“Siapa Anda?”
“Jason Wiliam Smith.” Liam memperkenalkan dirinya pada pria di depannya.
Tubuh Josep Smith lemas ketika mendengar nama itu. Dia langsung terduduk di sofa berbahan kulit miliknya. Tatapannya masih tertuju pada pria tampan di depannya. Matanya yang biru sama persis dengannya.
“Pa.” Sabela Smith, istri Josep langsung memegangi tubuh sang suami yang terduduk. Dia begitu khawatir dengan suaminya yang lemas.
Josep memandangi anaknya. Anaknya tumbuh dengan baik. Tubuh tinggi dengan paras tampan mengingatkan Josep pada masa mudanya. Rahang yang ditumbuhi bulu halus itu sama persis dengan dirinya.
Josep tidak pernah menyangka jika anaknya ada di depannya. Masih segar di ingatannya, bagaimana dia mengusir istri dan anaknya setelah menceraikan istrinya itu. Dia pikir istri dan anaknya itu tidak akan pernah kembali lagi di hadapannya. Namun, kini anaknya berdiri tepat di depannya.
“Sepertinya Anda begitu terkejut sekali.” Pria yang biasa dipanggil Liam itu tersenyum. Perlahan dia mendudukkan tubuhnya di sofa sambil menatap pria yang merupakan papa kandungnya itu. “Apa yang Anda sedang pikirkan? Apa Anda sedang berpikir jika saya tidak akan berada di hadapan Anda? Atau tidak akan pernah berani berdiri di depan Anda?” Liam tersenyum. Tentu saja senyuman itu mengandung cibiran pada pria yang sudah menelantarkannya itu.
Liam sudah mendengar cerita dari mamanya. Bagaimana sang papa yang begitu tega mengusir mamanya setelah menceraikan mamanya. Papanya itu menikah lagi dengan wanita yang merupakan pelayan di restoran milik mereka berdua. Padahal restoran itu dibangun dengan uang milik mamanya. Mamanya harus menitipkannya ke panti asuhan karena tidak punya cukup uang untuk kembali ke Italia. Sampai akhirnya lima tahun kemudian, mamanya baru menjemputnya kembali.
“Apa maumu ke sini?” Bela, biasa orang memanggil Sabela Smith. Berawal dari babu menjadi nyonya rumah di keluarga Smith.
“Astaga, apa bertemu dengan papaku adalah sesuatu yang tidak diizinkan?” Liam tersenyum. Merasa lucu sekali dengan wanita di depannya itu.
Bela masih memandangi Liam curiga. Dia yakin anak suaminya itu tidak datang karena ingin bertemu dengan suaminya saja.
Liam terus mengulas senyum di wajahnya. Tidak sama sekali dia menujukan kebenciannya.
“Di mana selama ini kalian tinggal?” Sebagai seorang ayah, masih ada rasa di hatinya ingin tahu sejauh apa anaknya tumbuh.
“Kami tinggal di Italia. Kembali ke kampung halaman.” Sejak mamanya menjemput dari panti asuhan, Liam tinggal di Italia. Bersama mamanya, Liam tumbuh dengan baik. Mamanya selalu memberikan yang terbaik.
“Jadi sekarang mamamu di Italia?” Suara Josep begitu penasaran sekali.
Bela begitu terkejut ketika suaminya menanyakan mantan istrinya itu. Ada rasa cemburu yang menelusup ke hatinya.
“Mama meninggal sebulan yang lalu.” Liam mengatakan keberadaan mamanya.
Tepat sebulan yang lalu mamanya meninggal. Liam masih berduka. Dia kehilangan orang yang begitu dicintainya. Rasa sakit itu masih terasa sampai sekarang. Karena pada akhirnya, dia benar-benar sendiri. Sama seperti ketika dia berusia lima tahun.
Sebelum meninggal Sang mama mengizinkannya untuk terbang ke Indonesia. Selama ini Liam memang memutus hubungan dengan segala hal yang berada di Indonesia. Termasuk dengan Loveta, gadis kecil yang menjadi cinta pertamanya. Mamanya tidak mau papanya mengganggu hidup mereka lagi. Bertahun-tahun Liam menuruti sang mama. Menghargai rasa sakit yang mamanya rasakan. Kini setelah mamanya mengizinkannya kembali ke Indonesia. Tentu saja kesempatan itu digunakan sebaik mungkin.
Josep begitu terkejut. Ternyata mantan istrinya lebih dulu pergi meninggalkan dunia ini. Ada rasa sakit yang terbesit di hatinya. Belum sempat dirinya meminta maaf, tetapi mantan istrinya sudah meninggal lebih dulu.
“Ini.” Liam meletakkan berkas di atas meja.
Josep mengalihkan pandangan pada berkas itu. Dia bingung ketika melihat berkas yang diberikan anaknya itu.
“Apa ini?” Sambil mengambil berkas tersebut, Josep bertanya.
“Surat pengalihan restoran.” Liam menjelaskan apa isi berkas tersebut.
Josep membulatkan matanya. Dia segera membuka isi berkas tersebut. Alangkah terkejutnya ketika mengetahui jika isi berkas adalah pengalihan kepemilikan restoran miliknya.
Bela tak kalah terkejut. Sejak Liam datang, dia sudah yakin jika anak itu tidak datang hanya untuk berkunjung menemui papanya. Namun, ada maksud tertentu yang menjadi alasan kedatangannya.
“Apa-apaan ini?” Josep membanting berkas tersebut. Dia begitu kesal karena merasa jika Liam begitu lancang padanya.
“Mengambil hakku.” Liam masih tampak tenang. Di saat papanya murka, dia tidak terprovokasi sama sekali.
“Punya hak apa kamu mau mengambil restoran yang sudah aku kelola bertahun-tahun?” Josep menatap tajam anaknya tersebut. Padahal tadi, sudah ada kerinduan di dalam hatinya. Akan tetapi, justru sang anak dengan lancang ingin meminta restoran.
Liam hanya menanggapi dengan senyuman. “Seorang petani tanpa lahan, tidak akan pernah menjadi pemiliknya sekali pun dia menghasilkan banyak padi. Sama seperti Anda yang mengembangkan restoran dengan dana mamaku. Tetap saja Anda tidak akan disebut oleh pemilik.”
Josep terdiam. Ingatannya kembali pada pertama kali dia membangun bisnis restoran. Kala itu dia datang ke Indonesia untuk bekerja di sebuah perusahaan. Saat perusahaan itu tutup, Josep tidak kembali ke Italia. Dia dan mama Liam memutuskan membangun usaha. Berbekal uang milik sang istri, dia membangun restoran Italia. Istrinyalah yang menjadi chef di sana. Semua menu diciptakan sang istri. Restoran mulai berkembang. Orang-orang menyukai menu masakan restoran mereka.
Restoran mulai berkembang. Dari hanya mereka berdua yang membangun usaha itu, hingga akhirnya bisa merekrut karyawan. Di saat istrinya hamil, Josep mengurus penuh restoran. Hingga sampai bertahun-tahun restoran itu berkembang dengan berbagai cabang.
Sayangnya, Josep tergoda dengan pelayan di restoran tersebut. Hingga akhirnya memilih menceraikan istrinya dan mengambil alih semua usaha. Tak sepeser pun uang diberikan pada istrinya itu.
Jika ditelisik lagi, memang benar jika restoran ini atas dana mantan istrinya. Dirinya hanya mengelola saja.
“Saya, tidak akan terburu-buru. Anda bisa pikirkan dulu. Setelah itu Anda bisa serahkan restoran pada saya.” Liam merasa mungkin papanya butuh waktu.
“Tidak perlu butuh waktu. Restoran ini tidak akan pernah beralih ke siapa pun.” Bela menjawab ucapan Liam tersebut. Dia tidak rela jika restoran yang dibangun oleh suaminya diambil begitu saja.
Liam melihat Bela. Wanita itu yang menghancurkan rumah tangga mama dan papanya. Hingga mamanya harus bersusah payah berjuang. Tentu saja dia tidak akan membiarkan begitu saja.
“Silakan lakukan apa saja untuk mempertahankan restoran itu, tapi saya akan berusaha merebutnya.” Liam merasa restoran itu adalah milik mamanya. Jadi dia berhak mendapatkan kembali restoran itu.
Bela menatap kesal pada Liam. Dia tidak akan membiarkan itu terjadi.
“Kalau begitu saya permisi dulu.” Liam tak mau berlama-lama. Dia memilih untuk segera pergi. Tak mau berdebat lagi.
Bela melihat Liam yang pergi begitu saja. Saat anak suaminya itu pergi, dia mengalihkan pandangan pada suaminya.
“Pa, lakukan sesuatu. Jangan sampai anak mantan istrimu itu merebut restoran.” Bela menggoyangkan tubuh suaminya.
Josep hanya terdiam saja. Dia sendiri merasa bingung. Apa yang harus dilakukannya.
“Kita konsultasikan ini dengan pengacara dulu.” Josep harus meminta pendapat pengacara. Jadi tentu saja dia tidak bisa gegabah melakukan apa pun.
Dari rumah papanya, Liam pergi ke suatu tempat. Tempat itu adalah rumah keluarga Fabrizio. Dia ingin bertemu dengan gadis kecil yang dulu selalu membuat hidupnya berwarna. Rasa rindu yang menggebu itu membuatnya untuk meminta sopir taksi menuju ke rumah keluarga Fabrizio-pemilik toko perabotan rumah tangga di Indonesia.
“Berhenti di sini saja, Pak.” Liam menghentikan taksi yang membawanya itu. Dia ingin turun di depan rumah saja. Tidak masuk ke pekarangan rumah keluarga Fabrizio. Ingin memberikan kejutan pada Loveta.
“Baik, Pak.” Sopir menghentikan mobilnya.
Liam tidak langsung keluar. Dia melihat lebih dulu keadaan rumah tersebut. Ingin memastikan jika ada orang di dalam rumah.
Saat melihat keadaan di rumah tersebut, tampak seorang gadis keluar dari rumah. Gadis cantik dengan kulit sawo matang itu, tampak memesona. Rambutnya yang tergerai panjang, tampak indah berkilau.
“Apa itu Cinta?” Liam bertanya pada dirinya sendiri. Gadis cantik yang baru keluar dari rumahnya itu menarik perhatian Liam. Hingga membuatnya menebak siapa gadis itu.
“Cinta, jangan pulang terlalu malam.” Suara teriakan terdengar dari dalam rumah, tapi tidak ada yang keluar dari rumah.
“Iya, Mi. Aku akan pulang cepat.” Gadis bernama lengkap Danessia Loveta tersenyum meskipun sang mami tidak keluar dari rumah. “Da ... Mami.” Loveta segera mengayunkan langkahnya kelur dari area perkaranggan rumah.
Melihat jika yang dilihatnya adalah benar Loveta, membuat senyum Liam tertarik di sudut bibirnya. Merasa begitu bahagia karena akhirnya bertemu dengan gadis teman masa kecilnya.
“Aku merindukanmu.” Sekian lama menahan rindu, kali ini Liam dapat melepaskannya. Sejak tinggal dengan mamanya dan memutuskan hubungan dengan segala hal di Indonesia, Liam tidak lagi berkomunikasi dengan Loveta. Tentu saja itu membuatnya merasa senang dapat melihat Loveta lagi.
Tak mau membuang kesempatan itu, Liam segera bersiap untuk turun dan menemuinya. Sayangnya, belum sempat Liam turun, dia melihat mobil yang berhenti tepat di depan rumah. Tampak Loveta melambaikan tangannya. Menyapa orang yang berada di dalam mobil itu.
Dari kejauhan Liam melihat jika di dalam mobil itu adalah seorang pria. Pikiran Liam melayang memikirkan apakah itu adalah kekasih Loveta.
“Apa dia sudah punya kekasih?” Liam bermonolog sendiri. Ada rasa sesak menyelusup ke dalam hatinya. Tidak rela jika Loveta sudah memiliki kekasih hati.
Loveta tampak masuk ke mobil. Kemudian mobil itu melaju pergi. Meninggalkan rumah keluarga Fabrizio.
“Ikuti mobil itu, Pak.” Liam memberikan instruksi pada sopir. Tak mau kehilangan jejak Loveta.
Dengan segera sopir melaju. Mengikuti ke mana mobil di depannya itu membawa Loveta.
Mobil berhenti di sebuah mal. Tampak Loveta dan pria di dalamnya turun dari mobil dan masuk ke mal. Liam yang tidak mau kehilangan kesempatan untuk mengetahui siapa gerangan pria yang bersama Loveta, segera turun dari taksi.
“Ini, Pak. Kembaliannya ambil saja.” Liam keluar dari taksi.
Liam masuk ke mal tersebut. Mengikuti dari kejauhan ke mana Loveta dan pria itu pergi. Sampai akhirnya, Loveta dan pria itu berbelok ke salah satu toko pakaian pria.
Liam yang melihat hal itu pun segera mengikuti. Masuk ke toko tersebut juga. Mengingat yang didatangi toko pakaian pria, tentu saja dia bisa beralasan untuk pura-pura mencari pakaian untuknya.
Di dalam toko tersebut, Liam mencari keberadaan Loveta. Dia ingin tahu siapa pria yang bersamanya itu.
Liam melihat dari kejauhan jika Loveta sedang melihat kemeja pria. Tentu saja Liam yakin jika kemeja itu dipilihkan untuk pria itu.
Rasanya, Liam begitu penasaran. Seperti apa pria beruntung yang mendapatkan perhatian Loveta itu. Sayangnya, posisi pria itu membelakanginya. Jadi tentu saja dia tidak dapat melihat siapa pria itu.
“Yang ini sepertinya pas.” Loveta menempelkan kemeja berwarna hitam ke tubuh pria yang sudah menjadi kekasihnya sejak lima tahun yang lalu itu. Gadis dua puluh empat tahun itu begitu antusias mencari kemeja untuk kekasihnya.
“Sedari tadi kamu hanya menempelkan kemeja-kemeja ini. Jadi apanya yang pas?” Leo menggerutu dengan yang dilakukan kekasihnya itu. Padahal jelas-jelas tidak dicoba, bagaimana bisa pas. Pria bernama Leonardo Hardin itu merasa bingung dengan aksi sang kekasih.
“Sebentar, aku cocokkan dulu. Mana yang bisa kamu coba. Kamu harus bawa beberapa potong baju yang berbeda ke ruang ganti.” Loveta memilih-milih kemeja untuk dicoba oleh Leo.
“Apa yang berbeda. Semua warna hitam?” Leo mencibir apa yang dilakukan Loveta.
“Sekalinya hitam, tetap saja beda. Lihat ini kemeja hitam dengan lengan pendek dan panjang. Sekali pun ini sama dengan ini, tetapi kerahnya berbeda. Ukuran saku di depannya juga berbeda. Bentuk kancingnya juga berbeda.” Loveta menunjukkan kemeja yang dimaksudnya satu per satu. Menunjukkan apa bedanya kemeja hitam yang dipakainya.
Leo hanya menatap malas apa yang dilalukan oleh Loveta. Namun, tetap saja dia tidak bisa menolak sama sekali permintaan sang kekasih.
“Sudah cepat coba dulu.” Loveta memberikan beberapa kemeja hitam yang dipilihnya. Kemudian mendorong Leo ke ruang ganti.
Leo hanya pasrah. Berjalan ke ruang ganti. Ucapan Loveta sudah seperti titah yang tak terbantahkan.
Loveta tersenyum ketika melihat Leo masuk ke ruang ganti. Sambil menunggu, dia melihat-lihat baju pria. Loveta selalu saja suka ketika memilihkan baju untuk Leo. Tampil senada tentu saja membuat Loveta senang. Dengan begitu, orang-orang akan tahu jika dia berpacaran dengan Leo.
Leo keluar dengan satu kemeja yang diberikan Loveta. Kemudian menunjukkan pada kekasihnya itu.
Loveta memerhatikan kemeja yang dipakai Leo. Warna hitam dari kemeja tersebut terlalu aneh. Mungkin karena bahannya mengilap, jadi tampak aneh di tubuh Leo.
“Ganti!” Loveta memberikan perintah. Dia tidak suka kemeja yang dikenakan oleh Leo.
Leo hanya bisa pasrah. Dia kembali ke ruang ganti untuk mengganti kemeja yang dipakainya. Semua kemeja dicoba Leo. Hingga dia begitu lelah bolak-balik mencoba kemeja. Padahal di matanya kemeja sama saja.
“Yang ini saja.” Akhirnya Loveta menemukan kemeja hitam yang pas untuk Leo.
Leo bernapas lega. Akhirnya selesai juga penyiksaan malam ini. Rasanya, dia ingin segera pulang. Tubuhnya sudah sangat lelah sekali malam ini. Seharian bekerja dan disusul menjemput Loveta. Berakhir di mal untuk berbelanja.
Liam memerhatikan Loveta dan pria tersebut. Tampak mereka berdua begitu dekat sekali. Dia yakin jika pria itu adalah kekasih Loveta. Saat pria itu menghadap ke arah Liam, dia merasa pria itu tampak tidak asing baginya.
Dengan segera Liam pun mengambil ponselnya. Mengecek apa yang dipikirkannya sama dengan yang ada di depannya.
Alangkah terkejutnya Liam saat mengetahui siapa pria itu. “Leonardo Hardin Smith. Dia anak papa.” Ternyata pria yang ada di depannya sama persis dengan foto di ponselnya, dan pria itu adalah adik tirinya
Hari ini adalah pesta pembukaan restoran milik keluarga Smith. Tamu undangan banyak yang datang. Promo yang diberikan restoran juga menarik perhatian dari para pengunjung. Banyak juga pengunjung yang datang untuk menikmati promo tersebut.
Dari sekian banyak pengunjung, tampak Liam di antara mereka. Dari kejauhan dia duduk menikmati pesta pembukaan restoran. Memerhatikan sang papa yang sedang menggunting pita sebagai tanda pembukaan restoran dibuka.
Saat semua tamu masuk ke restoran, Leo juga ikut masuk. Dekorasi bergaya Italia tampak begitu indah. Leo menyadari jika sang papa sengaja mengusung tema Italia untuk restorannya.
Liam memilih duduk di sudut meja. Memesan makanan dan menikmati suasana dari restoran.
Dari kejauhan Liam melihat keluarga Fabrizio datang juga. Ada Loveta yang tampak cantik dengan gaun selututnya. Rambutnya yang lurus dibiarkan tergerai. Senyum gadis itu tampak indah menghiasi wajahnya.
Loveta tidak datang sendiri. Dia datang bersama dengan orang tuanya. Dathan Fabrizio dan juga Masya Kineta.
Melihat Neta membuat Liam sedih. Neta adalah kakaknya di panti asuhan. Dia juga yang dulu merawat sewaktu di panti asuhan. Melihat Neta, membuat Liam begitu merindukan panti asuhan. Sampai detik ini Liam belum ke panti asuhan sama sekali sejak menginjakkan kaki di tanah air.
Tampak dari kejauhan keluarga Fabrizio disambut hangat oleh keluarga Smith. Dari bagaimana keluarga Smith menyambut, tampak mereka sudah saling kenal cukup lama.
“Selamat atas pembukaan restoran ini.” Dathan Fabrizio mengulurkan tangan pada Josep Smith.
“Terima kasih Pak Dathan sudah datang.” Josep menerima uluran tangan pada Dathan. Dia senang sekali dengan kehadiran keluarga Fabrizio.
“Sama-sama, Pak. Senang bisa hadir di sini.” Dathan Fabrizio tersenyum.
“Restoran mewah sekali.” Neta menautkan pada pipi Bela.
“Tentu saja. Kami ingin memberikan pelayanan untuk kalangan atas.” Bela tersenyum.
“Kami pastinya akan sering-sering ke sini.” Neta tersenyum.
“Tentu saja untuk calon besan, kami pasti akan berikan pelayanan terbaik.” Bela membalas senyum.
Dari kejauhan Liam melihat keakraban keluarga Fabrizio dengan keluarga papanya. Ternyata hubungan Loveta dan Leo sudah sampai ke jenjang lebih serius karena tampak kedua keluarga tampak setuju.
Saat melihat keluarga Fabrizio, tiba-tiba Liam teringat Loveta. Tidak tampak Loveta bersama mereka lagi. Tentu saja membuat Liam penasaran ke mana gerangan perginya gadis cantik itu.
Liam segera berdiri mencari keberadaan Loveta. Kebetulan restoran memiliki lima lantai. Liam sedang berada di lantai pertama. Jadi kemungkinan Loveta ada di lantai berikutnya.
Liam memilih menggunakan lift. Dia ingin mencari di setiap lantai. Siapa tahu Loveta berada di sana.
Saat lift berhenti di lantai kedua, Liam melihat Loveta ketika pintu lift terbuka. Untuk sesaat Liam terdiam. Dia merasa begitu terkejut ketika melihat Loveta. Gadis itu berada tepat di depannya.
Pintu nyaris tertutup kembali ketika Liam hanya terpaku melihat Loveta. Liam benar-benar terhipnotis dengan wajah Loveta. Beruntung Liam segera membuka pintu tersebut.
Mendapati pintu dibuka kembali oleh Liam, Loveta mengulas senyumnya. “Terima kasih.” Sambil diayunkannya langkahnya masuk, dia berterima kasih pada Liam yang membuka pintu lift kembali. Dia berdiri tepat di depan Liam.
“Sama-sama.” Liam mengulas senyumnya. Membalas senyuman Loveta. Walaupun senyum menghiasi wajahnya, tetapi Liam merasa sakit sekali. Karena Loveta tidak mengenalinya sama sekali.
Sejenak Liam sadar jika komunikasi dengan Loveta berakhir beberapa bulan setelah sampai di Italia. Jadi sudah cukup lama mereka tidak bertemu. Wajar jika Loveta tidak mengenalinya.
Sesaat Loveta masuk tampak dua orang masuk. Dua orang itu berdiri di samping Liam. Tampak juga Leo berada di belakang mereka dan saat masuk berdiri di samping Loveta.
“Kita langsung ke lantai atas saja.” Leo menatap Loveta sejenak.
“Baiklah.” Loveta mengulas senyum lebar. Pipi chabi-nya terangkat, begitu mengemaskan. Sorot mata penuh damba pada pria di depannya terlihat jelas. Apalagi ketika melingkarkan tangan di lengan Leo.
Sayangnya, hanya Loveta yang tersenyum. Leo tampak dingin ketika kekasihnya tersenyum.
Pemandangan itu tertangkap jelas oleh Liam. Ada rasa kesal ketika hanya Loveta yang tampak bahagia. Leo tampak diam saja.
“Kalian ini membuat iri saja.” Seorang gadis yang berdiri sejajar dengan Loveta memberikan komentar.
“Bukankah dia sudah biasa melakukan itu, kenapa harus iri.” Pria di samping Liam memberikan komentar.
“Shutttt ....” Loveta menoleh ke belakang. Menatap kedua adik kembarnya. Sambil memberikan isyarat jari di depan bibirnya.
Melihat aksi Loveta itu membuat Liam tersenyum tipis. Tampak menggemaskan sekali.
“Dasar menyebalkan sekali. Kenapa aku punya kakak seperti itu.” Nessia mengomentari apa yang dilakukan Loveta.
Mendengar ucapan itu, Liam tahu jika ternyata dua orang di sebelahnya itu adalah adik Loveta.
Lift berhenti di lantai atas. Loveta, Leo, dan adik-adiknya keluar dari dalam lift. Liam yang berada di dalam lift yang sama pun ikut keluar.
“Wah ... pemandangan di sini lebih indah.” Loveta berbinar. Di lantai paling atas, ruangan dihiasi dengan kaca di sekeliling. Tentu saja itu membuat pemandangan terlihat jelas.
Liam memerhatikan Loveta dari kejauhan. Melihat gadis yang dicintainya, membuat Liam senang.
“Ayo ikut denganku.” Saat sedang asyik memandangi Loveta, tiba-tiba Liam ditarik oleh seseorang. Orang itu membawa Liam ke toilet. “Apa yang kamu lakukan di sini?” Josep melepaskan tangannya yang menarik sang anak. Kemudian menatap sang anak tajam. Tadi, dia dibuat terkejut ketika melihat Liam ada di restoran. Saat memerhatikan Liam, ternyata anaknya itu ke lantai atas. Tentu saja itu membuatnya mengejar melalui tangga. Ingin tahu apa yang ingin dilakukan oleh anaknya itu.
Liam hanya tersenyum tipis. Ternyata papanya yang menariknya. Liam tampak santai saja ketika papa menatap tajam. Tak ada ketakutan sama sekali di matanya.
“Tentu saja aku ke sini untuk melihat pembukaan restoranku.” Liam mengulas senyumnya.
Josep selalu tidak bisa berkutik ketika mendengar klaim restoran yang dilakukan Liam. Karena pada kenyataannya memang Liam punya hak atas restoran ini.
“Kita bicarakan tentang restoran ini nanti. Sebaiknya kamu pergi dan jangan ganggu pembukaan restoran ini.” Josep tidak bisa melihat Liam di restoran. Dia merasa ketakutan sepanjang Liam di restoran.
“Baiklah, aku akan pergi. Besok aku akan temui Anda lagi.” Liam tersenyum menyeringai. Kemudian mengayunkan langkahnya.
Tepat saat langkahnya baru diayunkan tampak Leo berada di tempat yang sama dengannya. Pria itu menatap Liam penuh tanya. Liam yang melihat pun tersenyum tipis. Kemudian melewati Leo begitu saja.
Leo terus memerhatikan pria yang melintas di sampingnya. Rasa penasaran mengantarkan Leo menghampiri papanya. Dia ingin tahu siapa gerangan pria tadi. Karena dari kejauhan wajah papanya tampak tegang.
“Siapa dia, Pa?” tanya Leo menatap sang papa.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!