NovelToon NovelToon

My Stupid Boss I Love You

Naik Jabatan

Pagi ini Arumi Samaira, seperti biasanya berangkat lebih awal dan menjadi karyawan pertama yang hadir di kantor. Setibanya di kantor ia mulai merapikan meja kerjanya yang sudah ia tempati selama tiga tahun lamanya.

Pagi ini ada banyak sekali pekerjaan yang harus ia selesaikan, karena ada salah satu temannya sesama staff administrasi yang mengajukan cuti. Setelah merapikan meja kerjanya, Arumi menyalakan komputer yang ada di mejanya.

Tanpa banyak bicara ataupun cakap-cakap dengan karyawan lain, Arumi segera berkutat dengan komputer dan file-file yang ada dihadapannya. Ia menginput data dan menyimpan berkas tersebut ke dalam lemari penyimpanan berkas-berkas penting.

Sewaktu dia sedang asyik bekerja tiba-tiba saja intercom yang ada di mejanya berbunyi. Ia pun segera mengangkatnya.

"Dengan Arumi bisa dibantu?" Sapa Arumi di sambungan intercom.

"Arumi tolong segera ke ruangan saya!" Pinta Ibu Lia, Kepala HRD di perusahaan Napoleon tempat ia bekerja.

"Baik bu, saya akan segera ke ruangan Ibu." Jawab Arumi yang segera menutup panggilan telepon tersebut ketika tak lagi mendengar suara Ibu Lia.

Arumi beranjak dari kursinya dan berjalan menuju ruangan HRD yang ada di lantai 5, sedangkan ruang kerjanya ada di lantai dua. Ia menaiki lift karyawan yang berdampingan dengan lift khusus Presdir.

Sewaktu Arumi berada di depan pintu lift, ia terkejut melihat Presdir perusahaan ini menaiki lift karyawan. Ia ragu-ragu untuk naik satu lift dengan orang nomor satu di perusahaan ini.

"Naiklah! Jangan terus berdiri di sana!" Perintah sang Presdir dengan suara tegas dan wajahnya yang sedingin es batu padanya.

"Ba-baik Pak." Jawab Arumi yang tergagap. Ia melangkah dengan ragu masuk ke dalam lift.

Arumi menekan tombol lift dengan tangan yang bergemetar. Ini kali pertama ia satu lift bersama sang Presdir dan hanya berdua saja.

Dug...dug...dug [Suara jantung Arumi bergemuruh].

Berduaan dengan pria berwajah tampan, berhidung mancung tak sepesek dirinya, dan kulitnya yang begitu putih tak seputih kulit dirinya yang jadi korban produk perontok daki. Membuatnya merasa insecure dan gugup.

"Ya Tuhan, tolong kondisikan jantungku ini. Tenang...tenang... ini hanya sebuah ujian." Ucap Arumi yang berusaha menenangkan dirinya.

Ting! [Suara lift berbunyi]

Arumi membungkukkan dirinya ke hadapan Barra sang Presdir, setelah ia turun dari lift terlebih dahulu dari dirinya. Ketika pintu lift benar-benar tertutup Arumi baru meninggalkan lift. Ia melangkahkan kakinya menuju ruang HRD.

Tok...tok...tok [Suara ketukan pintu].

"Masuk!" Perintah Bu Lia pada Arumi dari dalam ruangannya.

Arumi membuka pintu dan masuk ke dalam ruangan Bu Lia. "Duduk Arumi!" Ucap Bu Lia mempersilahkan.

"Iya Bu. Terima kasih." Balas Arumi yang duduk di salah satu kursi di depan meja kerjanya.

"Langsung saja Arumi, saya panggil kamu ke sini hanya ingin memberitahukan bahwa kamu sudah di promosikan secara langsung oleh atasan kamu Pak Faden untuk mengisi ke kosongan posisi sekertaris Presdir kita, dan mulai hari ini kamu sudah bisa langsung bekerja bersama Presdir kita. Untuk itu tolong tanda tangani serah terima jabatan ini." Ungkap Bu Lia yang segera memberikan secarik kertas yang sudah di bubuhi tanda tangan Bu Lia terlebih dahulu.

"Bu, apa ini tidak berlebihan? Pasalnya saya ini rasanya kurang berkompeten dalam mengisi posisi itu." Tanya Arumi yang merasa tak pantas dengan posisi yang diberikan padanya sekarang.

"Tidak ada yang berlebihan, kamu pantas mendapatkannya, karena dedikasi kamu terhadap perusahaan ini cukup besar. Kamu rajin dan cekatan,itu adalah salah satu nilai plush yang kamu miliki. Jika kamu menolak posisi ini artinya kamu sudah siap untuk keluar dari perusahaan ini." Jawab Bu Lia seakan mengancam diri Arumi.

Dengan berat hati akhirnya Arumi pun menanda tanganinya. Ia tak mungkin mau keluar dari perusahaan pemilik, pengembang, dan pengelola real estat terdiversifikasi terkemuka yang terdiversifikasi di segmen real estat ritel, komersial, dan perumahan dengan kepemilikan yang beragam ini. Yang telah memberikan penghidupan yang sangat layak untuk dirinya dan keluarganya.

Setelah menandatangani surat serah terima jabatan. Arumi segera kembali ke ruangan administrasi di lantai dua. Ia ingin mengepak barang-barangnya untuk pindah ke lantai 47, lantai tertinggi di gedung ini yang merupakan ruangan kerja sang Presdir dan staff khususnya.

Sesampainya di ruang kerjanya, siapa sangka teman-temannya malah terlihat bersedih dan sudah membantunya mengepak barang-barang pribadinya atas perintah Pak Faden.

"Rumi, hiks... kita akan berpisah. Tolong jangan lupakan kami," ucap Dea yang tak bisa menahan tangisnya.

"Iya Dea, aku masih tetap ada di perusahaan ini, hanya saja kita tak satu ruangan lagi. Tolong jangan terlalu bersedih ya." Balas Arumi yang juga ikut larut dalam kesedihan teman-temannya.

Mereka berpelukan sejenak, lalu kembali membereskan barang-barang milik Arumi. Untungnya pekerjaan milik Arumi teleh selesai di kerjakan, hanya tinggal pekerjaan Lina yang sedang cuti belum ia tuntaskan sebagian.

Kehilangan teman kerja yang begitu baik dan tidak sombong sangatlah tidak mudah. Ya. Sosok Arumi adalah sosok teman yang sangat di sayangi dan dicintai oleh teman-temannya. Selain baik dan tidak sombong. Arumi sangat di kenal ringan tangan dalam membantu pekerjaan teman-temannya, jika dia telah menyelesaikan pekerjaannya tanpa diminta, ia akan membantu teman kerjanya yang sedang kerepotan.

Selesai merapikan barang-barangnya dan berpamitan pada Pak Faden, dengan membawa kardus dan tas pribadinya. Arumi pergi ke lantai 47. Teman-teman satu ruangannya mengantarnya hingga ke depan pintu lift.

Ting. [Lift berbunyi dan pintu lift pun terbuka].

Arumi menitikan air mata harunya melihat teman-temannya bersedih karena akan berpisah dengan arumi. Ia melambaikan tangan saat pintu lift akan tertutup.

"Bye Arumi, semoga pekerjaan mu lancar di sana." Pekik teman-teman kerja satu ruangannya yang berjumlah empat orang sembari membalas lambaian tangan Arumi dengan lambaian tangan serupa.

"Semangat Arumi, semangat!! Demi Ayah dan Ibu aku harus semangat!!" Ucap Arumi pada dirinya sendiri saat berada di dalam lift.

Ting [Pintu lift terbuka].

Untuk pertama kalinya Arumi menginjakkan kakinya di lantai 47 gedung ini. Lantai yang diisi oleh orang-orang hebat, menurutnya. Ia pun berjalan menuju ruangan yang ada di pojok kanan lantai tersebut. Ia mengetahui ruangan Presdir perusahaan setelah sebelumnya ia mendapat petunjuk ruangan Presdir dari Bu Lia, kepala HRD.

Ia melangkahkan kakinya dengan gemetar karena ia sungguh merasakan gugup saat ini. Menjadi sekertaris seorang Presdir bukanlah pekerjaan mudah baginya, pasalnya ia tak punya pengalaman untuk itu.

Kedatangannya yang melewati ruang coworking space, yang di tempati oleh staff khusus sang Presdir berhasil mencuri perhatian mereka. Arumi tersenyum ramah dan sedikit membungkukkan tubuhnya memberi hormat kepada mereka.

"Welcome to the hell, Pretty Girl." Pekik salah seorang dari mereka yang kemudian di sambut tawa dari yang lainnya.

"Apa, neraka dia bilang? Duh jangan sampai karir ku di perusahaan ini berakhir menjadi sekertarisnya." Gumam Arumi yang tersenyum kaku pada mereka yang menertawakan kedatangannya.

Membuatnya tertidur

Arumi melanjutkan langkah kakinya menuju ruang Presdir, sampai di muka pintu ruangan Presdir. Arumi dihampiri seorang wanita cantik.

"Arumi ya?" Sapa wanita cantik itu dengan senyum ramahnya.

Arumi membalikkan tubuhnya ke arah wanita cantik yang menyapanya.

"Iya, saya Arumi." Jawab Arumi yang juga membalas senyum wanita cantik itu.

"Perkenalan nama saya Indri, sekertaris Pak Barra, Presdir kita." Ucap wanita cantik itu memperkenalkan diri dengan senyum yang tak luntur dari wajahnya.

Arumi terdiam sejenak, ia berpikir dalam lamunannya. "Bagaimana ini? Sudah ada sekertarisnya, kenapa aku diangkat juga kadi sekertarisnya? Apa dia mau punya sekertaris dua gitu?" Pikir Arumi dalam lamunannya.

"Hai Arumi, kenapa melamun? Pasti kamu berpikir sudah ada aku sebagai sekertarisnya dan kenapa kamu diangkat menjadi sekertarisnya juga ya kan?" Tebak Indri yang sebelumnya menyadarkan Arumi dari lamunannya.

Arumi tersenyum kaku ketika isi pikirannya mudah ditebak oleh Indri.

"Aku sudah mengundurkan diri, karena sedang mengandung. Aku baru bisa keluar jika sudah ada pengganti diriku, Arumi. Aku akan mengajari mu beberapa hal hingga kamu bisa aku lepas sendiri." Terang Indri pada Arumi sembari mengusap perutnya yang masih rata.

"Oh, begitu ya. Baiklah aku akan belajar lebih cepat supaya tidak merepotkan Kak Indri yang sedang hamil muda." Balas Arumi yang kemudian tersenyum ramah dan ikut mengusap perut datar Indri.

Indri tersenyum saat Arumi memanggilnya dengan sebutan Kakak dan ikut mengelus perutnya yang sudah berisi janin yang besarnya masih sebesar biji kacang hijau.

"Kalau begitu, letakkan dulu barang-barang mu di sini, sebelum kita masuk ke ruang Presdir." Ucap Indri yang meminta Arumi meletakkan barang-barangnya di meja kerja yang cukup panjang yang letaknya tepat di depan pintu ruang Presdir.

Setelah meletakkan barang-barangnya, Arumi dan Indri pun mengetuk pintu ruang kerja sang Presdir.

"Masuk!" Jawab Sang Presdir dari dalam ruangannya.

Indri pun membuka pintu ruangan tersebut dan masuk lebih dahulu.

"Pak Barra, saya datang bersama Arumi, sekertaris yang akan menggantikan saya." Ucap Indri yang membuat Barra menghentikan aktifitasnya.

Ia menatap Indri sejenak lalu menatap Arumi dari atas sampai bawah.

"Hemm... Not bad. It's ok." Sahutnya yang Arumi tak mengerti maksud dari ucapannya itu.

"Apa dia bilang Not bad. It's ok? Apa dia sedang menilai penampilan ku?" Gumam Arumi di dalam hatinya.

"Kamu bisa nyetir mobil?" Tanya Barra yang tengah menatap wajah Arumi.

"Tidak Pak." Jawab Arumi singkat.

Jelas saja Arumi tidak bisa menyetir mobil, punya pun tidak, ya mana bisa.

"Ok, kalau kamu gak bisa, sekarang kamu belajar mobil dulu. Saya beri waktu dua hari untuk kamu mempelajarinya dan buat surat izin mengemudi setelah itu. Indri panggilkan Toto untuk mengajarinya sekarang." Ucap Barra yang kemudian mengusir keduanya dengan gerakan tangannya.

"Kak Indri kenapa aku harus bisa menyetir, memangnya aku akan jadi supirnya juga?" Tanya Arumi yang terlihat bingung.

"Iya, Arumi. Makanya itu dalam kondisiku yang hamil muda seperti ini, aku tak akan bisa mengimbanginya." Jawab Indri yang kembali tersenyum manis dan penuh keramahan pada Arumi.

Akhirnya dua hari itu, diisi Arumi untuk belajar menyetir sebuah mobil, tepatnya sebuah mobil sedan mewah yang biasa di gunakan oleh Barra. Toto mengajarinya dengan penuh kesabaran. Ia mengajarkan fitur-fitur yang ada di mobil mewah tersebut. Ia juga yang membantunya mendapatkan sebuah surat izin mengemudi dari kantor kepolisian.

Hari keempat, Arumi baru kembali ke kantor dengan menunjukkan surat izin mengemudi yang ia miliki saat ini pada Barra.

"Bagus, sekarang ikut saya. Saya mau tahu bagaimana cara kamu membawa mobil." Ajak Barra yang beranjak dari kursi kebesarannya dan berjalan keluar ruangannya. Arumi mengikutinya langkah kaki Barra dari belakang.

"Pak, Bapak gak duduk di belakang saja?" Tanya Arumi pada Barra yang duduk di samping kursi pengemudi.

"Gak, kenapa?" Tanya Barra tanpa melihat wajah Arumi, dia sedang asyik bertukar chat dengan seseorang yang entah siapa itu.

"Saya gugup ada Bapak di samping saya." Jawab Arumi jujur.

"Anggap saja saya tidak ada." Sahut Barra cuek dan dingin tanpa melirik dirinya sedikit pun.

"Aish... mengesalkan sekali dia." Gerutu Arumi di dalam hatinya.

Dengan terpaksa dan berusaha melawan kegugupannya, Arumi menjalankan mobilnya tanpa tujuan.

"Pak kita mau kemana? Ini sudah sangat jauh dari perusahaan." Tanya Arumi yang sudah merasa melewati puluhan lampu merah, tapi tak ada tanggapan ataupun perintah untuk kembali ke perusahaan dari Barra.

Arumi pun melirik sejenak Barra yang duduk di sampingnya karena pertanyaannya tak disahuti oleh atasannya itu. Arumi menarik nafasnya berat ketika melihat Barra malah asyik tertidur.

"Hah, bagaimana ini dia malah tidur?" Tanya Arumi pada dirinya sendiri.

Arumi yang bingung akhirnya memutuskan untuk menghentikan kendaraan yang ia kemudikan di sebuah danau kota yang terlihat teduh, sambil menunggu Barra bangun dari tidurnya. Ia tak berani membangunkan Barra yang tertidur begitu nyenyak.

Cukup lama ia menunggu Barra bangun, dua jam bukanlah waktu yang sebentar. Arumi yang jenuh dan mulai merasa lapar pun membeli makanan yang di jual di sana. Ia memakan makanannya di depan mobil Barra, sembari menatap Barra yang masih tertidur di dalam mobil.

"Pulas sekali dia tidurnya, apa semalam dia tidak tidur hingga tertidur di dalam mobil selama ini?" Gumam Arumi yang sedang menyeruput es teh manisnya, setelah menghabiskan semangkuk bakso.

Dari matahari yang berada tepat di atas kepala hingga sang Senja datang, Barra tak juga bangun. Arumi mulai gelisah.

"Dia masih hidupkan ya? Kok gak bangun-bangun sih," tanya Arumi lagi pada dirinya sendiri.

Ia mengecek hembusan nafas Barra dengan mendekatkan jemarinya ke hidung mancung Barra dan kemudian memusatkan pandangannya ke arah bagian dada dan perut Barra.

"Owhhh... dia masih bernafas. Syukurlah." Ucap Arumi sembari mengelus dadanya. Hilang sudah kekhawatirannya.

Hingga sang senja menghilang dari peraduan Barra tak juga kunjung bangun. Akhirnya mau tidak mau Arumi terpaksa membangunkannya.

"Pak, bangun Pak. Ini sudah malam." Ucap Arumi yang mencoba menggoyangkan lengan Barra.

"Hemmm..." sahut Barra sembari merenggangkan kedua tangannya, kemudian mengerjabkan kedua matanya dan terperangah melihat langit yang sudah gelap dan lampu-lampu disekitarnya telah menyala.

Tuit! Barra menolehkan kepalanya ke arah Arumi yang tengah menatapnya. Ia kemudian melihat jam tangan mewah yang ia kenakan.

Pukul 19.00 malam. Ya. Saat ini sudah menunjukkan pukul 19.00 malam. Barra mengusap wajahnya kasar lalu tersenyum. Ia tak menyangka bisa tidur selama ini setelah sekian lama ia mengalami insomnia karena kekasihnya menggantungkan hubungan mereka.

Takjub. Ya, itulah perasaan yang kini Barra rasakan. Tidak salah dia menerima rekomendasi Faden untuk menjadikan Arumi sekertarisnya yang baru. Cara Arumi mengemudikan mobilnya dengan tenang, membuatnya matanya yang selalu terjaga akhirnya terpejam cukup lama dari biasanya.

"Arumi, antar saya pulang! Mulai hari ini bawalah mobil ini sebagai alat transportasi mu ke perusahaan saya." Perintah Barra pada Arumi yang terlihat sudah lelah. Namun ia tak perduli.

"Tapi Pak, gimana dengan motor saya yang masih ada di kantor?" Tanya Arumi yang masih mengkhawatirkan motor skuter matic tua pemberian sang Ayah, saat hari ulang tahunnya yang ke 17 tahun.

"Suruh orang kantor antar ke rumah mu." Jawab Barra dengan entengnya.

"Baik Pak, kalau begitu saya antar Bapak pulang, tolong beritahu saya alamat rumah bapak." Pinta Arumi dan Barra segera mengetik alamatnya pada layar monitor yang ada di dashboard mobil.

"Ikuti petunjuk arah map itu, saya mau tidur kembali. Besok kamu harus jemput saya dan lengkapi mobil ini dengan bantal dan selimut." Perintah Barra lagi yang kemudian kembali memejamkan matanya.

Bapak-bapak kepo

Setelah mengantarkan Barra ke rumah mewahnya. Arumi kembali ke kantor, ia mengambil tas dan meminta tolong orang kantor untuk membawa motornya pulang mengikuti mobil yang ia kendarai.

Arumi yang pulang dengan mobil mewah, mencuri perhatian bapak-bapak yang sedang ronda malam. Pasalnya Arumi tinggal bukan di sebuah perumahan sederhana apalagi mewah. Ia hanya tinggal di sebuah perkampungan yang jauh dari kata mewah ataupun elit.

Sesampainya di rumah sederhana yang memiliki halaman luas tanpa pagar itu. Arumi turun dari mobil milik bosnya itu. Begitu juga dengan seorang security yang mengendarai motornya, Asep.

"Terima kasih sudah mau mengantarkan motor saya Pak Asep dan Pak Wahyu." Ucap Arumi yang menundukkan sedikit tubuhnya pada dua security yang sudah berbaik hati mau mengantarkan kendaraan kesayangannya itu.

"Sama-sama Mba Arumi." Jawab keduanya yang kemudian pamit dengan menaiki motor Wahyu.

Layaknya emak-emak yang suka kepo dengan urusan orang lain, bapak-bapak yang tengah ronda pun mengintip untuk mengetahui hal yang ingin mereka ketahui.

"Kerja dimana putri Pak Abimanyun itu, sampai bisa bawa pulang mobil sedan mewah seperti itu?" Tanya Karma pada bapak-bapak yang ikut mengintip bersamanya.

"Dengar-dengar dari ibu-ibu gosip sih dia kerja di Perusahaan Napoleon." Jawab Udin yang istrinya adalah salah satu ratu gosip di kampung ini.

"Wah, pantas saja. Cepat kaya tuh si Abimanyun nanti. Udah punya menantu orang kaya, bandar minimarket. Sekarang anaknya kerja di perusahaan bonafit. Kapan ya anak-anak kita sesukses anak si Abimanyun." Sahut Karto.

"Ya, berdoa saja. Anak-anak kita bisa sehebat Anak-anaknya Pak Abimanyu." Timpal Ahmad yang menyebut nama Ayah Arumi dengan benar. Abimanyu bukan Abimanyun.

Jam 04.00 pagi. Arumi sudah bangun dari tidurnya seperti biasanya. Meskipun ia baru tidur pukul 12.00 malam. Arumi segera membersihkan kamarnya dan kemudian pergi mandi. Tepat pukul 05.30, Arumi keluar dari kamarnya.

Ia lihat sang ayah tengah duduk di meja makan. Jika di rumah-rumah lainnya jam sarapan mereka adalah pukul 07.00 pagi, berbeda dengan keluarga Arumi yang jadwal sarapan mereka adalah pukul 05.30 pagi. Sang Ayah yang bekerja di kota hujan Bogor, membuatnya harus berangkat lebih pagi, karena harus mengejar jadwal keberangkatan kereta listrik.

"Pulang jam berapa semalam kamu Rumi?" Tanya ayah Arumi di balik meja makannya.

"Pulang sangat larut Yah, jadi sekertaris seorang Presdir tidak mudah ternyata." Jawab Arumi jujur dengan suara yang lemas.

"Tidak ada pekerjaan yang mudah di dunia ini Nak. Asal kamu menjalaninya dengan ikhlas pasti akan terasa mudah dan tidak terbebani." Ucap Abimanyu yang menasehati putrinya.

"Iya, Ayah. Arumi akan berusaha untuk ikhlas menjalani pekerjaan Arumi." Balas Arumi yang kemudian menyantap sarapan pagi berupa sayur kangkung dengan ikan cue tongkol buatan sang ibu, Arabella.

Selesai sarapan bersama ketiganya berpamitan pada Ara, sang ibu. Ketiga anggota keluarga Arumi terkejut melihat mobil mewah yang terparkir di pekarangan rumah mereka.

"Mobil siapa itu Bu?" Tanya Abi pada sang istri.

"Tidak tahu Yah," jawab Ara sembari mengangkat ke dua bahunya.

"Naya, apa kamu tahu ini mobil siapa?" Tanya Abi kali ini pada putri paling kecilnya yang juga sedang menggunakan sepatu sekolahnya, sembari menunggu sang kakak yang akan mengantarnya ke sekolah. Adik Arumi ini saat ini tengah duduk di kelas dua SMA favorit berkat beasiswa yang ia dapatkan.

"Tidak Ayah, mungkin Kak Rumi tahu." Jawab Anaya.

"Ayo Naya, kita jalan!" Ajak Arumi yang baru keluar dari rumah. Ia mencium punggung tangan kedua orang tuanya dan langsung berlari ke arah mobil milik Barra yang ia bawa pulang.

Kedua orang tua dan adiknya terperangah melihat Arumi membuka pintu mobil yang menjadi pertanyaan mereka.

"Arumi, mobil siapa ini Nak?" Tanya Abi yang berjalan cepat menghampiri putrinya.

"Ayah, Arumi tidak banyak waktu untuk menjelaskannya, yang pasti ini bukan punya Arumi." Jawab Arumi yang segera masuk ke dalam mobil sedang Anaya tersenyum senang kali ini diantar sang kakak menggunakan mobil yang mewah dan keren ini.

Disepanjang jalan Anaya terus tersenyum memandangi interior mobil yang di kendarai kakaknya.

"Kak ini mobil siapa?" Tanya Anaya yang masih tak bisa melepas senyumnya.

"Atasan kakak," jawab Arumi singkat. Ia fokus mengendarai mobil bosnya itu.

"Kok bisa dibawa sama kakak?" Tanya Anaya lagi pada Arumi seperti seorang wartawati saja.

"Dia minta kakak mengantar jemput dirinya menggunakan mobil ini," jawab Arumi masih tetap fokus menyetir kendaraan milik bosnya ini.

"Kak, bos kakak cewek atau cowok?" Tanya Anaya yang masih mengorek informasi penting yang akan ia sampaikan pada sang ibu ketika pulang sekolah nanti.

"Cowok, Nay. Kenapa? Kamu mau daftarin atasan Kakak buat jadi gebetan kamu hum?" Jawab Arumi yang menebak jalan pikiran sang adik.

"Hahahaha Kakak tahu aja." Sahut Anaya yang menepuk lengan Arumi.

"Jangan mimpi ketinggian Naya, dia bukan level kita!" Timpal Arumi yang mengingatkan sang adik untuk tahu diri dan tidak terlalu banyak bermimpi.

Tak terasa mobil yang dikemudikan Arumi sampai di depan pintu gerbang sekolah Anaya. Anaya adalah anak murid teladan yang selalu datang pertama di sekolahnya. Terang saja pertama. Karena ia di antar sang kakak yang berangkat pagi-pagi buta. Jika harus naik kendaraan umum, itu akan mengurangi uang jajannya dan pastinya akan telat karena semakin lama ia berangkat semakin ia terkena macet.

"Makasih sudah anterin aku, Kak, semangat bekerja ya." Ucap Anaya ketika turun dari mobil.

"Iya, kamu juga belajar yang rajin, jangan koleksi cowok terus ya." Sahut Arumi dengan senyum manisnya pagi ini.

Security sekolah yang bernama Dani yang terpincut kecantikan Arumi memandangi senyum manis Arumi dengan penuh damba. Ya dia mendambakan Arumi menjadi istrinya kelak.

"Eh, Pak Dani jangan pandangin Kak Arumi kaya gitu!" Anaya memukul bahu Pak Dani yang tak lepas memandangi kepergian Arumi dengan mobil Barra.

Arumi memacu kendaraan menuju kediaman mewah Barra yang letaknya tak jauh dari sekolah Arumi. Ketika mobilnya telah sampai di depan pintu gerbang yang menjulang tinggi. Seorang Security membukakan pintu gerbang untuknya masuk.

"Terima kasih Pak," ucap Arumi yang membuka kaca jendela mobilnya sembari tersenyum ramah pada Security itu.

"Iya Non, sama-sama." Sahut Pak Maman yang kemudian menutup pagar kediaman Barra itu.

Arumi turun dari mobil dan melangkah masuk ke dalam rumah mewah Barra. Terlihat Barra baru turun dari anak tangga sembari mengancingkan jas yang ia kenakan.

"Kamu bisa masak?" Tanya Barra yang kini berdiri di depan Arumi yang tengah mengagumi ketampanan Barra.

"Bisa," jawab Arumi yang masih menatap wajah segar Barra yang baru selesai mandi.

"Masakkan aku omlet pakaikan kornet dan daun bawang di dalamnya." Perintah Barra yang berjalan menuju meja makan dan Arumi mengikuti langkahnya.

"Pembantuku mendadak pulang kampung tadi malam, jadi tolong masakan sarapan untukku setiap pagi saat kamu menjemput ku." Ucap Barra lagi.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!