Happy reading....
Andra menatap foto pernikahannya di meja, dia menyentuhnya lembut. Tampak seorang wanita yang sedang tersenyum bahagia, sambil menunjukkan cincin pernikahannya.
Bagaimana dirinya mendapatkan wanita tersebut? Bagaimana perjuangannya? Bagaimana cita-citanya?Semuanya terasa hampa ini, dirinya tak mampu melakukan apapun demi wanita yang dia perjuangkan.
Saat ini, seolah semua perjuangannya gagal dan sia-sia. Bahkan dengan mudahnya, dia menghancurkan hati wanita tersebut berulang kali. Yang lebih tragis adalah, semua itu di lakukan atas dasar cinta.
Cinta mana yang melukai pasangannya setiap hari? Fia hanya memberikan luka, dan semakin lama luka itu hanya semakin menga-nga saja.
"Mas sarapannya sudah siap," ucap Nada.
"Iya sayang, aku datang,'' jawab Andra.
Nada menatap suaminya, yang sedang menatap lekat foto pernikahan mereka. Tampak wajah sedih terpancar jelas di wajah Andra.
"Kenapa?" tanya Nada, memeluk Andra dari belakang.
"Maafkan aku, yang tidak bisa memberikanmu kebahagiaan," ucap Andra.
Nada semakin mempererat pelukannya, dia menyandarkan kepalanya ke punggung suaminya.
"Saat aku menikahimu, aku sudah bertekad untuk menerima semua kekurangan dan kelebihanmu," ujar Nada.
"Pasti kita bisa melewati semua ini," ucap Nada.
Andra segera membalikkan tubuhnya dan memeluk istrinya, dia sangat bersyukur memiliki istri berhati malaikat seperti Nada.
Tiga tahun sudah mereka menikah, akan tetapi tidak satupun kebahagiaan yang dapat Andra berikan kepada Nada.
"Sudah yuk sarapan! keburu telat nanti,'' tutur Nada, menarik tangan Andra menuju ruang makan.
Di sana sudah ada Ibu Andra, dan kedua anaknya. Mereka duduk di kursi makan, dan siap menyantap sarapan.
"Ayo Yah, makan!'' ajak Alif, bersemangat.
"iya sayang, kamu makan duluan,'' jawab Andra.
Sedangkan Nada sedang menyuapi putri sulungnya Zaskia, dia masih berumur 7 bulan. Sehingga saat semua makan, Nada masih sibuk menyuapi Zaskia.
"Ayo Bu dimakan," ucap Andra, mengajak ibunya sarapan.
Akan tetapi, Andra melihat ibunya kurang selera dengan makanan yang dihidangkan. Dia hanya mengaduk-aduk nasi di piringnya.
"Kenapa Bu?" tanya Andra.
"Masakannya, ini aja. Sebenarnya kamu ngasih uang belanja Nada berapa sih?" tanya ibu Laras.
"Maaf Bu, kita harus berhemat. Ibu tahu sendiri kan, banyak cicilan yang harus aku bayar,'' jawab Andra.
"Emang kamu ngasih berapa? Jangan-jangan
uangnya di buat yang lain!" ucap Laras sewot.
Nada segera menggendong Zaskia keluar, tidak lupa dia mengambil seporsi makan untuk Alif dan Zaskia. Nada lebih memilih menghindari pertengkaran, dan ini masih sangat pagi.
Nada duduk di teras depan, dia menyuapi Alif dan Zaskia. Sebenarnya dia bisa makan sendiri, akan tetapi membutuhkan waktu yang cukup lama.
Sedangkan jam sudah menunjukkan pukul 07.00, dan dia harus segera masuk sekolah pukul 07.30. Nada hanya tidak mau omelan neneknya, sampai terdengar di telinga anak-anaknya.
Jangankan neneknya, anak-anaknya pun sebenarnya juga mulai bosan dengan menu sarapan yang tetap sama. akan tetapi anggaran rumah tangga sangat minim, hal itu membuat nada harus memutar otak agar makanan di meja tetap tersaji.
"Maksud Ibu itu apa sih?" tanya Andra.
"Istri kamu itu terlalu hemat, masa Ibu dikasih makan ini mulu. 'Kyan nggak bagus dong untuk kesehatan ibu,'' ujar Laras protes.
"Ibu tau 'kan, aku hanya memberi uang rp50.000 Bu sehari. Dan ibu juga tau sendiri, belakangan ini ojekku lagi sepi penumpang," ucap Andra.
"Ibu nggak mau tahu, besok makanannya harus lebih enak dari ini." Laras beranjak dari kursi dan menuju kamarnya.
Sebelum ini Andra memang bukan keluarga biasa, dulunya dia adalah keluarga dengan penuh gelimang harta.
Akan tetapi, kebangkrutan ayahnya membuat Andra dan Mamanya seperti ini. Tidak sepenuhnya bangkrut sih, akan tetapi lebih tepatnya papa Andra pergi mencari wanita lain.
Mungkin papa Andra sudah tidak betah dengan ucapan mama Andra, yang selalu menyakitkan hati. Tidak pernah mau peduli apa kata orang lain,
hal ini yang membuat dirinya semakin tak tega saat melihat Nada.
Ekonomi mereka sedang sulit, ditambah lagi Nada harus di rumah bersama ibunya. Meskipun Nada tidak pernah mengeluh, tapi wajahnya sudah menceritakan segalanya.
Dia sangat stress saat berada di rumah,
belum lagi anak-anaknya yang masih kecil. Zaskia yang masih balita, sedangkan Alif yang mulai masuk sekolah. Kerap kali Nada kerepotan, karena Alif tidak mau ditinggal saat sekolah. jadinya nada menunggu Alif sampai pulang sekolah sedangkan, pekerjaan rumah masih setia menunggu Nada.
BERSAMBUNG.....
Happy reading...
Hari-hari Nada dipenuhi dengan kesibukan rumah tangga yang amat padat, belum lagi mendengar omelan-omelan Laras yang membuat telinga Nada panas.
Entah terbuat dari apa hati Nada, dia sangat sabar. Andra sangat bersyukur memiliki istri sepertinya,. Melihat ibunya yang sangat egois, membuat Andra tak berselera makan lagi, dia memutuskan untuk berangkat kerja.
"Mas berangkat kerja dulu ya," ucap Andra mengecup kening Nada.
"Udah selesai Mas, sarapannya?" tanya Nada lembut.
"Sudah, kamu sarapan dulu. Nanti Alif biar Mas yang antar ya," ucap Andra.
"Jangan Mas! Alif tidak mau ditinggal kalau sekolah. Biar Nada aja nggak papa kok," ujar Nada sambil tersenyum manis.
Andra membungkukkan badannya sehingga setara dengan Alif yang sedang duduk di kursi. Andra menatap lekat mata Alif, dan berusaha merayunya agar mau sekolah sendiri.
"Alif 'kan sudah besar, sekolah sendiri ya. Kasihan Bunda dong harus ngantar jauh, nanti di rumah masih beres-beres,'' ucap Andra mengelus kepala putranya.
"Nggak mau Yah! Aku 'kan masih mau Bunda yang antar," jawab Alif.
"Aku malu Yah," ucap Alif.
"Aku sering diejekin teman sekolah, soalnya sepatuku jelek." sambung Alif, menyodorkan sepatunya yang mulai sobek.
Andra dan Nada saling berhadapan, seketika mata Nada berkaca. Sebenarnya, ini adalah alasan utama Alif mengapa dia tidak mau sekolah sendiri.
Akan tetapi, Nada terus menutupinya. Dia tidak mau suaminya kepikiran tentang hal ini. Dia pikir, masalah sepatu adalah masalah yang sepele, sehingga suaminya tidak perlu tahu tentang ini semua.
"Ya udah, nanti Alif sama Bunda aja ya sekolahnya. Ayah biar bekerja, nanti kita beli sepatu kalau Ayah sudah punya uang," ucap Andra mengecup kening Alif.
Andra segera berdiri dan melangkah menjauh, disusul oleh Nada yang melangkah di belakangnya.
"Kamu nggak bilang, kalau Alif butuh sepatu?" tanya Andra.
"Aku nggak mau Mas repot aja. Sudahlah, enggak usah dipikirkan, namanya juga anak kecil. Besok pasti sudah lupa," ujar Nada.
"Maafin aku ya Nad, aku ..." ucapan Andra terpotong.
"Udah sana berangkat! Aku nggak mau denger apapun," ucap Nada berbalik dan kembali dengan aktivitasnya menyuapi kedua anak yang sedang duduk menunggunya.
Seperti biasa, Andra pasti akan menyuruhnya untuk mencari pendamping lain. agar kehidupannya lebih baik dari ini. Nada heran, kenapa suaminya selalu berpikir demikian, padahal Nada sangat ikhlas menjalani ini semua.
Andra selalu merasa bersalah saat melihat Nada.
Dia yang selalu menyembunyikan masalah rumah tangganya, terlebih masalah ekonomi.
Andra hanyalah ojek online yang pendapatannya tidak tentu, bahkan bisa di katakan sangat minim. Kadang dirinya sering mengambil lembur akan tetapi, apa boleh buat? Kebutuhannya masih sangat besar.
Setelah suaminya berangkat, Nada mulai mengurusi kedua buah hatinya. Buah hati yang selalu membuatnya tetap bertahan di ujian ini.
Tak ada yang dapat menguatkan Nada, selain mereka. Jam sudah menunjukkan jam 07.15, Nada segera membereskan peralatan makan, dan masuk ke rumah.
Nada segera membuka baju Alif dan Zaskia, kemudian membantu mereka untuk mandi. Nada segera mengurus perlengkapan sekolah Alif, dan tidak lupa menyiapkan Zaskia juga. Yang pasti beserta kelengkapannya, seperti botol susu dan pampers.
Jarak antara sekolah dan rumah Alif terbilang cukup jauh, butuh waktu 15 menit untuk sampai di sana. Terkadang Alif sering terlambat karena Nada terlalu sibuk dengan urusan rumah. Terlebih mertuanya yang selalu meminta ini itu saat pagi hari.
Seperti halnya belum lama ini, saat Nada memasak. Laras selalu meminta Nada untuk membereskan kamarnya terlebih dahulu, setelah itu memasak khusus untuk sarapannya. Padahal saat pagi hari itu. saat dimana Nada sangat sibuk dengan segudang aktifitas.
Terkadang kalau masakannya tidak cocok di lidahnya, Laras selalu meminta memaksakan dengan menu berbeda, seperti yang terjadi pagi ini.
Hal ini membuat waktu Nada tersita cukup banyak, sehingga Alif seringkali terlambat masuk sekolah.
Setelah selesai, dan semua sudah siap, Alif dan Nada segera menaiki motor, dan berangkat menuju sekolah Alif.
Tak lama kemudian sampailah mereka di sekolah Alif. Dia turun dari motornya, Nada masih sibuk menggendong Zaskia, sedangkan Alif masih betah berlama-lama di motor.
"Kok nggak turun, Nak?" tanya Nada.
"Kita pulang aja yuk Bun! Aku nggak mau sekolah." rengek Alif.
"Loh kenapa?" tanya Nada.
BERSAMBUNG.....
Happy reading....
"Aku malu Bunda, lihat sepatuku sudah sangat jelek!" ucap Alif merengek, kemudian menyodorkan sepatunya.
"Sabar ya, kalau Alif semangat sekolah, Bunda pasti beliin sepatu untuk Alif, bagaimana?" jawab Nada, mencoba membujuk Alif.
"Kemarin-kemarin aku juga semangat, tapi Bunda nggak belikan sepatu,'' rajuk Alif.
"Kan kemarin Bunda nggak tahu kalau Alif mau. Sekarang bunda sudah tau, jadi Alif harus semangat belajar dengan giat. Bunda akan membelikan sepatu untuk Alif," ucap Nada memberi semangat pada Alif,
Sejenak Alif menundukkan kepala, terlihat anak itu sedang berpikir keras, menimang perkataan bundanya.
Alif mengangkat kepalanya, kemudian tersenyum lebar serta mengacungkan kelingkingnya.
"Bunda janji 'kan?" tanya Alif dengan mata berbinar.
"Bunda janji, Nak,'' ucap Nada, dengan mata berkaca.
'Ya Allah, hamba mohon lancarkanlah rezeki suami hamba,' batin Nada.
"Oke aku mau sekolah!'' seru Alif turun dari motor, dan melangkah riang menuju kelasnya.
Nada mendongakkan kepalanya, menahan agar tetesan air matanya tidak terjatuh di pipi. Setelah nada sedikit tenang, dia mengecup kening Zaskia serta menarik napas panjang, kemudian menghembuskan perlahan.
Dia mengikuti langkah kecil Alif, yang saat ini sudah memasuki kelas.
"Bunda pulang aja, nggak papa kok," ucap Alif bersemangat.
Seketika mata Nada terbelalak, dia tidak menyangka Putra kecilnya akan mengucap kata demikian.
"Alif yakin?" tanya Nada tidak percaya.
Dengan riang Alif mengangkat tangannya, mengajak tos pada Nada. Sejenak wanita itu membatu. Nada memang senang dengan perubahan Alif, akan tetapi dia sangat khawatir bila janjinya tidak terpenuhi.
"Aku akan jadi anak pintar Bunda, dan belikan aku sepatu ya!'' tutur Alif.
"Oke sayang, Bunda pasti belikan sepatu untuk Alif," ucap Nada mengelus pucuk kepala putranya, dan mengecup kening.
Tak lama kemudian bu guru datang mendekati Alif. Dia segera menuntun Alif memasuki kelas karena memang jam pelajaran segera dimulai.
Nada masih memperhatikan Alif lewat jendela, saat ini seperti mimpi bagi Nada. sebelumya Alif sangat rewel dengan sekolahnya, dia tak percaya dirinya sangat mengharapkan sepasang sepatu.
Alif melambaikan tangan ke Nada, dia sangat riang, tidak seperti biasanya. Entah mengapa hati Nada mendadak perih menatap Putranya itu.
Sebenarnya Nada sangat berat meninggalkan Alif, akan tetapi tugasnya di rumah sudah menunggu. Setelah dirasa Alif fokus belajar, Nada segera pergi dari sekolah, dirinya kembali untuk pulang.
Betapa kagetnya Nada saat tiba di rumah,
di dapur sudah banyak sekali bahan masakan, banyak sekali lauk pauk yang tergeletak di atas meja.
"Bu ini siapa yang beli?" tanya Nada.
"Ya saya lah, emang kamu?" ucap Laras.
"Tapi Bu, Nada 'kan sudah belanja?" heran Nada.
"Tapi masakan kamu itu nggak enak. Masa setiap hari tahu tempe mulu, mana bisa aku sehat," ucap Laras sewot.
"Bu keuangan kita masih tidak baik-baik saja, akan lebih baik kalau kita berhemat,'' jelas Nada.
Laras melangkah mendekati Nada. Matanya menatap tajam kepada istri anaknya tersebut. Tangannya menggebrak meja keras, membuat Zaskia sampai menangis karena terkejut akibat mendengar gebrakan meja tersebut.
"Kamu jangan coba-coba bohong ya! Kamu kemanakan uang anakku?" tanya Laras.
"Astagfirullah Ibu, aku nggak pernah menyembunyikan apapun dari ibu dan Mas Andra,'' jawab Nada dengan mata berkaca.
"Halah, omong kosong," ucap Laras melewati Nada begitu saja.
Nada menatap lauk pauk yang berserakan di meja.nDia tak habis pikir, padahal dia sudah bersusah payah untuk mengumpulkan uang, untuk menyetabilkan keuangan keluarga.
Suaminya hanya ojek online dan pendapatannya tidak menentu. Bila saat suaminya memberi uang lebih, dia pasti menyisihkannya untuk berjaga-jaga saat suaminya tidak membawa uang saat pulang.
Akan tetapi, itu semua diterima negatif oleh Laras. Dia mengira uang Andra di simpan untuk kepentingannya sendiri.
Faktanya, Andra selalu memberi uang lebih kepada Laras dan sisanya akan di beri ke Nada. Meskipun begitu, Nada tak pernah protes sedikitpun.
Padahal banyak sekali cicilan yang harus Nada bayar, mulai dari motor yang dia buat bekerja, belum lagi cicilan kulkas, mesin cuci, dan TV. Itu pun karena mertuanya yang meminta.
Nada tahu mengapa mertua seperti ini kepadanya.
Beberapa hari lalu Nada mencuri dengar, kalau mertuanya menginginkan sebuah AC, untuk dipasang di kamarnya.
Cuaca belakangan ini memang sangat panas, sehingga kalau siang hari mertuanya tidak bisa tidur dengan nyenyak.
Jangankan mertuanya, kedua anaknya pun juga merasakan hal yang sama. Akan tetapi, mereka tidak pernah protes seperti yang dilakukan oleh Laras.
Nada masih sangat bersyukur, karena diberi kedua putra-putri yang sangat mengerti keadaannya. Tidak pernah protes dengan semua keadaan yang mereka alami.
Anak-anaknya tidak pernah meminta lebih, bahkan saat teman-temannya memiliki barang yang bagus atau mainan baru. Mereka tidak pernah menuntut untuk memilikinya juga.
Zaskia juga sangat baik kepada Nada, di usianya yang masih membutuhkan banyak asupan gizi dan susu. Zaskia lebih memilih untuk memakan nasi dan sayur, dia sangat jarang untuk meminta susu.
Sangat berbanding jauh dengan tetangganya, anaknya selalu meminta.
BERSAMBUNG....
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!