NovelToon NovelToon

Kemarilah Jangan Menjauh

1. Sekolah baru.

Sintya sebagai siswi baru di sekolahnya belum mempunyai teman dan juga belum mengenal para siswa dan siswi di sekolahnya.

Jam istirahat siang ini Sintya pergi makan sendirian ke kantin.

"Lihat itu Markus...!!" tiba-tiba Sintya mendengar para siswi berteriak di koridor sekolah.

Mereka berlarian ingin melihat seorang yang bernama Markus tersebut.

Sintya terpaksa menyingkir merapat ke tembok sekolah agar dia tidak ditabrak para siswi tersebut.

Mereka begitu bersemangat sekali ingin melihat siswa yang bernama Markus.

Sintya tidak memperdulikan kerumunan tersebut, dia sudah lapar.

Harus buru-buru ke kantin.

Akhirnya Sintya sampai juga di kantin.

Dia pun memesan makan siang.

Duduk di sudut kantin, dia menikmati makan siangnya.

Mengabaikan sekitarnya, dia lebih fokus pada makanan yang ada didepannya.

"Ya ampun..itu Markus, tumben dia masuk ke kantin untuk makan siang!" seru para siswi yang duduk tidak jauh dari Sintya.

Dengan iseng Sintya menoleh kearah siswa yang dipandang oleh para siswi tersebut.

Tampak seorang siswa tampan dan tinggi memasuki kantin.

Siswa tersebut bersama dengan dua orang siswa lainnya mengambil tempat duduk di salah satu meja kantin tersebut.

Dan para siswi tidak jauh dari banyak berkerumun ingin mencoba mendekat pada Markus.

Tapi mereka tidak berani.

Mereka hanya dapat melihat Markus dari jarak tiga meter darinya, mulut mereka tidak berhenti berbicara satu sama lain membicarakan betapa tampannya Markus.

Sintya heran pada para siswi tersebut, menurutnya Markus biasa saja, tidak beda dengan siswa lainnya.

Sintya kembali melanjutkan makan siangnya, tidak memperdulikan siswi-siswi tersebut terus ribut mengagumi Markus.

Setelah selesai makan Sintya pun meninggalkan kantin yang masih ribut karena siswa bernama Markus tersebut.

Saat Sintya akan keluar pintu kantin, tidak sengaja dia menabrak seorang siswi yang akan masuk kedalam kantin.

"Sialan! kau tidak ada mata ya!!" bentak siswi tersebut marah.

"Maaf aku tidak sengaja" kata Sintya meminta maaf.

"Kalau jalan pakai mata dong!" kata siswi tersebut dengan suara keras.

"Maaf" kata Sintya lagi.

"Aku baru lihat tampangmu disini! apakah kau murid baru?" tanya teman siswi tersebut dengan nada tinggi.

"Maaf" kata Sintya lagi.

Setelah itu dia berbalik untuk pergi dari sana.

"Hei tunggu! sialan malah pergi orang lagi bicara dengannya!" seru teman siswi tersebut berteriak pada Sintya.

Semua siswi dan siswi yang ada dalam kantin jadi menoleh kearah mereka.

Tidak terkecuali Markus dan dua temannya yang lagi makan siang.

Sintya terpaksa menghentikan langkahnya.

"Aku kan sudah minta maaf!" kata Sintya pada tiga siswi tersebut.

"Kau tidak punya sopan ya! Marsha belum selesai bicara kau malah pergi!" kata satu dari siswi tersebut.

"Kau tidak kenal dengan Marsha ya?!" bentak siswi lainnya.

"Tidak!" geleng Sintya, dia memang tidak kenal dengan Marsha.

"lain kali kau harus sopan didepan Marsha, mengerti?!" bentak siswi tersebut membentak Sintya.

"Ada apa ini?" tiba-tiba Markus sudah berdiri diantara mereka.

Sontak membuat mereka terkejut menoleh pada Markus.

"Halo Markus.." sapa mereka ramah, berbanding balik dengan sikap mereka yang tadi berteriak pada Sintya.

"Ribut sekali!" kata Markus dingin dengan wajah datarnya, "Membuat orang tidak bisa makan siang dengan tenang"

Setelah berkata begitu Markus pun melangkah meninggalkan kantin.

Dia sudah tidak berselera lagi untuk melanjutkan makannya.

Para gadis tersebut sangat berisik, dia tidak suka pada gadis yang sok imut didepannya.

Tapi dibelakangnya bagaikan rubah betina yang sangat menyeramkan, kasar dan arogan.

Marsha dan kedua temannya jadi terdiam melihat Markus begitu cuek pada mereka.

"Maaf telah membuat makan siangmu terganggu" kata Marsha dengan nada lembut.

Markus melirik Marsha dengan tatapan tajam.

Dia tidak menyukai gadis seperti Marsha, seperti nenek lampir dalam pandangannya.

Sementara itu Sintya cepat-cepat menyingkir dari sana, setelah melihat Marsha dan kedua temannya tidak memperhatikan dirinya lagi.

Dia sebenarnya tidak ada niat untuk menyinggung siapapun disekolah barunya tersebut.

Tapi kejadian tidak terduga malah membuat dia mendapat masalah, dan kedepannya pasti tiga gadis tadi tidak akan pernah ramah lagi padanya.

Pertama kali Tantenya mendaftarkan dirinya disekolah elite tersebut, Sintya sudah menolak tidak ingin bersekolah disini.

Tapi Tante Diana tidak mempermasalahkan biaya sekolah Sintya yang mahal, dia ingin Sintya mendapatkan pendidikan yang bagus dan lingkungan yang bagus juga.

Tapi menurut Sintya sekolah ini bukan tempat yang bagus, ini sekolah kalangan anak orang kaya yang manja.

Terlihat dari sikap mereka yang cuek satu sama lain, dan saling berkelompok memilih teman yang menurut mereka sangat cocok dengan status orang tua mereka yang kaya.

Sintya anak desa yang dibesarkan dilingkungan yang ramah dan sopan, tentu saja merasa sangat berbeda dengan lingkungan sekolah barunya tersebut.

Disekolah sebelumnya semua siswi menegurnya untuk mengenalnya, mereka akan datang padanya menanyakan siapa namanya, tinggal dimana, boleh tidak berteman dengannya.

Disini berbanding balik, semua siswi nya sangat cuek dan suka berdandan.

Sintya jadi merasa sendirian disekolah tersebut.

Karena orang tuanya telah meninggal Sintya harus ikut dengan Tantenya ke kota.

Di Desa hanya tinggal dia sendirian, tidak ada yang mengurus dirinya lagi, dan juga biaya hidupnya.

Tante Diana masih lajang, belum menikah.

Tinggal di kota sendirian tinggal di sebuah Apartemen, jadi dia memutuskan untuk mengurus Sintya.

Pekerjaannya yang bergaji lumayan memungkinkan Sintya bisa sekolah disekolah elite tersebut.

Tante Diana mengatakan pada Sintya supaya jangan memikirkan soal biaya sekolah maupun hidup Sintya, dia hanya menyarankan pada Sintya untuk memikirkan pelajaran sekolahnya saja.

"Kau harus belajar yang rajin, menjadi anak pintar, agar bisa meraih cita-cita mu!" itu yang dikatakan Tante Diana padanya.

Sintya pun menuruti apa yang dikatakan oleh Tantenya tersebut.

Dia akan fokus untuk belajar dengan giat, dia akan membuat Tantenya bangga padanya

Karena jam istirahat belum selesai, Sintya pergi sendiri untuk berjalan-jalan melihat ruang perpustakaan ada disebelah mana.

Akan mudah nantinya kalau dia akan ke perpustakaan, setelah tahu letak perpustakaan tersebut.

Koridor sekolah yang panjang dan berkelok membawa langkah Sintya sampai juga diruang perpustakaan.

Perpustakaan disekolah ini ternyata cukup besar juga.

Ditempat ini sangat hening dan sepi.

Sintya sangat menyukai suasana perpustakaan.

Dia sepertinya akan banyak meluangkan waktu di perpustakaan nantinya.

Tempat ini sangat cocok untuk menghindari masalah dengan para siswi yang seperti Marsha tadi.

Sintya melihat tatanan perpustakaan sangat rapi dan bersih.

Dia melihat rak-rak buku yang tersusun rapi.

Sangat beda dengan perpustakaan di desanya.

Perpustakaan di desanya sangat kecil dan rak bukunya juga tidak terlalu banyak.

Sintya berjalan berkeliling melihat buku di setiap rak.

Sintya tanpa sadar tersenyum senang.

Sintya adalah penggila buku komik, ternyata di perpustakaan tersebut ada juga buku komik.

Bersambung....

2. Dapat teman baru.

Bel berbunyi.

Para siswa-siswi terlihat senang, karena jam mata pelajaran terakhir telah usai.

Begitu guru keluar dari kelas, mereka ikut berhamburan keluar kelas.

Sintya di kursinya masih terlihat tenang membereskan buku-bukunya.

Karena masih belum mempunyai teman, dia berjalan sendirian keluar dari kelas.

"Hai..ini bukankah bukumu?" seseorang berteriak dari belakangnya.

Sintya membalikkan tubuhnya melihat siapa yang berteriak padanya.

Seorang siswi satu kelas dengannya datang menghampirinya, tangannya memegang sebuah buku.

Siswi tersebut menyodorkan buku yang dia pegang pada Sintya.

Sintya melihat kearah buku yang disodorkan siswi tersebut.

"Oh iya.." dia baru tersadar, itu memang bukunya.

Sintya menerima buku yang disodorkan siswi itu.

"Terimakasih!" ucap Sintya.

"Tidak masalah!" kata siswi tersebut.

Sintya memasukkan buku itu kedalam tasnya.

"Nama mu siapa?" tanyanya pada Sintya.

"Sintya!"

"Namaku Jessi!"

"Nama yang cantik" kata Sintya.

Mereka pun keluar dari dalam kelas sambil jalan beriringan.

"Namamu juga cantik!" kata Jessi tersenyum.

"Pulang dengan siapa?" tanya Jessi.

"Sendiri" jawab Sintya.

"Bagaimana kalau kita bareng pulang, aku dijemput sama sopir Papaku!" kata Jessi menawarkan tumpangan pada Sintya.

"Oh terimakasih, tapi aku pulang sendiri saja" kata Sintya menolak tawaran Jessi dengan halus.

Beberapa siswi berlarian dari arah belakang mereka, dan menabrak bahu Sintya.

Tubuh Sintya otomatis oleng kesamping.

"Kalau jalan jangan melamun dong!!" bentak siswi yang menabrak Sintya tersebut.

Sintya tertegun mendengar bentakan siswi itu, bukankah seharusnya dia yang marah karena ditabrak?

Ini malah sebaliknya.

"Sudah, jangan hiraukan, anak-anak disini kelakuannya memang tidak baik, karena anak orang kaya, jadi pada manja!" kata Jessi menarik tangan Sintya untuk berlalu dari sana.

Tangan Sintya ditarik Jessi dengan tergesa-gesa untuk menyingkir dari hadapan siswi yang marah tersebut.

"Jangan terkejut kalau ada siswi yang bicaranya kasar, disini itu sudah biasa!" kata Jessi.

Mereka berjalan beriringan keluar dari sekolah menuju pintu gerbang.

"Markusss...!" teriak beberapa siswi tiba-tiba dari arah belakang mereka.

Lagi-lagi fansnya Markus sang idola sekolah mereka.

Tampak Markus berjalan bersama dua temannya, terlihat cuek mendengar teriakan para siswi tersebut.

Dengan wajah datar Markus tidak peduli dengan para gadis yang melihatnya dengan tatapan berbinar.

"Markus selalu saja terlihat tampan.." seru para siswi.

"Aku ingin jadi pacarnya!" sahut yang lain.

"Mereka itu fans fanatiknya Markus, terutama yang namanya Marsha, dia sudah lama mengejar Markus, cewek itu akan menindas siapapun yang mencoba merayu Markus!" bisik Jessi.

"Oh" kata Sintya tidak begitu minat, dia tidak ada pikiran untuk dekat dengan seorang siswa di sekolah barunya tersebut.

Walau dulu disekolah lamanya dia banyak dikagumi para siswa, dia tidak pernah mencoba untuk berpacaran.

Sintya merasa masih terlalu muda untuk namanya berpacaran.

Didalam pikirannya, kalau berpacaran itu berarti menuju untuk berumah tangga.

Pernah temannya, dulu disekolah yang lama, menertawai nya karena mendengar pendapat Sintya mengenai soal berpacaran.

Tapi dalam pikiran Sintya tetap tidak berubah, dia selalu menerapkan itu dalam pikirannya.

Dia tidak ingin berpacaran kalau belum waktunya cukup umur.

Dia ingin sekolah dulu sampai tamat, kalau nanti sudah masuk Universitas baru dia akan pikirkan masalah tentang berpacaran.

Sebuah mobil berhenti didepan mereka diluar pintu gerbang sekolah.

"Apakah kau tidak mau aku antar pulang?" tanya Jessi lagi.

Ternyata mobil tersebut adalah mobil jemputan Jessi.

"Tidak, terimakasih!" kata Sintya masih tetap menolak.

"Kalau begitu, sampai jumpa besok lagi ya!" kata Jessi sebelum masuk kedalam mobil.

"Iya!" angguk Sintya.

Jessi pun masuk kedalam mobil, sebelum jendela mobil ditutup, dia melambaikan tangannya pada Sintya.

Dengan tersenyum Sintya membalas lambaian tangan Jessi tersebut.

Mobil pun kemudian meninggalkan Sintya didepan gerbang sekolah.

Sintya pun pergi halte bis, seperti biasa akan naik bis pulang ke Apartemen Tante Diana.

Dia berencana akan ke pasar terlebih dahulu, baru setelah itu pulang ke Apartemen.

Dia ingat tadi pagi bahan sayuran sudah habis dalam kulkas.

Sintya menunggu bis sambil memainkan ponselnya.

Dia bermain game, fokus tanpa melihat sekitar.

Dan sesekali melihat kejalan, kalau-kalau bis sudah datang.

Dan kembali bermain game.

Tiba-tiba dia merasakan duduknya tergeser, karena tempat duduk tunggu halte semakin penuh.

Bokongnya sudah ke pinggir bangku halte, saking banyaknya penunggu bis sampai mereka merapat satu sama lain.

Sintya menoleh kesamping, ternyata benar banyak orang yang menunggu bis.

Paha Sintya saling menempel dengan penunggu bis disebelahnya.

Sintya melihat orang tersebut, seorang lelaki.

Sintya mencoba melirik lelaki tersebut.

Dia sontak terkejut, Markus?

Sintya langsung menoleh memandang orang yang disebelahnya itu.

Benar, dia Markus!

Kenapa dia menunggu bis? bukankah dia anak orang kaya yang tidak perlu naik bis umum? pikir Sintya heran.

"Ada apa?" Markus memandangnya dingin, "Terpesona denganku ya!"

Mata Sintya terbelalak memandang Markus, idola sekolahnya tersebut ternyata lelaki yang terlalu percaya diri, merasa dirinya lelaki paling tampan.

Sintya ingin muntah mendengar perkataan Markus tersebut.

Dia tidak menjawab perkataan Markus, dia kembali bermain game.

Tapi beberapa saat kemudian Sintya merasa risih duduk terlalu rapat dengan Markus.

Sintya pun berdiri.

Markus memandangnya heran.

"Bis nya kan belum datang, kenapa berdiri?" tanya Markus.

Sintya diam saja, dia berdiri agak jauh dari Markus.

Dan untung lah bis pun datang.

Begitu bis berhenti, dan pintu terbuka, Sintya buru-buru naik kedalam bis.

Dia langsung mengambil tempat duduk didekat jendela yang masih kosong.

Para penumpang pun naik kedalam bis.

Dan kursi sebelah Sintya yang kosong pun telah diduduki penumpang.

Sintya memandang keluar jendela bis.

Jalanan sangat padat, udara terasa panas.

Sintya mencoba untuk membuka jendela, terasa kesat, jendela tidak bisa dibuka.

"Perlu bantuan?" tanya penumpang disebelahnya.

"Oh iya, terimakasih" ucap Sintya ramah, dan mempersilahkan orang tersebut untuk membantu membuka jendela bis sedikit.

Alangkah terkejutnya Sintya melihat siapa kiranya penumpang yang duduk disebelahnya.

Lagi-lagi Markus!

Apakah dia penguntit? pikir Sintya tidak percaya.

"Kau?" Sintya tak percaya menatap Markus.

"Kenapa?" tanya Markus begitu tenangnya.

"Kenapa kau ada disini?" tanya Sintya dengan wajah terkejut.

"Tentu saja mau pulang!" kata Markus dengan santainya.

"Tapi kenapa duduk disini?"

"Apakah tidak boleh?"

"Iya, tapi?"

"Jangan merasa cantik, kau pikir aku tertarik dengan tipe cewek kayak dirimu?" kata Markus sedikit arogan.

Mata Sintya terbelalak, siapa pula yang tertarik dengannya!

Dia tidak sama dengan cewek-cewek yang begitu tergila-gila pada Markus, seperti siswi-siswi di sekolah barunya itu.

Dia tidak ada sedikit pun ingin melirik lelaki seperti Markus, yang merasa dirinya sangat tampan.

"Aku tidak ada niat untuk tertarik padamu, lelaki yang disukai banyak gadis, bisa-bisa aku kena hajar sama mereka!" kata Sintya dengan nada dingin.

"Benarkah?" tanya Markus merasa tidak percaya.

"Dan kau kenapa bisa naik bis, orang kaya yang biasa diantar jemput dengan mobil mewah, kan tidak masuk akal naik bis umum?" kata Sintya sedikit mencibir.

Markus tidak menjawab, dia menyandarkan punggungnya kekursi bis.

Bersambung.....

3. Teman sekolah yang aneh.

Sintya turun dekat pasar, dia mau berbelanja dulu baru pulang.

Dia akan memasak untuk Tante Diana saat pulang kerja nanti.

"Apakah dekat pasar rumahmu?" tanya Markus saat Sintya akan turun.

Sintya tidak menjawab pertanyaan Markus, mengabaikan Markus berjalan turun dari bis.

"Aneh!" pikir Sintya mengingat Markus naik bis pulang sekolah, dan seperti menguntitnya.

Apakah kebetulan saja? pikirnya bingung.

Sintya tidak memperdulikan lagi tentang Markus tersebut, dia fokus untuk berbelanja dulu.

Setelah Sintya berbelanja, diapun pulang ke apartemen Tante Diana.

Semenjak Ibunya sakit-sakitan, Sintya sudah mulai belajar memasak, sebagai putri tunggal dia harus bisa membantu Ibu dan Ayah nya.

Dia sudah bisa mengurus dirinya sendiri kala itu.

Suara pintu terdengar dibuka, Tante Diana telah pulang.

"Aku pulang!" sahut Tante Diana seraya menutup pintu dibelakangnya.

"Tante pasti sudah lapar, aku sudah selesai memasak, Ayo kita makan!" kata Sintya seraya menarik kurai, dan kemudian duduk.

"Wah...pasti enak, aku cuci tangan dulu!" kata Diana.

Setelah cuci tangan, dia pun bergabung dengan Sintya untuk makan.

"Ini enak sekali!" seru Diana terkejut saat masakan Sintya menyentuh lidahnya.

Dia pun makan dengan semangat, Sintya ternyata bisa diandalkan untuk mengurus rumah.

"Bagaimana dengan sekolahmu hari ini? apakah sudah dapat teman baru? " tanya Diana pada ponakannya tersebut.

"Sekolahnya lumayan, kalau teman...aku sudah dapat satu namanya Jessi!" kata Sintya.

"Baguslah, kau tidak usah takut masalah biaya, Tante akan mengurusnya, belajarlah yang giat biar bisa masuk Universitas!" kata Diana .

"Baik Tante"

"Masakanmu sangat enak, terimakasih sudah memasak!" kata Diana seraya mengelap mulutnya dengan tissue.

Sintya membereskan meja makan, mencuci piring mereka dan membersihkan dapur.

Diana masuk ke kamarnya untuk mandi dan ganti baju.

Setelah Sintya selesai beres-beres, diapun masuk ke kamarnya.

Dia memeriksa mata pelajaran untuk besok, mengerjakan pekerjaan sekolah yang belum dikerjakannya.

Benar kata Tantenya, dia harus fokus belajar agar dapat nilai bagus dan bisa masuk ke Universitas.

Besok pagi Sintya diantar Diana pergi ke sekolah, dan berpesan jangan sungkan untuk meneleponnya kalau ada masalah.

Sintya mengangguk mengiyakan perkataan Tantenya tersebut.

Sintya kemudian berjalan masuk ke halaman sekolahnya, siswa-siswi lain juga sudah pada datang masuk sekolah.

Halaman penuh siswa-siswi yang akan memasuki kelas merek

Semua siswa-siswi terlihat mempunyai teman, mereka saling bertegur sapa dan jalan berbarengan.

Hanya Sintya yang jalan sendirian.

"Kau tahu tidak, semalam Markus dijemput cewek cantik, tapi dia malah pergi menghindari cewek itu, aku lihat cewek itu menunggu Markus lama sekali di pintu gerbang sekolah!"

Sintya mendengar seorang siswi yang berjalan dibelakangnya bergosip pada temannya.

Ternyata Markus melarikan diri dari seseorang semalam, karena itulah kenapa cowok idaman para cewek di sekolah barunya itu bisa naik bis umum.

"Markus memang selalu dikejar cewek-cewek, dia kan anak orang kaya, tampan lagi siapa yang tidak tergila-gila padanya, contohnya itu Marsha, jelas-jelas Markus sudah menunjukkan rasa tidak suka padanya, eh..malah dikejar terus!" kata temannya.

"Nah, lihat itu Markus sudah datang, aku juga tidak tahan ingin berdekatan dengannya, tampan sekali, oohh...suami masa depanku!" kata siswi tersebut begitu bahagianya melihat sosok Markus yang dingin.

Wajah datar Markus yang dingin tampak tidak perduli dengan disekelilingnya, dia terlihat jalan dengan santainya di koridor sekolah.

Dan para siswi menatapnya dengan pandangan berbinar-binar, mereka sangat senang melihat Markus yang tampan.

Para siswi tersebut senyum-senyum, karena senang melihat pujaan hati mereka lewat disamping mereka.

Sintya merasa para siswi tersebut terlalu berlebihan memandang penampilan Markus.

Karena menurut Sintya sosok diri Markus itu biasa-biasa saja.

Atau mungkin karena dia anak orang kaya, jadi dia terlihat spesial dimata para cewek-cewek tersebut? pikir Sintya.

Ya, bisa jadi! angguk Sintya dalam hati.

Sintya masuk kedalam kelasnya.

Meletakkan tas, dan menarik kursi untuk duduk.

"Halo Sintya, baru datang ya!" sahut Jessi dari belakang punggungnya.

"Oh..hai Jessi, iya baru sampai!" kata Sintya.

"Hari ini kita ada pelajaran olahraga raga, kita akan melihat Markus bertanding dengan sekolah lain di aula olahraga!" kata Sintya bersemangat.

"Kau fansnya Markus juga ya?" tanya Sintya.

"Iya tentu saja, tapi bukan seperti Marsha ingin memiliki untuk dirinya sendiri!" kata Jessi sambil menghempaskan bokongnya ke kursi yang ada didepan meja Sintya.

"Oh, begitu ya"

"Apa kamu tidak tahu kalau Markus itu juga seorang model lho, dia model disekolah kita"

Pantesan! pikir Sintya, ternyata dia seorang foto Model.

"Marsha pernah menembak Markus, dan Markus terang-terangan menolak Marsha, hi..hii..aku sangat geli melihat wajah Marsha waktu itu, dia sangat shock dan pucat, dia malu sekali telah ditolak oleh Markus!"

Sintya bisa membayangkan bagaimana terpukulnya Marsha ditolak oleh idola para wanita tersebut.

Sintya pun tersenyum mendengar perkataan Jessi tersebut.

Tidak berapa lama bel sekolah tanda masuk pun terdengar.

Dan pelajaran pertama pun dimulai.

Sintya fokus mendengarkan arahan guru yang mengajar di depan kelas.

Sintya memiliki ingatan yang kuat, dia bisa mengerti semua apa yang dikatakan oleh guru yang mengajar didepan kelas.

Saat jam istirahat Jessi mengajak Sintya untuk makan bersamanya di taman, dia membawa bekal lebih.

Dan dia sengaja membawanya untuk berbagi dengan Sintya.

Jessi menyukai pribadi Sintya, dia langsung suka pada Sintya saat pertama sekali bertegur sapa dengannya.

Mereka berjalan beriringan di koridor sekolah menuju taman sekolah.

Bukk!!

Tiba-tiba ada yang menabrak Sintya.

"Kalau lagi jalan jangan melamun dong! jangan jalan ditengah begini, orang mau lewat kan jadi nabrak!" sahut siswi yang menabrak Sintya marah.

Dia tampaknya sangat kesal telah menabrak Sintya, karena jalannya terhalang oleh Sintya.

"Eh! situ jangan nyolot ya! bukankah kau yang harusnya minta maaf sama Sintya! jelas-jelas kau yang nabrak dia!" kata Jessi ikutan marah.

"Ini koridor untuk jalan umum, siapapun harus memperhatikan jalannya agar orang lain yang lewat tidak kena tabrak!" kata cewek itu semakin meninggikan suaranya.

"Eh...ada apa ini?" seorang siswi datang menghampiri mereka.

"Marsha..!" siswi itu tampak sedikit takut.

"Huh! kau lagi, cewek yang nabrak aku di pintu kantin itu ya!" tiba-tiba Marsha menunjuk kearah Sintya.

"Iya benar dia Sha..." kata teman Marsha yang selalu setia mengikuti Marsha kemanapun.

"Kau bikin masalah lagi ya!" katanya tersenyum sinis, dipandangnya Sintya dengan tatapan mengejek.

"Iya, dia barusan nabrak aku!" kata siswi yang memarahi Sintya tadi.

Apa? mata Sintya terbelalak memandang siswi tersebut, apa dia tidak salah dengar?

Siapa kena tabrak, siapa yang menabrak?

Wah, ini orang kayaknya tidak sehat! pikir Sintya tidak mempercayai kata-kata siswi tersebut memfitnah dia.

Bersambung....

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!