Hari ini Hana dan Terius menjadi pasangan yang berbahagia. Mereka resmi menjadi sepasang suami istri. Semua tamu undangan mengucapkan selamat menempuh hidup baru untuk mereka.
Selesai resepsi.
Hana dan Terius menuju ke tempat mereka akan menghabiskan bulan madu mereka. Terius berada di balik kemudi mobil convertibel mereka.
“Kak, lihat. Awannya mirip ayam.” Hana memandang ke langit biru di atas kepala mereka.
“Hitung jumlah awannya,” ucap Terius.
“Bagaimana aku bisa. Awannya terlalu banyak. Ada yang besar. Ada yang kecil. Hal yang mustahil untuk dilakukan.”
“TIN ... TIN ....” Datang dari arah depan mereka truk tronton yang kemudian menabrak mobil mereka. Mobil mereka ringsek. Terius meninggal di tempat sedangkan Hana terluka parah.
Ambulan pertama datang membawa tubuh Hana ke rumah sakit terdekat. Ambulan kedua membawa jenasah Terius.
Hana koma. Seluruh keluarga berharap yang terbaik untuk Hana. Sementara itu jenasah Terius dimakamkan.
“Bangun sayang,” ucap Ibu Hana yang berada di samping Hana sambil mengelap handuk basah ke tubuh Hana.
Air matanya mulai menitik. “Ibu ingin kamu tetap hidup. Bagaimana ibu bisa hidup jika kau pergi mendahului Ibu.”
...***...
Hari berlalu. Hana membuka matanya. Ia melihat ibu di sampingnya yang sedang tertidur. “Ibu ...”
Ayah Hana yang melihatnya langsung memanggil dokter. Dokter segera datang dan memeriksa Hana. Untuk sementara Hana akan dirawat inap.
“Ibu ... Kak Te di mana?”
Ibu Hana hanya bisa menggelengkan kepalanya.
“Ibu ...”
“Terius sedang berada di rumahnya.” Ayah Hana berbohong demi sang putri. Ia akan menunggu sampai keadaan putrinya itu lebih baik.
Hari pertama, hari kedua dan hari-hari berikutnya Hana terus menanyakan keberadaan Terius. Ia berusaha menghubungi ponsel Terius tetapi tidak ada jawaban.
“Ibu, aku akan menceraikan kak Terius. Bagaimana bisa ia tidak menjengukku. Aku telepon juga tidak diangkat.”
Kamu sudah bercerai dengan Terius. Cerai mati. Batin Ibu Hana.
“Mungkin Terius sibuk. Berilah pengertian untuknya.” Ibu Hana berbohong lagi.
“Tetapi apa ia tidak peduli lagi denganku?”
“Ia peduli.” Tapi ia tidak akan bisa menampakkan wujudnya lagi. Ia sudah berada di alam lain yang berbeda dengan kita.
...***...
Hana diperbolehkan pulang. Ibu dan ayahnya akhirnya mengatakan yang sebenarnya.
“Hana, Terius sudah meninggal saat kecelakaan terjadi. Hanya kau yang selamat.”
“Eh? Itu tidak mungkin, kan? Aku tidak percaya. Kalian sendiri yang bilang jika kak Te masih hidup.”
"Maafkan Ayah. Ayah sudah membohongimu."
Ayah Hana membawa Hana menuju ke tempat Terius dikuburkan. Ada nama Terius di batu nisan beserta tanggal lahir dan tanggal wafat. Hana tahu itu tanggal lahir Terius. Sedangkan tanggal wafat adalah hari pernikahan mereka.
“Ayah, ini tidak lucu. Ayah sendiri yang bilang kak Te masih hidup.”
“Hana, maafkan ayah. Ayah sudah membohongimu. Ayah takut kamu akan semakin down. Ayah ingin kamu cepat pulih.”
“Ayah bohong, kan. Ayah boong!” Hana merasa pusing. Ia pingsan.
Ayah Hana segera membopong Hana dan membawanya pulang.
Setelah beberapa saat Hana tersadar. Ia menangis lagi. “Ibu, apa benar kak Te sudah meninggal?”
“Itu benar.”
Hana menangis lagi. Ia tidak bisa menerima kenyataan jika Terius sudah meninggal.
Hana memandang foto Terius. “Kak, kamu masih hidup kan? Ini hanya salah satu leluconmu, kan? Aku akan memaafkanmu jika sekarang kamu menampakkan dirimu.”
Hari berlalu. Tak ada tanda-tanda kehadiran Terius. Hana masih belum bisa menerima kenyataan.
“Kak, kak ... Ayah dan ibu pasti boong. Kenapa mereka mau berkomplot dengan kakak?” Hana hanya bisa berbicara dengan foto Terius.
Hana tak punya semangat hidup. Sehari-hari ia hanya melamun. Memandang di kejauhan dengan tatapan kosong. Terkadang tertawa terbahak-bahak tanpa sebab. Ayah dan ibunya cemas.
“Ayah ... Kita harus melakukan sesuatu. Hana akan berakhir di rumah sakit jiwa jika hal ini terus berlangsung,” kuatir Ibu Hana.
“Apa yang bisa kita lakukan? Hana masih belum bisa menerima kenyataan jika Terius sudah meninggal.”
Ibu dan ayah Hana terus berpikir dan berpikir. Sampai akhirnya di ruang audisi ayah Hana yang berprofesi sebagai sutradara melihat aktor pemula yang berwajah sama dengan Terius. Tidak hanya itu saja tubuhnya juga mirip dengan Terius hanya terlihat sedikit kurus.
Joshua, nama aktor pemula itu. Ia memperkenalkan dirinya. Ia terlihat sedikit gugup.
“Selamat siang. Perkenalkan. Nama saya Joshua. Saya akan memperagakan adegan ke 20.”
Josua mulai menunjukkan aktingnya. Hanya ada satu kalimat. Tapi ia sudah melatihnya sambil menunggu gilirannya dipanggil masuk ke ruangan audisi.
Joshua tidak mendapatkan peran yang ia inginkan. Tetapi ia akan mendapat peran yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya.
Ayah Hana menghubungi Joshua. Ia menawarkan “peran” untuk Joshua. “Jadilah Terius. Suami dari putriku. Aku akan memberikan uang yang banyak untukmu.”
Ayah Hana menyodorkan foto Terius.
Joshua terkejut melihat wajahnya di foto itu. Tetapi ia tahu ia bukan pria itu. Pria yang bernama Terius itu terlihat begitu terawat.
“Putri Anda akan tahu siapa saya.”
“Aku akan mengajarimu untuk menjadi Terius.”
“Saya akan memikirkannya.”
Joshua pulang ke rumah yang tidak bisa dibilang rumah. Rumah sepetak dengan dinding dari triplek yang mulai bergoyang jika angin kencang dengan lubang di mana-mana. Membuat tikus sering keluar masuk tanpa seijin dirinya.
Perutnya terasa lapar. Joshua melihat isi dompetnya. Hanya ada tersisa selembar uang dua puluh ribu.
Cuma bisa beli beras sekilo dan telur.
Joshua menuju warung terdekat. Ia membeli beras sekilo, satu butir telur dan satu bungkus mi instan. Sesampainya di rumah, ia hendak menyalakan kompor.
Cetek. Cetek. Knop kompor gas yang ia putar hanya berbunyi.
Sial! Gas habis.
Joshua meremas bungkus mi instan dan memakannya tanpa dimasak. Suara rintik hujan terdengar. Atap yang bocor ikut menitikkan air hujan ke dalam rumah.
Apa sebaiknya aku menerima tawaran bapak itu, ya. Setidaknya perutku bisa terisi setiap hari. Aku juga bisa tinggal di tempat yang layak.
Keesokkan harinya.
Joshua menghubungi ayah Hana. Ia bersedia menjadi Terius. Ayah Hana mengajari Joshua cara menjadi Terius. Ia menunjukkan foto-foto dan video Terius. Dan meminta Joshua memanggilnya ”Ayah.”
“A ... yah.” Joshua terasa kikuk. Sejak lahir, mungkin sejak dalam kandungan ibunya ia tak pernah mengenal siapa ayah kandungnya.
“Jangan kaku seperti itu, Terius itu sangat pintar bergaul. Saat Hana membawanya ke rumah untuk pertama kali, aku dan ibunya langsung setuju dengan Terius.”
“Ayah.” Joshua masih kikuk.
“Ini foto putriku, Hana.” Ayah Hana memperlihatkan foto Hana.
Cantik. Joshua tersenyum tersipu-sipu. Ini istri Terius?
Ayah Hana memperlihatkan foto ibu Hana. “Ini foto ibu Hana. Ia sudah tahu rencana kita. Ia akan ikut serta dalam perlakonan ini. Latihlah dirimu untuk memanggilnya ibu.”
“Ibu ...” Kata yang tak pernah terucap dari bibirnya. Membuat mata Joshua berkaca-kaca.
Ayah Hana lalu memberikan amplop tebal untuk Joshua. "Makan yang banyak. Kamu harus membuat dirimu menjadi sedikit berisi. Dengan begitu kamu jadi persis sama seperti Terius."
"Terima kasih, Om."
"Bukan Om. Tapi ayah."
"Terima kasih, Ayah."
...***...
Joshua melatih dirinya untuk menjadi Terius. Joshua berpakaian dan bertingkah laku seperti Terius.
Ayah Hana lalu membawa Joshua menuju rumahnya.
Joshua melihat rumah yang begitu besar dan megah. Rumah yang hanya ada dalam bayangannya saja. Joshua melangkahkan kakinya.
Sekarang namaku bukan Joshua. Aku punya istri. Aku punya ayah. Aku punya ibu. Aku punya keluarga sekarang.
Sekarang namaku Terius.
Ibu Hana melihat Joshua. Ia benar-benar seperti Terius.
“Ibu.” Joshua memeluk ibu Hana. Ibu Hana terlihat sedikit kikuk. Ia tahu pria yang di depannya ini bukan Terius. Tetapi ia sudah bersepakat dengan sang suami dalam sandiwara yang dibuat oleh suaminya.
Ayah Hana lalu mengajak Joshua ke kamar Hana. Hana terlihat lemah. Ia menolak untuk makan sejak kemarin.
“Hana, lihat siapa yang datang,” ucap ayah Hana.
Hana melihat sekilas. Ia langsung berlari dan memeluk Joshua. “Kak, kamu masih hidup!”
“Siapa yang bilang aku sudah mati?” tanya Joshua yang sedang berperan sebagai Terius.
“Ayah. Ibu juga. Aku juga melihat batu nisan milikmu di makam.” Hana menangis karena melepas rindu.
Joshua memeluk Hana dengan erat. “Maaf. Itu cuma prank. Kamu tahu kan kalau aku suka bercanda.”
“Tapi becandanya kali ini keterlaluan.” Hana cemberut.
“Kata ayah kamu belum makan dari kemarin. Mau aku suapin?”
“Iya.” Hana menggandeng Joshua dan membawanya masuk ke dalam kamar. Hana duduk di ranjang. Sedangkan Joshua duduk di kursi dekat Hana. Ia mengambil piring berisi lauk di atas nakas dan mulai menyuapi Hana.
“Kakak sudah makan?” Hana bertanya.
“Sudah.” Tetapi perut joshua tiba-tiba berbunyi. Joshua jadi malu.
“Perut Kakak nggak bisa boong. Kakak ikut makan juga.” Hana menyodorkan sendok berisi nasi dan lauk yang ditujukan untuk dirinya ke bibir Joshua.
“Kakak selama ini ada di mana? Aku telepon nggak diangkat.”
“Aku ... Aku ada di rumah. Ponselku hilang jadi nggak bisa angkat teleponmu.”
“Tapi kenapa Kakak nggak jenguk aku di rumah sakit. Aku itu istri Kakak lho. Kakak sudah nggak sayang sama aku?”
Joshua bingung harus menjawab apa. Bukan salah dirinya ia tidak menjenguk Hana. Ia sendiri bukan Terius.
“Aku lagi sibuk,” jawab Joshua asal.
“Kakak tahu. Aku itu sampai mau ceraiin Kakak.” Hana mengambil surat cerai dari laci nakas kemudian merobeknya. “Ini sudah nggak berguna lagi.”
Sementara itu di ruangan lain.
“Ayah, Joshua itu benar-benar mirip Terius. Ibu sampai kaget. Ibu kira Terius bangkit dari kuburnya,” kata ibu Hana.
“Sst. Jangan pernah sebut nama Joshua lagi di rumah ini. Ibu harus ingat nama Terius saja.”
“Tetapi, Yah. Apa tidak apa-apa membiarkan mereka tidur sekamar. Mereka bukan suami istri.”
“Tetapi Terius adalah suami Hana. Jika mereka tidur terpisah ...” Ayah Hana mulai berpikir yang tidak-tidak.
Joshua itu juga seorang pria.
“Ayah akan minta Terius tidur bersama ayah. Jadi tidak akan terjadi apa-apa untuk malam ini.”
“Malam berikutnya, Yah?”
“Ayah akan pikirkan lagi besok.” Ayah Hana juga tahu Joshua harus tidur sekamar dengan Hana supaya Hana tidak curiga.
Ayah Hana lalu menuju ke kamar Hana dan meminta Joshua tidur bersamanya malam ini.
“Ayah, istri kak Terius itu aku. Bukan ayah.” Hana tidak mau Joshua tidur bersama ayahnya.
“Ada yang mau ayah bicarakan dengan Terius. Besok kalian bisa tidur bersama.”
“Baiklah. Aku mengalah. Malam pertamaku dengan kak Te tertunda lagi.” Hana menghembuskan nafasnya. “Besok Hana nggak ijinkan ayah tidur sama kak Te.”
Eh? Hana dan Terius belum ... Joshua mengira jika Hana dan Terius sudah tidur bersama.
Di kamar ayah Hana.
Suasana sedikit kikuk. Joshua bingung harus berkata apa. Ia sekarang adalah Terius yang notabene adalah suami Hana. Dan kewajiban suami adalah memberi nafkah batin.
“Ayah, besok aku boleh tidur dengan Hana?” Joshua bertanya dengan polosnya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!