"Rita, aku mohon jangan tinggalkan aku. Kita mulai semua nya dari awal ya?" Darren mengejar istri nya yang akan pergi dengan menggeret koper besar di tangan nya.
"Memulai dari awal, dengan mu? Tidak, wanita mana yang mau dengan pria kere seperti mu, Darren?" Hardik Rita, wanita yang masih berstatus sebagai istri nya itu dengan tega mengatakan hal itu.
"Ini semua juga bukan kemauan ku, Rita. Aku sudah berusaha untuk memperbaiki ekonomi keluarga kita, tapi.."
"Tapi apa? Tetap kere, sudahlah jangan menghalangi aku. Di sana, ada pria kaya yang sedang menunggu ku!" Ucap Rita, dia pun kembali melangkahkan kaki nya, keluar dari rumah sederhana yang menjadi saksi bisu pernikahan nya dengan Darren selama hampir dua tahun ini.
"Rita, aku berjanji akan bekerja lebih keras lagi. Aku mohon, jangan begini."
"Tidak ada guna nya, jika memang terlahir miskin maka selama nya akan seperti itu meskipun kau bekerja dua puluh empat jam sehari."
"Rita, jangan begitu.."
"Ckkk, kalau aku tahu kalau kau tak lebih dari pria kere, aku takkan pernah mau menikah dengan mu." Cibir nya, di depan ada mobil sedan berwarna hitam terlihat sangat kinclong, bahkan saking kinclong nya bisa di pakai untuk bercermin.
Dari dalam sana, keluarlah seorang pria tampan dengan pakaian yang sangat rapih. Setelan jas, sepatu pentopel mengkilat, rambut nya yang kecoklatan menyempurnakan penampilan nya.
"Sayang, sudah siap?"
"Iya, sudah."
"Kalau begitu, mati kita pergi." Ajak nya, dia pun mengambil alih koper dari tangan Rita dan memasukkan nya ke dalam mobil.
"Rita, aku mohon.." Ucap Darren lagi, dia mencekal tangan wanita itu begitu dia akan masuk ke dalam mobil.
"Cukup, Darren! Aku tak mau hidup melarat bersama mu."
"Rita.."
"Surat perceraian nya akan aku kirim ke rumah ini secepat nya, setelah ini aku berharap kita tidak pernah bertemu lagi." Ucap Rita, dia menghempaskan tangan Darren dan masuk ke dalam mobil. Usaha Darren belum selesai, dia mengetuk-ngetuk kaca mobil pria yang membawa Rita di dalam nya.
"Rit.. Rita.. Buka pintu nya, Rita.." Tapi seperti nya hati Rita sudah membeku, dia tak peduli sama sekali. Mobil pun melaju, Darren terjatuh di jalanan tapi dia tidak menyerah, dia mengejar mobil itu tapi terlambat karena mobil itu sudah melaju dengan cepat.
Darren menangis menyaksikan mobil itu menjauh, dia kehilangan istri dan orang tua sekaligus di hari yang sama. Bayangkan saja rasa sakit yang dia rasakan hari ini, benar-benar sakit.
Belum kering air mata nya karena kematian orang tua nya, sekarang istri nya nekat pergi bersama pria lain. Ya, dia akui memang dia tidak apa-apa nya jika di bandingkan dengan pria berjas tadi. Tapi, dia sudah berusaha sekuat dan semampu nya untuk bekerja dan menyenangkan istri nya.
Tapi, mungkin masih belum ada rezeki nya karena semua berproses. Ada saat nya kita berjuang jungkir balik tapi jika masih belum waktu nya, kita bisa apa? Rezeki sudah ada yang mengatur bukan? Tapi, Rita tidak sabar menunggu proses nya.
Hingga akhirnya dia memilih pergi bersama pria lain yang lebih kaya dari nya. Begitu mudah nya dia pergi, tanpa menghiraukan perasaan nya. Terhitung, baru lima hari dia kehilangan sosok orang tua, sekarang istri nya.
Beberapa tahun lalu berlalu..
Darren berjalan dengan langkah tegap dan wajah datar nya, barisan orang-orang yang menghormati nya langsung menunduk hormat ke arah pria tampan nan berwibawa itu.
Ya, saat ini Darren adalah pemegang perusahaan terbesar di kota ini. Nasib tak ada yang tahu bukan? Inilah bukti nya, dulu dia miskin hingga di rendahkan oleh mantan istrinya. Sekarang, bahkan hampir semua orang di kota ini mengenali diri nya sebagai Darren Wisnu Abiana, CEO Abian's Group.
Perusahaan yang bergerak di bidang fashion, elektronik dan makanan instan ini sudah memiliki banyak cabang yang tersebar di beberapa kota.
Dengan setelan jas rapih, dasi yang menggantung, celana bahan dan sepatu mengkilat. Dulu, dia bahkan tidak bermimpi sama sekali kalau dia akan bisa memakai pakaian seperti ini. Tapi, berkat kerja keras nya akhirnya dia bisa memiliki perusahaan sendiri, berdiri di atas kaki nya sendiri.
Dia ingin membuktikan kalau dia juga bisa sukses, ini adalah buah dari kesabaran yang selama ini dia timbun. Bukan sesuatu yang mudah untuk dia bisa berada di posisi ini, hinaan dan ejekan seringkali dia dapatkan. Tapi, dia tidak berputus asa dan akhirnya dia bisa mendapatkan posisi seperti ini.
"Selamat pagi, Tuan Darren." Sapa sekretaris Darren yang bernama Sarah. Wanita berpenampilan anggun, cantik dengan hidung yang bangir, bibir nya tipis dan lesung pipit di pipi kanan nya. Membuat nya terlihat sangat manis.
Sarah sudah bekerja di perusahaan ini selama hampir empat tahun lama nya, meskipun dia tidak langsung menjadi sekretaris Darren.
"Pagi, Sarah." Jawab Darren dengan senyum tipis nya, lalu kembali ke wajah datar nya.
"Ini laporan dari divisi keuangan, Tuan."
Sarah memberikan berkas-berkas berisi laporan keuangan selama beberapa bulan terakhir ini. Darren menerima nya dan langsung memeriksa nya dengan serius.
"Ya, laporan nya sesuai dengan data-data yang ada padaku. Kau bisa pergi, Sarah."
"Baik, Tuan." Sarah pun pergi dari ruangan Darren, dia selalu ragu untuk masuk ke dalam ruangan ini karena takut akan aura dingin yang menguar dari pria itu. Belum lagi, semua orang tahu kalau Darren adalah duda.
Yaps, duda yang mungkin gagal move on dari mantan istri nya, hingga bertahun-tahun berlalu, Darren masih betah melajang. Bahkan dia tidak terlihat dekat dengan wanita mana pun, kecuali Sarah. Hingga banyak karyawan yang menyangka kalau ada hubungan lain antara Darren dan Sarah, padahal tidak ada sama sekali.
Selain menjadi sekretaris, Sarah juga sering kali menjelma menjadi wanita nakal yang menggoda atasan nya sendiri. Ya, tentu atas keinginan Darren sendiri dan itu bukanlah hal yang aneh lagi di perusahaan ini. Tapi, hubungan itu harus nya jangan melibatkan hati, karena mereka hanya saling membutuhkan. Sarah membutuhkan uang, dan Darren membutuhkan kehangatan dari seorang wanita. Itu saja.
Darren beranjak dari duduk nya, dia menatap jendela besar yang menyuguhkan pemandangan gedung-gedung tinggi menjulang, indah sekali apalagi jika malam hari. Kelap kelip lampu menghiasi luas nya kota metropolitan ini, di penuhi oleh gedung-gedung pencakar langit dengan jalan-jalan tol yang menghiasi kota yang padat ini.
Darren menatap nanar pemandangan itu, ada rasa sakit yang masih dia simpan hingga saat ini. Sakit yang dia pendam sendiri selama beberapa tahun ini. Jika teringat hari itu, hati nya selalu berdenyut nyeri.
Dia berjanji akan membalas rasa sakit itu dengan kesuksesan dan saat ini dia telah mencapai nya, tapi hati nya terasa kosong. Darren meremaas dada nya dengan kuat.
"Kenapa rasa sakit ini tidak kunjung hilang juga? Padahal, semua yang aku inginkan sudah aku dapatkan sekarang. Tapi, aku masih merasa kosong." Pria itu bergumam sendiri, tatapan nya lurus menerawang ke depan.
......
🌻🌻🌻🌻🌻
Sore hari nya, Darren keluar dari ruangan nya dengan langkah tegap dan wajah datar nya. Pria itu menghembuskan nafas nya dengan kasar saat melihat Sarah sudah menunggu dengan senyuman manis nya yang justru terlihat memuakkan bagi Darren.
"Sore, tuan.."
"Ya, sore. Ada apa kau menunggu ku disini, hmm?"
"Malam ini jadwal anda bermalam bersama saya, Tuan."
"Aku sedang tidak ingin, pulanglah dan jangan ganggu aku." Jawab Darren ketus, dia pun kembali melangkahkan kaki nya meninggalkan Sarah yang sudah kesal setengah mati. Dia menghentak-hentak kaki nya ke lantai saking kesal nya, kesempatan nya untuk mendapatkan tambahan uang gagal sudah. Padahal, kalau dia bisa tidur bersama Darren malam ini, dia akan mendapatkan uang yang cukup banyak, cukup untuk menunjang biaya hidup nya selama satu bulan.
"Isshh, nyebelin banget si duda! Biasa nya juga rutin seminggu sekali dia bakalan tidur bersama ku, tapi kenapa hari ini dia menolak? Apa aku sudah membosankan bagi nya?" Gumam Sarah, dia meneliti penampilan nya dari atas hingga ke bawah. Menarik, seperti biasa nya. Lalu, apa yang membuat Darren menolak?
"Sudahlah, sebaiknya aku pulang saja." Putus Sarah, dia pun meninggalkan ruangan nya.
Darren mengemudikan mobil miliknya dengan kecepatan yang cukup tinggi, tujuan nya saat ini adalah rumah. Ya, rumah yang terasa sepi, dingin tanpa kehangatan sedikit pun. Terkadang, dia menginginkan saat dia kelelahan ada yang menyambut nya dengan senyuman atau dengan pelukan, tapi rasa trauma nya akan wanita membuat nya tidak ingin menikah dalam waktu dekat.
Pria tampan itu menghembuskan nafas nya dengan kasar, sungguh dia lelah sekali hari ini fisik dan juga batin nya.
Hingga saat di perempatan, dia melihat mobil yang membawa perabotan rumah. Dia mengernyit karena mobil itu berhenti di depan sebuah rumah yang setahu nya, rumah itu sudah lama kosong. Setelah pemilik nya pindah beberapa tahun silam.
Rumah nya tepat berada di seberang rumah milik nya, rumah itu masih sangat layak untuk di huni karena masih sangat bagus.
"Permisi, apa ada yang pindahan kesini?" Tanya Darren, sesaat setelah dia turun dari mobil nya dan berjalan pelan untuk menanyakan siapa yang kira nya pindah ke komplek perumahan yang dia huni juga.
"Iya, keluarga dari luar kota membeli rumah ini, pak." Jawab nya, Darren mengangguk-anggukan kepala nya mengerti. Dia pun tak banyak bertanya lagi, Darren pun memilih untuk masuk ke dalam rumah untuk membersihkan tubuh nya dari keringat.
Pria itu membuka pintu rumah nya, sama seperti biasa nya, sunyi dan sepi. Darren kembali menutup pintu nya, lalu menaiki tangga untuk sampai ke kamar nya di lantai dua.
"Hufftt.." Darren kembali menghembuskan nafas nya dengan kasar. Benar-benar kehidupan yang menyedihkan, dia memiliki semua nya. Wajah yang rupawan, sekarang dia juga kaya, tapi satu yang tak dia punya, pasangan.
Darren meraih handuk dan masuk ke dalam kamar mandi, dia berendam di dalam bath up yang di penuhi air hangat dan busa sabun. Terasa sangat menenangkan bagi Darren yang seharian ini sudah lelah bekerja di kantor. Itu lelah secara fisik, belum lagi dia juga merasa lelah secara batin.
Darren memejamkan mata nya menikmati sensasi air hangat yang terasa sangat menyegarkan bagi nya. Tapi, seketika ketenangan itu harus terganggu saat Darren mendengar bel rumah nya berbunyi berkali-kali.
"Sialan, mengganggu saja!" Rutuk Darren, dia pun membilas tubuh nya, lalu mengambil handuk dan melilitkan nya di pinggang.
Darren keluar dari kamar nya dengan langkah santai, tangan nya menyisir rambut basah nya hingga air nya memercik kemana-mana, tapi Darren tak peduli.
Pria tampan itu membuka pintu, membuat seseorang menjerit histeris saat melihat penampilan Darren yang pasti membuat gadis mana pun menjerit.
"Aaaahhh.." Gadis itu menjerit, lalu menutup kedua mata nya dengan tangan. Tapi, di balik tangan itu dia masih bisa melihat benar tubuh atletis di depan nya, roti sobek yang terlihat sangat menggoda, apalagi saat ada air yang menetes-netes dari rambut pria itu turun dan hilang terserap handuk yang di gunakan nya.
"Siapa kau?" Tanya Darren, membuat gadis itu terlonjak. Bahkan suara nya saja terdengar sangat seksii, membuat bulu kuduk gadis itu merinding seketika.
"A-aku.."
"Katakan, siapa kau?" Tanya Darren lagi, dia sedikit meninggikan suara nya hingga membuat gadis itu mematung.
"Jangan galak-galak dong. Ganteng-ganteng kok galak sih." Celetuk gadis itu membuat Darren mendengus, lalu bersiap menutup pintu. Tapi, gadis itu dengan cepat menahan pintu nya agar tidak menutup pintu nya.
"Tunggu dulu dong, Om."
"Apa lagi? Kau siapa dan mau apa kemari?" Tanya Darren, membuat gadis itu tersenyum manis.
"Aku Sherena, gadis yang tinggal di rumah itu, Om."
"Om? Kau panggil aku Om? Apa aku terlihat setua itu hah?"
"Tidak, tapi terlihat dewasa. Itu saja, hehe." Jawab Sherena, gadis cantik yang terlihat sederhana itu tersenyum manis hingga memperlihatkan lesung pipit di pipi kanan nya. Terlihat sangat manis, tapi Darren masih belum menyadari nya kalau gadis di depan nya sangat manis.
"Jadi, tujuan mu kesini untuk apa, gadis kecil?" Tanya Darren lagi.
"Nganterin ini dari Mama, katanya sebagai bentuk rasa syukur." Jawab Sherena sambil memberikan sekotak kue yang terlihat sangat menggugah selera.
"Hmm, ya terimakasih."
"Sama-sama, Om." Jawab Sherena, dia menatap malu-malu ke arah Darren yang ketampanan nya sudah melebihi standar rata-rata nya.
"Ngapain?"
"H-ahh? Enggak kok." Jawab gadis itu sambil menggelengkan kepala nya.
"Lalu, kenapa kau tidak pulang? Apa kau ingin bermalam dengan ku?" Tanya Darren dengan senyum menggoda nya, membuat Sherena membulatkan mata nya. Dia pun langsung berlari menjauh dari rumah Darren.
Darren hanya menatap kilas ke arah punggung gadis itu, lalu kembali masuk ke dalam rumah nya, tak lupa mengunci nya. Pria itu membawa kue yang di berikan oleh gadis kecil bernama Sherena itu ke kamar nya di lantai atas.
Pria itu menutup pintu kamar nya, lalu membuka pintu balkon rumah nya yang mengarah tepat ke arah rumah yang kini di tempati Sherena. Darren sudah mengenakan bathrobe untuk menutupi tubuh nya yang begitu menggiurkan itu.
Darren menikmati kue nya, sesekali dia memejamkan mata nya menikmati semilir angin yang menerpa tubuh nya. Rambut kecoklatan nya di terbangkan angin, membuat seseorang tersenyum manis.
Ya, Sherena melihat Darren dari dalam kamar nya. Balkon rumah mereka saling berhadapan. Tapi, rasa nya tak mungkin jika dia keluar dan melihat Darren secara langsung bukan?
"Senang nya dalam hati, bila ketemu cogan. Dunia, terasa, aku yang punya.." Sherena bernyanyi sambil menari-nari di dalam kamar nya. Dia sangat senang karena akhirnya dia bisa bertemu dengan pria tampan.
"Tunggu, apa dia punya istri ya? Kelihatan nya dia sudah sangat dewasa."
"Aku akan mencari tahu besok." Gumam Sherena, dia pun melompat ke atas kasur dan akhirnya tertidur dalam hitungan menit saja.
.......
🌻🌻🌻🌻
Pagi hari nya, Sherena sudah bersiap dengan seragam nya. Ini adalah hari pertama nya masuk sekolah di lingkungan baru nya, dengan di antar sang ayah yang juga langsung mendaftarkan putri nya. Kedatangan kedua nya membuat satu sekolah kisruh, karena mereka kedatangan teman baru.
Arya, ayah Sherena menanyakan dimana ruangan kepala sekolah. Sebelum nya, dia juga sudah mendaftarkan Sherena secara online, tapi sekarang dia akan kembali mendaftarkan putri nya secara langsung sebelum dia pergi ke kantor.
"Permisi, ruangan kepala sekolah dimana ya?" Tanya Arya pada seorang pemuda yang sedang duduk bersama kawan-kawan nya.
Tatapan pemuda itu begitu lekat menatap gadis cantik dan manis yang mengekor di belakang pria paruh baya yang terlihat masih gagah itu. Hanya saja, rambut nya sudah beruban. Kalau tidak beruban, siapa pun pasti menyangka kalau Arya masih muda.
"Masuk ke lorong sana, lalu belok kanan." Jawab nya dengan datar.
"Ohh, begitu ya. Terimakasih, Nak." Jawab Arya, dia pun menggandeng lengan putri nya untuk masuk ke ruangan yang sudah di tunjukkan oleh pemuda itu.
"Murid baru kali ya?" Tanya pemuda yang lain, membuat nya mengendikan bahu nya acuh.
"Hmm, bos sabi kali jadi mangsa baru."
"Bacoot, diem gak lu?"
"H-aahh, iya iya maaf bos." Jawab nya, membuat pemuda itu kembali terdiam dan fokus dengan ponsel yang berada di genggaman nya.
Arya dan Sherena pun akhirnya sampai di ruangan kepala sekolah, mereka pun langsung berbincang. Sherena nampak tersenyum malu-malu, padahal asli nya dia barbar. Tapi, dia juga perlu menyesuaikan sifat nya itu dengan keadaan dan situasi bukan?
"Itu wali kelas mu, silahkan mengikuti nya." Ucap kepala sekolah itu, Sherena pun mengangguk dan mengekor di belakang seorang guru wanita yang nampak anggun dan disiplin, itu terlihat jelas dari mata dan ekspresi wajah nya.
"Nama mu Sherena, benar?" Tanya nya, Sherena mengiyakan.
"Saya Olivia, panggil saja Bu Oliv ya. Semoga betah di sekolah ini."
"Iya, Bu. Terimakasih."
"Sama-sama, kalau ada apa-apa kamu segera lapor pada saya. Karena saya adalah wali kelas kamu disini."
"Baik, Bu." Jawab Sherena. Kedua wanita berbeda status itu pun memasuki kelas, suasana kelas yang tadi nya gaduh seketika senyap saat melihat Bu Olivia masuk bersama Sherena.
"Selamat pagi, anak-anak."
"Pagi, Bu." Jawab murid-murid itu serempak, namun Sherena bisa melihat jelas kalau pemuda yang tadi ada di luar kini tengah menatap nya dari bangku belakang.
"Kalian punya teman baru, kenalkan dirimu, Nak."
"Hallo semua nya, perkenalkan saya Sherena Aira Shanum, panggil saja Sherena atau Sheren. Semoga kita bisa berteman baik." Ucap Sherena dengan senyuman manis nya.
"Baiklah, Sherena silahkan duduk di kursi kosong disana." Ucap Bu Oliv, Sheren pun mengangguk dan berjalan pelan lalu duduk di kursi yang kosong.
"Gue Marvin, salam kenal." Ucap pemuda yang sedari tadi menatap nya dari bangku belakang. Karena bangku tempat mereka berdekatan.
"Salam kenal kembali." Jawab Sherena. Dia pun mengeluarkan buku dari dalam tas nya dan pelajaran pertama pun di mulai, gadis dengan seragam SMA itu memulai pelajaran dengan fokus. Otak nya cukup encer, tapi kadang-kadang beku juga.
Hingga singkatnya, jam istirahat pun datang. Sherena berjalan sendirian, tapi saat di kantin banyak siswi yang mengajak nya untuk duduk bersama dengan mereka.
"Salam kenal, Sheren. Gue Aprilia, panggil April aja."
"Gue Meysa, terserah Lu mau manggil gue Mey atau apa. Semoga kita berteman baik ya."
"Gue Arina."
"Iya-iya, salam kenal ya semua nya. Semoga kita bisa berteman baik." Ucap Sherena, mereka pun memesan makanan dan makan siang bersama-sama. Dalam sekejap, Sherena mempunyai banyak teman sekaligus.
Teman-teman nya juga terlihat sangat ramah dan baik, membuat Sherena merasa nyaman.
Tak lama kemudian, Marvin and the geng datang ke kantin. Dia menatap sekilas ke arah Sherena yang sedang asik menyantap mie ayam bersama teman-teman nya.
"Gilaa, tatapan si Marvin saat lirik Sheren bikin jantungan njir." Celetuk April sambil mengelus dada nya.
"Lah kok gue?" Tanya Sheren sambil menunjuk dirinya sendiri.
"Gak ngerasa gitu, sejak Lo masuk ke kelas tadi, si Marvin terus natap Lo tahu."
"H-aahh? Gak tau gue, sumpah. Tapi, tadi emang bokap gue sempet nanyain ruang kepsek dimana sih sama dia. Gak nyangka bakalan sekelas." Jawab Sherena, di sela makan nya. Dia makan dengan sangat lahap, begitu pun teman-teman nya.
"Jarang-jarang gak sih si Marvin natap cewek sampe segitu nya?" Celetuk Arina, membuat yang lain terlihat menganggukan kepala nya setuju dengan ucapan gadis itu.
"Bener tuh, dia kan datar nya ngelebihin tembok." Cetus Meysa, membuat Sheren hanya mengendikan bahu nya acuh, dia tidak tertarik dengan pembicaraan ini.
"Jangan di bahas lah, gue laper ini." Ucap Sherena yang membuat teman-teman nya itu terkekeh. Padahal, sedari tadi Sherena tak berhenti menyuap tapi masih mengatakan kalau dia lapar.
"Rakus bener Lu."
"Laper gue, perlu kalian tahu kalo gue makan nya banyak, haha." Jawab Sherena.
"Gapapa, kita juga sama. Mau nambah kagak? Kita-kita mau nambah satu mangkok lagi."
"Maulah, jelas. Kalian, gue traktir ya." Ucap Sherena, membuat teman-teman nya itu bersorak. Meskipun uang jajan mereka cukup besar kalau di bandingkan dengan anak SMA lain, tapi ya tetap saja kalau bisa di traktir kenapa harus bayar, iya kan?
Sekolah ini memang cukup elit, dimana yang sekolah disini rata-rata orang berada. Ya, termasuk Sherena. Ayah nya adalah seorang pengusaha yang sukses, jadilah dia bisa sekolah di sekolah seelit ini.
Setelah menghabiskan mangkuk kedua, bertepatan dengan itu pula, bel masuk kembali berbunyi. Sherena dan yang lain nya pun kembali ke kelas.
Sherena duduk di kursi nya, di samping nya ada bangku April dan Meysa, di samping nya ada Arina. Ya, dia sebangku dengan Arin.
"Rin, emang dia sedatar itu ya?" Tanya Sherena.
"Siapa?"
"Noh, si Ono noh." Sherena menunjuk ke arah Marvin dengan dagu nya.
"Ya, dia datar kayak tembok, Sher. Gak tahulah kenapa." Jawab Arin, membuat Sherena menganggukan kepala nya mengerti.
"Emang kenapa, Sher? Udah tertarik sama si Marvin?"
"Kagak lah, baru aja gue pindah masa udah naksir laki." Jawab Sherena yang membuat Arin tersenyum menggoda.
"Seriusan Lu?"
"Yaiyalah seriusan, ya kali gitu." Jawab Sherena sambil terkekeh pelan.
"Tapi, penasaran juga sih. Siapa ya yang bisa luluhin si kulkas berjalan itu, barangkali Lo orang nya, Sher." Ucap Arin yang membuat Sherena mengernyitkan kening nya.
"Kok gue sih, kenapa gue coba? Lo aja sana."
"Soalnya, si Marvin natap Lo seintens itu sedari tadi. Bahkan sekarang aja dia curi-curi pandang sama Lo, peka dikit napa." Ucap Arin, karena penasaran Sherena pun menoleh dan benar saja, Marvin tengah menatap nya dengan tatapan dalam.
"Buseet, tatapan nya nyeremin anjir." Ucap Sherena yang membuat Arin terkekeh.
"Apa nih? Ngobrolin apaan sih kalian berdua?" Tanya Meysa.
"Enggak kok, hehe."
"Sherena salting di tatap sama Mar.." Ucapan Arin terpotong karena Sherena membekap mulut nya. Kedua gadis itu terkekeh, padahal tanpa di beri tahu pun mereka sudah tahu kalau Sherena dan Arin sedang membicarakan Marvin.
Pria dingin, cool dan datar itu menjadi pujaan satu sekolah. Dia adalah salah satu kakak kelas yang di favorit kan oleh adek kelas nya. Tapi, sampai saat ini belum ada satu pun gadis yang mampu meluluhkan seorang Marvin. Entahlah, siapa gadis itu pasti sangat beruntung.
.....
🌻🌻🌻🌻
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!