Hujan lebat yang menguyur kota x menjadikan jalanan begitu gelap, kebetulan lampu penerangan belum dihidupkan.
Sebuah mobil mewah melintas dengan kecepatan yang sangat kencang, hingga menabrak seorang penyeberang jalan tertabrak.
Pengendara mobil itu adalah Devan Mahendra anak seorang konglomerat yang bernama Hadi Mahendra. Pemuda tampan itu turun dari mobilnya, banyak warga yang akan memukulinya.
"Saya akan bertanggung jawab!" teriaknya dengan kencang.
"Makanya lain kali kalau jalan pelan-pelan!" bentak salah satu warga.
Devan membawa orang yang tertabrak itu ke rumah sakit, dibantu oleh warga. Dengan cepat dia mencari identitas korban, lalu meminta keluarganya datang.
Gadis cantik berlari menyusuri lorong rumah sakit, dia adalah Rena Wijaya anak dari Arman Wijaya yang tak lain adalah orang yang ditabrak oleh Devan Mahendra.
"Ayah, bangun! ini Rena... " ucapnya lirih.
Mata Arman mulai terbuka, dia sadar dari pingsannya. Kemudian memanggil Devan, dan memintanya untuk bertanggung jawab.
Arman meminta Devan untuk menikah dengan Rena saat ini juga, dia takut tidak bisa melanjutkan hidupnya.
"Aku yakin kamu laki-laki yang baik, bisa menjaga putriku dengan baik juga. Berjanjilah untuk menyayanginya," ucap Arman sembari memegang tangan Devan.
Devan menatap Rena yang sedang menangis, dia merasa kasihan dengan gadis cantik itu. Tanpa berfikir panjang Devan sanggup menikah dengan Rena, ia takut terjadi apa-apa dengan Arman.
"Tapi, Yah! Rena belum bisa menikah, kuliah juga belum selesai," jelas Rena.
"Nak Devan sudah bersedia menjadi suamimu, kalau Ayah meninggal sudah tenang," ucap Arman.
Rena sudah tidak mempunyai siapa-siapa lagi selain Ayahnya, Ibunya sudah meninggal sejak melahirkannya. Rena belum sempat melihat wajah Ibunya, secara langsung.
Bagaimana bisa ia akan menikah dengan laki-laki
yang bahkan tidak dia kenal, tetapi semua sudah keputusan Ayahnya jadi tidak ada penolakan.
Keesokan harinya mereka sudah siap dengan baju pengantin, mereka hendak melangsungkan ijab qabul di rumah sakit. Devan datang sendiri, karena dia belum sempat memberi tahu keluarganya. Devan tinggal sendiri di apartemen, sedangkan Papah dan Mamahnya tinggal bersama adiknya.
Ijab qabul berjalan dengan lancar tanpa ada hambatan, sekarang Rena sudah sah menjadi istri Devan.
"Rena, aku ke toilet dulu," pamit Devan saat istrinya sedang menjaga Ayahnya.
"Iya," jawab Rena singkat.
Devan mencuci mukanya, dia bingung bagaimana caranya mengatakan pada orang tuanya kalau ia sudah menikah. Mamahnya pasti akan kaget, sedangkan Papahnya saat ini masih ada di luar kota.
"Ini orang yang bersama Nona Melia kemarin! tangkap dia," ucap seseorang.
Devan dicekal oleh dua orang yang tidak dikenalnya, dia dibawa ke sebuah ruang inap rumah sakit itu. Kali ini lebih mengejutkan lagi, dia diminta untuk menikah dengan wanita yang sedang dirawat dan tidak sadarkan diri.
"Tunggu! biar aku jelaskan dulu," ucap Devan. Tetapi Devan tidak diberi kesempatan untuk menjelaskan semua.
"Kamu sudah membuat putri ku sakit! mana tanggung jawab mu," ucap seseorang yang tidak dia kenal.
Karena sudah ada penghulu juga, Devan terpaksa melakukan pernikahan itu. Dia juga di ancam akan dibunuh, kalau tidak menikah dengan wanita itu.
"Untung hartaku banyak," ucap Devan dalam hati.
Perlahan Melia mulai menyadarkan diri, dia menangis karena tau kalau baru saja dinikahkan dalam keadaan tidak sadar.
"Kamu sudah sadar, baguslah," kata Devan.
"Melia, suami kamu perhatian sekali ya? dari tadi nungguin kamu sadar," kata Ema yang tak lain adalah Mamah Melia.
"Suami? mana Arvin, Mah?" tanya Melia.
"Disaat kamu kecelakaan, kamu hanya sendiri! Mamah gak tau dimana Arvin," jawab Ema.
Arvin adalah calon suami Melia, rencananya mereka akan menikah dan ternyata mereka mengalami kecelakaan. Padahal baru saja Melia akan memperkenalkan pada keluarganya, tetapi Tuhan berkehendak lain.
Ema pun keluar meninggalkan putrinya dan menantunya, membiarkan mereka berdua berbicara.
"Ingat! gue terpaksa menikahi lu, karena dipaksa sama orang yang diluar tadi. Gue juga udah punya istri," kata Devan.
"Apa? kenapa kamu tidak menolak," ucap Melia.
"Gue diancam mau dibunuh! gimana bisa menolak. Lu, tenang aja, kita nanti bisa cerai," ucap Devan dengan enteng.
Devan kemudian kembali ke ruang dimana Arman dirawat, tetapi dia tidak mengatakan kalau baru saja menikah lagi.
"Gimana keadaan, Ayah?" tanya Devan.
"Sudah membaik sepertinya," ucap Arman tersenyum.
Arman meminta maaf pada Devan, karena sudah memaksanya untuk menikah dengan putrinya. Devan justru bahagia, karena mendapatkan gadis cantik seperti Rena.
"Yah, lebih baik Ayah istirahat! jangan banyak gerak," kata Rena.
"Iya, Sayang! pulanglah dengan suamimu, kamu juga harus istirahat," kata Arman.
Rena menitipkan Arman pada suster, karena dia akan pulang mengambil baju ganti buat Arman. Ia pulang diantar oleh Devan.
"Mas, maafkan Ayah! sudah memaksa untuk menikah dengan Rena," ucap Rena dengan lembut.
Devan hendak mengatakan kejadian tadi di rumah sakit, tetapi tidak tega dengan Rena. Ia takut menyakiti hati Rena. "Gak papa, Rena! aku bahagia menikah dengan mu," ucapnya.
Rumah Rena ternyata sangat besar, ia hanya tinggal berdua di rumah itu. Setelah mengantarkan Rena, Devan pergi ke kantor untuk berkerja. Devan sudah berpamitan pada Rena.
Di kantor Devan langsung memangil Andra, yang tak lain adalah teman sekaligus asisten pribadinya. Dia hendak meminta pendapat pada Andra.
"Ada apa, Van? sepertinya penting sekali," ucap Andra.
"Gue butuh pendapat lu," ucap Devan.
"Apaan? kamu gak lagi jatuh cinta kan," kata Andra.
Devan lalu menceritakan kalau dirinya baru saja menikah dengan dua gadis sekaligus, dia bingung bagaimana mengatakan pada orang tuanya.
"Masalah itu kamu tenang saja, biar aku yang bicara sama Tante Nadia," kata Andra.
"Sekarang lu, handel pekerjaan di kantor! gue beresin istri-istri dulu," kata Devan.
🥀
Melia menangis, dia menyesal menikah dengan Devan. Laki-laki yang tidak dikenalnya dan sudah beristri. Melia kemudian mengambil ponselnya, ia bercerita pada Rena kalau sudah menikah begitu juga sebaliknya dengan Rena.
Melia mengajak Rena untuk bertemu, dia ingin bercerita secara langsung. Karena lewat ponsel tidak bisa diceritakan dengan detail.
Devan datang ke rumah sakit lagi, tetapi menemui Melia lebih dulu.
"Gimana keadaan lu?" tanya Devan.
"Udah boleh pulang, Mamah baru urus administrasi. Kamu kemana aja, jadi suami tidak bertanggung jawab," ucap Melia.
"Tadi ada perlu. Lu, jangan ngatur-atur gue! kalau bukan karena orang didepan pintu itu, kita tidak akan menikah," ucap Devan.
Mamah Melia pun akhirnya datang, mereka kemudian pulang ke rumah Melia lebih dulu. Setelah mengantarkan Melia, Devan pergi ke kantor.
Devan meminta Andra untuk membelikan dua rumah sekaligus yang berjejeran, tetapi Andra menolak.
"Lebih baik cari yang agak jauh, biar mereka tidak curiga," kata Andra
"Terserah lu aja! asal jangan sampai ketauan, aku tidak mau menyakiti hati Rena," kata Devan.
"Beruntung sekali nasib mu! sekali nikah langsung dua istri," ucap Andra kemudian menghubungi orang yang ia suruh untuk mencarikan rumah.
"Devan, kamu sudah gila ya? kenapa menikah tidak bilang sama Mamah, sekarang mana istri mu," kata Nadia saat mengetahui putra semata wayangnya sudah menikah.
"Mah, nanti Devan ajak kesini mereka berdua,"kata Devan.
"Maksud kamu apa? mereka berdua," ucap Nadia lagi.
"Devan menikah dengan dua wanita, dan semua itu karena ketidaksengajaan," jelas Devan.
Nadia memarahi putranya itu, bisa-bisanya menikah dalam waktu bersamaan. Dia khawatir nantinya akan menjadi masalah.
"Aku ingin bertemu dengan menantu ku," ucap Nadia.
"Mamah, mau ketemu yang mana? Rena atau Melia," kata Devan.
"Keduanya! kasihan mereka kalau seperti ini," kata Nadia lagi sembari menitihkan air mata.
"Tolong Mamah, jangan bilang Papah dulu," kata Devan.
"Jelaskan sendiri sama Papah kamu! kalau sudah pulang," kata Nadia.
Devan berencana akan mengenalkan Rena terlebih dahulu, sepertinya Devan juga ada rasa dengan Rena.
🥀🥀🥀
Satu minggu kemudian.
Arvin saat ini mengajak bertemu Melia, dia menanyakan tentang rencana pernikahan mereka.
"Mel, gimana rencana pernikahan kita?" tanya Arvin menatap Melia penuh harap.
"Vin, sebenarnya aku sudah menikah," jawab Melia menundukkan kepalanya.
"Apa! kamu tega, Mel," ucap Arvin kecewa.
Melia menangis dia menyesali pernikahannya dengan Devan, dia sangat menyayangi Arvin lebih dari segalanya.
"Aku lagi sakit, kamu malah menikah! maksud kamu apa, Mel? kenapa kamu tega," kata Arvin.
"Aku bisa jelasin... " ucap Melia lirih.
Arvin sudah tidak mau mendengar penjelasan apapun yang keluar dari mulut Melia, harapannya untuk berumah tangga dengan kekasih hatinya telah kandas begitu saja.
"Vin, tunggu! jangan pergi!" teriak Melia sembari mencekal tangan Arvin.
Arvin menghempaskan tangan Melia, lalu meninggalkannya. Melia menangis teringat saat terakhir bersama Arvin, sebelum kecelakaan itu terjadi.
Sore itu Melia baru pulang dari kampus, dijemput oleh Arvin. Mereka berdua bersepeda mengelilingi taman kota, saat hendak pulang mereka kehujanan lalu berteduh.
Ayah Melia mengetahui kalau anaknya sedang bersama seorang laki-laki, lalu menyuruh orang untuk menangkap mereka berdua karena akan dinikahkan. Ayah Melia tidak mau terjadi apa-apa dengan Melia, karena dikejar orang suruhan Ayahnya mereka berdua berusaha kabur. Karena jalanan licin mereka berdua terjatuh, hingga kepalanya membentur pembatas jalan. Melia tidak terlalu parah.
Orang suruhan Ayah Melia hanya menolong Melia, Arvin dibiarkan terkapar di jalan. Mereka mengatakan kalau hanya Melia yang terluka, sehingga saat berada di rumah sakit Devan yang dipaksa menikah dengan Melia. Papah Melia sudah mengetahui siapa Devan sebenarnya, dia sengaja menikahkan Melia dan Devan karena tujuan tertentu.
Melia menghapus air matanya, kemudian ia mengajak Devan untuk bertemu. Melia ingin mengajak Devan bercerai, dia sudah tidak tahan lagi menahan semua.
"Gue lagi kerja, ngapain ngajak ketemu," ucap Devan.
"Kerja apa sibuk sama istri mu," ketus Melia.
"Lu, cemburu?" tanya Devan tersenyum tipis.
"Aku mau minta cerai," ucap Melia sembari meneteskan air mata.
Devan mengiyakan permintaan Melia, tetapi masalahnya orang tua Melia setuju atau tidak. Mereka kemudian berencana akan pergi ke rumah orang tua Melia, karena selama ini mereka tinggal di rumah baru. Devan membeli dua rumah baru, jaraknya lumayan jauh. Mulai minggu ini dia tinggal bersama Rena lebih dulu, baru minggu depan tinggal bersama Melia.
Belum sampai tinggal bersama Melia sudah meminta cerai, membuat Devan tersenyum.
"Aku pulang dulu, nanti malam aku jemput di rumah," pamit Devan meninggalkan Melia begitu saja, boro-boro dia menawarkan diri untuk mengantarkan pulang Melia.
Devan pulang ke rumah yang dia tempati dengan Rena, istri cantiknya itu sudah selesai menyiapkan hidangan untuk makan malam nanti.
"Mas, kenapa baru pulang? aku sudah masak lho, buat makan malam nanti," ucap Rena dengan lembut.
"Kebetulan nanti Mas, ada perlu sayang. Ayo kita makan sekarang," ajak Devan.
Rena menuruti apa kata suaminya, walaupun belum ada rasa cinta. Karena baru ini mereka akan tinggal bareng, kemarin-kemarin Devan beralasan pergi ke luar kota.
"Ayah minta besok Mas, datang ke rumah. Ada sesuatu katanya," ucap Rena disela-sela makan.
"Mas pasti datang, habiskan makanan kamu," ucap Devan begitu perhatian dengan Rena.
Selesai makan Devan berpamitan untuk pergi dulu, karena ada keperluan. Rena pun mengizinkan suaminya pergi, bahkan mengantarkannya sampai depan pintu rumah.
Devan menjemput Melia ke rumah, mereka lalu pergi ke rumah orang tua Melia. Sampai disana Melia mengatakan apa tujuannya pada orang tuanya. Kedua orang tua Melia kaget mendengar pernyataan putrinya.
"Melia! pernikahan itu sakral jangan main-main, baru juga menikah satu minggu! Jangan membuat malu orang tua," kata Ayah Melia.
Devan merasa menang karena perceraiannya tidak disetujui oleh mertuanya, mereka kemudian meminta maaf lalu pulang.
"Devan, kenapa kamu gak bantu aku," kata Melia.
"Mel, kita jalani saja pernikahan ini! kalau kamu ada hubungan dengan kekasih mu silahkan, aku gak akan melarang," kata Devan.
"Oke! aku setuju," kata Melia.
"Lagian orang tua kamu aneh, maksa orang buat nikahin anaknya sama orang gak kenal lagi. Mau dijelaskan malah ngancam mau bunuh," ucap Devan.
Melia berfikir kalau ucapan suaminya ada benarnya juga, ia lalu mengirimkan pesan pada Arvin.
Devan menyuruh Melia turun dari mobilnya, karena dia akan pulang ke rumah Rena. Sampai di rumah ternyata Rena ketiduran di sofa ruang tamu, mungkin menunggu Devan pulang.
Selesai membersihkan tubuhnya, Devan mengendong Rena menuju ke kamar. Di rumah yang mereka tempati ada banyak kamar, tetapi Devan sengaja hanya satu kamar yang dia beri kasur. Ia lalu memandang wajah cantik Rena, saat ia akan mendekatkan wajahnya tiba-tiba Rena terbangun.
"Mas, apa yang kamu lakukan? maaf aku ketiduran," ucap Rena.
"Aku hanya membawamu ke kamar, soalnya kalau tidur diluar nanti kedinginan," kata Devan.
Rena lalu tersenyum malu, ia merasa beruntung karena mempunyai suami yang sangat perhatian menurutnya. Walaupun pernikahan ini awalnya terpaksa, saat ini Rena memang belum mempunyai perasaan apapun pada Devan. Tetapi dia akan mencoba membuka hatinya secara perlahan .
Keesokan harinya Devan mengajak Rena untuk pergi ke rumah Mamahnya, baru kali ini Devan mengajak Rena ke rumahnya.
Rumah itu tak kalah mewah dari rumah Ayahnya, Devan mengajak istrinya masuk ke dalam rumah itu.
"Mah, aku datang! coba lihat aku bawa siapa," ucap Devan.
"Ini menantu Mamah? kenapa baru sekarang kamu bawa pulang," ucap Nadia tersenyum ke arah Rena.
Nadia menyambut Rena dengan baik, ia mengajak Rena mengobrol. Sepertinya Nadia sangat cocok dengan Rena, sikap Rena yang lembut dan sopan membuatnya betah saat diajak bicara.
Mereka bertiga asyik mengobrol, sampai lupa waktu. Tadinya Devan hendak mengajak Rena berbelanja dengan Mamahnya, tetapi tidak jadi. Dering ponsel Devan membuat mereka berhenti bercerita.
"Kenapa gak diangkat, Mas?" tanya Rena.
"Ini gak penting," ucap Devan sembari memencet tombol off pada ponselnya.
Melia mencoba menghubungi Devan melalui ponselnya, ia hendak pamit pergi ke kampus. Tetapi ditolak oleh Devan.
"Punya suami istri dua emang gini ya! gak ada adil-adilnya," gerutu Melia.
Melia lalu mengambil tasnya kemudian berangkat ke kampus, sudah hampir satu bulan dia tidak bertemu dengan sahabatnya Rena.
Sampai di kampus Melia mencari dimana Rena, tetapi tidak menemukan. "Kemana itu anak, ponselnya juga gak bisa dihubungi," ucapnya.
🥀
Devan mencari celah untuk menghubungi Melia balik, dia pergi ke halaman belakang rumah. Devan mengatakan kalau saat ini sedang bersama istrinya, dan berada di rumah Mamahnya.
"Mas, udah belum telponnya? Mamah nunggu di meja makan," ucap Rena.
Kebetulan telepon belum ditutup oleh Devan, sehingga Melia mendengar ucapan Rena.
Melia menutup telepon Devan dengan tiba-tiba, ia kemudian memasukkan ponselnya ke dalam tas. Tak sengaja ia melihat Arvin, Melia lalu mengejarnya.
"Arvin!" teriak Melia.
"Ada apa, Mel?" ucapnya sembari menoleh ke arah Melia.
"Bagaimana dengan hubungan kita," ucap Melia pelan.
"Kamu sudah menikah, punya keluarga! aku tidak mau merusak rumah tangga mu," jelas Arvin.
"Dia sudah punya istri, Vin! Papah sama Mamah gak tau soal itu," kata Melia.
"Kenapa kamu diam saja! gak berusaha bilang ke orang tua kamu," kata Arvin.
"Vin, aku sudah minta cerai juga! sepertinya memang sudah takdir ku, menjadi istri kedua," ucap Melia sembari meneteskan air mata.
Arvin menghapus air mata Melia, dia tidak tega melihat orang yang dia sayangi menitihkan air mata. Melia langsung memeluk Arvin, dia tak peduli dengan orang yang melihatnya.
Arvin kemudian menenangkan Melia, ia mengajaknya untuk duduk dibawah pohon yang ada di kampus. Mereka berdua juga sepakat kalau tetap akan melanjutkan hubungannya, Melia akan mencari cara agar bisa bercerai dengan Devan.
🥀
"Nya, sepertinya istri Den Devan orang yang baik. Tadi saya dibantuin cuci piring, gak seperti pacar Den Devan yang dulu," ucap Minah pembantu di rumah Mamahnya Devan.
"Tentu dong! Devan kan pinter cari istri," ucap Nadia dengan sombong.
"Kapan Kak Devan nikah, Mah? kok istri," ucap Devia adik Devan yang masih sekolah.
"Seminggu yang lalu," kata Nadia.
"Kok kita gak diundang? Kak Fira juga gak diputusin," kata Devia.
Nadia menyuruh Devia untuk diam, dan membiarkan Devan menyelesaikan masalahnya sendiri. Devia kemudian pergi ke kamarnya, karena akan belajar.
Devan kembali lagi ke rumah, karena Fira akan datang. Mulai sekarang ia tidak akan menemui Fira di luar, takut ketauan kedua istrinya.
"Devan, kamu kok balik lagi?" tanya Nadia.
"Fira mau datang, Mah," ucap Devan.
"Lebih baik kamu putusin aja wanita itu! Mamah gak suka sama dia," kata Nadia.
"Mah, gak boleh gitu! Fira baik kok, dia juga lumayan cantik," ucap Devan.
"Devan! kamu ini sudah punya istri," ucap Nadia.
Devan menjawab kalau dia tidak mau menyakiti wanita, lagian dia menikah kemarin karena kecelakaan dan kesalahpahaman jadi wajar. Saat ini dia belum sanggup memutuskan hubungannya dengan Fira, kekasih hatinya yang telah menemani selama satu bulan belakangan.
Tak lama kemudian Fira datang, Devan mengajaknya untuk mengobrol di ruang tengah.
"Sayang, kamu kemana aja? sudah hampir dua minggu kita tidak bertemu," ucap Fira sembari memegang tangan Devan.
"Keluar kota, sayang. Ada sedikit pekerjaan," bohong Devan.
Devia datang menemui Fira, kebetulan mereka sudah kenal. "Eh... ada kak Fira," ucapnya.
"Ngapain kamu kesini! ganggu aja," ucap Fira saat melihat Devia datang.
"Lihat aku bawa apa! buat apa juga nyambut kakak," ucap Devia.
Devia memang mau ke dapur untuk mengambil air minum, jadi melewati ruang tengah dan kebetulan melihat Fira.
"Udah dong, sayang! Devia adik ku lho," kata Devan.
Fira kemudian tersenyum ke arah Devan, memang dia berani sama siapapun bahkan dengan Nadia sekalipun. Makanya pembantu rumah Devan tidak suka dengan Fira.
"Mbak Minah, udah disuruh buatin minum belum sama Kakak?" tanya Devia saat berada di dapur dan bertemu dengan Minah yang sedang membereskan meja makan.
"Belum, Neng. Mungkin Aden sendiri yang buatin," kata Minah.
"Entar kalau disuruh buat jangan dikasih gula, takutnya itu Fira tambah manis," kata Devia padahal dia sudah menukar gula dengan garam.
Minah hanya menuruti apa kata Devia, dia juga tidak suka dengan Fira.
Devia hendak kembali ke kamarnya, saat melewati Kakaknya ia diam tidak menyapa. "Dasar sok kecantikan, pakai pegang-pegang Kak Devan lagi," ucapnya dalam hati.
"Sayang, aku buat minum dulu ya," ucap Devan.
"Suruh aja Minah," ucap Fira yang sedang bergelayut manja dilengan Devan.
Devan berteriak memanggil Minah, dia meminta untuk dibuatkan kopi dan jeruk hangat. Dengan cepat Minah membuat minuman untuk mereka, apa yang diperintahkan oleh Devia.
"Sayang, kok asin minumannya? ini cobain deh," kata Fira.
"Punya ku manis kok," ucap Devan dengan santai.
"Minah!" teriak Fira membuat Devan menutup kedua telinganya.
Minah lari terbirit-birit menuju dimana Fira berada, Fira memprotes minuman buatannya. Minah kemudian mengambil tempat gula yang berisi garam.
"Ini baca aja! Gula kan tulisannya, asin dari mana coba," ucap Minah.
"Pembantu aja dibilangin ngeyel banget sih! sayang, pecat aja dia," ucap Fira sembari menunjuk ke arah Minah.
"Gak bisa gitu, sayang! Minah kan kesayangan Mamah, nanti kalau gak ada dia aku yang disuruh cuci piring," kata Devan.
Fira kemudian mengerucutkan bibirnya lalu berpamitan pulang, dia kesal dengan orang-orang yang ada di rumah Devan.
Minah kemudian pergi ke kamar Devia untuk mengadukan kejadian ini, lalu Devia dan Minah tertawa terbahak-bahak. Devan ternyata sudah berada di pintu kamar Devia, sembari berkacak pinggang.
"Hm... Kalian ternyata yang bikin ulah," kata Devan.
"Kakak! kok nikah gak bilang-bilang," ucap Devia sembari melompat dari atas kasur.
"Dadakan soalnya," kata Devan.
Minah bilang kalau istri Devan sangat cantik dan ramah, membuat Devia penasaran. Devan kemudian berpamitan untuk pulang, ia takut istrinya menunggu lagi seperti kemarin.
Ternyata Rena belum tidur, dia masih mengerjakan tugas kuliah. Besok dia berencana akan berangkat kuliah lagi, karena sudah hampir satu minggu ia tidak berangkat.
"Dari mana, Mas? kenapa pulang nya malam sekali," ucapnya masih fokus dengan tugas.
"Tadi ada teman, bahas masalah kerja," bohong Devan.
Rena berdiri hendak membuatkan minuman untuk Devan, tetapi Devan melarang. Ia menyuruh Rena untuk istirahat saja, soalnya sudah malam.
"Lebih baik Mas, segera mandi! aku siapin air hangat dulu," kata Rena.
"Gak usah, sayang," ucap Devan sembari memegang tangan Rena.
Rena kemudian pergi ke dapur untuk membuatkan minuman Devan. Tiba-tiba Rena berteriak, membuat Devan yang masih berbalut handuk lari ke dapur.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!