"Apakah kamu, Michael Prince Hoffmann bersedia mengambil Rose Harika Chandra menjadi istri mu, untuk mencintainya, menghormatinya, dan setia kepadanya dalam sakit dan sehat, dalam kemakmuran dan kekurangan, sepanjang hidupmu? Apakah kamu akan membantunya, mendukungnya, dan menjadi sahabatnya seumur hidupmu?" tanya pendeta kepada Michael.
"Ya, saya bersedia." jawab Michael secara cepat.
"Apakah kamu, Rose Harika Chandra, bersedia mengambil Michael Prince Hoffmann menjadi suami mu, untuk mencintainya, menghormatinya, dan setia kepadanya dalam sakit dan sehat, dalam kemakmuran dan kekurangan, sepanjang hidupmu? Apakah kamu akan membantunya, mendukungnya, dan menjadi sahabatnya seumur hidupmu?" tanya pendeta kepada Rose.
"Ya, saya bersedia." jawab Rose dengan senyuman bahagia.
Michael mengeluarkan cincin yang sudah dia siapkan untuk pesta pernikahan, dia memakaikan cincin tersebut di jari manis Rose. Begitu juga dengan Rose. Dia memasangkan cincin di jari manis Michael. Sekarang mereka telah resmi menjadi suami istri. Michael mencium bibir Rose dengan lembut, dia tidak rela melepas bibir itu jika bukan karena para tamu undangan masih berada di sana.
Para tamu bertepuk tangan dengan sangat meriah, sebagian besar tersenyum dan tertawa atas kebahagiaan sepasang pengantin yang baru saja mengucapkan sumpah setia mereka terhadap pasangannya. Acara di lanjutkan dengan makan bersama, Rose dan Michael berjalan ke tempat duduk yang sudah di siapkan untuk mereka.
"Rose, kamu lapar?" tanya Michael yang baru saja menyambar segelas air mineral dari seorang pelayan yang lewat.
Rose mengangguk, dia memang kelaparan karena sejak subuh tadi sudah di bangunkan untuk merias diri di bridal tanpa sarapan terlebih dahulu. Michael berdiri dari duduknya, dia berjalan ke meja yang menyajikan banyak makanan. Michael mengambil makanan secara acak, namun makanan yang di ambil olehnya, di susun menyerupai miniatur gunung.
Michael kembali dengan membawa dua piring makanan, dia meletakkan kedua piring tersebut di depan meja Rose. Kedua orang tua Rose dan juga orang tua Michael langsung mengalihkan pandangan mereka ke arah piring makanan yang berada di depan meja pengantin wanita.
"Aduh, Mike! Kamu ngapain sih bawain makanan yang segunung ini? Takut orang lain nggak tau kalau istrimu ini penggila makanan?" omel Rose dalam hati.
"Kenapa nggak di makan?" tanya Michael kebingungan, dia belum menyadari jika apa yang di lakukannya sangat memalukan bagi Rose. Sementara Lily sedang menutup mulutnya karena menahan tawa melihat kepolosan dari kakak iparnya.
"Mau aku suapin?" tanya Michael lagi dengan wajah tak berdosa.
"Nggak, nggak perlu! Aku makan sendiri saja. Tapi Mike, kenapa kamu bawain makanan banyak begini? Aku kan nggak bisa menghabiskan semuanya." sahut Rose sembari mencubit paha Michael dari bawah meja.
Michael meringis kesakitan, Rose tersenyum kesal sambil menatap suaminya yang sudah membuatnya malu di depan keluarga barunya. Michael melirik Rose yang berwajah cemberut, dia lalu melihat tatapan para tamu yang mengarah ke piring makanan milik Rose.
"Ya ampun, ternyata ini yang membuat Rose marah dan kesal sampai mencubit suaminya di pesta pernikahan." batin Michael.
Michael akhirnya menyadari apa yang salah dengan tindakannya itu, dia sudah memberitahukan kepada semua orang jika pengantinnya adalah orang yang rakus. Michael ingin tertawa tapi dia menahannya karena tidak ingin di cubit lagi oleh Rose.
"Aku suapin saja ya!" bisik Michael yang lalu memindahkan piring makanan ke meja di depannya.
"Pfff!" Lily pun tertawa sambil menutup mulutnya dengan telapak tangan.
^^^BERSAMBUNG...^^^
Acara berlangsung hingga tengah malam, para tamu undangan masih sibuk berbincang sambil meneguk wine dan minuman beralkohol lainnya. Sementara itu, Michael sudah tidak sabar ingin menikmati waktu berduaan bersama istrinya. Tetapi sebagai Tuan rumah, dia tidak bisa meninggalkan para tamu yang masih belum meninggalkan ruangan pesta.
"Rose, kalau kamu lelah, kamu tiduran dulu saja di kamar. Aku sudah siapin kamar pengantin kita di hotel ini." ucap Michael ketika melihat Rose menutup mulutnya untuk menyembunyikan bibirnya yang sedang menguap.
"Boleh? Rose ngantuk." sahutnya dengan wajah yang lelah.
"Michael mengangguk, "Tentu saja boleh, kesehatan kamu yang utama. Kamu naik saja ke lantai 8, kamar nomor 888. Ini kuncinya." kata Michael sembari menyerahkan sebuah kartu ke tangan Rose.
"Ya sudah, kalau begitu aku mau ke kamar duluan ya." ucap Rose yang lalu berdiri dari duduknya. Rose berjalan pelan menuju ke pintu lift, dia sangat lelah dengan kesehariannya yang sudah di mulai sejak dini hari.
Begitu pintu lift terbuka, Rose langsung masuk ke dalam lift. Dia menyandarkan tubuhnya di sisi dinding lift yang terbuat dari kaca. Setelah tiba di lantai 8, Rose keluar dari pintu lift dengan berjalan secara malas-malasan. Tiba-tiba seseorang menutup mulutnya dari belakang, tangan yang besar dan kasar dengan sebuah sapu tangan yang beraroma familiar.
Rose berusaha melawan, tetapi semua yang di lakukan olehnya sia-sia saja karena kekuatan laki-laki itu begitu besar. Ditambah sapu tangan yang sudah di bubuhi dengan obat bius berkadar tinggi yang mampu menumbangkan seekor gajah dalam sekali suntikan, membuat Rose semakin tidak berdaya.
Setelah Rose pingsan, laki-laki yang membekapnya langsung mengangkat tubuh Rose. Dia membawa Rose ke sebuah kamar yang berada di lantai yang sama. Seorang laki-laki sudah menunggu kedatangan mereka, dia duduk di atas sofa yang terletak di dalam kamar mewah tersebut.
"Bos, sudah saya bawakan wanita yang anda inginkan!" lapor laki-laki besar yang baru saja membaringkan tubuh Rose di atas ranjang.
"Bagus, ini bonus untukmu. Keluarlah, karena aku ingin segera bersenang-senang." sahut Wilson dengan wajah menyeringai.
Wilson melarikan diri dari kebakaran yang terjadi di gudang, dia sudah lama menunggu kesempatan untuk membalaskan dendamnya kepada Rose yang sudah menghancurkan reputasi dan juga usahanya selama bertahun-tahun untuk menduduki jabatan sebagai CEO di perusahaan.
"Wanita jala*ng, malam ini kau akan menjadi mainanku. Besok, semua media akan memuat berita tentang menantu keluarga Hoffmann yang melakukan malam pertama bersama pria lain. Pastinya sangat menyenangkan bukan? Ini adalah harga yang harus kamu bayar karena telah menghancurkan hidupku!" ucap Wilson seraya membuka satu persatu pakaiannya, kini tubuh polosnya hanya tertutup celana boxer yang berwarna hitam.
Wilson naik ke atas ranjang, dia menindih tubuh Rose sambil menatap wajah cantik Rose yang begitu menggoda nalurinya sebagai seorang laki-laki. Dia mulai melepaskan ikatan tali pengait gaun yang dikenakan oleh Rose.
Puluhan pengait membuat Wilson kesulitan, apalagi dia belum pernah melepaskan pakaian seorang wanita. Biasanya para wanita akan secara langsung bertelanjang di depannya tanpa harus bersusah payah membuka pakaian mereka.
"Oh shi*t!" umpatnya kesal karena salah satu pengait membuat jarinya terluka hingga mengeluarkan darah. Percikan darah mengenai seprai putih, melihat noda darah di sana membuat Wilson semakin kesal. Laki-laki itu masuk ke kamar mandi, dia membersihkan jarinya yang masih mengeluarkan darah.
"Ting Tong!"
Suara bel pintu kamar mengejutkan Wilson, dia segera mengeringkan tangannya dengan handuk kecil yang tersedia di dalam kamar mandi. Wilson lalu berjalan ke pintu kamar, dia mengintip dari lubang pintu untuk melihat siapa tamu yang mengganggu di tengah malam.
^^^BERSAMBUNG...^^^
Wilson melihat seorang wanita berdiri di depan pintu, namun wajah wanita itu tidak terlihat dengan jelas. "Siapa? Wanita panggilan? Tapi aku tidak memanggil siapapun malam ini. Mungkinkah wanita ini salah kamar?" pikir Wilson.
Wilson menyeringai, dalam pikirannya dia membayangkan bermain bersama dua wanita cantik. Tentu akan menyenangkan jika bisa memuaskan diri dengan kedua wanita tersebut, pikir Wilson dengan senyuman mesum yang terlihat jelas di wajahnya.
Wilson segera membuka pintu kamar, dia hendak mempersilakan wanita tersebut untuk masuk ke dalam. Namun apa yang di bayangkan Wilson hanyalah sebuah hayalan, sebab yang datang ke kamarnya adalah Ibu dari Michael, Nyonya Hoffmann.
Sienna Hoffmann, nama panggilannya adalah Nana dan sekarang dia menyandang nama Nyonya Hoffmann. Wanita yang menjadi pemimpin di dalam keluarga sekaligus di perusahaan. Wanita itu kini berada di dalam kamar Wilson, dia mencari keberadaan menantunya.
Nyonya Hoffmann menerobos masuk begitu saja setelah dibukakan pintu oleh Wilson. Dia melihat Rose sedang berada di atas ranjang dengan sebagian atasan gaun yang terbuka. Merasa geram dan marah, wanita itu langsung menghajar Wilson secara membabi buta.
"Kurang ajar! Kau apakan anak gadis orang hahh? Bajinga*n, brengs*ek! Mati saja kau dasar laki-laki hidung belang!" umpat Nyonya Hoffmann sambil memukuli Wilson.
Wilson pada dasarnya memang bertubuh lemah, di tambah dengan kesehariannya yang malas bergerak kecuali di ranjang. Mendapatkan pukulan keras yang berulang dari nyonya Hoffmann, pria itu langsung pingsan tak sadarkan diri. Nyonya Hoffmann segera menghampiri Rose untuk membangunkannya, namun tiba-tiba kebencian menguasai hati Nyonya Hoffmann.
Dia menatap gaun Rose yang sudah terbuka sebagian, dalam benaknya langsung terlintas sebuah rencana gila. Nyonya Hoffmann membuka semua pakaian Rose, dia lalu menarik tubuh Wilson ke atas ranjang. Nyonya Hoffmann tidak perlu bersusah payah melepaskan pakaian laki-laki itu lagi karena dia sudah melepaskan semuanya kecuali sebuah boxer yang masih menutupi sebagian bawah tubuhnya.
Nyonya Hoffmann tanpa sengaja melihat percikan darah di atas kain sprei yang berwarna putih, dia tersenyum puas karena rencananya akan berjalan lebih sempurna dengan noda darah tersebut. Nyonya Hoffmann mengeluarkan ponsel dari dalam tas kecil miliknya, dia memotret beberapa foto ranjang Rose dan Wilson dengan posisi yang sangat in*tim.
"Karena aku tidak bisa membalaskan dendam kepada Ayahmu secara langsung, maka aku akan menggunakan kau untuk membalaskan dendam dan kebencianku terhadapnya. Maafkan aku, aku tahu jika hal ini tidak adil bagimu. Tapi aku tidak bisa menahan kebencian di hatiku lebih lama lagi." gumam Nyonya Hoffmann yang lalu berjalan keluar meninggalkan kamar.
Sementara itu, Michael baru saja akan berjalan menuju ke kamar. Dia berada di dalam lift yang sedang bergerak cepat menuju ke lantai 8.
"Tinggg!"
Pintu lift terbuka, Michael berjalan cepat menuju ke kamar bernomor 888. Dia merasa senang karena akan segera menikmati malam pertamanya bersama Rose. Ketika berjalan melewati sebuah pintu kamar bernomor 867, Michael menemukan cincin berlian yang dia berikan kepada Rose saat upacara pernikahan.
Michael berjongkok mengambil cincin tersebut dari lantai, dia ingin memastikan apakah benar cincin itu milik Rose. Michael mengintip ke dalam lingkaran cincin, nama Michael Prince Hoffmann tergores di dalam cincin tersebut.
"Deg!"
Jantung Michael rasanya akan melompat keluar, dia merasa terkejut karena cincin itu benar-benar milik istrinya.
"Rose, apa yang terjadi? Kenapa cincin ini berada di sini?" tanya Michael dalam benaknya.
^^^BERSAMBUNG...^^^
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!