap turun, mereka tidak berhenti dan terus memacu kuda masing-masing. Tan Xiao Ling melihat ke arah belakang jika seluruh anggotanya menaiki kuda tidak ada seorang pun yang berjalan kaki.
Tan Xiao Ling menarik napas, "Syukurlah, tidak ada yang berjalan kaki, seperti yang aku lihat di film-film," benaknya, ia melihat Lin Wei dan prajurit sedikit kelelahan.
"Lin Wei!" teriak Tan Xiao Ling, ia merasa kasihan.
Lin Wei langsung memacu kuda mendekatinya, "Ada apa, Yang Mulia?!" tanya Lin Wei dengan hormat.
"Di depan sana, kota apa? Apa masih jauh dari Yangmen (Yuzhang)?" tanya Xiao Ling, ia masih berharap jika nama kota tidak berubah saat ia berada pada tahun 2020 era milenial penuh gadget.
"Kita masih di Shouchun, Jendral!" jawab Lin Wei, ia sedikit merasa heran dengan Jenderal Jia Li yang biasanya sangat pintar dan cekatan kini seperti hilang ingatan.
"Jangan-jangan Jendral Jia Li tidak tahu jika dirinya telah dijodohkan dengan Putra Mahkota Liu Fei," batin Lin Wei, ia merasa kasihan.
"Malam ini kita istirahat di sini saja!" ujar Xiao Ling, ia merasa lelah begitu juga dengan prajuritnya.
"Baik, Jendral!" ujar Lin Wei, ia memberikan perintah untuk mendirikan tenda.
"Tidak usah mendirikan tenda, aku rasa tidak akan hujan. Selain itu, besok agar lebih mudah pergi! Bukankah di depan Kota Chaisang?" ujar Xiao Ling, ia berusaha membuka sejarah dinasti Han.
"Iya, Jenderal!" ujar Lin Wei, ia menganggukkan kepala.
"Sudah kuduga, ini pada masa Dinasti Han, pada tahun 200-an!" batin Xiao Ling.
Mereka makan malam dengan menyantap beberapa roti bakpao yang sudah keras dan hanya minum air putih. Tan Xiao Ling bingung, ia ingin bertanya banyak hal tetapi, tidak tahu harus bertanya kepada siapa.
Tan Xiao Ling hanya diam memperhatikan semua prajuritnya dan mencatat di dalam hati. Ia mencoba untuk tidur dan berharap dari balik pekatnya hutan bambu tidak ada seseorang atau gerombolan prajurit Qin yang mencoba menyerang mereka.
Tan Xiao Ling mencoba untuk tidur tetapi, ia semakin gelisah dan tidak bisa tidur, luka di dadanya sedikit sakit. Ia berusaha mencari obat serbuk di lipatan kain di pelana kuda dan menaburkan pada lukanya di balik bebatuan, tubuhnya sedikit panas.
"Andaikan ini di zamanku, aku sudah minum obat penurun panas!" benaknya getir, ia menatap rembulan sabit dan mendengar suara burung malam yang mengerikan.
"Terasa sunyi dan asing …," batin Xiao Ling, ia bersyukur terlahir di zaman modern yang tenang.
"Jenderal, apakah Anda baik-baik, saja!" ucap Lin Wei, ia khawatir.
"Aku baik-baik, saja! Hanya sedikit lelah," balas Xiao Ling berbohong.
"Ini, Jendral!" ucap Lin Wei, ia memberikan bungkusan serbuk lain dengan berlutut dan menghadap ke tanah.
"Apa ini?" tanya Xiao Ling bingung dan mengerutkan dahi, ia mencium aroma obat yang sangat pekat mirip kotoran kambing.
"Itu obat untuk menurunkan panas dan infeksi, istri saya yang membuatnya," ujar Lin Wei.
"Oh, terima kasih!" jawab Xiao Ling, ia langsung menelannya seperti puyer saat ia masih anak-anak.
Ia memandang Lin Wei masih menyalakan api unggun dengan menambah kayu bakar di sana, Xiao Ling duduk di dekat perapian, "Lin Wei, di manakah istrimu tinggal?" tanya Xiao Ling ingin tahu, ia merasa umur mereka tidak jauh berbeda.
"Di Limen Jendral Tan," balas Lin Wei, ia masih terus menambah kayu di perapian.
"Tan … apakah margaku pun masih, Tan?" benak Xiao Ling, "Lin Wei, aku … apakah kau sudah lama tidak pulang?" tanya Xiao Ling, ia takut untuk jujur.
"Sudah 2 tahun ini saya tidak pulang, Yang Mulia!" balas Lin Wei, ia tersenyum getir.
"Jika kita pulang ke Xuchang, sebaiknya kamu pulanglah ke Limen," ucap Xiao Ling, ia ingin memberikan kesempatan kepada prajuritnya.
"Benarkah?" tanya Lin Wei, ia tidak percaya akan hal itu.
"Iya, jangan sampai aku berubah pikiran lagi," balas Xiao Ling dingin.
Lin Wei bersyukur, jarang-jarang Jenderal Tan Jia Li bersikap lembut. Dia terkenal wanita bertangan besi, bertanggung jawab, dan selalu membela kebenaran. Selain itu, dirinya selalu dingin dan tanpa banyak bicara bagaikan patung.
Semua bawahan Jendral Tan Jia Li sangat takut kepadanya, walaupun dirinya sebenarnya sangat baik. Keduanya hening mereka melihat para prajurit sudah mulai berganti untuk berjaga-jaga.
Lin Wei menatap ke wajah Xiao Ling, "Apakah Jendral Jia, masih menolak perjodohannya dengan putra mahkota Liu Fei?" batin Lin Wei, ia takut bertanya.
Lin Wei masih memperhatikan wajah jendralnya yang sebenarnya sangat cantik. Meskipun, tidak pernah memakai baju wanita melainkan baju zirah dan baju pria saja. Jendral Jia Li selalu saja berperang dan tidak pernah tinggal di rumah. Sejak kematian ibunya putri Zhao Yang dan ayahnya Jendral Tan Xi Kin memiliki banyak selir sehingga Jia Li merasa tidak menyukai pernikahan karena hal tersebut.
Namun, kaisar Liu Bang ingin menjodohkannya dengan Putra Mahkota Liu Fei dari Ratu Zhao Li Mei. Sedangkan Liu Bei putra kedua Kaisar Liu Bang dari Permaisuri Qin Shi Rong.
Hal itu dikarenakan untuk menahan kekuatan yang dimiliki sang jendral cantik tersebut agar tidak memberontak, sehingga untuk memenggal dan membelenggu kekuasaannya maka diadakan pernikahan atas titah Kaisar Liu Bang.
Akan tetapi, Jendral Jia Li yang selalu di perbatasan tidak pernah bertemu dengan Liu Bei maupun Liu Fei. Tan Xi Kin menyetujui pernikahan itu, tetapi Jia Li menolaknya.
Namun, karena ayahnya mengancam tidak ada yang bisa menolak titah raja akhirnya Jia Li menyetujuinya hingga pertempuran terjadi di Changsha.
"Jendral, jika Jendral mengantuk tidurlah, biar saya yang berjaga." Lin Wei menatap Jia Li memeluk pedang perak miliknya yang sangat tajam, warisan dari kakeknya Tan Yuan Min
"Tidak apa-apa, Lin Wei!" balas Xiao Ling, ia masih berpikir banyak hal, "jika wajah dan margaku sama hanya berbeda nama. Apakah ayahku juga orang yang sama? Apalagi, Liu Bei juga ada," benaknya.
Cus! Syut!
Sebuah anak panah melesat hampir saja mengenai Xiao Ling, ia a langsung menangkap anak panah tersebut menggunakan tangan kirinya.
"Berhati-hatilah!" teriak Xiao Ling.
Semua orang bangun dan mengambil pedang masing-masing. Xiao Ling sudah melesat menangkis serangan anak panah yang menyerang bagaikan hujan, anak panah semakin banyak berhamburan dari balik pepohonan dan rimbunnya semak.
"Bentuk formasi!" teriak Xiao Ling.
Semua prajurit mengangkat tameng membentuk kubah sehingga anak panah hanya mengenai tameng mereka.
"Pada tahun 220 adalah masa dinasti Han berperang dengan Qin, apakah aku salah! Hadeh, mengapa aku tidak belajar sejarah Tiongkok dengan benar?!" sesal batin Tan Xiao Ling, ia merasa kacau.
Xiao Ling sangat lelah anak panah masih saja menghujani mereka, "Lin Wei, lindungi aku! Sebagian mundurlah ke balik batu itu atau pohon yang lebat. Aku akan memutar menghancurkan musuh!" perintahnya kepada Lin Wei.
"Baik, Jendral! Zhao Zhao pergilah bersama Nona Jendral! Lindungi Yang Mulia!" perintah Lin Wei.
Zhao Zhao langsung melesat menaiki kudanya bersama 5 prajurit menyusul Xiao Ling. Derap kuda menggema, para prajurit melihat Jendral Jia Li sudah menghabisi musuh dari atas kudanya dengan gagah berani.
"Mundur!" gema teriak pemanah dari pihak musuh berhamburan kabur.
Prajurit yang bersama dengan Zhao Zhao langsung menarik busur memanah musuh mereka. Xiao Ling masih bertempur dengan beberapa prajurit Qin, mereka menyerang Xiao Ling dengan pedang dan tombak. Ringkikan kuda Xiao Ling menggema, ia terus menebaskan pedang kantuknya hilang seketika.
Akhirnya mata pedangnya berhasil membunuh musuh ditambah Zhao Zhao membantu. Fajar telah menyingsing, Lin Wei dan semua prajurit telah bergabung.
Xiao Ling masih berputar dengan kudanya, "Gila! Ini benar-benar gila dan nyata! Oh, Tuhan. Aku meminta agar tidak menikah dengan Liu Bei, tapi mengapa jadi terlempar kemari?" batinnya, ia berharap dengan berputar-putar ia akan kembali lagi ke dunianya.
"Jendral Jia Li, apakah kita akan melanjutkan perjalanan kita?" tanya Lin Wei.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!