NovelToon NovelToon

CEO Magang

Bab. 1 • Gadis itu

...*...

...*...

Aku yakin gadis itu adalah Sora. Karyawan yang jadi cleaning servis dan satu tim denganku. Namun kenapa dia bisa bersama Alan? Bukannya Alan itu sudah mau bertunangan dengan putri keluarga Burhan?

Sambil berjalan menuju toilet, Arash tidak berhenti bergumam dengan apa yang tadi malam dia lihat. Pemandangan yang tidak bisa diyakini kalau itu adalah kebenaran, tapi ... Arash melihat dengan mata dan kepalanya sendiri.

"Hei calon CEO," panggil seseorang mengejutkan. Arash menoleh ke asal suara.

Ronin!

Setelah tahu itu siapa, dia langsung mendekat dan mendorong tubuh pria itu menjauh dari lorong dan mengajaknya masuk ke toilet.

"Hei Arash, apa-apaan ini?" tanya Ronin heran dan tidak mengerti. "Ada apa ini?" tanya Ronin lagi. Meskipun kebingungan dengan tindakan Arash, dia tidak langsung bersikap panik dan heboh. Pria itu cukup tenang.

Arash menengok ke kanan dan kiri. Seperti tidak ingin seseorang mengenalnya.

"Apalagi baju yang kau pakai? Bukankah ini seragam cleaning servis mall ini?" Ronin mengerutkan keningnya. Ia membaca logo seragam kerja yang dipakai Arash. "Ini asli. Bukannya sebentar lagi kamu menjadi CEO mal ini?" tanya Ronin yang datang dengan wajah heran.

"Jangan memanggilku dengan sebutan itu," protes Arash dengan mata melebar menunjukkan keseriusannya.

"Oh, calon CEO? Kenapa? Bukannya itu benar. Aku dapat kabar kalau sebentar lagi kamu akan menjadi CEO mal ini." Pria berpakaian hitam itu merentangkan kedua lengannya mempersembahkan gedung ini.

"Aku tahu, tapi tidak harus kamu katakan itu sekarang," sahut Arash dengan setengah mendesis geram.

"Ayahmu mencabut hak waris kamu menjadi CEO?" Meskipun terdengar iseng, pria itu tampak mencemaskan Arash.

"Tentu saja bukan," tepis Arash.

"Lalu?"

"Aku tidak ingin ada yang tahu kalau aku akan memimpin di sini sebentar lagi," jelas Arash.

"Mmm ... Lalu? Apa itu ada hubungannya dengan kamu yang memakai seragam cleaning servis?" Ronin menyentuh kaos Krah yang di pakai Arash.

Helaan napas terdengar dari Arash.

"Mungkin sebelum waktu itu tiba, aku menyamar menjadi karyawan biasa dulu untuk menilai bagaimana isi dalam perusahaan yang bergerak di bidang ritel ini." Arash membeberkan rencananya pada pria yang menjadi sobatnya ini dengan pelan dan hati-hati.

"Wow, kamu menyamar dan memata-matai mereka?" tanya pria bernama Ronin antusias. Masih dalam mode pelan.

"Begitulah." Arash mulai bisa tenang karena Ronin mengikuti perkataannya untuk tetap tenang dengan keberadaannya.

"Itu menarik. Jadi kamu ingin mengadakan inspeksi mendadak?" tanya Ronin lagi. Dia mengangguk. Arash melihat ke sekitar lagi. "Jadi ... aku harus pura-pura tidak mengenalmu saat melihatmu di sini?"

"Ya. Jika belum waktunya tiba, kamu harus bersikap biasa padaku." Arash menjelaskan.

"Oke. Bisa di mengerti. Lalu ... gadis yang kau maksud itu siapa?" tanya Ronin mengejutkan.

"Gadis? Gadis apa?" tanya Arash sedikit panik.

"Respon mu di luar dugaan. Apakah itu juga termasuk rahasia?" Bibir Ronin tersenyum sedikit melihat gelagat aneh kawannya. Seperti menemukan sesuatu yang menarik, tapi ingin di sembunyikan oleh Arash.

"Apa yang kau maksud?" Arash menggaruk dagunya tiba-tiba. Ronin merasa benar ada yang sedang di sembunyikan oleh pria tampan ini.

"Kau bergumam sendiri soal seorang gadis. Mungkin kau tidak sadar karena asyik sendiri tadi, tapi maaf ... Aku bisa mendengarnya kawan." Ronin menepuk pundak Arash dengan tatapan puas.

Arash menipiskan bibir merasa tertangkap basah.

"Bukan siapa-siapa," tepis Arash ingin mengubur pembahasan soal gadis yang di maksud Ronin.

"Oke, oke. Mungkin itu hanya gadis biasa." Ronin mengatakan itu dengan wajah tersenyum mendapatkan sesuatu hal penting hari ini.

Arash tahu itu. Dia cukup membiarkan Ronin dengan pikirannya tanpa harus terus membahasnya lagi.

"Wahh ... aku harus tahu sesuatu yang di rahasiakan oleh CEO kita nih ..." Ronin terkekeh.

"Tutup mulutmu, Ronin." Arash menahan diri. "Sudah pergilah. Aku sedang membersihkan toilet. Ini tidak akan cepat selesai jika kamu berada di sini." Arash geram Ronin terus menyebutnya begitu.

"Selamat pagi Pak," sapa Sora yang muncul tiba-tiba. Keduanya terkejut.

"Oh, kamu sudah datang?" tanya Arash yang langsung membalikkan tubuhnya melihat ke arah gadis ini.

"Arash, ikut denganku," ujar Sora. Mendadak ia menarik tangan pria ini menjauh setelah mengangguk sopan pada Ronin.

Arash yang tidak mengerti ada apa, mengikuti saja tarikan tangan gadis ini. Kekehan Ronin terhenti karena terkejut dengan Sora yang mendadak menarik tangan Arash.

"Hei, kenapa kamu bicara seperti itu?" tegur Sora seraya berbisik. Gadis ini sempat mendengar suara Arash dari luar.

"Seperti itu?" tanya Arash bingung.

"Aku sempat dengar kamu meneriaki pria itu bukan?" Sora melirik ke arah Ronin yang mendekatkan telinganya karena ingin menguping. Suaranya lirih karena tidak ingin Ronin tahu.

Sora tidak tahu pasti siapa Ronin, hanya saja dia pernah melihat staff mal bersamanya. Jadi besar kemungkinan dia adalah satu orang penting di dalam mal.

"Teriak pada dia?" Arash menoleh pada Ronin.

"Hush. Jangan begitu. Itu tidak sopan. Tetap lihat aku saja." Sora langsung menowel lengan Arash untuk tidak melihat Ronin. Suaranya masih lirih. Arash patuh. "Kamu pasti tidak tahu dia siapa. Jangan sembarangan, dia itu orang penting di mall."

Mendengar ini Arash baru mengerti maksud Sora. Dia tersenyum.

"Oh, ya? Maaf, aku tidak tahu." Arash berpura-pura terkejut.

"Hei, kalian berdua," tegur Ronin.

"Oh, maaf Pak atas kelakuan teman saya." Mendadak Sora meminta maaf. Ronin mengerjapkan mata. "Dia masih baru jadi tidak tahu siapa Anda. Saya mohon Anda memaafkan sikapnya tadi," kata Sora. "Ayo, ikut membungkuk," perintah Sora dengan lirih pada Arash. Ia memaksa pria ini membungkuk.

Walaupun tidak ingin, Arash terpaksa mengikuti arahan Sora. Ia ikut membungkuk. Melihat ini Ronin tersenyum.

"Oh dia anak baru?" tanya Ronin mulai terdengar usil. Arash mendongakkan kepala melihat tingkah Ronin dengan geram.

"Hei," tegur Sora berbisik. Ia takut orang penting ini marah. Arash patuh untuk tidak mendongak. Ia kembali menundukkan kepala.

"Baiklah, baik. Aku maafkan. Tegakkan tubuh kalian." Ronin bersikap sebagai atasan. Ini membuat Arash menipiskan bibir seraya melirik kawannya itu tajam. Ronin tahu itu. Namun dia sengaja. "Oh, ya. Kamu bagian apa?" tanya Ronin pada Sora. Dia tahu kalau gadis ini dari bagian cleaning servis dari seragam mereka sama, tapi Ronin hanya ingin tahu dari mulut gadis ini sendiri.

"Saya anak cleaning servis, Pak," jawab Sora sopan.

"Kalian sering berdua?" tanya Ronin aneh. Arash mendelik Ronin melontarkan pertanyaan seperti itu. Ronin tidak peduli.

"Tentu saja tidak. Kita kan punya jadwal sendiri-sendiri, Pak. Kadang bareng kadang juga tidak." Sora menjawab dengan lugas.

Ronin mengangguk-anggukkan kepala. Ia melirik pada Arash yang menatapnya lurus. Pria itu sedang ingin mengusirnya. Ini membuat Ronin makin gencar usil. Wajah bermusuhan Arash membuatnya senang.

"Nama kamu siapa?" tanya Ronin. Dia tidak peduli dengan Arash yang memberi kode untuk menyuruhnya pergi.

"Nama saya Sora Pak. Dia Arash." Sora bahkan mengenalkan Arash pada Ronin.

"Oh, Sora ya. Ya, sudah. Silakan bekerja lagi. Selamat berjumpa lagi Sora," pamit Ronin sambil tersenyum pada Sora kemudian di akhiri dengan senyuman seperti sudah menangkap basah pada Arash.

...______...

Bab. 2 • Apakah benar dia?

 

Ronin meninggalkan Arash yang masih melihat punggungnya yang menjauh pergi.

Ckk! Dasar Ronin, decak Arash di dalam hati.

"Hei," tegur Sora. Arash menoleh cepat. "Kamu berani sekali sih? Pertama senior. Kedua orang staff."

"Bukan berani. Hanya tidak tahu saja kalau mereka ternyata orang penting," sahut Arash. Hari ini mereka ada jadwal piket bersama. Sora mengambil alat kebersihan dan mulai melakukan tugasnya.

Begitu juga Arash. Pria itu melakukan hal sama. Hanya saja, Arash membersihkan toilet dengan sesekali melihat ke arah Sora. Sementara gadis itu sudah larut dalam pekerjaannya dan tidak memedulikan Arash.

Apa benar waktu itu, dia? Dari yang aku lihat, tidak mungkin dia suka pria playboy semacam Alan. Namun mengapa wajah gadis di klub itu mirip dia?

"Apa kamu pernah datang ke sebuah klub malam?" tanya Arash. Mendapat pertanyaan itu, Sora melirik sekilas.

"Kenapa?" tanya Sora dengan tetap membersihkan toilet yang letaknya tepat di depan toilet yang di bersihkan oleh Arash.

"Tidak. Hanya bertanya saja."

"Mmm ..." Sora hanya manggut-manggut saja. Bahkan jawabannya begitu singkat dan terdengar ambigu. Arash sampai tidak tahu harus bertanya apalagi. Akhirnya pria ini tidak jadi bertanya lebih panjang lagi.

***

Jam pulang kerja.

Arash tidak langsung pulang. Ia masih berada cafe bersama Ronin.

"Jadi Sora, gadis yang kamu cari itu?" tanya Ronin. Dia mulai membahas lagi soal Sora. Arash hanya menoleh sekilas. "Manis. Gimana nanti kalau tahu kamu adalah CEO ya?" Ronin membayangkannya sambil tersenyum menggoda Arash.

"Berhenti membicarakan dia."

"Kenapa?"

"Kamu bisa membicarakan hal lain," sergah Arash.

"Gadis itu aktif juga ya ...," ujar Ronin tidak berhenti membicarakan Sora. Ini membuat Arash menoleh cepat dan menatap tajam.

"Sudah aku bilang hentikan ..." Arash mau protes.

"Aku bukan hanya membicarakannya. Dia benar-benar ada disini. Lihatlah." Ronin memaksa pipi Arash menoleh ke arah pintu masuk cafe. Ketika mereka tengah membicarakan Sora, gadis itu muncul di cafe tempat mereka nongkrong.

Sora!

"Itu gadis cleaning servis itu bukan?" Ronin ingin menegaskan. Gadis itu muncul di sana. Arash mengerjapkan mata tidak percaya.

"Ya, itu dia," sahut Arash.

"Halo semua!" sapa Sora ramah pada karyawan. Sepertinya dia member cafe. Buktinya sudah mengenal baik para karyawan di sini.

Manik mata Arash terpaku pada gadis itu. Ronin melirik, bibirnya tersenyum melihat Arash seperti itu.

Namun dugaan mereka salah, Sora bukan member tetap cafe ini. Gadis itu tengah bekerja. Dia gadis pengantar makanan.

"Ternyata dia kerja sambilan di sini," kata Ronin paham.

"Aku berangkat ya!" kata Sora sambil membawa pesanan. Mendadak dia menoleh ke arah meja Arash dan Ronin.

Spontan Arash menoleh ke arah lain. Ronin pun melakukan hal sama. Sora ternyata hanya melihat saja. Tidak sampai menghampiri mereka. Karena ia harus segera mengantarkan pesanan.

"Kenapa aku ikut bersembunyi?" tanya Ronin heran setelah di pastikan gadis itu sudah tidak ada di sana.

"Harus. Kalau tidak begitu, dia juga akan tahu kalau aku di sini," jelas Arash. Ronin manggut-manggut.

Ternyata dia bukan datang buat nongkrong, tapi bekerja. Dia sungguh pekerja keras, batin Arash.

"Rajin sekali dia. Sudah bekerja di mal, sekarang masih bekerja sambilan di tempat lain." Ronin takjub. "Tipe pekerja keras nih," puji Ronin.

"Ya." Arash meneguk minumannya. "Menurutmu, gadis seperti itu apa mungkin jika dekat dengan seorang playboy?" tanya Arash tiba-tiba.

"Hm? Maksud mu?" Ronin tidak paham.

"Melihat sekilas saja kamu sudah bisa lihat dia tipe pekerja keras. Jadi kamu juga bisa menyimpulkan, apa dia juga suka pria playboy?" tanya Arash lagi

Roni diam. Berpikir.

"Mmm ... Jika bicara soal playboy, bayanganku selalu pada Alan. Dia pria yang identik dengan hal itu. Jadi menurutku, enggak mungkin dia menyukai pria brengsek semacam Alan. Namun dugaan itu hancur kalau gadis itu polos. Jadi dia tidak tahu bagaimana pria itu playboy," ujar Ronin menyimpulkan.

"Jadi kemungkinan kecil bukan, kalau Sora bisa dekat dengan pria playboy?"

Ronin diam lagi. Dia memperhatikan Arash yang meneguk minumannya lagi.

"Apa dia gadis polos yang kamu tanyakan di klub malam itu, Ar?" tanya Ronin mengejutkan. Sampai-sampai Arash tersedak.

"Uhuk! Uhuk!" Arash terbatuk-batuk. "Apa yang kau tanyakan?" protes Arash.

"Iya atau tidak? Jawab salah satunya." Ronin malah mendesak Arash untuk jujur.

Arash membersihkan semburan minuman di bajunya. Pria ini tampak panik meskipun berusaha menyembunyikan.

Ronin menepuk punggung Arash.

"Kalau memang dia yang sekarang dekat dengan Alan, aku rasa kamu wajib menasehatinya." Ronin mengatakan kalimat yang bijak. Tanpa di jawab pun dia tahu Sora-lah gadis polos yang di maksud Arash waktu itu.

"Aku hanya merasa gadis di klub tempo hari mirip dengannya. Aku belum memastikan." Arash mengaku tanpa sadar. Ronin tersenyum.

"Jadi benar dia ya, yang kamu tanyakan waktu itu ..." Ronin mulai lagi dengan godaannya. Arash tidak membantah. Dia hanya menyunggingkan senyum sedikit. "Aku tidak tahu bagaimana gadis bernama Sora itu dengan pasti, tapi jika temanku yang baik ini saja khawatir, aku patut cemas juga."

"Apa itu?" tanya Arash dengan remeh.

"Kamu pasti peduli padanya karena tertarik bukan?"

"Hentikan omong kosong mu. Aku dan dia itu hanya berteman. Dia gadis baik hati yang mau memberikan bekalnya untukku. Jadi melihat dia dengan Alan, aku merasa kasihan, itu saja." Arash menjelaskan.

Ronin menganggukkan kepala sambil senyum. Sepertinya Ronin tidak percaya begitu saja. Namun dia membiarkan Arash mengira dirinya tidak tahu kalau sejak tadi raut wajah Arash terlihat senang membicarakan gadis itu.

"Oke, oke. Jadi kamu mau cari tahu apa benar Sora itu yang sekarang dekat dengan Alan?" tanya Ronin serius.

"Entahlah."

"Menurutku coba cari tahu saja. Lalu bantu dia untuk tahu siapa Alan sebenarnya. Kalau kamu hanya mengatakan dengan mulutmu sendiri kalau Alan itu pria brengsek, dia tidak akan percaya. Karena jika memang Sora itu dekat dengan Alan, dia akan lebih memedulikan perasaan daripada logika. Women ..."

"Aku tahu." Arash setuju.

"Sora itu gadis yang asyik. Bukannya dia sudah berhasil membuat mu membungkuk hormat padaku waktu itu. Padahal kamu tidak melakukan kesalahan apa-apa, tapi dengan tegas dia meminta mu untuk minta maaf. Kamu jadi patuh padanya. Hahaha ..." Ronin tampak senang membicarakan hal itu.

Arash hanya menipiskan bibir mendengar ocehan Ronin.

"Sepertinya, aku akan lebih sering menyapanya biar tambah akrab." Ronin punya ide.

"Terserah kamu melakukan apa, tapi ingat jangan sampai dia tahu siapa aku. Namun sepertinya ... lebih baik jangan terlalu dekat dengannya," ujar Arash.

"Kenapa?" Ronin heran.

"Kamu mungkin akan membuat masalah," tuduh Arash.

"Benarkah? Atau sebenarnya kamu tidak setuju karena bisa saja aku dekat dengannya melebihi kamu dan dia?" selidik Ronin dengan alisnya yang bergerak-gerak menggoda.

"Cih," decih Arash.

"Hahahaha." Ronin senang. Arash menipiskan bibir dan memilih melihat ke arah lain. Entah karena alasan apa. Hanya saja dia tidak ingin Sora di kenal oleh orang-orang di dekatnya. Pria ini ingin tetap menjadikan Sora sebuah rahasia.

..._______...

Bab. 3 • Klub malam

 

Arash masih ingat dengan jelas tentang malam itu. Dimana ia menemukan Sora, gadis yang ia kenal saat pertama menjadi cleaning servis, berpelukan dengan Alan. Teman yang kini jadi manajer di mal milik keluarga Arash.

Malam itu Arash datang ke klub malam. Bukan untuk bermain dengan wanita. Dia hanya memenuhi ajakan Ronin dan Alan. Dua orang penting di mal.

Acara yang juga di sebut sebagai penyambutan Arash yang sebentar lagi jadi CEO di mal keluarga Hendarto.

"Bagaimana klub malam di luar negeri? Lebih heboh dari di sini kan?" tanya Alan si playboy.

"Aku tidak begitu paham. Aku jarang ke klub malam," sahut Arash.

"Jarang? Kenapa jarang? Bukankah seharusnya kamu menikmati hidup di luar negeri," ujar Alan menyayangkan.

"Tidak. Aku kesana untuk belajar, bukan untuk bersenang-senang," tolak Arash.

"Jangan berkata begitu pada kawan kita satu ini. Dia tidak peduli banyak tempat bagus dan asyik di depannya. Jika dia sudah bertekad untuk fokus belajar, ya belajar," timpal Ronin yang menjadi pengacara junior di keluarga Hendarto.

"Kamu tahu aku," kata Arash senang ada yang mengerti dirinya.

"Meskipun begitu. Sayang sekali kamu tidak menikmati sedikit hawa klub malam luar negeri yang begitu bagus," ujar Alan.

"Aku tidak masalah. Ke sini juga karena kalian mengajakku. Karena kalian temanku. Jika bukan, aku akan tolak mentah-mentah." Arash menunjuk kedua pria di sampingnya ini dengan dagunya.

"Demi persahabatan kita." Ronin mengangkat gelas. Alan ikut mengangkat gelasnya. Arash tersenyum. Selanjutnya pun dia yang mengikuti mereka. "Juga demi kepulangan Arash ke negerinya sendiri," sambung Ronin.

"Jangan lupa, untuk yang akan menjadi calon CEO sebentar lagi," timpal Alan. Mereka pun tos dan menyesap minuman dari gelas masing-masing.

"Aku ke toilet dulu ya," ijin Alan. Arash mengangguk. Alan pun menjauh dari kursinya.

"Gimana nih kabarnya? Masih sendiri?" tanya Arash pada Ronin.

"Jomlo maksud kamu?" Ronin memperjelas. Padahal Arash sudah memakai bahasa yang halus.

"Iya. Jomlo." Arash tersenyum saat mengatakannya.

"Yes. Aku masih menjadi pria lajang." Ronin tersenyum menertawakan dirinya.

"Wahh ... Kalah cepat dengan Alan dong. Bukannya dia dekat dengan putri keluarga Burhan?" Arash sedikit meledek Ronin.

"Ya. Alan sih, tiap hari juga dekat dengan banyak wanita. Teman kita satu itu memang pecinta banyak wanita," ujar Ronin sedikit mengejek.

"Benar." Arash tergelak. Tiba-tiba ada getaran di meja. Handphone Ronin bergetar. Ada pesan yang masuk rupanya. Namun Ronin terlihat cuek. "Ron, pesan masuk tuh." Arash memberitahu.

"Itu hape-nya Alan. Bukan punyaku." Rupanya Ronin tahu, hanya saja dia abaikan. "Eh, aku ke toilet juga." Ronin pamit.

"Oke." Kini Arash sendiri.

"Aku datang ke klub sekarang. Kamu ada dimana?" Begitu bunyi pesan yang muncul di notifikasi. Terpampang jelas di layar depan saat Arash tidak sengaja melihatnya.

Pasti salah satu kekasih Alan. Dasar pria ini. Arash tersenyum.

Saat itu Arash melihat ke sekeliling. Tidak sengaja bola matanya melihat seorang gadis. Dia tengah berdiri di dekat pintu sambil mengutak-atik ponselnya.

Awalnya Arash tidak peduli dan ingin kembali fokus menunggu kedua temannya. Namun kemudian dia menyadari sesuatu. Wanita itu seperti tidak asing baginya. Kepalanya menoleh lagi untuk melihat wanita itu.

Apakah itu dia? tanya Arash tidak yakin. Bola mata Arash melihat sekali lagi dengan lebih meneliti. Dari tempat duduk Arash dia bisa melihat wanita itu dengan jelas karena memang tempat gadis itu lebih terang dari tempatnya.

Ya. Sepertinya itu dia. Gadis itu. Senyum Arash mengembang.

Ternyata gadis itu Sora. Cleaning servis yang bekerja di mal keluarga Arash. Tubuh Arash sudah beranjak dari kursi untuk menghampiri gadis itu. Namun langkahnya berhenti saat ada seorang pria mendekatinya.

"Halo, Sora," sapa pria itu. Mereka berpelukan. Arash terkejut. Karena selain ternyata gadis itu ternyata sedang ada janji dengan seorang pria, Arash terkejut lagi karena pria yang memeluk gadis itu adalah Alan.

Tubuh Arash kembali duduk di tempatnya. Dia mengurungkan niat untuk menghampiri Sora.

Jadi ... Apakah yang sedang mengirim pesan pada ponsel Alan tadi adalah Sora? Arash bertanya di dalam hati. Dari posisi Alan dan Sora, tempat duduk Arash sedikit temaram. Itu membuat keuntungan Arash untuk menyembunyikan diri.

Arash hendak menjauh sebelum Alan mendekat ke mejanya. Namun rupanya pria itu tidak mengajak Sora gabung dengan mereka. Jadi kaki Arash urung melangkah pergi.

"Mau kemana mereka?" lirih Arash. Alan dan gadis itu keluar dari klub. Arash ingin tahu, tapi dia tidak mungkin mengikuti mereka berdua. Jadi Arash hanya tetap duduk di tempatnya tadi sambil menunggu mereka muncul.

"Alan belum kembali dari toilet?" tanya Ronin yang sudah kembali heran. Arash hanya melirik ke arah pintu keluar tadi. Ronin kembali duduk di kursinya. "Lihat apa?" tanya Ronin yang merasa aneh, Arash terus saja melihat ke pintu keluar.

Arash menoleh dengan cepat. "Tidak." Ronin mengerjapkan mata.

"Sebenarnya Alan itu sedang dekat dengan siapa Ron?" tanya Arash sambil meneguk minumannya.

"Alan?" tanya Ronin heran. "Bukannya kamu bilang dia dekat dengan putri keluarga Burhan?"

Arash melebarkan matanya sekilas. "Benar, tapi kenapa aku melihat dia dengan wanita lain?"

"Kenapa mempertanyakan hal yang sudah biasa? Jelas sekali kalau dia memang suka mendekati banyak wanita," ujar Ronin sambil tergelak. Dia merasa terheran-heran dengan pertanyaan Arash.

"Meskipun dia wanita yang polos?" tanya Arash ingin menyangkal.

"Memang ada, wanita polos dekat dengan Alan?" Ronin justru bertanya. Bahkan gelak tawanya masih ada. Itu bukan pertanyaan. Hanya sekedar penegasan.

"Mungkin."

"Kalaupun ada, mungkin wanita itu bodoh bukan polos. Kenapa kamu jadi bertanya yang aneh-aneh sih? Ada apa sebenarnya?" Ronin jadi curiga juga.

"Tidak ada," jawab Arash cepat. Jawaban ini sama saat menjawab pertanyaan Ronin tadi. Ini justru membuat Ronin berpikir.

"Jika benar Alan itu mendekati wanita yang polos seperti katamu, sepertinya kita harus mengingatkan dia. Jangan sampai Alan mempermainkannya. Lagipula dia kan sudah ada putri keluarga Burhan itu. Jadi berhentilah bermain-main wanita lagi," kata Ronin bijak.

Arash mengangguk setuju.

"Apa wanita itu kenalan mu?" tebak Ronin.

"Tidak tahu. Aku hanya berandai-andai saja," ujar Arash sambil mengedikkan bahunya. Tak lama yang di bicarakan muncul dari pintu depan.

"Darimana saja kamu?" tanya Ronin yang langsung memberi pertanyaan.

"Ada keperluan sebentar," sahut Alan.

"Apa kamu bersama seorang wanita barusan?" tanya Ronin lagi. Arash tersentak. Tidak menyangka bahwa Ronin sedang mencari tahu.

"Wanita?" Alan mulai duduk di tempatnya tadi.

"Ya. Bukannya kamu mudah sekali mengenal wanita? Itu kan keahlian mu."

"Ah, tidak. Bukan kepentingan seperti itu," kata Alan sambil tersenyum.

"Jangan cari masalah dengan wanita lain, kalau kamu sudah dekat putri keluarga Burhan, Alan," ujar Ronin menasehati.

"Tenang saja." Alan menjawab dengan tenang. Arash menatap pria ini dengan pikiran tentang Sora di benaknya.

...______...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!