NovelToon NovelToon

My Heartbreak Stop At You

Bab 1. Sadawira

Author sarankan untuk membaca side story MC dalam novel 'My boss my enemy my husband'' agar bisa mengetahui sejarah kisah cinta mereka.

Terimakasih karena sudah mendukung author untuk terus berkarya.

Selamat membaca 🤗

.

.

.

...🥀🥀🥀...

Seorang pria bermata tajam menatap landasan pacu bandara kota B dengan tatapan nanar. Ia akan pergi hari ini. Berusaha meninggalkan segala rasa yang mungkin tak akan pernah sanggup untuk ia lupakan.

Kakaknya tewas bunuh diri didalam sel saat ia barusaja membalaskan dendam pada keluarga yang salah. Dan sialnya, kini ia juga harus menelan pil pahit dari tingkah impulsifnya manakala mengetahui jika wanita yang tengah merajut tali asmara dengannya itu, merupakan keluarga dari orang yang dia celakai.

Apa mau dikata, nasi sudah menjadi bubur.

" Jangan pernah menemui cucuku lagi. Anggap saja itu sebagai ganti aku tidak memenjarakanmu!"

" Silahkan pak!" perkataan petugas bandara di terminal keberangkatan berhasil membuyarkan lamunannya soal perkataan Edi Darmawan beberapa waktu lalu.

Sadawira menarik napasnya dalam-dalam sembari menarik koper miliknya lalu berjalan lesu. Ia tak bisa terus menerus hidup seperti ini. Meski dalam hati Sadawira sangat ingin bertemu dengan Claire, namun jurang pemisah yang terpampang dalam, jelas tak akan pernah bisa ia selami.

Siang harinya ia sudah tiba di salah satu negara di Asia yang keadaannya lumayan maju, negara dimana kakek moyangnya dulu berasal. Negara ini juga memiliki iklim tropis itu kini ia harapkan mampu membuka kembali harapan baru meski setapak demi setapak.

Ia kini sengaja membuat dirinya dekat dengan lapisan masyarakat paling bawah. Ia ingin membuat dirinya sesibuk mungkin agar tak ada lagi kesedihan yang kerasan dalam hatinya.

Tapi sayangnya, Sadawira bahkan tak mengetahui jika ada janin yang kini berkembang di dalam rahim Claire, janin yang tumbuh dari cinta terlarang mereka.

-

-

Enam tahun Sadawira di kota Atana, ia berhasil mendirikan perusahaan Plywood kelas besar yang berhasil menyerap banyak sekali tenaga kerja yang ia khususkan untuk memprioritaskan penduduk lokal. Seperti misinya saat ingin pergi dulu, ia ingin membuat hidupnya jadi lebih berguna demi rasa penyesalan nya sebab telah salah melangkah.

Ia juga masih menjalin hubungan baik dengan Boni, asistennya yang kini ia percaya memegang perusahaan yang dia tinggal bersama masalalu nya. Membuatnya mudah untuk menyelesaikan kesulitan sebab Boni benar-benar lebih dari kata loyal.

Kesemrawutan geliat pekerja yang berbaur dengan mesin-mesin pres telah menjadi pemandangan yang biasa bagi Sadawira selama lebih kurang 6 tahun ini.

Siksaan batin karena kehilangan wanita yang dia cintai benar-benar membuatnya tak berdaya. Tapi keberadaan sahabat baru juga para karyawan kocak seringkali membuatnya terhibur.

Harum bau serbuk kayu sengon juga menjadi wewangian yang cukup akrab di hidung para pekerjanya. Menimbulkan kepuasan tersendiri sebab meski kesunyian masih memenuhi ruang-ruang di hatinya, namun ia merasa bahagia sebab hidupnya masih bisa memberikan manfaat bagi orang lain.

" Mereka minta kiriman tiga puluh ribu lembar Minggu depan bos!" kata salah satu pekerja yang bertugas menjadi penanggung jawab langsung hubungan dengan konsumen.

Begitulah Sadawira saat ini, ia semakin sibuk dan menjadi pribadi yang berbeda. Ia lebih humanis.

" Jadi orang jangan selalu workaholic!"

" Pikirkan dirimu juga!"

" Uangmu banyak, kau tidak akan kesulitan hanya untuk mencari kesenangan yang beragam."(Yang di maksud adalah mencari teman wanita untuk tidur.)

" Hidup hanya sekali, kenapa kau tidak menyenangkan hidupmu kawan? "

Begitulah kata teman-teman dekat yang enam tahun ini menjadi salah satu pengisi kekosongannya. Namun alih-alih melaksanakan, Sadawira selalu tersenyum getir saat mendengar siraman kalbu itu.

Sebab waktu yang berjalan tampaknya tak bisa menggerus kadar cinta seorang Sadawira terhadap satu nama. Nama yang bahkan mengendap dan tak mau pergi dari dalam hatinya.

Claire.

" Atau... jangan-jangan kau ini..." tuduh Andrew memindai Sadawira penuh prasangka konyol. Menduga pria berwajah rupawan itu merupakan kaum pisang makan pisang.

" Aku masih normal brengsek. Sudahlah, masih banyak pekerjaanku. Kau mau apa kemari?" tanya Sadawira yang selalu mengelak tiap Andrew menyinggung soal wanita, membuat sahabatnya tergelak.

" Aku butuh investor buat nalangin bisnis Gina. Ada produk dari luar yang jadi pesaingnya!" kata Andrew muram sebab masalahnya selalu datang silih berganti.

" Kalau ada butuh aja, kesini lo!" sindir Zayn yang mencibir Andrew yang selalu sibuk menolong kekasihnya Gina. Terlihat seperti orang yang bodoh.

" Ini definisi dari pria bertanggungjawab. Gak kayak elo, pelit!" kelit Andrew yang tak mau di tuduh yang tidak-tidak.

" Pelit sama efisien itu beda. Gak semua wanita yang udah kita tolong bakal setia!" jawab Zayn yang selalu berbeda pendapat dengan Andrew.

Ya, Andrew merupakan sosok pria yang terlalu memuja kekasihnya, sementara Zayn merupakan pribadi yang lebih realistis.

Dan mendengar ocehan teman-temannya yang cukup kurang ajar itu, ingin rasanya Sadawira melempar kepala temannya itu dengan serbuk kayu yang baru saja di pres agar mau diam.

" Kamu ni juga Da, kerjaan terus yang di pikir. Hidup sekali kok gak mau nyenengin diri!"

" Aku gak ada waktu buat mikirin wanita. Aku Minggu depan ada persiapan reboisasi." tukas Sadawira datar sebab tak memiliki selera.

" Alasanmu selalu tak memiliki waktu. Kau sendiri yang membuat waktu itu tak bersisa. Baru kali ini aku melihat direktur yang sibuknya melebih manager pelaporan anggaran!" cibir Andrew yang selalu merasa temannya itu terlalu menyiksa diri.

Hah!

Perusahaan Sada memiliki lahan sendiri dimana pasokan kayu sengon itulah yang menjadi bahan baku utama kayu lapis berkelas. Dan saking luasnya lahan, kayu-kayu yang sudah di tebang akan langsung di tanami kembali dimana masa tanam sengon sangatlah singkat.

Tak hanya negeri paman syam, negeri sakura juga menjadi target pasar yang selama ini rutin meminta hasil produksi perusahaan Sadawira karena kualitasnya.

Jika dilihat secara kasat mata, semuanya memang tampak sempurna. Sada memang pria yang mampu membaca peluang di setiap kesempatan. Tapi jauh dalam batin pria bertato itu, batinnya masih tersiksa oleh kerinduan yang tiada bertepi.

Ia yang baru pindah untuk melupakan masa lalunya, terasa terbantu sebab ia kini menyibukkan diri untuk memantau para bawahnya. Kehadiran Zayn dan Andrew juga semakin membuatnya tak kesepian secara jasmaniah.

Pria tampan yang usianya semakin matang itu bahkan belajar lebih humanis ketika bertemu dengan seseorang. Dan semua itu terjadi akibat rasa sesal di masa lalunya. Ia tak memiliki siapapun selain para anak buah yang acapakali membuatnya tertawa karena omongannya yang kurang ajar.

" Jika saya jadi Pak Sada ini ya, Saya bakal mengencani Dere di hari sabtu, dan akan tidur bersama Beryl di hari Minggu. Kita para pria butuh pasokan kenikmatan yang bervariasi bukan?"

Semua orang tergelak manakala Dollar kembali berkelakar di sela kegiatan makan siang yang selalu di kunjungi oleh Sada. Dan lagi-lagi, sang direktur hanya bisa tersenyum sumbang mendengar sindiran para anak buahnya. It's so damned ( benar-benar sialan)

" Kenapa harus menunggu menjadi aku Do?" sahut Sadawira yang sering menimpali selorohan pria jenaka itu.

" Karena aku tidak setampan pak Sada. Minggu lalu aku di tolak Shira, dan barusaja aku juga di damprat Mery. Hah, kadang hidup sungguh tidak adil!"

Mereka semua kembali tergelak saat mendengar sepenggal kisah Dollar yang cukup nestapa. Terlalu sering di tolak wanita membuat Dollar kerap halu agar bisa menjadi tampan seperti bosnya.

" Tampan pun kurang mendukung Do. Kau juga harus kaya. Pak Sada saja yang kaya dan tampan masih sering gal..."

Maka Henry seketika menutup mulutnya akibat keceplosan saat berkelakar. Membuat dirinya kesulitan bahkan untuk meneguk ludahnya. Takut kalau-kalau Sadawira marah.

" Maaf Pak!" kata Henry meringis nyengir. Dasar mulut kurang ajar!

Tapi jangankan marah, Sadawira bahkan tak menotice ucapan karyawan paling kocak itu sebab dirinya sudah terbiasa dengan mereka. Mereka tidak tahu, jika bahkan hingga detik ini Sadawira masih berharap bertemu dengan Claire meski hanya untuk sekedar meminta maaf.

Bab 2. Neo

...🥀🥀🥀...

Di sebuah rumah dengan gaya kolonial modern, terlihat interaksi sendu antara anak dan Ibunya.

" Ibu, apa Oma sama opa tidak jadi kesini?"

Seorang bocah laki-laki berusia 5 tahun terlihat menatap muram sang Ibu. Hatinya resah sebab baru saja mendengar kabar jika Oma dan Opanya tidak jadi berkunjung ke rumahnya.

Ya, Claire selama ini memilih tinggal sendiri setelah kakeknya sering sakit-sakitan dan kembali pulang ke kota asalnya.

Kenyamanan dan ketenangan membuat Claire menolak untuk kembali ke tanah air. Lagipula, ia tak ingin mengecewakan sang kakek yang sudah memberikan ultimatum keras, terkait Sadawira bahkan sejak ia masih mengandung anaknya.

Pun dengan sang Papa, Leo.

Selain itu, bisnis produk skincare dan brand kecantikan miliknya yang menggurita dan memiliki cabang dimana-mana, membuat Claire enggan untuk berpindah.

Meski resikonya, ia kini harus berada jauh dari orang tua, adik dan para sepupunya. Tapi itu bukan suatu masalah, Claire bisa fight dengan hidupnya sendiri yang kini menjadi single mother untuk anak semata wayangnya itu.

" Nanti kalau sudah libur sekolah, kita jenguk Oma sama Opa ya sayang! Kan sayangnya Ibu baru masuk sekolah, nanti gak dapat bintang banyak dong dari Bu guru!" seru Claire bertutur kata halus, sembari mengusap lembut rambut hitam berkilau milik putranya itu.

Bocah bermata jernih itu mengangguk patuh.

" Ibu, kata Bu guru bulan depan adalah hari ayah. Apa aku juga boleh merayakan hari ayah? Kata ibu, aku hanya punya ibu. Tapi kata Bu guru, semua anak itu ada karena ada ayah dan ibu!"

Air mata ibu mana yang tidak jatuh saat mendengar ucapan polos seperti itu. Ini adalah pertama kalinya Neo berada di sekolah kanak-kanak. Tapi ia lupa mengantisipasi jika menjadi orang tua tunggal itu rupanya tak semudah seperti yang di bayangkan.

Apalagi, Neo hanyalah seorang anak kecil yang belum tahu apa-apa, persoalan kedua orangtuanya yang mungkin tak akan pernah Claire ungkapkan.

" Kita bisa minta tolong om Edwin nanti ya?" balasnya mencoba menahan air mata yang sudah berdesakan ingin keluar.

" Apa Om Edwin itu ayahku?" tanya Neo lagi dengan wajah polos, seolah ingin tahu segalanya.

Claire menggeleng dengan senyum ironi, " Bukan, dia teman Ibu.Tapi kita bisa meminta tolong kepadanya kan? Om Edwin baik dan sayang sama Neo!"

Tapi bocah itu langsung murung, sebab yang dia inginkan ayah, bukan om.

" Tidak usah Ibu. Neo akan tetap datang bersama Ibu saja, aku akan mengatakan pada Bu guru jika aku memiliki Ibu yang sayang padaku!" seru Neo sembari memeluk tubuh Claire.

" Ibu juga sayang sama Neo!"

Hati Claire semakin teriris. Kesalahan di masa lalunya kini harus di tanggung sang anak, bahkan di usia sekecil itu.

" Maafkan ibu nak. Kita memang tak akan pernah bisa menghindar dan bersembunyi dari kenyataan pahit. Tapi Ibu akan selalu berusaha untukmu."

-

-

" Kakekmu sedang sakit, kalau kau ada waktu berkunjunglah sebentar!" kata mama Bella yang memberikan kabar jika kakek Edi sedang tidak sehat. Bahkan Deo dan Demas juga barusaja berkirim pesan kepadanya.

Claire bimbang. Neo baru masuk sekolah,dan tak enak sekali rasanya jika harus izin. Apalagi, jika ia kembali ke Indo, itu artinya ia seperti menegang masalalu.

" Tapi Neo baru masuk Ma!" jawabnya kepada Mama Bella dengan wajah muram meski mamanya tak akan melihat hal itu sebab mereka berbicara melalui sambungan telepon.

" Biar dia dirumah bersama Juwi. Kakekmu sangat ingin bertemu denganmu, Mama takut kalau...."

" Mama ngomong apa sih? Kakek pasti sehat terus. Aku akan kesana setelah rapat di sekolah Neo selesai!" Claire tak suka jika mamanya membicarakan kondisi sang kakek sebab ia pun takut terjadi sesuatu.

Rupanya memiliki orang tua yang tinggal berjauhan lebih banyak mendatangkan ketidaksinkronan.

Siang ini Claire hendak menjemput Neo di sekolahnya, namun saat baru mau masuk ke dalam gedung, ia melihat anaknya menangis sambil di gendong oleh gurunya.

Membuatnya cepat-cepat memajukan langkah.

" Astaga, ada apa ini Bu?" seru Claire panik saat menyongsong kedatangan anaknya.

Guru itu menatap muram Claire yang tampak panik. Neo adalah anak yang baik, tak mungkin jika dia nakal.

" Kami sangat menyesali kejadian ini Bu. Neo dan Brandon berkelahi di dalam kelas. Saya mohon maaf!"

" Apa?"

Claire langsung memindai tubuh anaknya sebab takut kalau-kalau Neo terluka. Tapi syukurlah, Neo menangis tanpa ada luka yang terpampang di sana.

" Tapi, kenapa ini bisa terjadi?" tanya Claire yang menyayangkan kejadian ini sebab mereka baru masuk sekolah, tapi malah muncul kejadian seperti ini.

" Neo enggak suka Brandon, Neo gak mau sama dia!"

Rupanya Brandon mengolok-olok Neo saat membahas hari ayah yang bakal datang bukan depan. Mereka rencananya memang akan melakukan pentas seni dimana semua orang tua akan hadir, sebab setiap tahun mereka memang menggelar acara yang sama, yakni hari ibu dan hari ayah.

Sesampainya di rumah, Claire meminta mbak Juwi untuk menemani Neo sebab ia masih harus kembali ke kantornya untuk menyelesaikan pekerjaan. Tapi kesemrawutan pikir, membuat Claire menerima ajakan Edwin yang mengajaknya coffe break.

" Aku akan datang untukmu!" kata Edwin begitu mengetahui permasalahan yang di alami Neo.

Edwin merupakan pria yang memiliki kewarganegaraan asli kota itu, ia mengenal Claire saat wanita itu melahirkan Neo di rumah sakit tempatnya bekerja dan saat itu di tangani oleh rekannya.

Edwin adalah seorang dokter spesialis obgyn yang bekerja di rumah sakit terbesar kota itu.

" Apa tidak merepotkan?" tanya Claire ragu.

Edwin menggeleng cepat, " Bahkan aku sudah berkali- kali menawarkan diri untuk menikahimu Claire!"

Membuat wanita itu menelan ludah cepat sebab kena skakmat.

Claire yang kini duduk di sebuah tempat makan bersama Edwin lagi-lagi merasa canggung. Itu memang benar, Edwin memang sudah lama menyatakan perasaannya kepada Claire tapi ia yang sulit membuka hati.

" Kau masih bisa mencari wanita yang lebih pantas menemani dokter hebat seperti dirimu Edwin!" balas Claire yang merasa jika dirinya memang kotor.

Edwin tertawa sumbang, " Kalau bagiku kau yang pantas bagaimana?"

Claire menggeleng, " I'm not good person!" katanya yang menatap lurus jalanan yang kini menyuguhkan hilir mudik kendaraan yang tak pernah sepi.

Edwin menatap Claire yang menundukkan kepalanya seraya membantin pilu. Sudah enam tahun ini ia dekat dengan Claire, tapi wanita itu masih saja menganggapnya tak lebih dari seorang teman. Membuat hati Edwin terasa nyeri.

" Sampai kapan kau akan menutup dirimu seperti itu Claire? Apa sebenarnya kau masih berharap dengan ayah Neo yang bajingan itu?"

Bab 3. Berpindah

...🥀🥀🥀...

Dagingnya tinggal di panaskan Pak, ada tomyam juga saya taruh di lemari pendingin, jangan lupa panasi juga ya, saya mau ke tempatnya meishin. 😇

TTD

Nino

Sadawira mengembuskan napasnya usai membaca secarik kertas warna biru yang sengaja di letakkan di atas meja makan. Sebuah kertas yang menjadi sumber informasi bila asisten rumah tangganya itu sedang berkunjung ke rumah temannya.

Nino adalah laki-laki bujang lapuk yang menjadi pembantu dirumahnya sejak ia menginjakkan kaki di kota Atana. Pria kemayu tapi masih berpakaian sesuai gendernya itu lah yang ia bayar untuk memikirkan urusan perutnya hingga detik ini.

Sadawira lantas membuka lemari khusus yang di gunakan untuk menyimpan makanan itu dengan wajah lesu, ia sangat lelah hari ini tapi perut yang keroncongan memaksanya untuk berbelok ke dapur.

Sadawira lebih memilih memanaskan tomyam, sebab ia ingin makan makanan berkuah. Tak berminat untuk memanaskan daging dengan bumbu berminyak sebab protein hewani dalam sajian bercitarasa asam segar itu sudah sangat banyak. Kebanyak bisa kena kolesterol.

Ia makan dengan wajah terkantuk-kantuk sebab baru pulang dari meninjau bibit yang akan segera ia tanam di lahannya besok.

TRING

📱"Da, kita lagi di tempat biasa nih. Kesini dong, ada new prey ( mangsa baru)"

Tapi Sadawira menutup pesan dari Andrew yang selalu menyetani dirinya untuk melakukannya hal bejat itu dengan dalih yang beragam.

" Senang kan saja hidup man!"

" Emang betah nahan itu terus?"

Ia mendecak sebab yang di bahas Andrew selalu tak jauh dari urusan selang kangan. Really Damned! (Benar-benar sialan )

Sada memungkasi kegiatan santap malamnya yang sunyi itu dengan segelas air putih. Sejurus kemudian ia menuju kamarnya lalu membersihkan diri, menggosok gigi lalu melempar tubuhnya ke atas matras pegas yang terasa begitu nyaman.

Siklus seperti ini sudah enam tahun ia jalani, menyibukkan diri dan memilih waktu malam untuk tidur dan merecharge energinya, sebab esok pagi ia musti berjibaku aku kembali dengan pekerjaannya.

Meski sebenarnya, jauh di relung hatinya yang paling dalam, terselip satu nama yang tak bakal lekang oleh waktu.

-

-

Keesokan paginya, keributan para anak buah yang biasa terjadi, lagi-lagi terulang dengan tersangka tunggal yang sama, Dollar.

" Lah mukamu kenapa begitu Do? Keruh amat?"

Sada yang masih sibuk membalas pesan dari stakeholder terkait sampai ikutan menoleh demi mendengar ucapan Henry yang terdengar mengomentari tampilan wajah Dollar yang amat kusut.

" Kena asam lambung kali, mleyot begitu wajahnya!" sahut Janu yang kini terkekeh.

Ya, trio kocak itu memang selalu membuat suasana di ruang kerjanya menjadi sedikit berwarna. Bahkan tak jarang Sada tertawa hingga menangis saking lucunya.

" Asam lambung kau bilang, heartbreak nih, patah hati!" jawab Dollar dengan bibir yang monyong dan wajah bersungut-sungut.

Membuat Henry dan Janu serta dirinya tergelak.

" Udahlah Do, burung bukan seekor, dan jagung bukan sebatang!" cetus Janu enteng seolah memberikan gambaran jika di muka bumi ini, yang namanya wanita bukan cuma satu orang.

Tapi yang diberikan semangat malah semakin loyo dan lesu, cenderung putus asa. Membuat Sadawira seketika berdehem.

" Tolong kalian siapkan kendaraan, kita tinjau lokasi sekarang!" kata Sada yang kini menjadi serius.

" Siap pak, mohon izin, apakah kita sekalian mampir ke sekolahan yang mau kita bantu Pak?" tanya Janu yang turut berubah menjadi serius.

Sada mengangguk, ia akan memberikan donasi material juga suntikan dana bagi sekolah yang beberapa waktu lalu terkena bencana gempa bumi. Meskipun pabriknya sendiri sempat mengalami kerugian, tapi semua itu tak menyurutkan keinginan Sadawira untuk menolong. Seperti yang telah terpatri dalam hatinya saat ini, jika ia akan menggunakan hidupnya untuk lebih banyak menolong.

...----------------...

" Ibu yakin Bu mau memindahkan den Neo ke sekolah lain?"

Juwi yang baru tahu bila Neo mendapatkan pembulian di sekolahnya benar-benar terkejut. Lebih terkejut lagi, Juwi tak mengira jika Claire malah berniat pindah dari tempat tinggalnya.

" Aku gak ada kompromi soal Neo Wi. Kamu nanti cari orang buat bantu packing ya. Aku udah dapat rumah yang baru!"

Meski hal itu akhirnya membuat Edwin tercengang.

" Kenapa kamu pindah ke sana Clay, disana itu..."

" Bisnisku disana lebih rame, dan yang paling penting aku gak lagi hidup di lingkungan toxic dan anakku bebas dari bullying!" katanya dengan tatapan getir.

Edwin menatap muram Claire yang memutuskan untuk pindah wilayah ke sisi Utara, lebih tepatnya ke Atana. Apalagi, ia ingat jika Mamanya Brandon merupakan orang julid yang dulu pernah menjadi tetangganya di rumahnya yang lama saat ia dan kakek Edi baru tiba di negara itu.

" Kita masih bisa ketemu kan?" tanya Edwin ragu. Membuat Claire seketika tertawa.

" Oh ayolah Win, we still friend right?" ucapnya tersenyum, membuat si pria turut tersenyum.

Edwin mengangguk, meski itu artinya ia akan sedikit jauh dengan Claire sebab untuk sampai ke Atana, ia harus mengendarainya mobil selama empat jam.

" Aku harus kembali kerumah sakit!" kata Edwin usia melirik jam di pergelangan tangannya.

" Ada yang mau melahirkan?" tebak Claire sebab tumben Edwin buru-buru.

Edwin mengangguk, " Usianya udah tua, diatas 40, berisiko, anaknya juga sudah banyak!" terang Edwin seperti biasanya.

Claire mengangguk paham, Edwin adalah dokter profesional yang sudah sering menyelamatkan banyak sekali ibu hamil beresiko. Dan itu membuatnya sibuk.

" Tunggu aku, aku bakal antar kamu sama Neo!"

" Tidak perlu aku ak..."

" Kau harus tunggu!"

Maka Claire akhirnya mengangguk saat sorot mata Edwin penuh permintaan. Pria baik yang ia anggap tak lebih dari teman itu akhirnya tersenyum, pun dengan dirinya.

Ia pulang dari kantornya saat matahari sudah hampir tenggelam. Membawa segenap rasa lelah sebab pikirnya kini turut terforsir.

" Neo!" ucapnya saat memasuki rumah sambil membawa beberapa cemilan kesukaan anaknya itu.

" Ibu!" anak gembul itu berlari lalu menghambur ke pelukan ibunya dengan senang.

Juwita yang melihat hal itu terlihat sangat senang. Interaksi hangat yang membuat Juwi semakin kerasan bekerja pada Claire.

" Ini, apa kita akan jadi pindah?" tanya Neo menata lekat-lekat ibunya.

Claire mengangguk, ia juga heran kenapa anaknya senang mendengar jika ia akan pindah? Apa Neo memiliki sifat yang mirip dengannya, lebih memilih pergi dari pada bersinggungan dengan orang-orang yang telah melukainya dari pada harus membalas?

Oh God!

" Jadi, nanti kita pindah ke rumah yang baru, sekolah yang baru!" kata Claire penuh semangat, meski keputusannya ini belum ia rundingkan dengan mamanya.

" Kita berangkat kapan?"

" Kita tunggu Om ya?"

" Kenapa harus Om? Kan sudah ada mbak Juwi!" sungut Neo yang terlihat tak mau menunggu.

" Tempatnya jauh nak, musti bawa mobil besar!"

" Kata Ibu Om bukan ayahku, tapi kenapa selalu ikut?"

Claire menelan ludahnya gugup, keadaannya yang runyam dengan Sadawira membuatnya kesulitan untuk menjelaskan kepada Neo tentang keadaannya yang cukup sulit itu.

" Om Edwin adalah teman Ibu, dan teman bisa selalu bersama, nanti Neo pasti juga punya teman yang bakal selalu bersama!" hiburnya dengan tujuan mengalihkan topik.

Membuat kedua mata cerah Neo membulat senang, " Really?"

Claire mengangguk, " Really!"

" Ye...aku mau pindah, aku mau punya teman yang tidak seperti Brandon!"

" Yee...sekolah baru!"

Neo berlari kesana-kemari seolah mendapatkan hal paling menggembirakan dalam hidupnya.

Tapi sejatinya, hati Claire sangat sedih. Apakah mereka akan terus seperti ini? Menghindar dari hal-hal yang di anggap buruk padahal sebenarnya ia bisa melawan.

Hanya rumput yang bergoyang yang tahu jawabnya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!