NovelToon NovelToon

Married With Duda

MWD 01 : Salah Paham

Perempuan dengan rambut kuncir kuda tengah duduk merenung di depan sebuah supermarket terbesar di kota itu, dia merenggut kesal. Bagaimana tidak? Saat dia ingin melamar pekerjaan malah ditolak mentah-mentah oleh pemilik Supermarket tersebut.

"Maaf Kak, lowongan nya sudah ada yang mengisi, jadi Kakak terlambat sedikit saja," ucap ramah pegawai Supermarket yang bertugas di bagian kasir.

"Jika sudah ada yang ngisi, kenapa tulisan butuh pegawai baru itu masih dipajang depan pintu?, kan orang lain jadi tertipu termasuk saya, mbak ini PHP sekali. Udah sini mana CV saya," dengan galak perempuan itu merebut map berwarna biru langit tersebut.

"Sekali lagi kami minta maaf Kak, akan saya cabut sekarang," pegawai kasir tadi segera berjalan ke arah pintu dan mencabutnya agar hati sang pelamar yang ditolak merasa lega. Kenyataan yang sebenarnya bahwa sampai sekarang belum ada yang ngisi pekerjaan tersebut, jadi kesimpulannya pegawai kasir tadi bohong.

"Kok kamu tolak perempuan tadi? Kita kan memang kekurangan pegawai loh," salah satu temannya yang bertugas di bagian angkut barang merasa heran, padahal mereka butuh banget sekarang ini.

"Bos bilang, pegawai baru harus lulusan S1, tadi aku lihat CV kakak itu dia hanya lulusan SMP, aku coba tanya tentang ijazah SMA nya, katanya saat SMA dia putus sekolah," bisik pegawai kasir itu agar tidak didengar.

"Huh jaman sekarang, apa-apa harus S1. Padahal cuma pegawai Supermarket syaratnya mewah banget," rekannya tadi hanya ngedumel gak jelas dan berlalu pergi. Oke sekarang mbak-mbak pegawai kasir jadi merasa bersalah akan hal tadi.

"Aku harus cari kerja di mana lagi? Baru juga satu hari sudah tiga kali ditolak, dengan alasan inilah itulah, orang-orang kok pada ribet banget ya tinggal terima aja apa susahnya sih," Reyna perempuan pencari kerja masih tidak terima jika harus ditolak untuk yang ketiga kalinya, ini sebenarnya kali pertama dia cari kerja semenjak kedua orang tuanya meninggal dunia satu tahun yang lalu, saat mereka masih hidup kondisi ekonomi Reyna terjamin sekali karena sang Ayah adalah sekertaris sekaligus manajer di Perusahaan ternama di kota saat itu, tetapi hal yang tidak diinginkan terjadi, ternyata selama ini Ayah Reyna ketahuan mencuri uang Perusahaan dengan nilai yang tidak bisa dihitung dengan jari, setelah pemilik Perusahaan mengetahui itu dia segera memerintahkan para algojo nya untuk mencari rumah keluarga Reyna untuk tenggung jawab, dan saat itu juga keluarga Reyna beres-beres dan akan segera menghilangkan jejak dari kota ini karena Ayah Reyna tau pemilik Perusahaan akan menyusulnya ke sini, tanpa pikir panjang mereka segera mengangkut barang-barang mereka dan bergegas pergi, Reyna dan sang Ibu yang tidak tau akar permasalahan ini hanya menurut saja, karena percuma bertanya jika yang didapatkan hanya bentakan dan paksaan.

Ayah Reyna membawa mobil ugal-ugalan setelah sadar ada tiga mobil hitam mengikutinya dari belakang, ketiga mobil itu tak kalah cepat sehingga bisa menyalip mobil Ayah Reyna dan berhasil menghadanganya di depan, dengan cepat Ayah Reyna membanting setir untuk menghindari mobil hitam yang sudah siap siaga di depannya, alhasil mobil yang ditumpangi Reyna menabrak pembatas jalan dan menimbulkan suara yang sangat keras. Saat itulah kali tetakhir Reyna dapat melihat kedua orang tuanya lagi, dalam mobil hanya dia yang selamat setelah mendengar wasiat terakhir dari sang Ayah sebelum menutup mata untuk selama-lamanya.

"Larilah Nak, jangan sampai mereka bisa menangkapmu, bawalah uang ini untuk mencukupi kehidupan kamu, Ayah harap kamu bisa menggunakan nya dengan bijak," pesan terakhir sang Ayah sebelum meninggalkan dunia untuk selamanya. Reyna sangat terpukul karena pada waktu bersamaan harus kehilangan dua orang yang berharga dalam hidupnya.

"Kenapa aku tidak ikut mati saja bersama kalian, kenapa harus kalian yang meninggalkan aku terlebih dahulu, aku bisa apa tanpa kalian?" Reyna menangis sejadi-jadinya sebelum keluar dari mobil sesuai arahan almarhum Ayahnya. Sebenarnya dia tidak tega meninggalkan mereka, tapi mengingat keadaan bahwa sebentar lagi pasti para algojo yang mengejar tadi akan mendatangi mobil mereka, dengan tangan dan baju bersimbah darah Reyna turun dari mobil dan berlari sejauh mungkin.

"Maafin Reyna, Ayah, Ibu. Reyna janji akan hidup dengan baik bahkan tanpa kalian, walaupun itu sulit tapi Reyna akan beruaaha agar kalian bangga punya anak seperti Reyna," Reyna langsung pingsan di tempat sampai akhirnya ada warga yang menemukannya tergeletak pingsan di sebuah lapangan luas.

"Ini aku harus cari kerja di mana lagi?" Reyna membawa kakinya melangkah menyusuri kota untuk mencari pekerjaan yang sesuai keahliannya walaupun dia sebenarnya tidak punya keahlian spesial.

Karena merasa haus, Reyna mampir sebentar di sebuah kedai minuman yang menyajikan berbagai jenis minuman untuk menghilangkan dahaga. Reyna memesan segelas es teh karena itulah menu yang paling murah mengingat uang di kantongnya semakin menipis. Reyna duduk termenung sambil melamun harus kerja di mana jika di kota besar ini hanya menginginkan yang lulusan S1. Masalahnya Reyna hanya lulusan SMP, gimana ceritanya ya?, kok bisa Reyna sekolah mentok di SMP doang. Oke, flashback ke masa 7 tahun yang lalu.

Setelah lulus SMP, Reyna masuk SMA ternama yang siswanya dari kalangan atas semua, bahkan gedungnya pun luas dan mewah pasti lah bayarannya juga gak main-main. Saat masih kelas 1 SMA ada satu insiden yang membuat dia harus putus sekolah, di mana saat itu salah satu guru olahraga mereka ingin membuat kopi tapi gas LPG belum dipasang, dengan sok pintar dia mencoba memasangnya berbekal tutorial dari youtube yang ditontonnya, alhasil tabung gas tersebut meledak karena selang dan kran penutup tabung gas tidak kencang ditambah dapur sekolah mereka tertutup banget dan gak ada ventilasi sedikit pun. Untung saat guru olahraga tersebut sudah meninggalkan dapur untuk mengambil kopi sachet yang sudah dibelinya dan saat itu juga terjadi ledakan yang tidak bisa terelakkan, untungnya lagi tidak ada korban jiwa, hasil ledakan tadi berhasil membakar hangus sekolah elit itu, hanya tersisa bati bata yang berserakan di tanah. Para siswa yang kecewa diliburkan selama dua bulan lebih sementara para guru dan kepala sekolah akan mencarikan mereka sekolah yang lain untuk menyambung kegiatan belajar mengajar mereka agar tidak terputus di tengah jalan, tapi sayangnya sekolah lain tidak ada yang bisa menampung murid sebanyak itu, bahkan mereka kekurangan fasilitas juga karena satu-satunya sekolah yang bisa menampung murid banyak hanya sekolah elit yang terbakar, yang lain mah sekolah kalangan biasa dan juga bangunannya yang terbilang kecil. Sebagian murid ada yang melanjutkan SMA di luar negri dengan fasilitas yang terjamin dan sebagiannya lagi nganggur termasuk Reyna di antara nya, nganggur sekolah malah keenakan Reyna jadi terbiasa buat gak bangun pagi dan harus pergi ke sekolah, beberapa kali kedua orang tuanya memaksa nya untuk sekolah di SMA deket rumahnya, tapi Reyna tolak dengan alasan yang gak masuk akal, alasan sekolahnya kecil lah, banyak terjadi pembulian, fasilitasnya kurang. Ibu Reyna hanya bisa mengelus dada mendengar ucapan Reyna, mereka jadi capek mendesak Reyna untuk lanjut sekolah, sayang kan sama masa depannya yang masih panjang, tapi namanya juga anak labil pikirannya sering berubah-ubah. Baru sekarang Reyna menyesali perbuatannya dulu karena tidak mematuhi perkataan orang tua, bisa dibilabg dia mendapat karma. Sedang asik-asiknya mengenang masa lalu, tiba-tiba ada seorang bocah kecil laki-laki datang menghampirinya.

"Bunda, Bunda. Falel haus," anak kecil itu menunjuk es teh Reyna yang sisa tinggal setengah di gelas. Reyna mengernyit bingung, ni anak kenapa manggil dia Bunda, kenal aja nggak. Reyna celingak celinguk mungkin ada yang ngeprank dia atau jahilin dia dengan menggunakan bocah laki-laki yang Reyna duga berumur tiga atau empat tahun ini, tapi di sekitarnya sepi gak ada siapa pun selain dia dan anak itu, kebetulan juga suasana kedai minuman ini sepi tidak ada pelanggan selain dirinya. Dengan ragu-ragu Reyna menyodorkan es teh tersebut kepada bocah itu.

"Falel gak haus lagi," ucap anak itu kemudian tersenyum manis, Reyna tertegun betapa imutnya anak itu, ini siapa sih yang punya anak?, imut-imut gini ditelantarin, apa dia culik aja ya terus dia asuh di kontrakannya, ahh tidak-tidak untuk makan dia sendiri saja masih kurang. Reyna menatap lekat anak itu, hidungnya kecil tapi mancung, bibirnya tipis, netra hazel nya sangat mencuri hati Reyna, alisnya sedikit tebal dan bulu matanya lentik. Apakah dia malaikat? Sungguh, pahatan sempurna dari Tuhan.

"Bunda, Falel mau ketemu Ayah," bocah itu merengek. Reyna meneguk salivanya, ini dia harus bagaimana. Sudah gak jelas asal usulnya nih anak malah minta dicariin Ayahnya, lagian yang punya anak gak bertanggung jawab banget ngebiarin bocah tampan ini berkeliaran, untung saja Reyna orangnya baik hati dan tidak sombong yang didatangi, kalo anak ini sampai pada orang yang gak berperikemanusiaan kan bisa diculik dan dijual, hiihh membayangkannya saja Reyna bergidik ngeri.

"Ayo Bunda, cari Ayah," anak itu terus mendesak. Reyna menyerah, setelah membayar minumannya dia menuntun bocah tiga tahun yang gak jelas asalnya dari mana itu keluar untuk mencari Ayahnya.

"Bunda, Falel mau digendong," anak itu merentangkan tangannya minta digendong, lagi-lagi Reyna mematung di tempat. Kalo kayak gini dia berasa punya anak padahal nikah aja belum.

"Ayah kamu di mana?" tanya Reyna mencoba membuka percakapan.

"Di lual, tadi cedang telponan cama ceceolang." Akhirnya Reyna bisa menebak nama anak ini, ternyata namanya Farel ketahuan dari cara dia nyebut huruf 'R' belum fasih.

"Terus Farel ditinggal begitu saja?" Farel mengangguk cepat. Reyna berdecak kesal, orang tua macam apa yang dengan seenak jidat menelantarkan anaknya begini.

"Aduhh, ini aku mau bawa anak ini ke mana?"

"Hey, kamu!! Kenapa kamu culik anak saya?" Datang seorang laki-laki tinggi dengan setelan jas menghampirinya dengan tergopoh-gopoh dan berteriak kayak orang kesetanan. Reyna membelalak kaget. Cepat-cepat lelaki dengan muka garang merebut paksa Farel dari gendongan Reyna, sementara Reyna hanya diam mematung berusaha mencerna semuanya. Saat ini banyak beredar kasus penculikan anak di berita, jadi wajarlah jika Reyna dituduh sebagai tersangka walaupun sebenarnya dia gak salah.

"Dasar perempuan gila, berani sekali ya kamu nyentuh anak saya? Saya bisa saja laporkan kamu ke polisi atas tindak pidana penculikan anak," oceh lelaki tersebut.

"Heh, jangan asal ngomong ya. Anak situ tadi yang datang menghampiri saya dan minta dicarikan Ayahnya," gertak Reyna tak kalah galak.

"Halah, alasan klasik. Maling mana ada yang mau ngaku, ayo kamu ikut saya ke polsek terdekat untuk melaporkan kejadian ini," lelaki itu menarik pergelangan tangan Reyna dengan paksa. Reyna memberontak dengan keras, dia menatap memelas oada Farel untuk menjelaskan semuanya pada lelaki gila ini, tapi anak itu hanya tertawa sambil bertepuk tangan melihat adegan itu.

Dasar bocah prik, tau begini gak bakalan aku tolong dia tadi.

Reyna bergumam kesal dan pasrah aja ditarik-tarik kayak benang layangan sampai pada akhirnya yang ditunggu-tunggu akhirnya ngomong juga.

"Ayah udah jangan kacal cama Bunda, Bunda gak calah kok, Bunda tadi yang bantuin Falel buat cali Ayah."

"Apa? Bunda???"

MWD 02 : Kerjaan Baru

Reyna merebahkan tubuhnya di atas kasur empuknya, hari ini rasanya letih sekali ditambah dia harus bertemu manusia menyebalkan sejagad raya, baru juga ketemu sudah main nuduh aja untung dia gak jadi dibawa ke polsek kalau saja bocah laki-laki itu tidak membelanya. Reyna mencoba menutup matanya untuk mengistirahatkan mental dan fisiknya. Walaupun matanya terpejam tapi pikrannya masih berkelana berfikir arah mana lagi yang harus ia tuju untuk mendapatkan pekerjaan.

"Tau bakalan begini aku gak akan boros dengan semua uang itu," Reyna memijat pelipisnya pusing. Karena lelah dengan hidupnya akhirnya Reyna terlelap menuju alam mimpi.

Reyna dikagetkan oleh suara ketuka pintu yang tidak bersahabat dari luar, udah kayak mau grebek maling. Reyna mengerjap beberapa kali untuk menyesuaikan cahaya yang masuk, Reyna bangkit dari tempat tidur, pandangannya kabur dan kepalanya pusing, yang punya masalah darah rendah pasti paham lah. Nyawa belum terkumpul sempurna, tetapi Reyna memaksakan diri untuk berjalan dengan bertumpu pada tembok menuju arah pintu.

"Ohh ternyata kamu Sapi, gak bisa sabaran dikit napa," Reyna menguap tanda ia masih mengantuk dan ingin melanjutkan aktivitas tidurnya setelah mempersilahkan temannya masuk.

"Nama aku Sapira ya, bukan Sapi," protes Sapira lalu asal duduk di sofa tanpa disuruh, lagian dulu Reyna bilang kalo main ke sini gak usah sungkan anggap aja rumah sendiri. Sapira adalah teman satu komplek hanya berjarak dua rumah dari kontrakan Reyna.

"Ada apa sore-sore begini?" tanya Reyna.

"Aku ada berita bagus, emm tapi sebelum itu kamu sudah dapat pekerjaan atau belum? Kalo belum mumpung ada nih deket banget sama tempat kerja aku, mereka butuh banget dan kamu bisa langsung kerja besok, bisa kan?" Mata Reyna yang tadinya mengantuk langsung melotot senang. Setelah gelap terbitlah terang, peribahasa yang menggambarkan nasibnya saat ini.

"Kerja apa tuh?" Reyna bertanya antusias.

"Katanya sih kamu hanya perlu mengantar makanan ke meja pelanggan, bisa?"

"Aduh, hanya mengantar makanan masa aku gak bisa, ngawur banget," Reyna tertawa remeh.

"Hmm iya juga sih. Ini alamatnya, besok kamu berangkat bareng aku ke sana."

Reyna mengangkat kedua jempolnya mantap tak lupa juga mengucapkan terima kasih pada Sapira yang sudah mau membantunya mencari kerja.

Keesokan paginya, Reyna sudah siap dengan pakaian formal nya, hari pertama kerja harus rapi dan bersemangat dong. Reyna menatap pantulan dirinya di cermin.

"Oke, sudah rapi, tinggal berangkat."

"Widih udah rapi aja, semangat banget ya hari pertama," goda Sapira, Reyna hanya tersenyum simpul. Mereka berangkat naik taxi Sapira yang bayarin ongkosnya. Tak sampai 10 menit perjalanan, mereka sampai di depan sebuah Kafetaria yang menjual berbagai jenis kue dan kopi, Kafe ini biasanya banyak dikunjungi pelanggan saat pagi, sore dan malam hari. Di waktu sore pelanggan suka menyaksikan sunset sambil menikmati kopi dan sepiring kue manis. Kebetukan matahari terbenam terlihat jelas dari jendela transparan Kafe tersebut, dan di saat itulah para pegawainya super sibuk melayani pelanggan yang datangnya gak henti-henti, meja dan kursi juga tersedia di luar Kafe bagi pelanggan yang ingin menikmati hidangan sambil melihat kendaraan berlalu lalang di depan mereka.

"I-ini beneran tempatnya?, kamu gak salah alamat kan?"

"Memangnya kenapa? Kamu gak suka ya?" Sapira mengernyit heran.

"Bu-bukan gak suka, tapi ini terlalu mewah. Apa aku bakalan diterima begitu saja sedangkan kamu tau pekerjaan jaman sekarang harus lulusan S1 atau nggak paling gampang lulusan SMA, kamu tau sendiri kan kalo aku ini hanya lulusan SMP," Reyna meremat ujung bajunya. Baiklah dia mulai ragu sekarang.

Sapira tertawa geli melihat temannya ini.

"Tenang aja Na, tempat ini gak mempermasalahkan atau berpatokan dengan masalah gelar ataupun sampai mana kamu sekolah yang penting kamu jujur dan bekerja keras, lagipula aku sudah ajukan kok CV kamu tadi, dan mereka setuju-setuju aja, asal kamu kembali pada syarat yang utama yaitu harus jujur dan tekun gak boleh malas-malasan karena manajer di sana benci pegawai yang malas dan hanya mengandalkan orang lain," jelas Sapira seraya mengusap pundak Reyna.

Reyna kembali mendongak menatap netra Sapira berusaha mencari kebohongan di baliknya, tapi hanya tatapan teduh dan tulus yang ia dapatkan membuat Reyna semakin yakin jika Sapira tidak berbohong dengan ucapannya tadi.

"Ngomong-ngomong kamu dapat CV aku dari mana? Bukannya seharian kamu di tempat kerja, aku juga bawa CV aku loh gak pernah aku tinggalin," satu pertanyaan yang nyangkut di benak Reyna.

"Hehe, aku foto CV kamu waktu ke toilet tadi pagi buat jaga-jaga siapa tau aku dapat lowongan buat kamu, maaf deh kalo aku lancang," Sapira mengatupkan kedua tangannya meminta maaf.

"Buat apa minta maaf justru aku yang sangat berterima kasih sama kamu."

"Iya tenang aja. Udah yuk, nanti keburu diisi oleh orang lain kalo kamu telat," Sapira merangkul bahu Reyna.

Hari ini pelanggan lumayan ramai, dan pegawai di sana juga tampak sibuk mengurusi pesanan para pelanggan yang baru datang. Sapira menghampiri salah satu pegawai yang bertugas sebagai pegawai kasir karena hanya dia yang gak terlalu sibuk seperti yang lain.

"Permisi kak, ini teman saya yang kemarin mau melamar kerja di sini, ruang manajernya di mana ya?" Sapira bertanya dengan ramah.

"Manajer lagi gak ada di ruangannya, kalo mau langsung kerja aja." Reyna dan Sapira saling pandang sejenak kemudian Reyna mengangguk mantap, inilah sebenarnya yang dia mau gak perlu bertemu manajer dan tidak akan ditanyakan berbagai macam hal tentang kehidupannya. Perempuan itu bergegas menuju belakang tempat khusu pegawai ganti baju, Reyna ngekor di belakang sementara Sapira sudah kembali ke tempat kerjanya.

"Kalau sudah selesai langsung ke depan ya," ujarnya dengan ramah lalu meninggalkan Reyna sendiri di sama untuk ganti baju, karena kalo ditunguin kan malu. Reyna segera mengenakan seragam tadu bukan seragam sekolah ya, seragam khususu untuk pegawai Kafetaria.

"Apa yang bisa saya bantu?" Reyna masih sungkan dan ragu untuk sekedar menyapa, bisa dibilang dia itu tidak terlalu bisa bersosialisasi.

"Hey pegawai baru, ini tolong antarkan ke meja nomor delapan setelah itu ke meja nomor enam!" seorang laki-laki dengan postur tubuh pendek dan agak sedikit gemuk berteriak memanggil Reyna untuk mengantarkan pesanan, dengan sigap Reyna bergerak dengan gesit.

Waktu istirahat tiba, Reyna duduk sambil bersandar di kursi, hari pertama sangat melelahkan sesekali Reyna menghela nafas.

"Wow kamu tadi lincah banget, pekerjaan jadi cepat selesai," perempuan yang merupakan pegawai kasir tadi duduk di depan Reyna dan memuji energi Reyna yang membara, baru pertama dia lihat pegawai segesit itu.

"Ahh tidak, semuanya cepat selesai karena kita saling membantu bukan hanya karena aku tapi kalian semua juga," jawab Reyna merendah lalu memperbaiki posisi duduknya.

"Tidak-tidak, aku kenal semua yang bekerja di sini dan aku juga tau potensi mereka masing-masing, tapi saat melihat kamu aku jadi kaget dan takjub," ujarnya sambil berekspresi kaget. Reyna tertawa renyah, selain pekerjaan yang bagus dia juga bisa mendapat teman yang baik dan ramah di tempat kerjanya.

"Oh iya nama kamu siapa? Aku Ana," perempuan bernama Ana itu mengulurkan tangannya dengan senang hati Reyna menerimanya. "Aku Reyna."

"Hey ada apa nih? Ngerumpi gak ngajak-ngajak," pria pendek yang sempat berteriak pada Reyna ikutan nimbrung dan langsung duduk di sebelah Ana.

"Nah kalo pria gembul ini namanya Dodi."

"Bisa tidak berhenti mencolek lenganku?" Dodi protes karena Ana gemar sekali memainkan lengan gemuk Dodi. Ana tertawa jahil lalu menghentikan aktivitas konyolnya.

"Di sini ada berapa pegawai?"

"Empat, ditambah kamu jadi lima," jawab Ana. Reyna mengangguk paham. "Itu namanya siapa?" tunjuk Reyna pada seorang perempuan yang sedang fokus mengela meja bekas pelanggan, dia bekerja seolah tidak peduli dengan kondisi sekitar tatapannya hanya tertuju pada objeknya.

"Itu Lia, dia orangnya introvert banget dan jarang banget kumpul kayak gini, kami jadi sungkan buat menyapanya walaupun sudah lama bekerja bersama di sini," jawab Dodi yang diiringi anggukan kepala dari Ana. Reyna menatap lekat perempuan bernama Lia itu sampai netra mereka tidak sengaja bertemu, Reyna melemparkan senyuman untuk mengawali pertemuan mereka tapi dengan cepat Lia membuang pandangannya tanpa menoleh lagi, Reyna menaikkan alisnya bingung, apa dia salah?

"Sudahlah Na, jangan terlalu dihiraukan anaknya memang begitu. Laki-laki tinggi berkulit tan itu namanya Rizky," kali ini Ana mengenalkan pegawai yang terakhir, pemuda tinggi itu baru saja dari toilet.

"Eyy Rizky, kamu gak mau kenalan dengan pegawai baru yang cantik ini kali aja kamu minat, kebetulan kan kamu lagi cari pacar," Dodi dengan teriakan khas nya memanggil Rizky untuk menghampirinya.

"Kamu tidak sopan sekali mempromosikan anak orang, kamu pikir Reyna barang," Ana mendelik tajam, Dodi mengedikkan bahunya acuh. Sementara Rizky dia hanya menoleh sekilas kemudian menghampiri Lia yang masih fokus dengan kegiatannya yang sepertinya tidak selesai-selesai dari tadi. Reyna memperhatikan gerak-gerik keduanya, bukan apa-apa hanya saja dia ingin mengakrabkan diri dengan teman kerjanya tapi sayang ternyata ada yang introvert, itu artinya bakalan susah dideketin.

Terdengar lonceng di atas pintu berbunyi, itu artinya ada yang datang. Semuanya serempak menengok ke arah pintu mendapati seorang laki-laki tinggi dengan setelan jas warna navy memasuki kafe, yang lain segera berdiri sementara Reyna bengong kayak orang bego sampai sebuah tepukan keras mendarat di bahunya, orang yang melakukannya adalah Rizky yang tiba-tiba saja dia di belakangnya. Lelaki kulit tan itu mengisyaratkan Reyna untuk berdiri, walaupun sedikit bingung dia tetap menurut dan segera berdiri seperti yang dilakukan teman kerjanya.

"Pegawai baru? Ikut ke ruangan saya!" Reyna menatap satu-satu temannya meminta pertolongan, jika masalah beginian dia paling takut.

"Santai Na, palingan juga kamu disuruh buat isi beberapa berkas kayak kita dulu," ujar Ana menenangkan.

"Kok kayak di perusahaan pakai berkas segala."

"Ya, karena berkas itu akan diserahkan pada Bos besar."

"Lah beliau tadi bukan Bos pemilik Kafe ini?" tanya Reyna. Ana menggeleng pelan.

"Sudah sana, nanti aku ceritain. Sebaiknya temui beliau dulu." Ana mendorong tubuh Reyna yang masih membatu. Sebelum pergi, Reyna menghela nafas dulu itulah rutinitasnya jika tengah gugup.

Sebagai perempuan yang mempunyai sopan santun, Reyna mengetuk pintu terlebih dahulu walaupun pintu sudah terbuka.

"Masuk!!"

Karena sudah mendapat perintah barulah Reyna melangkahkan kakinya ke dalam menemui sang Manajer.

"Silahkan duduk!"

"Kamu kerja di sini melalui perantara temanmu dan saya tebak kamu tidak membawa surat lamaran bukan? Karena kamu tidak membawanya, silahkan isi formulir ini selengkap lengkapnya, saya tidak mau ada unsur kebohongan di dalamnya," laki-laki itu menyerahkan beberapa lembar kertas. Dengan telaten Reyna membacanya satu persatu dan mulai menulis sesuai apa yang diminta di sana, butuh 10 menit kurang untuk menyelesaikannya karena ada bagian di mana membuat Reyna bingung, mau bertanya tapi malu alhasil dia pahami sendiri saja. Untungnya saat Reyna menyerahkannya, laki-laki itu hanya menatap sekilas kemudian memasukkannya ke dalam map hijau. Reyna dipersilahkan keluar, akhirnya dia bisa bernafas lega.

Di depan pintu, Reyna gak sengaja bertemu dengan Rizky, pemuda itu tersenyum manis kemudian berlalu pergi.

MWD 03 : Masalah

Reyna selesai dengan sesi ganti bajunya di ruang belakang karena hari ini dia akan pulang, tidak sengaja Reyna berpapasan dengan Lia yang tengah membawa beberapa piring kotor di tangannya.

"Hai Lia, butuh bantuan?" tawar Reyna ramah tak lupa juga dengan senyuman manisnya, Reyna seperti itu bukan untuk cari perhatian dia hanya ingin mengakrabkan diri.

"Tidak terima kasih, aku bisa sendiri," jawab Lia tanpa memandang lawan bicaranya. Reyna mengangguk paham lalu berjalan mendahului Lia.

*Brakkkk!!

Pranggg*!!!!

Reyna menoleh ke belakang, di sana Lia sudah tersungkur di lantai dengan piring kotor yang pecah tergeletak di lantai, cepat-cepat Reyna putar arah untuk membantu Lia yang sepertinya kaki dan tangannya terkilir.

"Lia, kamu gak apa-apa?" tanya Reyna khawatir, Lia hanya menggeleng tapi raut wajahnya tidak bisa bohong dia sedang kesakitan sekarang. Reyna kewalahan, Ana dan Dodi sudah pulang di Kafe hanya sisa dia, Lia dan Rizky tapi pemuda berkulit tan itu entah pergi ke mana karena Reyna gak sengaja melihatnya keluar Kafe tapi masih menggunakan baju kerjanya itu artinya Rizky belum betul-betul pulang.

Reyna membantu Lia berdiri dan menuntunnya ke kursi.

"Kamu duduk di sini saja biar aku yang beresin piring yang pecah tadi," Lia mengangguk mengiyakan dan terus memijat pergelangan kakinya yang terasa ngilu. Tadi dia terpeleset akibat lantainya basah, lagian siapa sih yang ngepel lantai gak pakai tanda lantai basah.

Dengan telaten Reyna memunguti pecahan piring yang menyebar di sekitar dapur, untung saja tidak terlalu banyak. Setelah selesai Reyna membuang pecahan tersebut di bak sampah tidak lupa membungkusnya dengan plastik agar tidak berceceran kemana-mana dan bisa saja nantu membuat orang lain terluka. Balik dari dapur, Reyna sudah mendapati Lia yang tengah diceramahi dan bahkan ditampar oleh Manajer mereka, Lia hanya menunduk dengan sedih dia memaksakan untuk berdiri padahal kakinya terkilir. Apakah seperti itu cara seorang atasan memperlakukan karyawannya hanya karena memecahkan beberapa piring, apakah dengan ucapan saja tidak cukup? Kenapa harus dengan kekerasan juga, Reyna rasa ini sudah tidak benar.

"Maaf Pak kalau saya boleh menyela, Lia gak salah kok lantainya tadi basah mungkin habis dipel makanya Lia gak sengaja kepeleset," Reyna mengungkapkan pendapat berdasarkan apa yang dilihatnya.

"Hey anak baru sebaiknya kamu dian saja, kamu hanya pegawai baru jadi gak usah sok pintar dan ikut campur, pulang sana!"

Tentu saja itu membuat Reyna geram, tangannya terkepal kuat, terserah setelah ini dia bakalan dipecat hanya saja dia tidak tahan dengan hal yang berbau penindasan seperti ini. Lia yang sadar akan tindakan Reyna segera menggenggam tangan Reyna yang mengepal.

"Sudahlah Na, kamu pulang saja ya, lagipula di sini aku yang salah jadi aku harus bertanggung jawab atas kesalahan ku," Lia tersenyum simpul meskipun Reyna tau itu adalah senyum paksaan. Ragu? Tentu saja, siapa yang akan percaya jika Lia akan baik-baik saja di sini nanti setelah kepergiannya, Reyna sudah mengetahui perangai Manajer di depannya ini karena mendapat cerita dari Ana tadi siang. Satu orang yang menjadi penolong bagi Lia sekarang yaitu Rizky, pemuda itu sampai sekarang tidak kelihatan batang hidungnya. Dia bersikeras jika Rizky belum datang dia tidak mau beranjak dari tempatnya, dia harus menemani Lia di sini walaupun harus ikut kena marah oleh atasan mereka.

"Sana pulang! Kenapa masih di sini?" Andi di Manajer galak bin songong itu mendesak Reyna untuk segera meninggalkan tempat karena dia harus menyelesaikan masalahnya dengan Lia, ada beberapa kalimat lagi yang belum dia keluarkan, tadi sempat tertunda karena kedatangan Reyna yang menurutnya sangat mengganggu.

"Saya gak akan pulang jika Lia juga belum pulang," sungguh Reyna gak bakalan tau apa yang terjadi selanjutnya akibat sifat keras kepalanya ini. Lia melotot kaget, baru kali ini dia menjumpai pegawai yang berani melawan Andi yang terkenal sangar dan galak ini.

"Ohh kamu menentang perintah saya ya? Pergi atau kamu gak usah lagi kerja di sini?" Andi menatap Reyna nyalang, Reyna meneguk salivanya rasanya sangat susah ditelan. Reyna balik menatap Lia yang didapatkan hanya anggukan kepala, itu artinya Lia gak apa-apa jika ditinggal sendiri. Satu helaan nafas pasrah dari Reyna, lalu bergegas pergi. Dalam hati sebenarnya dia tidak tega tapi mau gimana lagi, cari kerjaan susah sekarang, masa hari pertama kerja sudah dipecat saja kan gak lucu. Sejak itu Reyna gak tau lagi apa yang terjadi pada Lia yang ia tinggalkan sendirian bersama Manajer galak itu di Kafe, masih ada rasa bersalah menghinggapi pikiran Reyna.

"Lagi mikirin apaan sih?, aku panggil gak nyahut-nyahut, sampai kering nih tenggorokan aku." Reyna dikagetkan oleh suara Sapira yang berbicara tepat di dekat telinganya.

"Hobi banget kagetin orang, untung saja gak aku karate leher kamu tadi," gerutu Reyna, Sapira menyamai langkahnya di samping Reyna.

"Ya maaf, habis kamu budeg banget."

"Buat apa manggil kalo kamu saja bisa langsung nyamperin sih Sapi?," Reyna mencebik kesal.

"Kamu kan tau kalau aku tuh hobi teriak."

"Teriak aja sana di hutan bareng tarzan."

"Kamu belum jawab pertanyaan aku loh, lagi lamunin apaan? Serius banget. Ada masalah di tempat kerja kamu?, jangan bilang kamu dipecat di hari pertama kerja? Kasih tau aku apa kesalahan yang kamu perbuat?" Reyna mendengus kesal mendengar pertanyaan beruntun yang dilontarkan Sapira. Walaupun kesal Reyna tetap menceritakan kejadian tadi berharap Sapira bisa memberikan solusi dan sedikit informasi tentang Manajernya di Kafe kok bisa dia segalak itu padahal bukan Bos asli.

Setelah mendengar cerita Reyna, Sapira mengetuk-ngetuk pipinya seolah tengah berfikir padahal mah aslinya dia gak paham plus gak tau juga harus bereaksi kayak gimana, karena hal itu menurutnya biasa dalam suatu pekerjaan.

"Bagaimana? Apa tindakanku sudah benar meninggalkan Lia sendirian di sana?" Reyna mendesak Sapira yang masih saja belum menemukan jawaban yang tepat dan pas untuk diutarakan pada Reyna yang notabennya gak sabaran.

"Hmm gimana ya, menurut aku sih kamu seharusnya jangan terlalu ikut campur dengan masalah teman kamu itu." Jawaban Sapira tadi lantas membuat Reyna melongo kaget, bagaimana bisa dia harus berdiam diri di saat orang lain dihakimi padahal bukan salah dia dan apa wajar gitu dia mendapatkan kekerasan. Sudah mendapat luka fisik ditambah gangguan mental juga.

"Kok kamu ngomong gitu?" Reyna mengerutkan dahinya, gak biasanya Sapira seperti ini.

"Aihh sudahlah jangan terlalu dipikirkan, mungkin atasan kamu punya alasan tersendiri. Udah yuk aku lapar, kita masak di kontrakan kamu ya biar aku yang beli bahannya dan kamu yang masak soalnya aku gak jago masak," Sapira berjalan mendahului Reyna. Hari ini mereka berdua memilih pulang dengan jalan kaki sekalian jalan-jalan menikmati angin malam.

Sapira datang membawa bahan makanan berupa sayur, mie, daging dan telur ke rumah Reyna. Seperti kesepakatan, Reyna yang memasak sementara Sapira santai nonton TV di ruang tengah, tadi dia hanya bantu-bantu potong tomat dan timun itupun masih diajari Reyna, soalnya Sapira motongnya besar sebelah.

"Kalo gak bisa masak, terus di rumah kamu makannya beli di mana, bukannya jarak komplek kita jauh dari warung?" tanya Reyna. Memang benar, tempat tinggal mereka didominasi oleh rumah semua bahkan gak ada satupun dari tetangga mereka yang jualan makanan, mereka lebih memilih keluar untuk membelinya.

"Gofood dong, kan sekarang zaman online ya kita harus memanfaatkan perkembangan teknologi pada zaman ini," jelas Sapira seraya menyuapkan nasi ke dalam mulutnya.

"Gak boros kayak gitu?"

"Boros, tapi dikit. Selain enak porsinya juga banyak, bonus dapet foto sama abang Gofood nya," kekeh Sapira.

Sekarang yang punya tugas cuci piring adalah Sapira, untung cuci piring dia bisa kalo nggak sih parah banget, mau bilang apa besok sama mertuanya. Selesai makan, mereka memutuskan untuk maraton film horor di kamar Reyna, Sapira hari ini nginep jadi mereka memanfaatkan momen ini untuk menonton film, tadinya Reyna gak setuju kalo harus film horor kenapa gak drama romantis aja?, tapi kata Sapira dia anti romantis kalo liat yang uwu dikit langsung muntah, makanya pilihan yang tepat jatuh pada film horor. Terpaksa Reyna ngikut saja walaupun dia takut setengah mati soalnya suka kebayang-bayang apalagi kalo mau ke kamar mandi malem-malem, berasa dibuntutin tau nggak. Sapira mematikan lampu kamar, katanya biar kesannya makin horor. Sepanjang film Reyna menutup matanya dengan selimut, jadilah Sapira hanya nonton sendiri, ini mah bukan nobar namanya.

Sapira si penggemar film horor yang sudah khatam semua jenis film horor, jadi dia merasa biasa saja gak kayak Reyna yang paling benci dengan hal yang berbau horor, tapi karena males debat sama Sapira yang gak bakalan ada ujungnya dia nurut aja asalkan gak ikut nonton, bahkan denger suaranya saja sudah bikin merinding.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!