Happy reading....
Aku Nafizah Kaila Tama, tahanan nomer 343. Tak pernah kubayangkan akan menjalani hidupku di sini bertahan dari kerasnya sel penjara yang dingin ini.
“Datanglah malam ini, aku menunggumu! Jangan menolakku, kau akan menyesal nanti!'' Itu yang di ucapkannya sebelum pergi. Namun, ketika aku menemuinya malam itu, dia sudah tergeletak bersimbah darah, di dalam apartemennya. Aku berlari dan berteriak meminta pertolongan orang disekitar tempat itu.
Mereka berdatangan dan menolongnya membawahnya kerumah sakit akan tetapi merekapun menuduhku melukainya, hingga mengantarkan ke tempat ini, jeruji besi yang hampir dua tahun kudiami dengan hati terluka, tak ada bukti apa pun yang meringankan ku dalam menjalani hukuman yang tak perna ku lakukan.
Dia mengalami koma, tidak pernah tahu kapan dia akan bangun. Aku menghela napas. 'Andai aku tidak datang malam itu, maka aku tak akan terdampar di tempat ini,' pikirku.
Beruntung aku mempunyai seseorang teman yang selalu menolongku dari ganasnya penghuni sel yang selalu menghakimiku, Kirara, itu namanya. Kulitnya putih bersih dan cantik, dia jago karate, pencak silat dan taewondom. Tubuhnya tinggi sedikit cungkring dan tomboy. Tidak hanya itu, ia juga mengalami penyimpangan yaitu sebagai penyuka sesama jenis, ku tahu itu ketika ia menyatakan cinta padaku.
“Nafizah ... kau melamun lagi?" Terdengar suara purau dari kirara sahabatku.
Dia memelukku dari belakang lalu mencium pipiku. "Ayolah sayang jangan seperti ini aku akan selalu melindungimu tidak bisakah kau melupakannya.”
”Kiara, apa yang membuatmu seperti ini? Aku tahu kau akan bisa kembali normal, jika kau melupakan masalalumu yang suram. Berusahalah sahabatku, dan memintalah kepada Allah, untuk mengubah menjadi yang semestinya. Aku tak memikirkannya, hanya saja sampai kapan aku berada di sini, sampai kapan dia koma,” jawabku.
"Hahaha ... aku bersukur setidaknya aku bisa memelukmu di tempat ini lebih lama lagi, sebelum dia sadar dan membawa mu pergi dari sini dengan pernyataan cintanya itu, sayang,” ujarnya sambil tertawa.
Aku mendengkus. ”Apa kau kira tempat ini surga dunia? Tidak pernahkah kau tertarik dengan seorang pria, Kirara? Kau sangat cantik, rambutmu pun sudah sangat panjang, tidak akan ada yang akan mengira kalau kau sedikit gila." Dia terkekeh mendengar ucapanku.
”Pria itu kejam sayang, tidak punya hati. Jika pria itu baik, kau tak akan mendekam di sini karna mencitainya,” katanya tersenyum sinis.
“Heemmm, aku berharap dia segera sadar. Aku tak bisa membayangkan betapa aku telah membuang waktuku disini. Selama sepuluh tahun tanpa kesalahan apapun,” kataku sambil melepas pelukannya. Aku membalikan badanku dan menatap wajah masam sahabatku, yang tak suka dengan kata-kataku.
Aku menggenggam tangannya sambil berucap pelan, "Jika kau keluar dulu dari sini berjanjilah padaku untuk berubah, pakailah hijab dan mulailah untuk menjalankan kodratmu, sebagai wanita!”
Dia tertawa. "Aku tidak bisa berjanji padamu, Nai."
Aku menarik napas perlahan. "Terserah, kau saja! Aku berada di sini karena kesalahanku sendiri yang mau menuruti kata-katanya untuk datang ke apartemennya. Padahal kami belum sah menjadi suami istri walau kami tak melakukan apapun, itu tetap salah," kataku sambil menyadarkan bahuku kedinding yang dingin dan mencoba memejamkan mataku. Malam semakin larut, sebagaian penghuni sel ini sudah terlelap.
.
.
Ditempat lain di rumah sakit di ruang VIP terbujur tubuh seorang pemuda dengan bayak kabel yang menempel di tubuhnya. Di sampingnya ada seorang pria sebayanya yang tidak lelah menunggu. ”Tuan muda, sadarlah. Nona Nafizah membutuhkan Anda. Dia di fonis sepuluh tahun penjarah karena anda terluka, aku sudah berusaha untuk mencari bukti ketidakbersalahannya, tetapi aku tak menemukannya," kata pria itu
Lelaki yang berbaring itu adalah seorang CEO Shahila Corp, dan asistennya yang menunggunya hampir dua tahun lamanya dalam keadaan koma. CEO itu bernama Hardian Shahila dan asistennya bernama Gilang Permana.
Mereka sebatang kara dari usia 19 tahun. Saat tragedi itu terjadi, ayah Hardian beserta istrinya dan asistennya bersama istrinya mengalami kecelakaan beruntun dan mengakibatkan mereka meninggal di tempat kejadian. Sejak saat itu Hardian berubah hidupnya tidak pernah lepas dari dunia gemerlap. Minuman keras menjadi temannya, walaupun ia tak pernah bermain perempuan tapi mendekati zina sering di lakukannya.
BERSAMBUNG....
Happy reading....
Gilang tak lain dari putra asistennya, ayah dari Hardian mendampingi dengan setia anak majikannya itu.
Empat tahun yang lalu Hardian bertemu dengan Nafizah di sebuah club sedang bersitegang dengan wanita parubaya pemilik Club. Nafizah adalah anak semata wayang mami Kailah pemilik club dan karoke terbesar.
Gadis berhijab itu tidak pernah setuju dengan usaha maminya itu dia selalu menentangnya.
''Mami, berhentilah dengan usaha ini! Apakah Mami tidak berfikir bahwa ini usaha haram? Pandanglah gadis-gadis itu, seperti Mami memandang ku,” kata Nafizah dengan menatap sendu wanita paruh baya itu.
''Issh, kau kira mudah mencari uang halal? Usahaku tidak sebesar ini jika berpatokan dengan itu Nai. Lagi pula, aku tak pernah menyuruh mereka menjual tubuhnya. Aku hanya menyurunya menemani bos-bos itu jika mereka melakukan di luar jam kerja dan di luar club ini, Mami tidak mau bertanggung jawab.nToh uangnya buat mereka sendiri, Mami tak pernah mengambil sepeserpun,”sanggah mamy Kailah.
”Tapi tetap saja, Mami yang menyediakan tempat dan peluang pada mereka untuk melakukan dosa!” kata Nafizah meninggikan suaranya.
”Jika kau tak suka, tidak usah kau pakai uang Mamimu ini. Berusahalah sendiri untuk menghidupimu! Tapi jangan pernah tinggalkan rumahmu,” kata mami Kailah.
“Aku tak pernah mau pakai uang Mami. Aku bisa menghidupi diriku dengan usahaku sendiri! Percuma aku kemari untuk menyadarkan Mami, aku pulang, Mam,” dia bekata sambil beranjak dari tempat duduknya.
“Rudi antar dia pulang! Jangan sampai ia di ganggu oleh pria hidung belang!” seru mamy Kaila pada pengawalnya. Nafizah besama Rudi meninggalkan club itu.
Perdebatan itu tidak luput dari pengelihatan dua pemuda yang berusia 22 tahunan, yaitu Hardian dan Gilang sekertarisnya yang duduk di sofa tak jauh dari tempat duduk ke dua wanita itu.
Hardian sedikit heran kenapa seorang gadis berhijab berani datang ketempat ini. Di dekatnya di kelilingi pria-pria sangar dengan postur tubuh kekar dan tegap tak lain dan tak bukan adalah pengawal mami Kailah. Hardian menatap dua wanita yang berbeda usia itu dengan segala perdebatan mereka sambil mencecap minumannya.
Hardian menghampiri mamy Kaila, ''Siapa itu tadi Momy? Bolehkah dia menemaniku besok malam!” pinta Hardian sambil duduk di sofa berhadapan dengan mami Kaila
“Jangan macam-macam kau, dia putriku! Walau aku bejat, tak kuijinkan dia sepertiku,” bentak mamy Kailah.
Hardian tergelak, "Hahaha ... ternyata Mami punya putri yang berbading 180 derajat dengan Mami? Boleh aku mendekatinya, Mam?”
“Jika kau ingin mendekatinya, jangan pernah kemari lagi! Berubahlah, pantaskan dirimu dengannya. Aku tak ingin anakku terjebak dengan pria seperti dirimu. Jika kau belum berubah jangan dekati putriku!'' katanya sambil beranjak dan berlalu ke ruang pribadinya.
Hardian terpaku mendengar ucapan mami Kaila. Dia menghelah napas beranjak dari tempat duduknya, dan berlalu meninggalkan club sambil berkata, "Ayo pulang Gilang!''
Mereka berjalan keluar dari club menuju area pakiran dan masuk kedalam mobil hitam mewah. Hardian duduk di jok bagian belakang dan Gilang duduk di belangkang kemudi, lalu segera menancapkan gasnya meninggal club. Mobil itu berjalan dengan kecepatan sedang membelah jalanan di gelapnya malam.
Setelah 30 menit sampai di halaman sebuah Mansion yang sangat mewah dengan halaman yang sangat luas. Berjajar pepohonan bermacam-macam buah dan sebuah taman yang luas dengan beraneka ragam bunga yang tertata rapi. Tak jauh dari taman bunga terdapat Gazebo.
Mobil mereka memasuki gerbang yang telah di buka oleh satpam, sepuluh menit kemudian, sampailah mereka dan berhenti tepat di depan mension itu.
Gilang terlebih dulu keluar dan membukakan pintu untuk tuannya, lalu mereka berdua masuk ke dalam Masion itu. Dan sudah di sambut beberapa pelayan yang membungkuk hormat saat kedua pria itu berjalan melewatinya.
BERSAMBUNG.....
Happy reading....
Seorang kepala pelayan menghampiri tuannya sambil membungkukan badannya dan bertanya, "Apakah perlu kami siapkan makan malam, Tuan?”
”Tidak perlu. Kau buatkan saja dua cangkir kopi pait, dan antarkan keruang kerjaku!'' titahnya sambil terus berjalan melintasi ruang tamu yang di ikuti Gilang di belakangnya.
Kepala pelayan berkata sambil membukukkan badan, ”Baik Tuan.” Lalu kepala pelayan itu memberi kode pada pelayan lain, agar segera menyiapkan permintaan tuannya.
Hardian dan Gilang menaiki tangga yang menuju lantai dua. Mereka berjalan di ruang kerja yang tak jauh dari ruang utama. Setelah sampai mereka memasuki ruang kerja tersebut, Hardian menghempaskan pantatnya di sofa dan mendarkan bahunya pada sandaran sofa.
Sambil memejamkan matanya sebentar ia berkata, ”Gilang segera cari tahu identitas lengkap anak mami Kailah! Aku ingin tau selengkap-lengkapnya.”
Gilang menjawab dan bertanya, ''Baik Tuan, apakah Tuan benar-benar tertarik dengan anak Momy? Lalu, bagaimana dengan nona Chira, Tuan? Dia mengejar Tuan dari SMU?“ kata Gilang pada Hardian.
Terdengar pintu diketuk dari luar. "Masuklah!” perintah tuannya dari dalam. Pelayan itu membawa dua cangkir kopi pait dan makanan ringan untuk tuannya, dan meletakan di meja depan sofa. Setelah itu dia keluar dengan membungkukkan badan pada dua pria tersebut.
Hardian menyesap sedikit kopinya dan menghela napas sambil berkata, ”Aku tak pernah mencintainya. Sepertinya dia terobsesi pada diriku? Biarkan saja, jika ia lelah ia akan berhenti. Jangan lupa yang tadi, cepat cari dan informasikan besok!''
Gilang menjawab sambil mengangguk hormat, "Baik tuan!”
Hardian bangkit dari duduknya, "Ayo kita istirahat!"
“Baik Tuan,” jawab Gilang sambil beranjak dari tempat duduknya dan mengikuti tuannya keluar dari ruang kerjanya menuju ruangan mereka masing-masing.
\*\*\*\*\*\*\*\*
Di pagi yang cerah dua sosok pria itu sudah duduk di meja makan sedang menikmati sarapan paginya. Mereka makan dengan tenang. Setelah selesai, mereka berangkat menuju kantornya.
Mobil meninggalkan halaman mansion, membelah jalanan menuju tempat mereka bekerja. Tak lama kemudian, mereka telah sampai di plataran pakir perusahan,. Keduanya keluar dari mobil dan berjalan menuju loby. Para karyawan yang berpapasan dengan mereka membukukkan badannya, memberi hormat pada atasannya. Setelah melewat loby pintu masuk, mereka menaiki lift khusus untuk atasan menuju lantai 30. Pintu terbuka tepat di lantai yang mereka tuju, lalu berjalan ke ruangan masing–masing. Hardian di ruangan CEO, dan Gilang diruangan Asisten CEO.
Seorang wanita cantik yang bernama Mira mengenakan atasan putih dan rok hitam sepanjang lutut menyambut dengan hormat. "Selamat pagi Tuan Hardian, selamat pagi Tuan Gilang." Mereka tersenyum membalas sapaan sekertaris CEO itu. Hardian segera masuk diruanganya dan langsung duduk di kursi kebesarannya. Di atas meja telah banyak tumpukan map yang harus dia priksa.
Suara pintu di ketok dari luar, ''Masuk!” Mira masuk ke dalam mengatarkan secangkir kopi. "Apa agendaku hari ini, Mira?” tanya Hardian dengan masih fokus pada pekerjaannya.
“Ada pertemuan dengan CEO perusahaan X Pak, jam 10.00. Dan nanti sore jam 19.00, makan malam dengan Nona Chira Tuan,” jawab Mira sambil menunduk.
“Apa bisa kau atur ulang jadwalku dengan perusahaan X, Mira? Dan batalkan makan malam dengan Chira!” perintah Hardian tanpa merubah expresinya.
“Maaf Pak, tidak bisa di undurkan lagi jadwal dengan perusahaan X, karena sudah tertunda dua kali, Tuan. Dan makan malamnya, saya cobah undur jadwalnya. Nanti saya hubungi nona Chira, tapi tidak bisa di batalkan. Anda tau sendiri, nona Chira mempunyai saham terbesar setelah Tuan.''
“Hmm, baiklah ... baiklah. Kau boleh keluar Mira.” kata Hardian masih sibuk dengan kertas-kertas kerjanya.
Mira mengangguk hormat dan meninggalkan ruangan itu. Tak berselang lama, Gilang masuk keruangan Hardian.
Dia duduk di sofa sambil memberikan laporan yang di inginkan Tuannya. "Tuan, saya sudah mendapat data lengkap anak dari mami Kailah. Namanya Nafizah Kaila Tama. Ayahnya bernama Erwan Tama, dan maminya benama Kaila Rianti. Ayahnya ini pemelik perusahaan Tama Corp. Sejak 14 tahun lalu, tuan Erwan tinggal di singapore, Tuan. Nona Nafizah mempuyai usaha ketering yang lumayan besar Tuan, yang di rintisnya sendiri sejak kelas 2 SMU. Tepat ketika mami Kailah mendirikan clup itu, Tuan. Dia masih kuliah di fakultas Ekonomi tingkat akhir,'' jelas Gilang.
“Bisakah kita mengajukan kerja sama memasok makanan untuk karyawan di bagian produksi kita?” tanya Hardian tanpa beranjak dari duduknya.
“Bisa Tuan, karena kontrak kita dengan ketering lama seminggu lagi akan berakhir. Kita tidak perlu memperpanjang lagi.” Gilang menjelaskan kepada tuannya.
“Baiklah segerah atur pertemuanku dengannya!” perintanya tanpa menatap Gilang.
“Baik Tuan. Saya kembali keruangan saya, jam 10.00 saya akan kembali kemari untuk mengingatkan akan ada pertemuan dengan perusahan X.”
Hardian menatap dengan datar sambil mengisyaratkan tangannya agar Gilang segera pergi dari ruangan.
\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*
Aku sudah di kampus sejak tadi pagi, menghadap dosen pebimbing. Dengan sedikit kesal aku keluar dari ruang dosen pebimbing itu. Kakiku melangkah lurus menapaki halaman kampus yang luas tanpa melihat sekitarku, hingga ku dengar suara memanggilku, dan aku mencari-cari sumber suara itu.
“Hai, Nafizah. Aku disini!'' teriak Dita sahabatku sejak duduk di bangku taman kanak-kanak itu, sambil melambai- lambaikan tangannya.
BERSAMBUNG....
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!