**JANGAN LUPA LIKE KOMENTAR DAN VOTENYA GUYS..........
Happy Reading 🍡🍡🍡🍡🍡🍡🍡🍡🍡**
WARNING, ADENGAN SADIS......
Sretttttttttttttttttt
Pranggggggggg
Pranggggggggg
Sretttttttttttttttttt
Suara pedang menggema satu sama lain didalam ruangan bawah tanah itu. Bau amis dan suara percikan darah terdengar jelas.
Sretttttttttttttttttt
Pranggggggggg
Kedua orang itu tampak ketakutan. Keringat mengucur dengan deras bercampur darah akibat pukulan yang mengenai wajah.
"Ampuni kami Tuan," teriak mereka serentak
"Ampuni kami Tuan," teriak mereka lagi dengan suara nyaring.
Lelaki itu tersenyum licik ketika melihat darah yang mengalir dimana-mana. Potongan-potongan tubuh manusia berserakan dilantai.
Lalu dia melirik dua orang pria yang tengah ketakutan sambil menunduk. Keringat dingin mengalir. Wajah pucat. Badan bergetar. Aliran darah dalam tubuh seolah ingin berhenti mengalir, saat melihat adengan langsung yang menyeramkan didepan mata. Seakan sedang melihat neraka secara nyata, dengan penyiksaan para iblis yang menyiksa manusia-manusia berdosa didunia.
"Ampun, Tuan," teriakkan kedua nya menggelegar memenuhi ruangan penyiksaan.
Dia mencengkram dagu salah satu dari keduanya. "Katakan padaku kau ingin mati secara apa? Agar aku bisa menyiapkan kematian mu?" Dia tersenyum smirk menatap ketakutan di mata pria yang sedang dia cengkram dagu nya ini.
"A-ampun-i s-say-a, T-uan," suara nya tercekat dan tertahan di tenggorokan, saat tatapan mata jelmaan iblis ini beradu dengan matanya.
"Ck, aku bukan Tuhan. Jangan minta ampun padaku," cibirnya. "Ayo cepat katakan. Kau ingin mati secara apa? Aku sedang berbaik hati memberimu pilihan, sebelum aku sendiri yang menentukan kematianmu," ucapnya dengan intonasi nada pelan namun menggandung makna yang mengerikan.
"Robin," panggilnya
"Ini Tuan," Robin mendekat
Sang asisten memberikan sebotol kecil cairan berisi air bening kepadanya. Dia tersenyum licik menatap pria didepannya. Dia sangat senang sekali bisa bermain-main dengan orang-orang yang telah berani mengkhianati nya.
"Karena hari ini aku sedang baik hati, jadi aku akan memberimu kesempatan untuk mati dengan cara terhormat. Rasanya aku bahagia sekali bisa melihat wajah ketakutan mu," ledeknya. "Minumlah, jangan lupa tersenyum padaku sebagai salam perpisahan anggap saja kita sahabat lama." Dia memberikan botol kecil itu kepada orang yang ada didepan nya.
Orang itu mengambil racun ditangannya dengan badan bergetar. Inikah akhir hidupnya. Harusnya dia mati dengan cara menggenaskan seperti ini?
"Cepat minum setan," bentaknya keras.
"B-baik T-tuan,"
Racun itu bernama Botulinum toxin atau Botox. Racun ini diproduksi oleh bakteri Clostridium botulinum bacteria. Hanya dengan menggunakan beberapa nanogram saja sudah cukup untuk membunuh orang dewasa.
Bakteri ini akan mengakibatkan kelumpuhan otot dan saraf dengan cara mencegah pelepasan neurotransmitter asetilkolin. Bakteri ini ditemukan hampir di semua tempat, tetapi hanya tumbuh subur di lingkungan anaerobik atau tempat yang tidak ada oksigen.
"Ak, arghh, arghh, argh,"
Orang itu langsung tergelatak ditanah dengan badan kejang-kejang dan busa yang keluar dari mulutnya.
Dia berdiri dan merasa puas dengan permainan nya hari ini.
"Kau....." Dia menunjuk lelaki yang satunya. "Kau jatah ku untuk besok. Jadi persiapkan dirimu untuk menuju kematian," ucapnya enteng tanpa beban.
"Robin, bereskan semuanya. Kirim tubuh mereka kembali kepada keluarga mereka. Jangan lupa tinggalkan kompensasi. Dan peringatkan mereka untuk tidak lagi berani-berani denganku," tintahnya sambil melepaskan baju nya yang sudah berlumuran darah.
"Baik Tuan,"
Lelaki itu langsung keluar dari ruangan penyiksaan bawah tanah. Kebiasaan nya setiap kali selesai membunuh adalah gerah, apalagi percikkan darah yang mengenai wajah dan bagian tubuh lainnya, terasa lengket dan risih.
Zoalva Smithsonian, lelaki pembunuh berdarah dingin. Ketua Mafia yang banyak ditakuti dibagian dunia bawah. Tak hanya hobby membunuh dia juga senang mendengar jeritan kesakitan dari para tangkapannya. Zoalva juga bekerja sebagai pembunuh bayaran terkenal di wilayah tersebut. Jasa nya sudah banyak dipakai oleh para pencari kematian.
Dia memiliki usaha yang bergerak di bidang furniture dan pariwisata sebagai dalih penyamaran nya agar orang-orang bisnis tidak tahu jika dia adalah pembunuh. Di balik itu Zoalva juga menjalani bisnis berupa perdagangan organ manusia yang di impor diberbagai negara. Organ-organ manusia itu dia dapatkan dari munsuh-munsuh yang sengaja menyerang markasnya, tentu keuntungan penjualan organ manusia itu berlipat kali ganda. Selain itu dia juga menjual obat-obatan terlarang, tak hanya sebagai peredar dia juga pemakai aktif baginya obat itu seperti makanan yang jika tidak dimakan makan dia akan mati. Senjata ilegal juga merupakan bisnis yang dia jalani selama belasan tahun ini. Senjata-senjata itu diproduksi dalam jumlah banyak di pabrik yang dia dirikan sejak sepuluh tahun terakhir. Lalu dipasarkan secara ilegal tanpa melalui proses izin negara.
Percikan air dibawah shower terdengar dari luar. Gemericikkan air yang jauh dari shower memberikan tubuhnya.
Zoalva keluar dari kamar mandi dengan handuk yang terlilit dibagian pinggang nya hingga air dari rambut turun kebawah dan diserap oleh handuk tersebut. Tangannya yang satu dia gunakan untuk mengeringkan rambut nya menggunakan handuk kecil. Roti sobek beberapa kotak tercetak dibagian perutnya. Selama ini dia berolah raga keras agar menjaga postur tubuhnya biar tetap ideal.
"Ck, kau baru mandi?" seorang pria duduk disofa kamarnya.
"Ada apa kau kesini?" Dia menatap teman nya itu tak suka. Kalau sudah datang pasti ada maunya.
"Aku merindukan mu Sayang," goda nya ngakak sambil seloyoran disoffa dan berbaring nyaman disana.
Zoalva tak menanggapi dia mengambil pakaian nya didalam lemari dan mengenakannya.
"Kau habis membunuh?" tanya temannya masih berbaring sambil melirik Zoalva.
"Kenapa?" sambil menutup pintu lemari dan melepaskan handuk dipinggangnya.
"Tidak bosan. Tidak takut. Tidak merasa bersalah?" cecar lelaki itu bergidik ngeri. Meski sudah tahu Zoalva pembunuh berdarah dingin tetap saja dia selalu tak mampu melihat Zoalva saat membunuh tangkapannya.
"Tidak. Kau mau jadi yang selanjutnya?" Dia tersenyum smirk.
Lelaki itu langsung bergidik ngeri. "Cih, kau pikir aku ayam apa yang bisa kau potong sesuka hati?" gerutunya. "Kenapa kau tidak bekerja saja dipemotongan ayam?" Dia menatap Zoalva sambil geleng-geleng kepala.
"Kenapa harus memotong daging ayam? Jika memotong tubuh manusia lebih menyenangkan. Ahh aku suka sekali mendengar teriakkan mereka yang minta ampun serta rintihan-rintihan kesakitan dari wajah mereka," seru Zoalva lalu duduk disamping sahabat nya itu sambil menyalakan rokok ditangannya.
**Bersambung....
Welcome to my new novel...
Jangan lupa selalu dukung karya author ya guys....
Like. Komen. Vote. Gifts author tunggu dari kalian. Kalau ada typo kalian boleh coret-coret dibawah**.
Happy Reading 🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺
Zoalva turun dari mobil. Kedatangan nya seolah membuat Atmosfer langsung berubah suhu diatas rata-rata tiga puluh derajat Celcius.
Tatapan matanya tajam seperti pedang bermata dua yang siap menebus indra penglihatan manusia. Tak ada yang berani dekat atau sekedar mengenal. Bahkan setiap orang yang melihat wajah menyeramkan nya merasa sangat ketakutan.
Zoalva masuk kedalam gedung pencakar langit milik nya. Gedung yang dia bangun sejak kehilangan kedua orang tua nya. Gedung yang terbangun sebagai bukti bahwa dia pernah berjuang dari bawah.
"Selamat pagi Tuan," sapa para karyawan berbaris rapi sambil membungkuk hormat.
Dia tak merespon apapun. Dia melangkah lebar melewati para karyawan yang membungkuk hormat padanya.
Zoalva masuk kedalam lift dan diikuti oleh Robin yang meneteng tas kerjanya.
"Robin, berikan data laporan akhir bulan padaku," tintahnya.
"Baik Tuan," Robin membungkuk hormat.
Ting
Pintu lift terbuka. Segera kedua orang itu keluar dari dalam lift. Zoalva segera masuk kedalam ruangan nya. Dia jarang masuk perusahaan, biasanya masalah perusahaan di handle oleh Robin. Waktu Zoalva dia habiskan di markas untuk merakit-rakit senjata ilegal miliknya.
"Permisi Tuan, ini laporan yang anda minta," Robin meletakkan dokumen diatas meja Zoalva.
Zoalva menjawab dengan anggukan. Dia langsung membuka laporan itu dan membaca nya dengan teliti.
"Apa kau sudah memeriksa nya Robin?" Tanpa melihat sang asisten dan masih membolak-balik kertas laporan.
"Ehem, sudah Tuan," jawab Robin sedikit gugup.
"Lalu?" Dia masih membolak-balik kertas itu.
"Saya menemukan beberapa laporan yang tidak sesuai dengan pengeluaran keuangan, Tuan," jawab Robin. "Saya sudah memeriksa nya beberapa kali, seperti nya ada orang yang menyeludupkan dana perusahaan," jelas Robin. "Saya sudah melingkari bagian-bagian yang tidak sesuai dengan data yang ada di komputer saya, Tuan," sambungnya.
"Panggil manager keuangan dan manager pemasaran," tintah Zoalva sambil meletakkan kembali dokumen ditangannya.
"Baik Tuan,"
Zoalva menyenderkan punggungnya. Dia tampak tersenyum sinis sambil menggelengkan kepalanya.
"Ternyata masih ada orang yang berani bermain-main denganku. Baiklah, akan kutunjukkan kematian yang sesungguhnya," ucapnya. "Seperti nya aku mendapatkan tangkapan baru. Lumayan untuk menu nanti malam," serunya sambil tertawa mengelagar dan terdengar menyeramkan.
"Permisi Tuan," Robin datang dengan dua lelaki paruh baya yang mengekor di belakang nya.
"Ehem," Zoalva hanya berdehem lalu menatap kedua lelaki paruh baya itu. Wajah keduanya tampak pucat. Keringat dingin mengucur didahi dan mereka hanya menunduk ketakutan.
Zoalva menatap smirk kedua lelaki didepannya. Tampak sekali jika keduanya ketakutan saat Zoalva menatapnya dengan tajam.
"M-maaf Tu-an. Ada apa an-da memanggil kami kesini?" tanya manager keuangan tampak gugup.
"Ehem," Zoalva berdehem tetap dengan senyuman santainya.
"Laporan keuangan yang aku terima selisih sekitar 500.000$, apa kau tahu masalahnya dimana?" tanya Zoalva menatap pria paruh baya itu.
"Ma-maaf Tuan saya tidak tahu. Saya tidak menemukan data yang selisih dilaporan saya," jawabnya berusaha tetap terlihat tenang meski sebenarnya jantung terasa mau berpindah tempat.
"Ohh begitu yaaa," ujar Zoalva masih terlihat santai. "Kau, apa kau tahu jika ada selisih jauh antara pendapatan dilaporanmu dengan laporan keuangan yang dia buat?" Zoalva menatap pria yang satu nya.
"Maaf Tuan. Saya sudah memeriksanya dan tidak ada data yang selisih," jawab lelaki yang satu nya. Sama halnya dia juga gugup bukan main.
"Right," Zoalva bertepuk tangan. "Ehem, kalian ternyata tidak berbohong. Hanya saja tidak mengatakan yang sebenarnya. Begitu," ledek Zoalva.
"Robin,"
"Baik Tuan," Robin langsung memasang borgol ditangan kedua lelaki paruh baya itu.
"Bawa mereka ke markas," tintahnya.
"Baik Tuan," sahut Robin
"Cari keluarga nya. Hancurkan. Jangan biarkan tersisa satu pun," tintah Zoalva penuh penekanan.
"Ayo," Zoalva dan beberapa pria berbaju hitam menarik kedua pria paruh baya itu dengan paksa.
"Tuan, tolong ampuni kami Tuan. Ampuni kami Tuan," teriak salah satunya.
Zoalva menulikan telinganya. Dia sama sekali tak peduli dengan jeritan dan raungan orang-orang yang suka sekali bermain-main dengannya. Tak ada ampun. Tak ada kesempatan untuk memperbaiki diri. Siapapun itu dan siapa saja jika berani mencari masalah dengannya. Artinya siap menghadapi kematian secara tak layak.
Zoalva menyalakan rokoknya. Dia menghisap benda yang menghasilkan asap itu lalu menyemburkan asap diatas hingga membentuk gumpalan.
Orang-orang selalu berani mencari masalah dengannya. Padahal dia sudah mengingatkan agar tidak bermain-main dengan dirinya karena dia tidak suka dipermainkan. Tapi karena masih banyak orang yang suka melihat dirinya membuang darah ya sudah Zoalva tak keberatan sama sekali.
"Haiii Sayang," John masuk kedalam ruangan sahabat nya itu. "Kau tampak kesal, kenapa?" godanya
Zoalva tak menanggapi dia malah asyik menyesap rokok ditangannya.
"Seperti nya kau belum tahu John jika ada yang tidak beres dengan perusahaan?" Zoalva menatap John tajam
John cenggesan. "Sebenarnya aku sudah tahu tapi aku ingin kau tahu sendiri," jawab John sambil tersenyum tanpa dosa.
Zoalva kembali menyesap rokok yang terselip disela-sela jarinya.
"Ehem, ruanganmu sangat mewah dan besar juga yaaaa?" s eru John sambil duduk di sofa. "Kapan aku kaya seperti mu?" Dia terkekeh membayangkan dirinya menjadi orang kaya.
John adalah sahabat baik Zoalva. Keduanya saling berkerja sama dalam dunia hitam. Namun John tidak suka membunuh, dia hanya memberi pelajaran dan menyiksa lalu membiarkan orang itu mati perlahan.
"Bagaimana peluncuran senjata terbaru mu?" John melihat Zoalva yang tampak menikmati sesapan ditangannya.
"Lancar," jawabnya.
"Ehem, aku rasa akan ada yang mengagalkannya," ujar John sambil menghela nafas panjang.
"Aku tahu dan aku takkan membiarkan nya," jawab Zoalva lagi.
Zoalva mematikan rokok ditangannya. Dia menekan-nekan batang rokok itu didalam asbak hingga patah dan api nya mati.
"Bagaimana dengan barang yang aku pesan?" Zoalva duduk di sofa menyusul John. Keduanya memang sahabat baik meski sering berdebat.
"Sedang dalam perjalanan. Tapi yaaa semoga saja tidak diketahui oleh kepolisian. Aku mengirimnya lewat kapal karena jalur air lebih susah terdeteksi," John merebahkan punggung nya.
"Ehem, semoga saja. Aku membutuhkan barang itu segera," desah Zoalva
John mendelik. Meski dia pengedar tapi dia bukan pemakai. Walau dia mafia kejam tapi dia masih berpikir normal apalagi Ibu nya selalu mengorek nya setiap hari. Orangtua John tidak tahu apa yang dikerjakan oleh anak nya. Yang mereka tahu, John menjalankan bisnis bersama Zoalva.
"Sampai kapan kau akan berhenti menggunakan barang itu?" John menatap sahabatnya serius. "Efek sampingnya, kau tahu sendiri?" ujarnya.
"Aku tidak tahu. Aku tidak bisa berhenti. Aku butuh itu agar aku bisa membunuh setiap hari. Aku tidak bisa jika tidak membunuh. Aku merasa rugi jika sehari saja tidak melihat darah," kelakar Zoalva.
"Cihh, kau benar-benar manusia pesanan dari neraka. Kurasa hanya dirimu yang memiliki hobby membunuh," sindir John bergidik ngeri mendengar penjelasan Zoalva.
"Ehem, kau benar. Seperti nya aku memang di pesan khusus dari neraka," celetuk Zoalva sambil tertawa lebar. "Apa kau tidak takut jika kujadikan salah satu penghuni nya?" goda Zoalva.
Bersambung....
Happy Reading 🍡🍡🍡🍡🍡🍡🍡🍡🍡🍡
"Kau mau kemana?" tanya John saat melihat Zoalva berdiri sambil memperbaiki jas nya yang setengah bergeser.
"Mau memberi San makan," sahut Zoalva. "Kau mau ikut?" tawarnya. Senyuman lelaki itu seperti pedang bermata dua yang siap menebus ke dalam relung hati John.
John bergidik ngeri. Tentu saja dia tahu maksud Zoalva yang mengatakan ingin memberi San makan, apalagi kalau bukan membunuh.
San adalah ular sanca peliharaan Zoalva. Ular berwarna hitam dengan berat badan mencapai 450 kg dan panjang sekitar 10 meter, ular ini adalah milik kelompok Mafia Black Glorified yang diberikan kepada Zoalva, sebagai penghargaan karena lelaki itu berhasil melindungi wilayah timur dari serangan para munsuh nya. Zoalva juga berhasil membunuh para munsuh yang berkeliaran mencari kelemahan dirinya.
"Ck, pekerjaan mu belum selesai kenapa main pergi?" ujar John kesal. "Kepala ku sakit memikirkan omset mu yang ratusan juta itu. Kau malah enak-enak dengan hobby aneh mu itu," omel John.
John adalah orang kepercayaan Zoalva yang ditugaskan khusus untuk mengelola dan mengembangkan perusahaan Zoalva saat dirinya sedang sibuk dengan markas.
"Ehem, bukannya itu pekerjaan mu?" Zoalva melepaskan jas ditubuhnya. "Aku titip perusahaan," lelaki itu melepaskan jas nya dan melemparkannya asal lalu melenggang keluar.
John menghela nafas panjang sambil menggeleng salut. Sampai kapan Zoalva akan terus membunuh. Dirinya seolah tak merasa bersalah sama sekali saat mengeksekusi manusia-manusia yang telah mengkhianatinya.
"Zo, semoga kelak kau bertobat dan meninggalkan perbuatan kejam mu itu," gumam John. "Sebenarnya aku sedih melihat mu seperti ini. Tapi aku juga tidak bisa membantu mu keluar dari dunia hitam itu. Karena kita tidak jauh beda," ujar John.
John keluar dari ruangan Zoalva. Dia memang orang yang selalu stay diperusahaan ini. Ibaratkan penjabat, John adalah pengganti Zoalva sementara. Jadi dia yang menghandle semua pekerjaan Zoalva, agar berjalan seperti biasa.
John yang menggelola semua keuangan perusahaan. Jadi semua laporan perusahaan adalah tanggung jawabnya.
.
.
.
.
Zoalva masuk kedalam mobilnya dan melajukan mobil itu dengan kecepatan tinggi. Dia tak sabar sampai markas untuk segera mengeksekusi orang yang telah menyeludupkan uang perusahaan. Lihat saja nanti, Zoalva akan ciptakan neraka sesungguhnya untuk orang-orang itu.
Tatapan pria itu seperti pedang bermata dua yang siap menebus indra penglihatan bagi siapa saja yang melihatnya. Tatapannya tajam dan nyalang seperti pembunuh yang tengah bersiap-siap membunuh tangkapannya. Tak ada yang berani mendekati lelaki ini selain John sahabatnya.
Drt drt drt drt drt
Ponsel Zoalva berdering. Segera lelaki itu mengambil ponselnya. Dia mendengus kesal ketika melihat nama yang tertera disana.
"Ada apa Kak Kenzie?" tanya nya ketus.
"Kau dimana?"
"Sedang menuju markas. Ada apa?" Tanya Zoalva. Sebenarnya dia sedikit malas kalau sudah dihubungi oleh pria itu.
"Ehem, datang lah ke Mansion. Ada yang ingin Kakak bicarakan denganmu,"
"Apa?" Zoalva terdengar menghembuskan nafasnya kasar.
"Datang saja. Nanti kau akan tahu,"
"Baik," Zoalva segera mematikan sambungan telponnya setelah selesai berbicara dengan orang diseberang sana.
Sampai di markas lelaki itu langsung turun dengan langkah lebar.
"Selamat datang Tuan," sapa para pengawal yang ditugaskan untuk berjaga didepan markas.
Lelaki itu tak membalas sapaan para pengawal nya. Dia terus berjalan masuk dengan tak sabar. Ahhh kali ini dia mendapat santapan baru lagi.
"Tuan," sapa Robin sambil membungkuk hormat.
Zoalva duduk dikursi tengah yang memang sudah disediakan untuk dirinya.
Dia menatap kedua pria paruh baya yang sudah babak belur dipukuli oleh Robin dan para anak buahnya.
"Katakan padaku berapa jumlah uang yang kalian makan tanpa sepengetahuan ku?" tanya Zoalva santai sambil menyalakan api rokok nya.
"K-kami tidak mengerti maksud anda Tuan," kilah salah satunya.
Keduanya menunduk ketakutan. Tak hanya keringat dingin yang mengucur tapi juga cairan berwarna merah itu keluar dari kepala mereka, akibat pukulan kuat yang dilayangkan oleh Robin pada kedua pria itu.
"Ehem, benarkah begitu? Yakin kalian tidak mengerti maksudku? Atau pura-pura tidak mengerti?" Zoalva tersenyum meledek.
Tak ada sahutan dari kedua pria itu. Kedua nya tampak sibuk dengan pikiran masing-masing. Sibuk berpikir entah apa yang akan dilakukan oleh Zoalva pada mereka.
"Masih belum mau mengatakan nya?"
Keduanya masih tetap diam sambil menunduk ketakutan. Di jawab juga percuma seperti nya Zoalva sudah tahu. Bagaimana pun mereka mengelak tetap saja mereka akan terkena hukuman.
"Robin, panas kan kuali. Tuangkan minyak sebanyak mungkin. Seperti nya aku perlu menggoreng mereka berdua untuk santapan makan siang San hari ini," tintah Zoalva sambil tersenyum devil.
"Baik Tuan,"
"Tuan ampuni kami. Ka-kami hanya disuruh Tuan," sahut salah satunya ketakutan. Membayangkan tubuh mereka di goreng saja sudah membuat bulu kuduk mereka berdiri ngeri.
"Aku tidak peduli," sahut Zoalva sambil menyesap putung rokok ditangannya.
"Tuan ampuni kami. Kasihani saya Tuan, anak saya masih butuh saya. Dia masih kuliah," ucap salah satunya sambil menangis karena ketakutan.
"Itu bukan urusanku,"
"Baik Tuan kami mengaku. Kami memang menyeludupkan dana itu karena kami pun disuruh," ucap salah satunya lagi. Barang kali Zoalva masih mau mempertimbangkan agar tak menghukum mereka berdua.
"Aku tahu,"
"Tuan, minyaknya sudah panas," lapor Robin.
"Bagus," Zoalva menginjak-injak ****** rokok itu hingga apinya mati.
"Kalian sudah tahu 'kan konsekuensi yang akan kalian dapatkan jika berani bermain-main denganku?" Zoalva tersenyum smirk. "Apa kata terakhir yang ingin kalian ucapkan sebelum aku menggoreng tubuh kalian?" Ledeknya sambil tersenyum mengejek.
"Tuan_"
"Robin," teriak Zoalva.
"Ini Tuan," Robin memberikan pisau kecil pada Zoalva.
"Lepaskan ikatan talinya,"
Robin melepaskan ikatan tali salah satu dari kedua pria itu.
Zoalva mendekat dan tersenyum seperti iblis. Dia benar-benar jelmaan iblis neraka yang dikirim kedunia untuk membunuh para manusia-manusia jahat.
Sretttttttttttttttttt
Sretttttttttttttttttt
"Arghhhhhhhhhhhhh,"
"Arghhhhhhhhhhhhh,"
Zoalva mencongkel kedua mata lelaki yang satunya. Lalu dia mengambil mata itu dan meletakkan nya diatas mangkuk.
"Kau lihatlah,"
Dia langsung menuangkan isi mangkuk itu kedalam wajan yang telah dipanaskan dan dituangkan minyak goreng dengan jumlah yang banyak.
"Arghhhhhhhhhhhhh,"
"Arghhhhhhhhhhhhh,"
Orang itu berteriak histeris kesakitan sambil berguling-guling diatas tanah sambil memegang kedua matanya yang mengeluarkan darah. Bola matanya sudah digoreng oleh Zoalva.
Perut Robin terasa dikocok-kocok, lelaki itu memuntahkan isi perutnya karena jijik. Meski sudah biasa melihat Zoalva membunuh tetap saja dia tidak mampu melihat adengan yang membuat bulu kuduk nya berdiri tegap.
Zoalva mengambil kembali bola mata orang itu kedalam mangkuk lalu menaburi nya garam dan penyedap rasa lainnya.
Lalu dia memberikan bola mata yang sudah di goreng itu pada hewan peliharaan nya.
"Makanlah San. Nanti akan kuberikan kau dagingnya." Dia menyedorkan mangkuk berisi bola mata manusia itu lalu si San melahap nya dalam hitungan detik.
Zoalva mengambil sendok berukuran besar. Lalu menuangkan nya didalam mangkuk.
"Robin,"
Robin yang paham langsung memasung salah satu pria yang sudah sekarat dengan darah yang mengalir dibagian area matanya.
Zoalva tersenyum senang. Dia kembali menuangkan minyak goreng yang sudah panas kedalam rongga mata itu.
"Arghhhhhhhhhhhhh,"
"Arghhhhhhhhhhhhh,"
Jerit kesakitan terdengar meraung. Orang itu berguling-guling ditanah sambil memegang area matanya.
Kejam tak memiliki perasaan sudah menjadi ciri khasnya dirinya. Menjadi kebahagiaan tersendiri saat dia bisa mendengar suara jeritan, rauangan dan rintihan ketakutan dari orang-orang yang berani bermain-main dengannya.
Bersambung...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!