Ketika waktunya untuk sarapan pagi, tiba-tiba salah seorang asisten rumah di buatnya heboh.
"Tuan! Tuan."
Karena panik bahwa anak majikannya tidak ada di dalam kamar dan melihat selendang yang disambung sambung hingga menjuntai ke bawah lewat balkon, asisten rumah memanggil majikannya sambil menuruni anak tangga.
"Ada apa, Bi? kok seperti ketakutan gitu."
Majikan perempuannya, pun bertanya penuh dengan rasa penasaran.
"Nona Yilan, Nyonya. Nona Yilan kabur." Jawabnya.
"Apa! Yilan kabur?"
Tuan Bonar pun terkejut saat mendengar soal putrinya kabur. Begitu juga dengan ibunya Yilan ikut terkejut saat mendengar Bi Narni mengatakan bahwa putrinya kabur.
Tuan Bonar bersama istrinya langsung menuju kamar putrinya untuk memastikannya.
"Yilan! Yilan!" teriak ayah dan ibunya memanggilnya.
Tuan Bonar terkejut ketika melihat pintu balkon terbuka dan mencoba untuk mengeceknya.
Seketika, kedua orang tuanya Yilan benar-benar tidak menyangka jika putrinya telah kabur dari rumah.
Karena tidak ingin putrinya kenapa-napa, langsung memerintahkan anak buahnya untuk mencari kemana perginya Yilan. Juga, tidak lupa untuk mengecek rekaman CCTV.
"Pa! gimana ini? bagaimana dengan Yilan? Mama takut terjadi sesuatu padanya."
Ibunya Yilan benar-benar cemas, juga takut jika terjadi sesuatu pada putrinya.
Tuan Bonar mengusap wajahnya dengan kasar, juga terasa sesak dadanya ketika menerima kenyataan bahwa putrinya pergi dari rumah.
"Mama tetap di rumah, Papa mau mencari Yilan." Ucap Tuan Bonar kepada istrinya.
"Ya, Pa. Hati-hati, semoga Yilan ditemukan. Mama takut terjadi sesuatu padanya." Jawab ibunya Yilan dengan cemas.
Tuan Bonar segera bergegas pergi untuk mencari kemana perginya Yilan. Sedangkan Yilan sendiri tengah membawa tas gendong yang berisi pakaian lengkapnya dan ponsel, serta yang lainnya.
"Aih! aku lupa lagi. Seharusnya aku menjual ponselku dulu, baru aku pergi."
Yilan yang sadar jika keberadaan ponselnya dapat di lacak, ia segera pergi untuk menjual ponselnya. Saat sampai di tempat tujuan, Yilan segera menawarkan ponselnya. Kemudian, ia membeli ponsel baru dengan semua identitasnya yang baru. Tentu saja untuk menghilangkan jejaknya.
Setelah mendapatkan ponsel baru, Yilan dapat bernapas lega ketika yang ditangannya bukan lagi ponsel lama, melainkan ponsel baru.
"Yes! akhirnya aku berhasil mengganti ponselku." Gumamnya yang sudah merasa lega.
Setelah tidak ada yang dipikirkan lagi soal ponsel, tiba-tiba dirinya kepikir harus pergi kemana.
"Kira-kira tujuan aku kemana, ya? ke kosannya Erlita, gak mungkin. Minta tolong sama Rudi, gak mungkin juga. Pergi ke rumahnya Lena, juga gak mungkin. I-i-itu mobil Bis, ke kampung? tapi ke tempat siapa?" gumam Yilan saat arah pandangannya tertuju ke Terminal.
Sejenak dirinya berpikir dan mencari ide soal kemana dirinya harus pergi, akhirnya Yilan memutuskan untuk pergi ke Terminal.
"Nyoba aja deh, mau muter muter ngikutin mobil juga boleh. Untung udah ambil uang banyak di ATM tadi, dan aku sudah membakar ATM nya. Bo_doh amat lah, penting aku bisa kabur dan menghilangkan jejak. Habisnya siapa juga yang mau dijodohkan, memangnya masih jaman dulu kala." Gumamnya lagi sambil berjalan menuju Terminal Bus.
Saat sudah berada di keramaian di Terminal, Yilan celingukan sambil berjalan mengitari area disekelilingnya.
"Mbak mau kemana? bentar lagi sudah tidak mobil Bis beroperasi, ada pun nunggu jadwal nanti sore." Ucap salah seorang yang tengah mencari penumpang.
Anaya sendiri bingung untuk menjawabnya apa, tentu saja belum mempunyai tujuan kemana perginya.
"Pak, Pak, sampai ke daerah Serdadu gak ya? saya mau pulang ke daerah Serdadu."
"Kebetulan sekali Bang, tujuan kami ke Serdadu. Kalau mbaknya mau kemana?"
Jawabnya dan langsung bertanya kepada Yilan.
"Ya, Pak, saya mau ke daerah Serdadu juga."
Entah ada angin apa, tiba-tiba Yilan mengiyakan begitu saja. Lelaki yang ada di sebelahnya pun menoleh ke arah Yilan.
"Mbaknya Serdadunya daerah mana?" tanya lelaki yang tidak Yilan kenali.
"Ada deh. Soalnya gak boleh mengatakannya ke sembarang orang, takutnya kamu orang jahat." Jawab Yilan mencari alasan.
"Cih! ngarang aja kalau ngomong." Ucapnya sambil mengernyit.
"Eh! iya dong, harus hati-hati dan waspada." Jawab Yilan asal.
"Sudah sudah, mau berangkat ke daerah Serdadu atau gak?" tanya bapak-bapak tadi yang mencari penumpang.
Yilan bersama laki-laki tersebut langsung mengikutinya dari belakang hingga sampai di mana Bis tengah menunggu para penumpang.
"Ini, nomor urut kalian." Ucapnya dan menyodorkan nomor urut untuk duduk.
Yilan dan laki-laki yang tidak dikenalinya pun menerimanya. Kemudian, keduanya bergegas masuk ke dalam. Setelah itu, Yilan maupun laki-laki tadi mencari nomor urut tempat duduknya masing-masing.
Yilan yang udah nemu nomor tempat duduk, ia langsung duduk di dekat jendela kaca mobil.
"Akhirnya aku bisa duduk juga, eh! tapi kemana tujuanku?"
Yilan pun tersadar dengan apa yang dilakukannya.
"Geser." Ucap laki-laki yang tadi.
"Kamu, ih! kenapa kamu duduk di sebelahku sih? bikin males aja, tau gak sih."
"Jodoh mungkin." Kata si laki-laki tersebut dengan asal.
"Cih! jodoh, mit amit dah." Kata Yilan bergidik ngeri ketika mendengar jawaban dari laki-laki yang tidak dikenalinya.
"Makanya diam, gak usah banyak bicara." Ucapnya dan bersandar di tempat duduknya.
Yilan yang malas berdebat dan juga badannya yang terasa capek, ia memilih untuk bersandar di jendela kaca mobil sambil melihat jalanan.
'Selamat jalan kotaku ... sampai bertemu lagi jika aku sudah menemukan pangeran impianku.' Batin Yilan sambil melihat jalanan.
Cukup lama menempuh perjalanan, Yilan rupanya tertidur dengan lelap. Sampai-sampai dirinya tidak sadarkan diri jika sudah sampai di pemberhentian mobil, yakni para penumpang agar bisa istirahat sejenak, dan makan siang.
"Hei, bangun. Kita sudah sampai." Panggil laki-laki tersebut karena tidak mengetahui namanya.
Yilan pun kaget dibuatnya.
"Apa apa apa, sudah sampai?"
"Ya! sudah sampai. Mau turun apa gak? takutnya perut kamu udah lapar."
"Maksudnya sampai dimana? di daerah ... mana tadi, eh! Serdadu. Astaga kenapa juga aku harus lupa, sungguh terlalu."
"Ya, kamu memang terlalu, terlalu merepotkan." Ucapnya dan bergegas turun dari mobil.
Yilan yang takut kehilangan jejak, ia langsung turun dan mengejarnya.
"Hei! tunggu! tunggu aku woi!" teriak Yilan sambil mengejar, sampai gak kerasa di tempat toiletnya cowok.
"Mau ngapain lagi kamu? apa kamu sudah gak waras? tuh lihat, ini khusus cowok, bukan cewek." Ucapnya dan mendorong keningnya lewat jari telunjuknya.
"Aw! s_ialan kamu itu ya." Pekik Yilan yang hampir saja terjatuh.
"Sana pergi, ini tempat khusus cowok, paham." Ucapnya dan masuk ke toilet.
Yilan yang merasa kesal, pun lebih memilih menunggunya, karena takut ditinggal jika dirinya pergi ke toilet.
Tidak lama menunggu, akhirnya lelaki tersebut pun keluar.
"Ngapain kamu berdiri masih di sini, ha?" tanyanya merasa aneh dengan Yilan.
"Nih! pegangin tas aku." Kata Yilan dengan nada ketus.
"Apa kamu bilang, pegangin tas kamu?"
"Ya, aku mau ke toilet sebentar. Aku takut salah mobil, jadinya kamu tunggu aku disini, nih tasnya pegang." Jawab Yilan yang langsung menyodorkan tasnya dan ia bergegas pergi ke toilet wanita.
"Dih! kurang ajar bener itu cewek, dia pikir aku ini siapanya, kenal aja enggak." Gerutunya dengan kesal, lantaran dimintai untuk memegang tas milik perempuan yang tidak dikenal.
"Mas, jangan galak galak gitu sama pasangannya. Entar ceweknya diembat cowok lain, nyesel loh." Ledek salah satu penumpang mobil bis.
"Eh Mas, dia itu-"
"Tuh, pacar Masnya udah keluar." Ucapnya yang langsung pergi.
Yilan yang baru saja keluar dari toilet, langsung menemui lelaki yang ia titipkan tasnya.
"Makasih banyak ya, udah bantuin aku pegangin tas. Oh ya, dari tadi kita belum kenal 'kan ya. Kenalin, namaku Yilan." Ucap Yilan mengulurkan tangannya.
Sedangkan lelaki tersebut mengabaikannya dan pergi begitu saja. Yilan yang dibuatnya kesal, cuma mendengkus kesal sambil mengejarnya.
"Hei! tungguin aku. Ih! jangan cepat-cepat dong jalannya, tungguin aku." Teriak Yilan memanggilnya.
Dengan napasnya yang terengah-engah, akhirnya Yilan dapat mengejar.
"Kamu judes banget sih, udah melebihi kaum perempuan aja kamu ini." Ucap Yilan sambil mengimbangi langkah kakinya.
Seketika, langsung berhenti ketika Yilan mengomel.
"Sudah ngomelnya?" tanyanya dengan ekspresi datar, dan terlihat dingin.
Yilan menatapnya sambil mengerucutkan bibirnya.
"Aku 'kan, cuma mengajak kamu kenalan."
"Gak penting kamu harus tahu namaku, mendingan kamu jangan ngikuti aku terus. Tuh, banyak cowok yang bisa kamu ikuti." Ucapnya sambil menunjuk ke arah cowok-cowok yang berada disekelilingnya.
"Aku gak kenal mereka, aku cuma kenal kamu." Jawab Yilan dengan cemberut.
"Memangnya kamu kenal aku? tau nama aku aja enggak, kenal katamu."
"Ya 'kan, kita udah ngobrol banyak dari awal kita mau naik mobil. Terus, kita juga satu tempat duduk, eh maksudnya bersebelahan."
"Gitu ya?"
"Ya iya lah, gimana sih kamu ini, nyebelin."
"Perutku lapar, jangan banya omong ataupun bertanya. Kalau kamu ingin bertanya, tuh sama orang lain saja, jangan sama aku, ngerti kamu."
"Judes banget sih kamu, cowok kok judesnya melebihi kaum perempuan, dih."
Lelaki itu hanya menggelengkan kepalanya dan pergi untuk mencari makanan.
Yilan yang tidak tahu harus gimana, hanya bisa mengikuti lelaki yang tempat duduknya bersebelahan dengannya.
Saat masuk ke rumah makan, Yilan mengikutinya dari belakang sambil mengantri mengambil porsi makan siang.
Setelah mengambil porsi makan, lagi-lagi Yilan ikutan duduk di depannya.
"Ngapain masih ngikutin aku, kursi nganggur masih banyak tuh." Ucapnya saat mendapati Yilan duduk di dekatnya, tak lupa juga untuk menunjuk bangku kosong di sekitarnya.
Yilan justru nyengir kuda pada lelaki yang ada di hadapannya.
"Aku gak mau, titik. Pokoknya aku cuma mau sama kamu, males ah sama itu itu orang. Soalnya aku 'kan, gak kenal mereka, makanya aku milih ngikuti kamu. Lagi pula arah tujuan kita 'kan sama, jadi gak ada masalah jika aku mengikuti kamu." Jawab Yilan yang tetap bersikukuh.
"Terserah kamu, jugaan percuma aja aku ngomong sama kamu. Habiskan tuh makananmu, sebentar lagi Bis-nya mau jalan." Ucapnya dan melanjutkan makannya.
Yilan yang telah berhasil mengikuti lelaki yang tengah makan bareng, pun merasa ada titik kelegaan.
'Untung saja aku dipertemukan sama ini cowok. Setidaknya aku bisa bergantungan dengannya, kelihatannya dia orang baik. Hanya saja, dia dingin, dan juga kaku.' Batin Yilan sambil menikmati makan.
Beberapa menit kemudian, akhirnya Yilan dan laki-laki yang ada dihadapannya itu telah selesai makan. Kemudian, keduanya beranjak pergi dan kembali naik ke mobil Bis.
Saat keduanya sudah duduk bersebelahan, mereka berdua saling acuh dan tak acuh. Lelaki itu memilih memejamkan matanya ketimbang aku harus menjaga kesadarannya. Sedangkan Yilan tengah disibukkan dengan ponsel barunya.
'Semoga keberadaan aku tidak ditemukan oleh Papa, dan Kak Zavan. Kalau ditemukan, bisa berabe urusannya. Untung aja Kak Zavan masih di luar negri.' Batin Yilan sambil mengoperasikan ponselnya dan harus mengulang dari awal.
Berbeda dengan keluarganya Yilan, kini tengah di sibukkan untuk melakukan pencarian.
"Gimana dengan Yilan, Pa? udah ditemukan?" tanya ibunya Yilan dengan cemas memikirkan putrinya.
Tuan Bonar menggelengkan kepalanya dengan raut penuh kecewa karena belum juga menemukan putrinya.
"Apa! belum ditemukan? memangnya Papa tidak melacak nomornya, ponselnya, @mailnya?"
"Sudah, sedang di proses. Kita tunggu sampai nanti sore. Zavan gimana? sudah Mama beritahu?"
"Sudah, katanya hari ini langsung pulang." Jawab ibunya Yilan yang masih mencemaskan keadaan putrinya.
"Ya udah, Papa mau ke kantor dulu. Ada hal penting untuk diselesaikan. Juga, nanti malam keluarganya Radmaja akan datang. Papa minta, jangan memberitahunya dulu soal Yilan yang kabur dari rumah. Papa tidak ingin menjadi kacau. Sekalian menunggu Yilan ditemukan." Ucap Tuan Bonar kepada istrinya.
"Ya, Pa. Semoga putri kita segera ditemukan, Mama sangat khawatir dengan Yilan jika terjadi sesuatu padanya. Mana dia anak perempuan, kalau ketemu preman atau orang jahat, bagaimana? Papa lapor polisi dong, Pa?"
"Tidak semudah itu melaporkan polisi, Ma. Tetap saja, kita harus menunggu dua puluh empat jam. Ya udah, Papa berangkat ke kantor dulu. Mama di rumah saja, jangan pergi kemana-mana. Oh ya, coba hubungi teman-temannya Yilan, siapa tahu mereka memberi jejak kepada kita."
"Ya, Pa. Nanti Mama akan hubungi teman-temannya Yilan. Papa hati-hati dijalan. Jangan lupa juga, sering-sering hubungi anak buahnya Papa." Jawab ibunya Yilan.
Setelah itu, ayahnya Yilan bergegas pergi ke kantor.
.
.
.
Di perjalanan, Yilan yang mulai terasa kantuk karena harus menempuh perjalanan yang cukup jauh dan memakan waktu yang lumayan lama. Rupanya Yilan tertidur sambil memeluk tasnya, dan tanpa ia sadari bersandar di pundaknya lelaki yang ada di sebelahnya.
Ketika merasa ada beban di pundaknya, ia terbangun dari tidurnya. Kemudian, ia menyadari jika perempuan yang ada disebelahnya tengah bersandar di atas pundaknya.
"Aih! ini cewek, bikin susah aja." Gumamnya sambil memindahkan posisi kepalanya Yilan untuk sandarkan ke jendela kaca mobil.
Setelah itu, dirinya menyibukkan diri dengan ponselnya. Senyum mengembang terlihat di kedua sudut bibirnya saat melihat foto di galeri ponselnya.
'Tunggu aku pulang, Alia yang aku sayang. Aku pulang untuk melamar kamu, sesuai janjiku padamu di hadapan mu. Setelah itu, aku akan segera menikahi mu.' Batinnya sambil melihat foto kekasihnya.
Masih dalam perjalanan, Yilan masih lelap dengan tidurnya meski dalam perjalanan. Berbeda dengan lelaki yang ada di sebelahnya, ia masih terjaga dari kesadarannya.
Cukup lama menempuh perjalanan yang memakan waktu berjam-jam lamanya, tidak terasa juga sebentar lagi akan sampai di daerah yang di tuju, yakni daerah Serdadu.
Senyum mengembang terlihat lewat sudut bibirnya, harapan kepulangannya yaitu untuk melamar kekasihnya dan menikahinya.
'Maafkan aku, Alia. Aku tidak memberi tahu kamu jika hari ini aku pulang, karena sebuah kejutan untukmu. Sekarang aku udah punya pekerjaan, dan siap untuk menikahi kamu sesuai permintaan kedua orang tuamu. Aku akan menikahi kamu setelah aku punya pekerjaan, dan akan membawa kamu ke kota. Aku siapkan rumah, buku tabungan, dan juga mobil.' Batinnya yang sudah tidak sabar untuk bertemu dan memberi kejutan kepada kekasihnya.
Yilan yang udah bangun dari tidurnya, merasa aneh ketika melihat lelaki yang ada di sebelahnya itu tengah senyum-senyum sendiri tak jelas.
Dengan sengaja, Yilan melambaikan tangannya tepat di wajah lelaki itu. Kemudian, Yilan tak lupa juga mengecek keningnya.
Saat itu juga, lelaki tersebut langsung menyambar tangan Yilan yang masih menempel di keningnya. Pastinya terseyum melebar agar tidak kena marah, pikirnya.
"Kenapa dengan tanganmu ini, ha? mau ngajak berantem denganku?"
Yilan langsung nyengir.
"Habisnya kamu itu senyum-senyum sendiri macam orang tak waras saja kamu." Jawab Yilan sambil melepaskan tangannya.
Semakin memberontak, justru semakin kuat tangannya Yilan dicengkeram.
"Lepasin dong, tangan aku ini." Rengek Yilan sambil meringis nahan sakit di pergelangan tangannya.
Saat itu pun, tangannya Yilan dilepaskan.
"Jangan kamu ulangi lagi, paham. Awas saja kalau kamu bikin gaduh."
"Ya deh, iya, maaf. Makanya kalau mau ngecek kewarasan itu ditutupin, orang ngira juga sama kek aku." Ucap Yilan sambil memegangi pergelangan tangannya yang terasa lumayan sakit.
Lelaki itu pun langsung menoleh ke Yilan.
"Udah ngomongnya? kalau udah, mendingan kamu diam, atau gak tidur lagi aja biar gak bikin orang lain kesal." Katanya dan kedua tangannya lang menyilang di dada bidangnya.
Yilan sendiri memilih untuk menyibukkan diri dengan ponselnya agar tidak bertambah jenuh. Bahkan, dirinya pun tida peduli entah kemana tempat yang akan dituju.
Saat itu juga, mobil yang ditumpanginya tengah masuk ke area terminal Bus. Sedangkan Yilan tidak begitu memperhatikan dan sibuk dengan ponselnya.
Seketika, ia tersadar saat di dalam mobil sudah tidak lelaki yang duduk di sebelahnya, semua sudah pada turun dan tersisa beberapa orang saja yang tengah mengantri untuk turun.
"Mam_pus Gue, cowok tadi kemana dianya, aih!" Gerutu Yilan saat kehilangan lelaki yang tengah duduk disebelahnya.
Karena harus mengantri, Yilan dengan terpaksa harus turun paling akhir.
"Woi! dimana kamu?"
Yilan terus memanggil saat turun dari mobil sambil celingukan, tentu saja dihantui dengan perasaan takut.
"Bo_doh sekali aku ini, aih!"
Karena perasaan takut, Yilan terus mencari keberadaan lelaki yang duduk di sebelahnya.
BRUG!
"Aw! maaf, aku gak sengaja."
Bagai mendapat durian runtuh ketika dirinya harus menabrak laki-laki yang sedang dicarinya.
"Benar katamu, kita ini berjodoh. Ternyata jodoh itu tidak akan kemana, benarkah? benar sekali, karena kita ternyata dipertemukan lagi. Eh! ngomong apa tadi aku, ngaco sekali akunya." Ucap Yilan asal bicara dihadapan lelaki yang dicarinya, dan tak lupa nyengir.
"Kamu ngapain lagi ngikutin aku? ha. Jangan bilang kalau kamu memintaku untuk mengantarkan kamu ke tempat tujuanmu."
Yilan tersenyum dan menggelengkan kepalanya.
"Enggak, aku gak minta di antar ke tempat tujuanku. Soalnya aku-"
"Soalnya apa lagi? gak punya uang? minta berapa?"
Yilan lagi-lagi menggelengkan kepalanya.
"Soalnya aku mau ikut ke rumah kamu, aku mau tinggal di rumah kamu. Jadi, kamu tidak perlu mengantarkan aku ke tempat tujuan, karena aku gak punya tujuan."
Lelaki itu pun melotot.
"Apa! kamu bilang apa tadi? mau ikut ke rumahku? mau tinggal di rumahku?"
Yilan mengangguk dan tersenyum.
"Ya, aku mau ikut kamu dan juga tinggal di rumah kamu, titik." Jawab Yilan dengan terang-terangan.
"Kamu pikir, kamu itu siapanya aku? ha. Istri bukan, saudara juga bukan."
"Menikah, nanti aku jadi istrimu." Jawab Yilan yang kedengaran begitu konyol dan asal bicara.
Saat itu juga, kening Yilan kembali di dorong lewat jari telunjuk lelaki tersebut, dan hampir saja jatuh.
"Aw! sakit, tau." Pekik Yilan sambil memasang muka cemberut.
Lelaki itu segera pergi dari hadapannya Yilan tanpa menjawabnya lagi. Sedangkan Yilan berkacak pinggang dan mendekus kesal.
Tidak ada pilihan lain, Yilan kembali mengejarnya dengan napasnya yang terengah-engah.
"Woi! tungguin aku!" teriak Yilan sambil mengejar.
Lelaki yang dikejar oleh Yilan, pun tidak menanggapinya. Dirinya terus berjalan mencari ojek untuk mengantarkannya sampai di rumah.
"Permisi, Pak."
"Ya, Nak, silakan." Jawab bapak supir mobil travel yang tengah duduk sambil menunggu orderan.
"Bisa antar saya ke desa Sejadi tidak, Pak?"
"Bisa, tapi ongkosnya lumayan, gimana?"
"Boleh, berapapun akan saya bayar, Pak."
"Ya udah, sini kopernya saya masukan ke bagasi mobil." Ucap pak supir sambil meraih koper miliknya lelaki tersebut.
Merasa lega karena sebentar lagi sampai rumah, semangat membara untuk bertemu kekasihnya pun sudah tidak sabar.
"Woi! tunggu! jangan tinggalin aku." Teriak Yilan yang tengah berlari karena takut ketinggalan.
Pak supir yang baru saja nutup bagasi, pun menoleh kebelakang dan melihat Yilan berlari.
Yilan yang napasnya masih terengah-engah, ia mencoba untuk mengaturnya agar sedikit mereda.
"Aku ikut, aku ikut kamu, plis. Aku gak punya siapa-siapa selain dirimu. Aku mohon, izinkan aku ikut denganmu." Ucap Yilan dengan napasnya yang tersengal, dan tak lupa mengatupkan kedua tangannya seraya memohon.
Lelaki itu pun berjongkok.
"Sebenarnya tujuan kamu itu mau kemana? apakah kamu salah satu bagian dari komplotan?"
Yilan menggelengkan kepalanya.
"Aku kabur dari rumah. Aku tidak mau dijodohkan, makanya aku kabur yang jauh biar keluargaku tidak menemukan aku, titik. Aku mohon sama kamu, terimalah aku untuk ikut kamu ke kampung halamanmu. Aku akan bayar semuanya, anggap saja rumah kamu tempat penginapan. Apakah kamu tega jika aku dibawa kabur oleh orang jahat? tolong aku." Jawab Yilan sambil menunduk, penuh harap jika dirinya akan mendapatkan izin untuk ikut pulang ke rumahnya.
Disangka Yilan tengah berakting, dirinya pun malas untuk menanggapinya. Karena tidak ingin berlama-lama berada di terminal, ia langsung bangkit, dan pergi dari hadapannya Yilan. Kemudian, masuk kedalam mobil.
Yilan yang masih duduk dilantai, hanya memandangi mobil yang tengah melaju semakin jauh. Terasa berat untuk bangkit, juga tidak tahu harus pergi kemana, Yilan memilih diam di tengah-tengah banyaknya orang yang lalu lalang berjalan ke sana dan kemari.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!