Di kantin salah satu Sekolah Menengah Atas, dua remaja sedang terlihat menikmati semangkuk bakso yang super besar dan pedas. Mereka adalah Diandra dan Rini.
Keduanya terlibat obrolan penting usai pulang sekolah sambil menikmati makanan favorit keduanya yaitu bakso.
"Kau yakin, Diandra?." Rini menegaskan kembali apa yang sudah diputuskan oleh sahabatnya itu.
Diandra hanya mengangguk mengiyakan, karena mulutnya penuh dengan bakso.
"Lalu Tante Mona?." Rini kembali mengajukan pertanyaan supaya sahabatnya itu berpikir ulang dengan ide gilanya.
"Jangan sampai tahu lah, kalau pun tahu mungkin Mama enggak akan peduli." Jawab Diandra santai, karena hidupnya sendiri sudah banyak beban.
"Kapan kau akan bertemu dengan orang yang akan menikahi mu?." Bisik Rini hati-hati.
"Nanti Paman Usman akan mengabari ku lagi." Jawab Diandra.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
"Tapi kau harus ingat Diandra!." Paman Usman sudah memperingatkan Diandra sebelum melanjutkan ucapnya.
Diandra mengangguk sambil sudah siap mendengarkan dengan seksama yang akan disampaikan oleh Pamannya.
"Kau akan menikah dengan pria yang notabenenya bukan orang sembarangan. Pria itu memilki jabatan dan kekuasaan penuh di kota ini, bahkan sampai ke luar negeri. Kehidupan kau akan terjamin selama menjadi istrinya.
"Kau hanya perlu menjadi ibu rahasia dari anak-anaknya nanti. Karena pria itu sendiri hanya akan mengakui anak-anak mu dari istrinya yang pertama.
"Jadi dengan kata lain kau itu istri rahasia dari pria ini. Karana pernikahan kau sendiri akan di rahasiakan dari semua orang. Terkecuali hukum dan agama. Sebab pria itu ingin memiliki anak dengan status yang jelas. Dan Paman sendiri yang akan menikahkan kalian.
"Kau paham sampai di sini?." Tanya Paman Usman diakhir kalimatnya.
"Berapa orang anak yang harus aku lahir kan untuk pria itu?." Diandra ingin kejelasan dalam hubungannya di sini. Jadi dirinya bisa tahu langkah apa, yang nantinya akan diambil setelah melahirkan beberapa anak.
"Kalau untuk itu, kau nanti bisa tanya kan langsung padanya." Jawab Paman Usman, karena dia tidak bisa memberikan jawaban yang pasti.
"Ok, Paman." Sahut Diandra.
"Kalau kau sudah jelas, Paman akan pulang sekarang. Mungkin sebentar lagi Mona akan segera sampai." Pamit Paman Usman yang langsung meninggalkan rumah.
Keesokan paginya....
"Mama akan pergi ke luar kota beberapa hari, kau minta Rini menginap di sini." Ujar Mama Mona saat keduanya duduk di meja makan.
"Iya Ma." Jawab Diandra singkat. Karena sudah sering ditinggalkan, bahkan bisa sampai berbulan-bulan hanya untuk urusan pekerjaan.
"Uang jajan sudah Mama transfer, bayaran sekolah juga sudah Mama lunasi. Kau sekolah lah yang benar, hanya tinggal beberapa bulan lagi." Ujar Mama Mona lagi sambil mengecup pucuk kepala Diandra, karena sudah ada mobil yang menjemputnya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
"Hai Morgan...."
"Hai Rin...."
"Mana Diandra?."
Rini mencabik kesal, setiap kali dirinya menyapa Morgan. Justru yang ditanya Morgan itu sahabatnya, Diandra.
"Sabar...sabar..." Batin Rini sambil mengelus dada.
"Mungkin sebentar lagi Diandra sampai, kan kamu tahu sendiri kalau Diandra orangnya suka telat."
"Iya juga sih, dari dulu emang hanya Diantara yang berani telat saat jam pelajaran Pak Togar." Morgan tersenyum kala mengingat kekonyolan yang dilakukan Diandra.
Rini memasang wajah imut kala Morgan tersenyum kearahnya, namun ternyata tidak lama pundak Rini ada yang menepuk dari belakang.
"Cie...." Bisik Diandra melewati tubuh Rini yang diam mematung. "Jadi senyum manis tadi, senyum manis itu untuk Diandra." Rini mendudukkan dirinya begitu lemas di samping Diandra.
"Tumben enggak telat?." Morgan berdiri di samping Diandra.
"Enggak dong, lagi beruntung soalnya. Tadi sekalian berangkatnya bareng Paman Usman jadi enggak mungkin telat." Balas Diandra tanpa melihat wajah gebetan Rini.
Semua siswa langsung duduk rapi ketika bel sekolah berbunyi tanda masuk dan jam pelajaran pertama akan segera di mulai.
Pak Togar yang mengisi pelajaran pertama di kelas Diandra.
"Alhamdulillah Diandra kamu tidak telat, padahal Bapak sudah menyiapkan hukuman untuk mu." Canda Pak Togar yang terkenal humoris sekaligus bisa tegas pada saat yang bersamaan.
Semua murid bersorak sorai, dengan tatapan yang mengarah pada Diandra yang hanya memasang wajah santai.
"Hukumannya apa?." Celetuk Rini bertanya.
"Apalagi kalau bukan membersihkan semua WC yang ada di sekolah ini." Jawab Irwan menyambar, yang duduk di sebabkan Morgan.
Kembali terdengar riuh dari suara tawa semua siswa-siswi yang berasal dari kelas 3 IPA 1. Sampai terdengar keruangan kepala sekolah, karena posisinya yang memang cukup dekat.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Di lain tempat, di sebuah ruangan kantor yang begitu mewah namun sangat elegan. Seorang pria yang memiliki postur tubuh tegap sedang duduk di kursi kebesarannya.
Menandatangi beberapa Mega proyek yang bernilai Milyaran, dengan menggunakan pena yang tidak kalah mahal dari keluaran merk ternama Mon blank.
"Kau sudah urus semuanya?." Pria bersuara barito itu bertanya pada Asisten yang baru datang, sambil tetap meneruskan pekerjaannya.
"Sudah Tuan Anggara, semuanya sudah siap." Jawab Asistennya.
"Kau sudah membuatnya seaman mungkin, tidak memiliki resiko apa pun. Karena aku tidak ingin kalau rahasia besar ini akan tercium oleh keluarga besar ku. Apalagi oleh Media, yang nantinya akan melukai hati istri ku." Ucapnya penuh ketegasan dan penuh perhitungan.
"Saya sudah memastikan semuanya aman, Tuan Anggara." Jawab Asistennya pasti.
"Ok, nanti malam kita akan menemui wanita itu, dan malam ini juga pernikahannya akan dilangsungkan."
"Baik Tuan Anggara. Saya akan pastikan semuanya berjalan lancar."
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
"Saya terima nikah dan kawinnya Diandra Pranata binti Yusuf Pranata dengan mas kawin tesebut dibayar tunai."
"Sah?."
"Sah"
"Alhamdulilah."
Diandra yang dibantu Rini akhirnya keluar dari dalam kamar, untuk menemui seorang pria yang baru saja menikahinya.
Diandra hanya mengenakan kebaya sederhana, yang rencana awalnya akan dipakai Diandra saat kelulusan. Tapi karena ini sangat mendesak, jadi Diandra memilih untuk mengenakan nya sekarang.
Duduk di samping sang suami dengan ketampanan yang dimilikinya, hingga bisa dibilang mendekati sempurna. Lantas tidak menjadikan Diandra bergetar hatinya, apa lagi sampai tertarik. Karena menurut penglihatan Diantara, pria yang menjadi suaminya itu sangat sombong, angkuh dan tidak ada baik-baiknya.
Buku nikah keduanya sudah berada di tangan Anggara. Dan kini di dalam rumah Diandra hanya ada mereka berdua sebagai sepasang pengantin baru. Setelah Paman Usman dan Rini berpamitan pulang usai acara pernikahan mereka, menyusul para pegawai KUA yang sudah pulang terlebih dahulu.
Sebelum Rini pulang, Rini sudah menyiapkan beberapa makanan yang bisa dinikmati oleh Diandra. Karena Rini sangat tahu kalau Diandra tidak bisa menahan lapar saat tengah malam. Jadi harus selalu ada makanan.
"Karena besok kau sekolah, cepatlah tidur, ini sudah malam." Ucapan pertama Anggara pada Diandra saat keduanya belum juga ada yang membuka obrolan.
Diandra mengangguk lalu segera masuk ke dalam kamarnya, sedangkan Anggara masih di ruang keluarga.
"Kata orang, kalau jadi pengantin itu bahagia lah, excited lah, deg-degan lah, haru lah, sedih lah tapi ujung-ujungnya bahagia." Gerutu Diandra sambil berjalan mondar-mandir melepaskan pakaian yang menempel di tubuhnya.
Membersihkan wajah dari riasan make up tipis yang dipoles Rini pada wajah cantiknya.
Diandra segera naik ke atas tempat tidur lalu memejamkan matanya. Karena pernikahan ini seperti hal biasa saja yang baru terjadi dalam hidupnya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
"Nanti aku akan menemui mu setalah dua Minggu!. Ini ada kartu ATM untuk mencukupi semua kebutuhan mu." Diandra membaca keras-keras Note yang ditinggalkan suaminya.
"Baguslah suami ku pergi, jadi aku masih bisa bebas untuk jalan-jalan bersama Rini." Diandra menyimpan Note itu di dalam tas sekolahnya.
Kemudian Diandra berangkat sekolah bersama Paman Usman atas perintah suaminya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
"Suami kau itu, Di. Sangat tampan sekali, bahkan sangat sempurna." Dengan terang-terangan Rini memuji ketampanan Anggara, pria yang baru semalam menjadi status suaminya.
"Lebih tampan mana kalau sama Morgan?." Tanya Diandra mesem mengerjai Rini.
"Kau tidak perlu mempertanyakan itu, Di. Semua cowok menurut ku akan kalah tampan sama Morgan." Jawab Rini sambil cekikikan.
"Cih, berarti kalau begitu suami ku tidak tampan dong. Orang masih kalah sama ketampanan Morgan."
"Bukan begitu, Di..."
"Alah sudah Rin, aku akan percaya kalau suami ku itu tampan kalau sudah bisa mengalahkan ketampanan seorang Morgan."
Diandra segera masuk ke dalam kelas yang kemudian di susul oleh Rini.
"Hai Di..." Sapa Morgan
"Hai..." Balas Diandra cuek.
"Nanti malam di klub Kakak ku ada pesta kecil-kecilan. Jadi aku mengundang mu untuk datang ke sana sebagai tamu VVIP ku."
Rini memasang wajah cemberut, kala Morgan hanya mengundang Diandra saja, sementaranya dirinya tidak diajak. Jangan kan diajak, ditawari juga enggak.
"Emmm...bisa saja aku datang. Tapi aku harus pergi sama Rini, supaya Mama menginginkan." Diandra beralasan demikian, karena Diandra sangat tahu kalau Rini selalu ingin menjadi bagian penting dalam setiap acara yang dibuat oleh Morgan. Jadi Diandra selalu berusaha membantu Rini, untuk mewujudkan setiap keinginan Rini yang selalu ada hubungannya dengan Morgan.
"Emmm...ok tidak masalah. Aku akan menunggu kalian di sana." Ucap Morgan mengelus lengan Diandra, lalu Rini mengelapnya. Sebab tidak rela jika Morgan mengelus lengan sahabatnya. Diandra hanya menjulurkan lidah dengan tingkah konyol Rini.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
"Baby..." Suara lembut Anggara mencari keberadaan sang istri di dalam istana megahnya.
"Sayang, aku di sini!." Jawab Regina Febrianti, sang istri tercinta.
Derap langkah kaki Anggara yang begitu lebar menaiki anak tangga, menggema di seluruh istana megah itu, guna mempercepat dirinya sampai di lokasi sang istri.
"Kau sangat cantik sekali?." Mata Anggara menangkap sempurna tubuh sang istri yang hanya berbikini.
Anggara segera turun bergabung ke kolam renang setelah menanggalkan pakaian formalnya. Kini Anggara hanya mengenakan boxer nya saja saat berenang bersama sang istri.
Anggara dan Regina saling bersenda gurau, tertawa di dalam kolam renang dengan tubuh yang saling menempel sebab pelukan mereka yang begitu erat. Gesekan kulit keduanya menimbulkan percikan api gairah yang tidak pernah padam diantara keduanya.
"I love you, Baby..."
"I love you too sayang..."
Di dalam kolam renang itu mereka melebur menjadi satu, dibakar api gairah yang sudah mereka ciptakan sendiri.
Jika pasangan suami itu sudah berada di dalam satu kolam renang, tidak ada satu pun dari pelayan yang berani naik ke lantai tiga, sebab yang sudah-sudah mereka melihat live streaming film hot.
"Kau sudah menikahi gadis itu?." Tanya Regina usia percintaan mereka, namun dengan tubuh yang masih berpelukan.
"Hem" Jawab Anggara merasa malas, kenapa harus membahas hal itu di saat mereka bersama apalagi setelah mencapai puncak nirwana bersama.
"Secepatnya kau lakukan hubungan dengan gadis itu, supaya cepat kita memiliki anak sebelum kedua orang tua kita datang ke sini." Anggara melepaskan pelukannya lalu berdiri, memakai kimono nya sendiri lalu membawa Regina duduk di pinggir kolam renang.
"Aku tidak bisa cepat melakukannya, karena gadis itu mungkin sekitar empat atau lima bulan lagi baru selesai dengan sekolahnya. Jadi kemungkinannya kami melakukannya setelah kelulusannya."
"Kenapa?."
"Banyak yang harus aku kerjakan di kantor. Deadline yang sudah menumpuk, Papa memberikan semua proyeknya pada ku. Jadi aku harus menyelesaikan itu tanpa ada kesalahan."
"Tapi kau bisa memulai pendekatan dengannya lebih dulu, supaya gadis itu tidak kaget saat kau akan menyentuhnya."
"Kau tenang saja, sepertinya gadis itu cukup mengerti dengan pernikahan kami, jadi mau dekat atau tidaknya kami, kami bisa melakukanya tanpa perasaan."
"Apa kau dapat menjaminnya sayang?."
"Hem, karena tidak ada yang sempurna dan spesial seperti kamu, Baby." Anggara mengangkat tubuh sang istri lalu, di bawa ke kamar mereka untuk melanjutkan kegiatan mereka di atas tempat tidur.
"Awww...sayang...pelan-pelan." Regina melayangkan protes ketika Anggara menindih tubuhnya dengan cukup kuat.
"Karena kau begitu menggemaskan, Baby." Anggara dan Regina kembali mereguk nikmatnya madu surga dunia pagi itu.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Saat ini waktu sudah menunjukkan pukul tujuh malam, tapi baik Diandra atau pun Rini belum terlihat batang hidungnya. Sedangkan Morgan sudah menunggu kedatangan kedua gadis itu, terutama Diandra.
"Sedang apa kau di sini?." Regina mantap sekeliling Morgan.
"Menunggu seseorang, Kak." Jawab Morgan malu-malu.
"Pacar?." Tanya Regina penuh selidik.
"Baru mau, Kak. Lagi pedekate." Jawab Morgan dengan sorot mata yang berbinar.
"Jangan lama-lama di sini nya, kasian para cewek yang di dalam. Mereka sudah mengantre untuk kau kencani." Goda Regina sambil menepuk pundak Morgan dan pergi dari sana.
Senyum lebar diperlihatkan Morgan, kala melihat pujaan hati datang dengan penampilan yang sangat cantik.
"Hai Morgan..." Sapa Rini sambil melambaikan tangannya, namun sayang yang Morgan lihat hanya Diandra.
"Hai Di..." Sapa Morgan sambil mengulurkan tangannya tapi Diandra mengacuhkannya.
"Hem" Jawab Diandra singkat.
Melihat hal itu Rini hanya mesem sendiri sambil membatin, "Syukuran dicuekin sama Diandra, itu balasannya udah cuek sama aku."
"Ayo kita masuk!." Ajak Morgan pada kedua gadis itu. Diandra dan Rini mengikuti Morgan, Morgan membawa mereka ke tempat yang sudah dipersiapkannya.
Diandra dan Rini berjalan sambil berbisik, tapi nyatanya mereka tetap berbicara dengan mode sangat kencang. Karena suara musik yang sangat memekikkan telinga. "Morgan biasa party gini ya?." Diandra menarik lengan Rini supaya lebih dekat. Sebab mereka berdua baru pertama kali masuk ke tempat hiburan
"Iya, aku juga baru tahu, kalau Morgan sudah mengenal dunia hiburan seperti ini" Jawab Rini.
Langkah Diandra dan Rini terhenti karena Morgan yang tiba-tiba berhenti.
"Kakak..." Panggil Morgan pada Regina yang sedang menjamu beberapa teman prianya.
"Hai Morgan..." Regina meletakkan minuman yang ada ditangannya. Lalu mendatangi Morgan.
"Hai..." Sapa Regina begitu ramah pada Diandra dan Rini.
"Hai Kak..." Balas kedua gadis itu bersamaan.
"Oh iya Kak, kenalkan ini Diandra dan ini Rini." Morgan memperkenalkannya pada Regina.
Kemudian Diandra dan Rini saling memperkenalkan diri pada Regina, begitu juga dengan Regina. Regina menyambut hangat kedua teman sekolah Morgan.
"Kami keruangan dulu, Kak." Pamit Morgan pada Regina.
"Iya Morgan, selamat menikmati party nya." Ucap Regina menepuk pundak Morgan dan tersenyum manis pada Diandra dan Rini.
Ketiganya melanjutkan perjalannya lagi, sampai mereka berhenti ditempat yang cukup luas dan sangat nyaman. Karena sudah tidak terlalu bising seperti di area depan.
"Kalian mau minum apa?." Tanya Morgan saat sudah di tempat private room.
"Aku jus jeruk, Morgan."
"Sama aku juga!." Seru Rini.
"Baik, aku akan memesannya." Morgan segera meminta pada pelayan untuk membawakan minuman yang mereka minta.
Kini ketiganya duduk saling berhadapan sambil menunggu minuman mereka datang.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
"Jam berapa Regina mengadakan party nya?."
"Sudah dua jam yang lalu, Tuan." Jawab Asistennya.
Anggara menatap jam mahal yang melingkar dipergelangan tangan kanannya.
"Kosongkan schedule ku malam ini, aku akan menemui Regina." Anggara menutup laporan yang sudah selesai di periksa dan ditandatanganinya.
"Baik, Tuan anggara. Hanya tinggal satu meeting lagi." Jawab Asistennya.
Mereka berdua segera meninggalkan kantor setelah membuat schedule ulang untuk meeting Anggara malam ini.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
"Sayang, aku kira kamu tidak akan datang." Ucap Regina begitu manja pada sang suami. Mengecup lembut bibir sang suami di depan para tamu dan sahabat pesta yang datang.
Sebagian wanita yang selalu datang di setiap malamnya, untuk memenuhi undangan Regina. selalu saja terpana, terpesona dengan ketampanan yang nyaris sempurna yang melekat pada sosok Anggara.
"Tidak mungkin aku melewatkan pesta mu, Baby." Kini giliran Anggara yang mencium bibir Regini, bahkan sampai **********.
Anggara dan Regina menunjukkan kemahiran mereka dalam berciuman yang sanggup membangkitkan hasrat dan gairahnya. Sehingga mereka semua memberikan tepuk tangan atas hubungan yang begitu harmonis tersebut. Bahkan ada sebagian dari tamu Regina begitu histeris dengan apa yang baru ditontonnya secara live.
"Tapi sepertinya ada yang aneh dengan sebagian para tamu pesta kali ini?, tapi apa ya?." Anggara kembali mengedarkan pandangannya, mengamati sekeliling tempat itu, baru lah Anggara menemukan keanehan tersebut.
"Kau tidak salah mengundang mereka yang masih memakai seragam SMA?." Anggara merasa risih dengan tatapan mereka begitu memujanya.
"No..." Regina menggelengkan kepalanya sambil kembali mencium bibir Anggara.
"Mereka begitu lucu dengan tingkahnya yang aneh. Mereka semua temannya Morgan. Aku yang memintanya untuk membawa teman wanitanya. Tapi rupanya Morgan sudah menyukai teman sekolahnya yang lain, yang sekarang ada di ruangan VVIP." Sambung Regina dengan arah mata yang menatap ruangan VVIP itu.
"Oh Morgan ada di sini?." Tanya Anggara ikut menatap ruangan itu.
"Apa dari mereka ada yang membuat kau tertarik, sayang?."
"Tidak, aku sangat tidak tertarik." Anggara meremas bokong Regina sampai dress nya sedikit terangkat. Hal itu kembali membuat mereka histeris, terutama bagi mereka yang masih gadis itu.
Sedangkan di ruangan VVIP, Rini yang sedari tadi mencari perhatian pada Morgan sungguh sangat kesal dibuatnya. Karena mata dan kuping Morgan hanya terpasang pada Diandra. Sementara Diandra sendiri tidak mempedulikannya.
"Di, sudah jam sepuluh kurang. Ayo kita pulang?." Ajak Rini sambil berdiri menurunkan roknya yang sedikit naik sampai paha.
"Ayo Rin, nanti Mama keburu pulang." Balas Diandra beralasan. Karena sebenarnya Diandra hanya mendukung yang dilakukan oleh Rini.
"Ini masih belum terlalu malam, kenapa kalian buru-buru pulang?. Ini saja belum masuk acara inti." Morgan menahan tangan Diandra supaya tetap berada di sana sampai pestanya selesai.
"Enggak bisa Morgan, kami harus pulang sekarang!." Rini semakin kesal dengan tangan Morgan yang memegang tangan Diandra. Lagian yang mau pulang itu dirinya, kenapa yang ditahan malah Diandra.
Diandra dan Rini keluar dari ruangan itu, berjalan melewati beberapa ruangan yang terdapat beberapa orang yang ada didalamnya.
"Tunggu Di..." Suara Morgan menarik perhatian Regina, sehingga Regina segera keluar dari ruangan yang ada di sana.
"Hei Morgan ada apa?." Tanya Regina pada Morgan, dengan belahan dress yang terlalu ke bawah sehingga Diandra dan Rini memperhatikan beberapa tanda Kiss Mark, yang sudah ada di bagian leher dan dada Regina.
Diandra dan Rini berbarengan menelan saliva nya sendiri kala semakin diperhatikan, semakin banyak tanda seperti itu pada buah dada Regini. Sehingga Diandra dan Rini bergidik ngeri.
Regina tersenyum sambil merapikan dress nya, "Tenang saja, nanti juga suami kalian akan membuat tanda yang sama seperti ini. Banyak menghiasi tubuh kalian yang indah dan mulus."
Dengan spontan Diandra dan Rini mengangguk mengiyakan ucapan dari Regina.
"Minta pada Diandra, Kak. Untuk tetap berada di sini sampai acaranya selesai. Acara intinya saja belum di mulai, masa Diandra sudah mau pulang." Bujuk Morgan pada sang Kakak.
"Morgan benar, kalian jangan pulang dulu. Kalian bisa menikmati acaranya sampai pagi, besok libur sekolah kan?. Teman-teman yang lain juga masih banyak yang di luar, jadi apa yang kurang, sayang?." Tanya Regina menatap keduanya.
"Iya Kak, mungkin lain kali kami bisa menikmatinya acaranya, tapi sekarang kami harus...."
"Baby, kenapa lama sekali?."
Diandra dan Rini menatap pria yang baru keluar dari ruangan VVIP yang sama seperti ruangan mereka yang tadi.
Tapi mulut mereka tetap rapat dengan mata yang membulat sempurna. Ketika pria itu hanya mengenakan kemeja yang sudah terbuka di bagian dada, tanpa bawahan, ada beberapa tanda Kiss Mark yang sama seperti persis dengan Regina.
Pun dengan tatapan tajam yang ditunjukkan Anggara pada Diandra yang berdiri didepannya.
Tatapan Anggara terlihat tidak biasa bagi Regina ketika menatap Diandra.
"Sayang, ini loh yang aku bicarakan. Diandra ini gebetannya Morgan di sekolah. Betul begitu kan Morgan?." Regina mendekati Morgan dan membawanya berdiri bersebelahan dengan Diandra.
"Mereka sangat cocok kan, sayang?." Kini Regina bertanya pada Anggara yang masih menatap Diandra.
"Iya mereka pasangan yang sangat cocok." Jawab Anggara sambil berlalu masuk kembali ke dalam ruangan itu.
"Nanti pulang biar Morgan saja yang mengantarkan kalian ya?. Sekarang kalian tunggu di depan hanya lima saja. Suami ku sudah tidak bisa menahannya." Regina masuk menyusul Anggara lalu menutup pintu dan menguncinya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
"Kau baik-baik saja, Di?." Tanya Rini ketika mereka sudah sampai di depan rumah Diandra. Karena Diandra tetap meminta pulang pada Morgan, hingga Morgan tidak bisa lagi menahan Diandra untuk tetap mengikuti party sampai selesai.
"Iya, aku baik-baik aja. Hanya saja aku begitu shock." Jawab Diandra jujur sambil menatap jauh ke depan.
"Bagaimana kita bisa terus terhubung dengan Morgan?." Lanjut Diandra.
"Aku juga tidak tahu, Di?."
"Kau jangan pernah salah paham pada ku, Rin. Karena kau tahu sendiri, kalau dari awal aku tidak pernah tertarik dengan Morgan." Ucap Diandra menjelaskan kembali apa yang sering dikatakannya dulu.
"Iya, Di. Aku percaya itu. Tapi kalau begini Morgan akan semakin dekat pada kau, kalau Kak Regina tahu suaminya adalah suami kau."
"Ya jangan sampai ketahuan, Rin. Itu kan perjanjian yang harus aku ikuti." Keduanya saling tatap dengan tubuh yang bersandar pada badan kursi.
"Apa kau menyesal, Di?."
"Apa aku bisa mundur lagi, Rin?."
Lalu keduanya tertawa terbahak-bahak padahal tidak ada yang lucu sama sekali dengan obrolan mereka.
"Kau tidak menginap?."
"Besok Mama ku mau pergi, jadi aku harus ikut." Diandra mengangguk dan memundurkan langkahnya.
"Kau beranikan tidur sendiri?."
"Sudah biasa, Rin. Hati-hati di Jalan. Salam ya buat Mama, Papa."
"Ok, aku balik, Di."
Diandra melambaikan tangan sampai mobil Rini menghilang dari pandangannya.
Diandra segera masuk dan mengunci pintunya. Kemudian berjalan menuju kamar.
Sudah berganti pakaian dengan setelan tank top dan hotpants. Diandra segara naik ke atas tempat tidur dan merebahkan tubuhnya di sana. Berguling ke kanan dan ke kiri sampai kedua matanya terpejam karena sudah tidur dengan lelap.
Keesokan paginya...
Diandra merasakan ada yang basah dan dingin di saat yang bersamaan pada bagian dadanya.
"Eugh..." Diandra mengangkat dadanya karena sensasi geli yang sudah diciptakan oleh hisapan seseorang pada ujung buah dadanya.
"Eugh..." Lagi, Diandra mengangkat dadanya, karena hisapan itu berpindah pada ujung buah dadanya yang satu lagi.
Kedua matanya Diandra terasa begitu berat untuk terbuka, kala kenikmatan yang sudah menjalar memenuhi setiap inci tubuhnya.
"Eugh..." Kali ini bagian perut Diandra yang bergerak lincah kala sapuan lidah seseorang yang begitu lembut menyusuri sampai bagian bawah perutnya.
Kedua tangan Diandra meremas kuat sprei sisi kanan dan kiri, dengan sekuat tenaga Diandra memaksakan kedua matanya untuk terbuka.
"Si-apa anda?." Diandra melihat kepala seseorang berada di bawah sana, sebelum lidah orang itu memainkan sesuatu yang sangat membakar gairahnya.
"To-long henti kan!." Kepala Diandra menggeleng beruang kali sambil berusaha menarik tubuhnya untuk bangun. Tapi tangan seseorang di bawah di sana sudah menahan kuat kedua pangkal paha Diandra.
"Ahhh..." Tubuh Diandra kembali terjauh ke atas tempat tidur bersama dengan lidah orang itu semakin dalam memainkan di bawah sana.
"Ahhh..." Lagi, tubuh Diandra bergerak liar mengikuti irama gelombang kenikmatan yang dirasanya akan membawanya terbang ke nirwana.
"Ahhh..." Suara merdu Diandra mengudara berbarengan dengan gerakan liar di bawah sana terhenti, yang ada hanya hembusan nafas yang begitu terasa pada area sensitifnya.
"Apa kamu menyukainya?." Tanya seorang pria yang kini mengungkung tubuhnya yang masih terasa lemas dengan bermandikan keringat.
"Anda?."
"Iya, aku suami mu!." Jawab Anggara kemudian menempelkan bibirnya pada bibir Diandra.
"Bagaimana anda bisa masuk?." Hal pertama yang ditanyakan Diandra, setelah ciuman mereka terlepas dan mengetahui ternyata suaminya lah yang sudah menyentuh tubuhnya.
"Itu bukan hal yang sulit untuk ku!." Anggara menghirup aroma ceruk leher Diandra yang begitu wangi.
Diandra menengadahkan wajahnya, membiarkan bibir Anggara mengabsen setiap inci permukaan lehernya. Dan di bawah sana sudah ada pergerakan yang belum tapi pasti meminta lebih. Meski pun Diandra belum berpengalaman, tapi Diandra sudah sangat paham dengan yang harus dilakukan olehnya sebagai seorang istri.
"Tapi bukannya anda baru akan ke sini setelah dua Minggu?. Ini bahkan belum ada dua hari, tapi kenapa anda sudah ke sini?." Diandra dengan memberanikan diri memegang kedua sisi wajah Anggara dan menatapnya tajam.
"Iya tadinya seperti itu. Tapi karena kamu sudah mengganggu waktu ku jadi aku meminta ganti pada mu." Ucap Anggara menekan-nekan bagian inti tubuh Diandra dengan miliknya yang sudah sangat mengeras.
"Maksud anda?." Seketika Diandra menggigit bibir bawahnya ketika percobaan pertama yang dilakukan oleh Anggara tidak berhasil.
"Aku tidak bisa menunggu lebih lama untuk memiliki anak dari mu." Anggara menggigit lembut leher Diandra sehingga meninggalkan jejak pertamanya.
Diandra mengangguk lemah, sudah sangat pasrah kalau dia sekarang harus kehilangan kegadisannya oleh suaminya sendiri.
Diandra kembali memejamkan mata, ketika ujung lidah Anggara bermain di ujung buah dadanya yang sudah mengeras, yang terhimpit wajah tampan Anggara.
"Eugh..." Diandra merasakan kenikmatan yang tiada tara ketika bibir Anggara bermain liar di bawah sana. Sehingga Diandra untuk tanya kedua kalinya merasakan kepuasaan yang hampir mendekati sempurna.
Kegiatan panas Anggara pagi ini harus terhenti karena bunyi ponselnya. Anggara bangkit dan mengambil ponsel dari dalam saku celananya yang tergeletak. Kemudian menjawab panggilan tersebut.
"Iya sayang..."
"Ok, lima menit lagi aku pulang."
Hanya itu yang terucap dari bibir manis Anggra lalu sambungan telepon pun terputus.
"Aku harus segera pulang, nanti kita akan melanjutkannya lagi." Anggara menutupi tubuh kekar berotot nan six pack miliknya dengan kemeja yang semalam dipakainya.
Anggara mendekati tubuh Diandra yang masih polos didepannya. "Semua ini adalah milik ku, suami mu. Jadi jangan pernah memperlihatkannya pada orang lain." Telunjuk Anggara menyentuh bibir Diandra yang sedikit membengkak karena pagutan mereka.
Anggara berjalan meninggalkan Diandra yang masih lemas di atas tempat tidur, namun langkahnya terhenti saat di dekat pintu kamar.
"Jauhi Morgan dan jangan pernah dekat dengan nya. Kamu paham?." Diandra mengangguk paham sambil menarik selimut untuk menutupi tubuhnya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
"Ada apa, Baby?." Anggara segera mencari keberadaan Regina.
"Nyonya Regina ada di lantai paling atas, Tuan Anggara." Salah satu pelayan datang memberitahunya.
Langkah kaki Anggara segera menuju ke lantai tiga dengan menaiki lift. Sesampainya di sana, Anggara mendapati pemandangan yang dapat membangkitkan hasratnya.
Tanpa pikir panjang lagi, Anggara segera membawa tubuh polos Regina masuk ke dalam kolam. Mereka menyatukan dua raga yang tadi malam gagal terlaksana.
"Jadi hanya karena ini, kau meminta ku pulang ke sini?." Ucap Anggara di sela hentakan-hentakannya.
"Ah...em... Iya. Karena aku tidak bisa membiarkan kau mencari kesenangan di luar sana." Balas Regina terbata-bata dangan tubuh yang terus bergoyang karena gerakan Anggara.
"Tidak akan pernah, Baby. Hanya tubuh indah ini yang mampu memuaskan ku sampai titik tertinggi dari suatu hubungan intim." Anggara menjelaskan sambil gerakan memompa tubuh Regina yang sudah bermandikan keringat kenikmatan.
"Lalu semalam kau pergi kemana setelah party ku?." Regina menahan tempo gerakan Anggara, menatap cukup dalam manik mata Anggara.
"Aku menemui Ruslan, ada pertemuan yang aku schedule ulang karena menghadiri pesta kau tadi malam." Jawab Anggara lembut, sedikit mengelabui Regina. Dengan mendaratkan kecupan singkat di kening Regina. Padahal sudah dengan sangat jelas dan sadar kalau dirinya mendatangi gadis yang kini berstatus istrinya. Mencumbunya sampai dirinya pun begitu sangat bergairah. Semua masih dalam proses pertumbuhan dengan warna khas yang begitu sangat menggoda. Sehingga tidak bisa dipungkiri, jika dirinya mulai memiliki sedikit rasa tertarik di ujung hatinya yang terdalam.
"Iya, aku sangat percaya pada mu, sayang." Regina merasakan gesekan di bawah sana semakin liar dan segera menuntut pelepasan.
Akhirnya mereka mencapai ******* saat obrolan mereka sudah berakhir dan kembali fokus pada kegiatan panas mereka.
"Terima kasih sayang, kamu selalu bisa memuaskan ku." Regina mengangguk sambil menarik selimut. Anggara mengecup bibir Regina lalu bangkit dan berjalan ke kamar mandi dengan tubuh polosnya.
Anggara keluar dari kamar dengan memakai handuk kimono nya. Mendekati mini bar yang ada di sana. Di saat yang bersamaan Morgan ingin menemui kakak perempuannya.
"Morgan..."
"Kak Anggara..."
"Ada apa?." Anggara menuang wine ke dalam gelas. Lalu Anggara meminumnya perlahan.
"Kak Regina ada di dalam?." Morgan ikut duduk di depan mini bar.
"Ada, tapi lagi tidur. Ada apa?."
"Gini Kak Anggara, aku mau meminta izin untuk memakai Villa yang ada di Bali." Morgan melihat tatapan Anggara yang sangat tajam, sehingga dia sempat mengurungkan niatnya untuk bicara. Namun demi mendekati Diandra, dia harus berani untuk menyampaikannya langsung.
"Em untuk mengajak Diandra dan teman sekolah yang lain ke sana. Karena sekolah sedang libur satu Minggu." Akhirnya Morgan bisa juga menyelesaikan ucapannya.
"Pakai saja Morgan. Minta lah pada penjaga Villa untuk membersihkannya terlebih dahulu. Kalau kau mau ke sana bersama teman sekolah. Tapi ngomong-ngomong..." Anggara meneguk kembali minumannya lalu berdiri di depan Morgan.
"Kenapa kau begitu menyukai Diandra?, apa tidak ada wanita yang lain yang bisa kau kencani?." Tanya Anggara, Morgan cukup heran karena Anggara tumben sekali peduli untuk hal kecil seperti ini. Biasanya Anggara tidak bertanya atau peduli pada teman kencannya.
"Diandra itu gadis spesial baut aku, Kak. Aku sudah jatuh hati padanya saat pertama kali bertemu. Tapi sayang Diandra belum juga merespon perasaan ku." Jawab Morgan jujur.
"Itu tandanya, kau harus segera mencari wanita lain dan melupakan gadis itu secepatnya." Anggara menepuk kencang pundak Morgan lalu masuk lagi ke dalam kamar. Segara mengambil ponsel dan mengirimkan beberapa pesan singkat.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
"Apa Morgan sudah mengajak mu?."
Diandra mengangguk mengiyakan sambil makan salad buah kesukaannya.
"Lalu?."
"Apa?."
Anggara mendekati Diandra yang duduk bersila di atas karpet tebal, lalu jongkok dengan posisi yang begitu dekat.
"Apa kamu menerima ajakannya?."
"Tidak, sesuai dengan apa yang anda katakan. Tapi bagaimana anda bisa tahu no ponsel ku?." Diandra bertanya balik sambil menaikan sebelah alisnya.
"Bukan perkara sulit. Yang jelas kamu sudah menolak ajakan Morgan." Ucap Anggara kembali berdiri dan berjalan ke kamar Diandra.
Tempat tidurnya sudah rapi, berbeda dengan tadi pagi yang begitu berantakan. Akibat pergerakan Diandra yang begitu lincah di atas tempat tidur. Anggara tersenyum sambil merebahkan tubuhnya di atas kasur.
"Malam ini juga, kamu akan pindah ke Apartemen?." Anggara menatap Diandra yang baru masuk dan duduk di meja rias.
"Lalu rumah ini?." Diandra tidak bisa jauh dengan rumah ini, sebab sudah banyak kenangan indah. Walau pun kini tinggal hanya kenangan.
"Ada Paman mu yang mengurusnya." Anggara bangkit dan duduk di tepian tempat tidur. Memerintahkan Diandra untuk duduk di atas pangkuannya.
"Bukan itu maksud ku, nanti kalau Mama ku pulang terus tidak mendapati ku di rumah ini. Bagaimana?" Diandra dengan ragu-ragu mendaratkan bokongnya di atas pangkuan Anggara.
"Paman mu yang akan mengabari kita, kalau Mama mu akan pulang dari luar kota." Anggara merapikan rambut sebahu Diandra. Tidak bisa menutupi tanda merah yang sudah dibuatnya.
"Kamu bersiap lah!. Tidak perlu membawa apa pun. Karena aku sudah menyiapkan semuanya.
Ternyata penilaian Diandra salah, Anggara tidak seburuk yang dilihatnya pertama kali.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Benar saja, sesampainya Diandra dan Anggara di unit Apartemen milik Anggara. Semua keperluan mereka sudah begitu lengkap. Tidak ada yang kurang satu pun.
Hal pertama yang dilakukan oleh Diandra adakah mengecek lemari yang ada di kamar mereka.
"What?." Pekik Diandra, ketika barisan ratusan lingerie yang berjejer di sana. Pakaian santainya hanya beberapa saja.
"Kenapa?." Anggara tidak mempedulikan kekagetan yang dialami Diandra. Karana dia mengajak Diandra tinggal di Apartemen ini, supaya lebih memudahkan akses bagi dirinya dan supaya mempermudah juga proses pembuatan Anggara junior sebagai penerus perusahaan.
Diandra menutup pintu lemari itu dan hendak pergi dari kamar namun tangan Anggara sudah menahannya.
"Pakai lah lingerie itu sekarang!. Aku sengaja sudah memilihkannya sendiri untuk mu!." Perintah Anggara memutar tubuh Diandra lalu membuka kembali lemarinya.
"Pakai yang ini, pasti akan sangat cocok dengan diri mu." Anggara mengambilkan lingerie yang berwarna merah maroon kemudian meminta Diandra segera memakainya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!