Seperti biasa, Vira selalu menyempatkan waktunya memasak sarapan sebelum berangkat kerja. Yudha yang telah berpakaian rapi berjalan mendekati istrinya. Pria itu memeluk tubuh istri yang sangat dia cintai dari belakang.
"Sayang, masak apa? Wangi banget," ucap Yudha dengan berbisik dan mengecup telinga istrinya.
"Mas, geli. Jangan ganggu! Aku sedang masak. Nanti baju Mas kotor."
"Aku bisa ganti baju lagi. Aku suka bau tubuhmu yang bercampur dengan bau bumbu dapur." Yudha berucap sambil terus mengecup pipi Vira.
Pria itu tetap memeluk pinggang Vira. Walau sedikit kesulitan, wanita itu tetap memasak dengan pelukan suaminya.
"Hhhmmmmm," dehem Desy ibu mertua Vira.
Yudha dan Vira serempak memandang ke arah asal suara. Saat melihat ibunya, Yudha langsung melepaskan pelukannya di pinggang Vira.
Suami Vira itu menghampiri ibunya dan mencium tangan wanita paruh baya itu. Yudha duduk di samping Ibu Desy.
Nasi goreng yang Vira masak, disajikan ke piring. Setelah semua terhidang, Vira duduk berseberangan dengan suami dan mertuanya.
Sejak ayah mertuanya meninggal setahun yang lalu, Yudha meminta izin dengan Vira untuk mengizinkan ibunya tinggal bersama mereka. Tentu saja Vira menyetujui permintaan suaminya itu.
Namun, tanpa pernah Vira duga, pilihannya mengizinkan ibu mertua tinggal bersama mereka adalah pilihan yang salah. Ibu Desy terlalu banyak ikut campur dengan urusan rumah tangga mereka.
Kebutuhan sehari-hari Ibu Desy yang mengatur. Gaji pembantu juga ibu yang tentukan. Semua uang gaji Yudha yang biasa diberikan untuk Vira, sejak setahun lalu diserahkan pada ibu mertua. Semua kebutuhan rumah tangga Ibu Desy yang mengatur.
Vira tidak begitu mempermasalahkan keuangan yang diatur ibu mertuanya, karena gaji wanita itu jauh lebih besar dari Yudha. Yang tidak Vira sukai, sikap mengatur dan nyinyir Ibu Desy. Dia selalu saja menyindir Vira. Seperti pagi ini, ibu kembali menyindir tentang kehamilan.
"Bermesraan tiap hari, tapi tiga tahun menikah belum juga ada tanda kehamilan pada istrimu. Apa kamu tidak menginginkan keturunan, Yudha?" tanya ibu pada Yudha.
Walau ibu bertanya dengan Yudha, tapi Vira merasa ibu menyindir dirinya. Vira hanya diam tanpa ada keinginan menjawab ucapan ibu mertuanya.
"Jangan-jangan kamu mandul, Vira?" tanya Ibu langsung dengan menantunya itu.
Mendengar pertanyaan Ibu Desy mertuanya, tenggorokan Vira terasa tercekat, dadanya terasa sesak. Wanita itu menarik napas panjang, mencoba tersenyum seceria mungkin, padahal hatinya terasa sakit.
Vira tidak ingin terlihat rapuh. Dia selalu berusaha menunjukkan pada ibu mertuanya, betapa kuatnya wanita itu selama ini.
Saat teman kerjanya bertanya atau tetangga bertanya kapan punya anak, Vira juga berusaha kuat dan tersenyum. Walau jantungnya terasa diremas kuat, sakit rasanya.
"Ibu, aku dan Mas Yudha telah periksa ke Dokter. Tidak ada masalah antara aku atau pun Mas Yudha. Kami berdua sehat. Mungkin Tuhan yang belum menitipkan kepercayaan untuk kami memiliki anak," ucap Vira lembut.
"Jika kamu memang tidak ada masalah, apa kamu sengaja menunda kehamilan karena tidak ingin terganggu dengan kehadiran anak kecil? Kamu takut tidak bisa bebas keluar rumah hingga malam hari," ucap Ibu mertua Vira lagi.
Vira menarik napas dalam. Mencoba tenang, tidak terbawa emosi. Dia tidak ingin bertengkar dengan Yudha. Pernah Vira menjawab ketus ucapan ibu mertuanya, suaminya marah dan tidak mau menegurnya.
Yudha berkata, apa karena rumah ini dibeli dari uang gajinya hingga Vira bicara ketus dengan ibunya. Pria itu berpendapat karena Vira tidak bisa terima ibu tinggal bersama mereka, makanya dia selalu bicara keras.
"Bu, aku pulang malam bukan keluyuran tapi lembur kerja," ucap Vira dengan lembut.
"Vira, Ibu bukan menuduh kamu keluyuran. Ibu berkata begitu, karena lbu tidak tahu kamu lembur," ucap Mas Yudha membela ibunya.
Mendengar Yudha membelanya, ibu mertua Vira semakin merasa di atas angin. Dia tersenyum. Ibu Desy tahu, walau se cinta apa pun Yudha dengan Vira, dia tetap memilih membela ibunya.
"Kamu dengar Yudha. Istrimu ini selalu saja salah paham atas ucapan ibu. Sejak ibu tinggal dengan kalian, dia selalu saja berkata kasar dengan ibu. Apa sebenarnya Vira tidak suka ibu tinggal di sini?" tanya Ibu dengan suara yang dibuat sedih.
Yudha memeluk ibunya. Memandangi Vira dengan tatapan tajam. Berbeda saat tadi di dapur, Yudha memandangi wajahnya penuh cinta.
"Vira, ibu hanya bertanya. Aku harap kamu bisa menghargai Ibuku. Jangan buat Ibu bersedih begini," ucap Yudha.
"Maaf, aku juga tidak bermaksud bicara ketus. Maafkan aku, Bu," ucap Vira.
Setelah mengucapkan itu Vira berdiri. Dia berjalan menuju kamar untuk mandi dan segera berangkat kerja.
"Kamu lihat istrimu. Meminta maaf dengan terpaksa. Mana ada orang minta maaf dengan ibu mertuanya dengan cara begitu," ucap Ibu masih terus mengompori Yudha agar memarahi Istrinya Vira.
...****************...
Selamat Pagi. Jumpa lagi dengan novel terbaru mama. Novel ini ikut dalam event AIR MATA PERNIKAHAN tema mertua kejam. Mama mohon dukungannya berupa like dan koment. Terima kasih. Lope-lope sekebon 😍😍😍
Yudha menyusul Vira yang masuk ke kamar. Istrinya itu sedang berdandan, untuk berangkat kerja. Pria itu memeluk tubuh istri yang sangat dia cintai itu.
"Sayang, aku mohon, jangan berdebat terus dengan ibu. Cobalah mengerti ibu. Dia hanya menginginkan cucu."
Vira membalikkan tubuhnya, menghadap sang suami. Air mata mengalir dari sudut mata indahnya. Yudha baru menyadari jika Vira menangis saat berlari masuk ke kamar. Menyadari itu, dia memeluk tubuh Vira.
"Aku juga ingin memiliki anak, Mas. Tapi apa yang bisa aku lakukan, jika Tuhan belum memberikan kepercayaan itu padaku," ucap Vira terbata.
Apakah mereka berpikir jika Vira tidak ada keinginan memiliki anak? Di saat temannya menggendong anak, Vira selalu merasa sedih dan iri. Dia juga ingin ada bayi dalam rahimnya.
"Vira, bagaimana jika kamu berhenti saja bekerja. Kamu masih ingat'kan ucapan Dokter, yang meminta kamu untuk mengurangi kegiatan agar tidak lelah dan cepat hamil," ucap Yudha pelan dan penuh hati-hati.
Yudha sangat mencintai istrinya. Dia takut kata-katanya menyakiti Vira dan istrinya itu menjadi sedih dan menangis.
Pria itu menyadari, sejak kehadiran ibunya, Vira sering menangis dan bersedih. Namun, sebagai anak laki-laki satu-satunya, Yudha sangat menyayangi ibunya. Jika diminta memilih antara istri dan ibunya, pasti Yudha akan sulit. Karena kedua wanita itu sangat dia cintai.
Vira memandang wajah suaminya dengan intens. Selama ini keuangan keluarga selalu di bantu dengan gajinya. Jika hanya mengandalkan gaji Yudha, tidak akan cukup. Apa lagi Yudha harus membiayai kakaknya yang janda.
"Kamu tidak perlu kuatir. Gajiku saat ini telah naik dua kali lipat sejak aku diangkat jadi manajer pemasaran. Aku rasa cukup untuk biaya hidup kita," ucap Yudha seolah bisa membaca isi pikiran Vira.
"Akan aku pikirkan, Mas." Hanya itu jawaban dari mulut Vira.
***
Di kantor, Vira tidak bisa berkonsentrasi dengan pekerjaannya. Teringat ucapan suaminya. Setelah dua jam berpikir akhirnya Vira memutuskan untuk berhenti bekerja.
Saat ini Vira telah berada di ruang kerja atasannya untuk memberikan surat pengunduran dirinya. Raka, sang pemimpin perusahaan memandangi Vira dengan tatapan keheranan.
"Ada apa, Vira. Tidak biasanya kamu datang tanpa aku panggil," ucap Raka.
"Saya mau mengantarkan ini, Pak," ucap Vira dengan menyodorkan sebuah map.
Raka membuka map dan membaca isinya. Tidak bisa pria itu sembunyikan keterkejutan. Vira, salah seorang karyawan andalannya. Dia menyukai cara kerja wanita itu.
"Kenapa kamu ingin berhenti? Apa gaji kamu kurang?" tanya Raka.
"Bukan, Pak. Gaji saya sudah cukup besar. Saya dan suami ingin program kehamilan. Dokter menyarankan untuk saya mengurangi kegiatan."
Mendengar alasan wanita itu, Raka tidak bisa lagi menahannya untuk tetap bekerja. Dia hanya meminta Vira selesaikan satu berkas kerjasama dengan perusahaan B yang dia menangkan seminggu yang lalu.
Raka mengatakan jika uang gaji dan pesangon Vira akan di transfer. Atasannya itu juga mengatakan Vira bisa kembali bekerja kapanpun yang dia inginkan.
Jam delapan malam barulah Vira selesai mengerjakan semua berkas tersebut. Dia meletakkan di atas meja kerja atasannya. Setelah dianggap beres, barulah Vira meninggalkan kantor.
Tidak lupa Vira membawa semua barang miliknya. Tidak ada satupun rekan kerja yang tahu jika dirinya berhenti.
Vira menjalankan mobilnya dengan kecepatan sedang. Dia sangat menyayangi mobilnya karena dibeli dari hasil keringat.
Vira masuk setelah mengucapkan salam. Dia tidak melihat suami ataupun ibu mertuanya di ruang keluarga. Biasanya mereka berdua menonton televisi.
Wanita itu mendengar ada suara wanita yang sedang berbicara dengan ibu mertuanya. Rasa penasaran membuat Vira menuju dapur, tempat asal suara.
Vira melihat seorang wanita muda, yang sangat cantik sedang mencuci piring berdua. Dalam hatinya bertanya siapa wanita itu.
"Hhhhmmmm." Vira berdeham untuk memancing perhatian mereka. Kedua orang itu memandang Vira.
"Baru pulang kamu? Dari main kemana?" tanya Ibu Desy mertuanya Vira.
"Aku bukan pergi main, Bu. Aku baru pulang kerja," jawab Vira.
"Kerja apa pulang semalam ini? Yudha dan Weny juga bekerja. Dari jam enam mereka telah berada di rumah," ucap Ibu Desy lagi.
Jadi wanita itu bernama Weny, tapi Vira itu tersenyum semringah. Vira membalas dengan tersenyum juga.
Dia mengulurkan tangannya, dan Vira menyambut dengan bersalaman. Weny mengenalkan dirinya sebagai rekan kerja Yudha.
Ibu dan Weny berjalan menuju ruang keluarga, Vira mengikuti dari belakang. Ternyata Yudha telah berada juga di ruang keluarga. Sepertinya pria itu baru selesai mandi.
"Baru pulang, Sayang," sapa Yudha.
"Iya, Mas," jawab Vira. Mendekati Yudha dan menyalami serta mencium tangan suaminya itu.
"Apa kamu tidak pernah curiga dengan istrimu? Kenapa pulang malam begini? Sedangkan kamu saja yang manajer bisa pulang cepat. Begitu juga Weny. Seharusnya menantu aku itu Weny. Sudah cantik, baik, bisa lagi mengurus rumah tangga. Jika saja Weny mau jadi istri kamu, pasti ibu akan bahagia," ucap Ibu Desy.
Vira terkejut mendengar ibu mertuanya berkata begitu. Apa maksud dari ucapan ibu Desy itu?
Yudha memandangi istrinya. Perkataan ibu terkadang ada benarnya, seorang istri itu seharusnya di rumah mengurus semua kebutuhan suami, bukan bekerja di luar hingga larut malam begini, pikir Yudha dalam hatinya.
...****************...
Telah satu bulan Vira berhenti bekerja. Bukannya dapat beristirahat setelah berhenti bekerja tapi Vira makin sibuk dan kelelahan. Semua pekerjaan rumah dia yang harus kerjakan, karena ibu mertuanya memberhentikan pembantu rumah tangga mereka dengan alasan penghematan.
Vira yang capek habis mencuci pakaian dan masak buat makan malam ketiduran. Tidak tahu suaminya pulang kerja. Kali ini Weny kembali ikut ke rumah dengan alasan mengerjakan laporan akhir bulan.
Ibu Desy tersenyum semringah melihat kedatangan Weny. Menyambutnya dengan pelukan.
"Vira mana, Bu?" tanya Yudha, karena tidak melihat istrinya.
"Paling tidur. Istrimu itu kerjanya kalau nggak main ponsel ya tidur. Apa lagi," ucap Ibu dengan suara dongkol.
Yudha masuk ke kamar dan melihat istrinya tidur. Pria itu sedikit menggerutu. Padahal selama ini dia tidak pernah masalahkan ini. Yudha menarik kaki istrinya itu hingga terbangun. Vira kaget atas perlakuan suaminya itu.
"Mas, kenapa menarik kakiku? Aku jadi kaget," ucap Vira sambil mengembalikan kesadarannya karena baru bangun tidur.
"Jadi ini kerjamu di rumah. Aku meminta kamu berhenti bekerja agar tidak capek, tapi bukan harus tidur terus. Kasihan ibu yang harus mengerjakan semua. Tidak ada yang membantu."
"Tapi aku bukan ...."
"Udahlah, Vira. Kamu selalu saja membantah semua ucapanku ataupun ibu. Untung ada Weny. Pasti dia yang saat ini bantu ibu memasak untuk makan malam," ucap Yudha memotong ucapan Vira.
Vira yang tidak bisa terima dengan ucapan suaminya, bangun. Berdiri menghadap suaminya.
"Mas, aku baru tidur sebentar karena capek habis membersihkan rumah, mencuci pakaian dan memasak. Kerjaku bukan hanya tidur," ucap Vira.
"Jadi kamu mau mengatakan jika ibuku yang berbohong?" tanya Yudha dengan suara tinggi.
Vira memegang dadanya yang terasa sesak. Tiga tahun pernikahan, baru kali ini Yudha membentaknya. Vira terdiam sambil menahan tangis.
Yudha yang telah mandi dan berganti pakaian keluar dari kamar tanpa pedulikan Vira. Melihat ibu dan Weny di dapur, Yudha langsung menuju ke sana. Ibu meminta mereka langsung makan.
"Istri kamu mana, Mas?" tanya Weny.
"Ada di kamar."
"Apa tidak mengajak istrimu sekalian buat makan bersama?"
"Biar aja. Dia bisa makan nanti setelah kita," jawab Yudha.
Vira yang berada di belakang tubuh suaminya tidak percaya dengan apa yang baru dia dengar. Wanita itu mengurungkan niatnya untuk ikut makan malam. Ibu mertuanya yang melihat Vira kembali ke kamar tersenyum semringah.
"Weny, apa kamu sudah menikah, Nak?" tanya Ibu Desy dengan suara lembut.
Weny tersenyum sebelum menjawab ucapan Ibu Desy. Memandangi wajah tampan Yudha.
"Belum, Bu. Tidak ada yang mau. Aku ini jelek, tidak secantik mbak Vira."
"Siapa yang ngomong kamu jelek matanya perlu diperiksa. Kamu itu jauh lebih cantik dari Vira," ucap Ibu Desy.
Kembali Weny tersenyum mendengar pujian dari Ibu Desy. Wanita itu telah jatuh hati dengan Yudha sejak awal bekerja di perusahaan yang sama. Namun, dia harus menelan kekecewaan setelah mengetahui jika Yudha telah berkeluarga.
"Ibu pasti akan sangat bahagia jika kamu mau menjadi menantu ibu," ujar Ibu Desy lagi.
Yudha menjadi tersedak mendengar ucapan ibunya. Weny mengulurkan gelas berisi air putih.
"Mas, makan itu pelan-pelan. Jangan buru-buru," ucap Weny sambil menepuk punggung Yudha pelan.
Dari balik pintu kamar, Vira mengintip semua yang dilakukan Weny pada suaminya. Walau pembicaraan mereka tidak terdengar, tapi rasa cemburu melihat Weny memegang tubuh suaminya membuat dada Vira terasa sesak.
"Masakan ibu ini terlalu enak, makanya Mas Yudha menyantapnya berlebihan. Apa sih Bu resepnya?" tanya Weny.
Ibu Desy tersenyum miring. Menarik napas dalam, sebelum menjawab. Dia tidak tahu harus menjawab apa karena yang memasak semua ini adalah Vira.
"Ini tadi Vira yang masak semuanya. Ibu hanya membantu," ucap Ibu lirih. Namun masih dapat di dengar Yudha. Dia kaget mendengar semua itu.
"Nak Weny pasti juga pintar masakan? Apa kamu tidak ada keinginan menikah lagi, Yudha? Istrimu itu pasti mandul. Berhenti bekerja pun tetap tidak bisa hamil," ucap Ibu.
Kembali Yudha batuk mendengar ucapan ibunya itu. Apa yang harus dia jawab? Kenapa ibunya dari kemarin menanyakan ini terus? Tanya Yudha dalam hatinya.
...****************...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!