Happy Reading.
Amaira baru saja selesai memasak untuk sarapan suaminya. Meskipun Maira tahu jika Azka tidak akan pernah menyentuh masakannya dan memilih sarapan diluar, tetapi Maira tidak pernah pantang menyerah.
Amaira tahu, Azka sudah sering memperingatinya untuk tidak terlalu perhatian, semuanya akan berakhir sia-sia. Azka tidak akan pernah peduli ataupun menoleh ke arahnya.
Amaira hidup sebatang kara, kedua orang tuanya telah meninggal dan di dunia ini dia hanya punya Azka, suami yang menikahinya karena keinginan kakek Azka. Suami yang sudah mengatakannya benci pada dirinya di malam pernikahan itu. Bahkan Azka dengan terang-terangan mengatakan jika dia mencintai wanita lain, tapi Amaira tetap tidak akan pernah marah pada Azka.
Amaira tahu jika selama ini Azka masih berhubungan dengan kekasihnya itu, tapi wanita berhijab itu yakin jika suatu saat nanti, Allah pasti akan membalas doa'nya.
Do'a Amaira yang selalu dilantunkan. "ALLOHUMMAJ’ALNI MAHBUUBAN ‘INDA ZAUJII BIROHMATIKA YAA ARHAMAR ROOHIMIIN."
“Ya Allah, jadikanlah aku dicintai oleh suamiku, dengan rahmat-Mu wahai Zat yang maha penyayang di antara semua penyayang.”
Amaira meminta pada Tuhan agar suaminya itu bisa membuka hati untuknya.
Karena apa? Tentu saja karena wanita berusia 24 tahun itu mencintainya suaminya. Pernikahan yang sudah berlangsung 10 bulan itu tidak membuat Amaira ingin menyerah, meskipun sikap Azka yang begitu dingin padanya.
Amaira yakin, jika suatu saat nanti suaminya itu bakal luluh dan akhirnya bisa menerimanya sebagai istri bahkan mencintainya dengan tulus, seperti dirinya yang tulus mencintai Azka.
Terdengar suara langkah kaki menuruni tangga, Maira tahu jika itu pasti suaminya karena memang hanya mereka berdua yang tinggal di rumah minimalis itu.
"Mas, aku sudah memasak, sebaiknya kamu sarapan dulu sebelum berangkat kerja," ucap Amaira ketika melihat Azka yang sudah siap dengan setelan jas dan kemeja kerjanya. Dia juga sudah menenteng tas kerja yang setiap hari dibawanya.
Tubuh tinggi atletis, kulit putih dan wajah yang rupawan benar-benar membuat Amaira terpesona dengan pria didepannya ini. Amaira tidak bisa menyembunyikan kekagumannya pada Azka, sang suami.
"Aku sudah bilang tidak perlu memasak untukku, karena aku tidak akan memakannya!" Jawab Azka membuat dada Amaira kembali sakit seperti yang sudah-sudah. "Ingat, jangan pernah sok perhatian karena aku tidak akan berubah, masaklah untuk dirimu sendiri dan malam ini aku tidak akan pulang," jawab Azka masih setia dengan wajah dinginnya.
"Baik kak, hati-hati di jalan!" seru Amaira ketika suaminya sudah melewati pintu rumah.
"Waalaikumsalam," selalu seperti itu, Amaira hanya menjawab salam sendiri tanpa Azka mengucapkan salam.
Azka begitu dingin padanya, Azka tidak pernah mau menatap wajahnya.
Padahal dulu ketika masih kecil, Azka begitu baik padanya. Azka kecil yang masih berusia 10 tahun selalu mengusap air matanya ketika Amaira menangis. Namun, sekarang sikap Azka berubah 180%.
Amaira tahu jika Azka masih marah padanya karena menerima lamaran kakek Fajar setahun yang lalu. Ya, padahal saat itu Azka sudah mengatakan pada Amaira jika sebaiknya wanita itu menolak lamaran Kakek, tapi tetap saja Amaira membantahnya dan menerima lamaran itu dengan senang hati.
Benci, itulah yang dirasakan Azka saat ini pada Amaira. Bagaimana dia bisa menikah dengan wanita yang tidak dia cintai, padahal dia sudah memiliki kekasih yang sudah dipacarinya selama lima tahun itu.
Sangat sulit untuk Azka untuk tidak membenci Amaira, karena pernikahan itu dia dan Icha harus putus. Icha tidak mau jika menjadi kekasih simpanan Azka, dia tidak mau disebut sebagai pelakor.
Azka tahu jika sifat Icha begitu lembut, wanita cantik yang sudah menemaninya sejak kuliah itu sudah banyak berkorban demi kesuksesan Azka sekarang. Icha selalu bersama dan menemaninya, lalu bagaimana bisa Azka harus menerima Amaira di dalam hidupnya.
Meskipun keduanya bukankah orang asing, karena sudah bertemu sejak kecil, tapi bagi Azka, Amaira adalah perempuan egois yang hanya mementingkan dirinya sendiri.
Tanpa Azka tahu di balik semuanya, Amaira menyimpan semua rahasia besar yang membuatnya terpuruk selama bertahun-tahun.
"Ya Allah, kuatkan hati hamba!"
Bersambung.
Hai semuanya, othor punya karya baru yang bakal bikin terharu 🥺
Minta terus dukungannya ya 🥰🥰
Happy Reading.
Amaira memindahkan masakannya ke dalam wadah, makanan itu pasti akan berakhir di tangan orang-orang yang tidak mampu lagi. Amaira tahu jika masakannya tidak akan di makan oleh Azka, dianya saja yang ngeyel, sekarang jadi harus membungkus makanan itu lagi. Nanti akan Amaira bagikan kepada tetangga yang tidak mampu.
Tapi Amaira tidak masalah, toh dia juga suka berbagi, kadang Amaira memang memasak lebih banyak untuk dia sisihkan. Di bawah kolong jembatan yang tidak jauh dari sini, ada dua keluarga yang hidupnya serba kekurangan.
Amaira suka memberikan makanan kepada anak mereka yang masih kecil, lewat anak itulah Amaira jadi tahu kalau kondisi Ayah dan ibunya begitu tidak baik.
Setelah semua tertata rapi, wanita cantik itu langsung bersiap untuk memberitahu sarapan itu pada Adira, anak kecil berusia tujuh tahun yang kadang memulung setiap siang disekitar komplek perumahannya.
Amaira tersenyum ketika melihat Adira yang duduk di pos ronda. Gadis kecil itu sepertinya memang sudah menunggu kedatangan Amaira.
"Assalamualaikum, Adira,,, ini kakak ada makanan untuk Dira sama Ayah dan Ibu, ya?"
"Terima kasih kak Maira, semoga kakak selalu di beri kebahagiaan, Aamiin!"
"Aamiin!"
*****
Azka lagi-lagi mendatangi rumah Icha meskipun wanita itu tidak mau menemuinya. Tapi kali ini sepertinya Icha sudah tidak bisa menahan rindunya pada sang kekasih.
Meskipun wanita itu tahu kalau Azka sekarang adalah suami orang, tapi rasa cinta dan rindu yang menggebu mengalahkan akal sehatnya.
Azka tersenyum ketika melihat Icha yang sudah beberapa bulan ini selalu menghindari nya. Dia juga sangat merindukan wanita yang sangat dicintainya ini begitu besar.
Azka tidak mau kehilangan wanitanya, dia harus bisa memiliki Icha bagaimana pun caranya.
"Bagaimana kabarmu? Aku rindu Icha, tolong jangan saling menyiksa diri seperti ini!" ujar Azka saat pertama kali melihat wajah Icha yang terlihat semakin kurus. Namun kecantikan nya tidak pernah hilang.
Azka tahu, wanitanya itu pasti banyak pikiran hingga membuatnya stres dan jadi kurus seperti ini.
"Aku harus bagaimana Azka, aku tidak mau merusak rumah tangga orang lain, aku tidak mau! tapi aku juga tidak bisa kehilanganmu, sudah beberapa bulan ini aku merenung, aku tersiksa karena rindu, aku nggak bisa!!" Luluh sudah air mata icha.
Dia memang bukan wanita yang kuat ketika ditinggal menikah oleh pria yang begitu bertahta di hatinya.
Ingin sekali menyalahkan takdir, dia juga berhak bahagia dengan pria yang dicintainya yaitu Azka, tapi bagaimana sekarang setelah keadaan menjadi seperti ini?
"Ayo menikah, aku akan menikahimu seperti janjiku, aku akan menceraikan Amaira!"
Deg!
Mata Icha melotot sempurna ketika mendengar ucapan Azka. "Ke-kenapa gitu, Azka apa kamu nggak boleh seperti itu! Aku juga seorang wanita!"
Azka terkejut saat melihat Icha yang marah padanya karena akan menceraikan Amaira.
"Lalu aku harus bagaimana? Tanpa persetujuanmu pun, aku sudah berniat akan menceraikan Amaira, sekarang kakek sudah tiada, dan akan lebih baik kami berpisah karena bahkan sampai sekarang pun aku belum pernah menyentuhnya!" ujar Azka.
"Tapi, apa yang akan kamu katanya pada kedua orang tuaku? Mereka semua sudah tahu kalau kamu sudah menikah?"
Azka menggenggam tangan Icha dab mengelusnya. "Aku akan menceraikan Amaira dulu, baru kita menikah, dan kamu tidak boleh protes!"
"Tapi Azka!"
"Ssstt!! Kamu harus tahu sayang, kalau pernikahan ku dengan Amaira itu tidak sehat, sejak awal kami tidak tidur sekamar, bahkan aku tidak peduli dengannya, kamu tahu jika aku sangat membenci nya, hanya karena kakek aku mau menikahinya. Tolong Icha, kita perjuangkan cinta kita, aku ingin bahagia bersamamu, membangun rumah tangga yang sakinah, mawadah, warahmah. Aku ingin kamu jadi ibu dari anak-anakku, seperti rencana kita dulu, di mana kamu selalu berbinar saat mengatakan berapa anak yang kau inginkan. Sayang, aku janji kalau aku akan selalu mencintaimu dan kamu adalah satu-satunya!"
Air mata Icha luruh semakin deras, entah kenapa kata-kata Azka bagaimana mantra untuk menggoyahkan hatinya. Cinta telah membutakan segalanya, hingga Icha tanpa pikir dua kali akhirnya mengangguk setuju untuk menjadi istri Azka, dia bahkan tidak peduli lagi bagaimana perasaan Amaira nanti, yang dia pikirkan adalah kebahagiaan nya sendiri bersama Azka.
Bolehkah Icha egois dan menyalahkan Amaira yang datang di dalam hubungan mereka sebagai orang ketiga?
Bersambung.
Happy Reading.
Azka dan Icha menghabiskan waktu di sebuah mall yang ada di kota itu. Senyum Icha tidak pernah pudar dari wajahnya, dia merasa begitu bahagia bisa jalan bareng dengan Azka hari ini.
Icha merasa bahagia luar biasa, begitupun dengan Azka. Kalau mereka bersama bisa bahagia, lalu kenapa mereka tidak bersatu saja dalam ikatan pernikahan, seperti keinginan mereka sejak dulu.
"Cha, masih suka es krim?" Icha mengangguk.
Azka mengacak rambut Icha dengan gemas, sungguh dia begitu mencintai wanita yang ada didepannya ini. "Duh, nggak sabar pengen cepet-cepet bawa kamu ke penghulu, nggak rela kalau kamu nanti di taksir cowok lain, cantiknya Icha-ku bikin hati ini meleleh," Icha langsung mencubit lengan Azka yang memang pandai menggombal sejak dulu.
"Receh banget sih mulutnya sekarang, pasti sering gombalin istrinya, ya?" tiba-tiba wajah Azka meredup ketika mendengar kata-kata 'istri' dari mulut Icha.
"Sayang, Aku tuh nggak pernah gombal dengan siapapun selain kamu, apa Lagi sama Maira, dia itu udah aku anggap seperti adikku sendiri. Kamu tahu 'kan kalau kita dulu tetanggaan di desa sewaktu kecil, jadi rasanya tuh aneh aja kalau aku tiba-tiba nikah sama cewek yang udah aku anggap sebagai adikku sendiri," ujar Azka, "coba deh kamu bayangin, misalkan kamu sama adik sepupu kamu yang dari kecil itu udah barengan main bareng terus, Kalian pisah bertahun-tahun setelah itu kalian dijodohkan dan menikah, kan aneh rasanya! nah itu yang aku rasakan sama Maira," jelas Azka membuat Icha tersenyum.
"Terima kasih," ucap Icha.
"Untuk?"
"Untuk tetap menjaga hatimu untukku, aku jadi semakin yakin ingin bisa hidup bersamamu dan kita menua bersama," jawab Icha.
"Kalau gitu biarkan aku melamar kamu secepatnya dan kita bisa nikah," ujar Azka.
Keduanya tersenyum lebar, memupuk cinta yang awalnya harus terkubur kini timbul lagi ke permukaan, membuat perasaan Icha dan Azka sungguh bahagia.
Mereka lupa jika ada seorang wanita yang tengah risau di rumah. Amaira tiba-tiba merasakan perasaannya gundah gulana. Entah kenapa, tetapi perasaan itu tidak mau hilang dari hatinya.
Melihat jam di dinding sudah menunjukkan pukul 03.00 sore, Amaira segera mengambil air wudhu untuk menyambut waktu Asyar.
Adzan berkumandang terdengar jauh di ujung sana, karena mushola di komplek itu memang berada di ujung.
Amaira menunaikan hajatnya sebagai Muslim, setelah melaksanakan salat ashar Amaira bermunajat kepada yang maha kuasa. meminta kepadaNya agar hatinya selalu diberi keikhlasan dan dilapangkan. Amaira juga berdoa meminta agar hati suaminya segera dibukakan, memiliki perasaan yang sama untuknya.
Meskipun sudah bermunajat kepada Tuhan semesta alam, hati Amaira masih begitu resah. Padahal seingatnya dia tidak memiliki masalah apapun. Akhirnya wanita itu memutuskan untuk menghabiskan sorenya dengan membuka Al-Qur'an. Membacanya agar hatinya lekas tenang.
Ayat demi Ayat Amaira baca, sampai akhirnya tidak terasa dia membaca hampir satu juz. Amaira menutup mushaf Al-Qur'an itu dan menciumnya tiga kali, kemudian dia letakkan di atas lemari yang tidak terlalu tinggi di dalam kamarnya.
Amaira memutuskan untuk membersihkan diri dan segera masuk ke dalam kamar mandi. Selama 10 bulan ini dia merasa hidupnya hanya berjalan di tempat, memang semenjak menikah dia tidak bekerja karena Amaira ingin menjadi istri yang hanya berdiam diri di rumah.
Meskipun sejatinya dia juga tidak terlalu bisa menghadapi dunia luar di perkotaan seperti ini, memilih berdiam diri di rumah membuat Amaira merasa lebih nyaman.
Amaira keluar dari dalam kamar mandi sudah memakai gamis rumahan, kemudian dia mengoleskan pelembab di wajahnya sebagai perawatan. Amaira tidak perlu memoleskan lipstik di bibirnya karena warna bibirnya sudah merah alami.
"Pake kerudung yang ini saja, warnanya lebih cerah dari bajuku," gumam wanita itu.
Kemudian memakai jilbab instan yang panjangnya sampai paha.
Amaira mendengar suara deru mesin mobil suaminya seperti berhenti didepan rumah. Bukankah Azka bilang kalau dia tidak akan pulang? Tapi kenapa ini baru jam 4 sore Azka sudah ada di rumah.
"Sepertinya itu suara mobil Mas Azka?" Amaira segera keluar dari dalam kamar.
"Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam, mas! Kok sudah pulang? Katanya malam ini tidak pulang?" tanya Amaira mendekati suaminya.
Sebenarnya dia ingin sekali menyalami tangan itu, seperti pasangan suami istri diluar sana, tapi apalah daya Azka sepertinya tidak mau disentuh olehnya.
"Ada yang mau aku bicarakan padamu, duduklah!" Azka meminta Amaira duduk di sofa ruang tamu.
Lalu dirinya juga duduk di single sofa di sampingnya. Jantung Amaira berdegup kencang, dia merasa jika apa yang akan dikatakan suaminya ini adalah hal yang tidak ingin dia dengar.
Tapi tentu saja Amaira tidak bisa untuk tidak mendengar karena Azka kali ini benar-benar sudah memantapkan hatinya untuk menceraikan istrinya itu.
"Aku tidak ingin basa basi, Amaira Maulida, ayo kita bercerai!"
Bersambung.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!