NovelToon NovelToon

Aroma Hujan

Boombar club

23:45

Boombar club..

Langit yang mendung sejak tadi sore, baru saja menumpahkan hujannya malam ini. Secara mendadak, begitu deras.

Aroma alami yang dihasilkan saat hujan juga di tanah kering. Sangat khas.. menenangkan..

Aurora Alexandra..

Hampir saja melupakan tujuannya datang ketempat hiburan malam akibat terlalu menikmati aroma favoritnya dikala hujan turun.

Didepan pintu club, tanpa sengaja dia bertabrakan dengan seorang lelaki yang membuatnya reflek memasang raut wajah kesal.

Bukannya meminta maaf, lelaki itu justru meliriknya sinis sebelum akhirnya berlalu masuk kedalam tanpa mengucapkan sepatah katapun.

"Dasar aneh!" umpat Aurora, berusaha mengabaikan kejadian barusan, dia segera masuk kedalam untuk mencari keberadaan seseorang.

Kendati bukan anak polos yang baru saja memasuki dunia hiburan malam. Aurora masih merasa kesulitan mencari sosok seseorang ditengah hiruk pikuk para manusia yang menjadi pengunjung Boombar club.

Tidak heran, tempat ini memang menjadi salah satu club yang paling terkenal di daerah ini.

Aurora berjalan sedikit tergesa, menerobos kumpulan manusia yang mulai menggila di lantai dansa. Dia baru saja melihat sosok seorang yang tengah dicari.

Briella Alexandra.. sang kakak kembar.

"Brie, ayo pulang!" ajaknya sedikit memaksa. "Sampai kapan kau akan bertahan ditempat seperti ini?"

Briella yang melihat kedatangan Aurora, segera berpaling muka. "Pergilah! Jangan menggangguku!"

Aurora sudah mendesis geram disana. "Apa kau tau? Sean mengalami demam tinggi sejak tadi sore."

Briella tampak terkejut mendengar berita itu.

"Dia berada di rumah sakit sekarang. Bagaimana bisa sebagai seorang ibu kau menelantarkan anakmu sendiri? Apa rasa kepedulianmu telah hilang terhadap darah dagingmu?"

Briella mendadak panik, juga sedikit tidak fokus karena mabuk. "Bagaimana keadaan anakku sekarang? Apa dia baik-baik saja?" serbunya hampir menangis.

"Setidaknya Sean sudah ditangani oleh dokter." balas Aurora.

"Apakah Satya juga ada disana? Dia menemani Sean di rumah sakit 'kan?" tanya Briella penuh harap.

Aurora menggeleng pelan. "Jangan bertanya hal yang mustahil terjadi."

Briella terdiam.

"Segeralah pergi ke rumah sakit. Sean menunggumu.."

Aurora tahu, Briella memiliki kasih sayang yang begitu besar terhadap sang anak.

Sean Sayaka Alexandra..

Seorang anak laki-laki yang kini sudah berusia empat tahun, hasil dari pernikahannya dengan Satya lima tahun yang lalu.

Hanya saja perkara rumah tangga yang tengah menerjang sejak Satya ketahuan berselingkuh dua bulan setelah acara pernikahan resmi digelar, lelaki bajingan itu malah menumpahkan segala kesalahannya pada Briella, membuat pikiran wanita itu menjadi kacau hingga sering keluar rumah demi menghilangkan rasa stres yang tak berujung dan berakhir dengan anggapan seolah Briella tengah menelantarkan sang anak.

"Sahmyook medical center, lantai 7, kamar nomor 142." Aurora memberikan informasi mengenai dimana tempat keponakannya itu dirawat.

Briella buru-buru bangkit dari tempat duduknya, meraih tas dan segera pergi.

"Ah.. aku bisa gila!" desah Aurora lelah kemudian duduk di kursi yang Briella tempati sebelumnya. "Aku benci pernikahan! Sudah menjadi keputusanku untuk tidak akan pernah menikah seumur hidup. Semua lelaki di dunia ini memang sama saja!"

Setelah ocehan panjang yang dia keluarkan, Aurora segera memesan segelas minuman, berniat menghabiskan malam singkatnya disini.

Sementara itu..

Tak jauh dari tempat Aurora duduk, terlihat tiga orang laki-laki tengah asik mengobrol disana.

"Berhentilah minum, kau sudah cukup mabuk." Kenzo memperingatkan.

Austin merebut gelas yang masih terisi penuh dari tangan Galen. "Kenzo benar.."

Galen justru memberikan lirikan sinis kearah Austin. "Kembalikan!" dia mencoba merebut gelas itu dari sana.

Austin semakin menjauh gelasnya dari jangkauan Galen. "Kau pikir dengan begini Mina akan suka? Hal itu tidak akan mungkin terjadi, yang ada Mina akan semakin marah padamu!"

Galen tampaknya tidak terlalu peduli.

"Mina selama ini sudah bersusah payah merubahmu menjadi manusia yang lebih baik, lagipula jika memang benar Mina berselingkuh, seharusnya kau bersyukur saja." mendengar ucapan Austin, Galen hanya memberikan reaksi heran.

"Kalian masih berada ditahap bertunangan, belum sampai menikah tapi gadis itu sudah menunjukkan sifat aslinya." sambung Austin memberikan penjelasan lebih lanjut.

Kenzo mengangguk setuju. "Bisa saja kan kejadian sebenarnya tidak seperti yang kau kira. Itu mungkin hanya salah paham."

"Salah paham bagaimana? Aku melihat dengan mata kepalaku sendiri, Mina sedang jalan bersama Mark." jelas Galen dengan penuh emosi.

"Aku mencoba mengejar mobil mereka namun kehilangan jejak. Aku juga sudah mencoba menghubungi ponsel mereka, namun sepertinya mereka sengaja tidak ingin menerima panggilan dariku. Seseorang yang aku anggap selayaknya saudara kandungku sendiri, ternyata dia tega menusukku dari belakang." Galen tersenyum miris, mengacak rambutnya dengan gusar.

Kenzo meraih ponselnya yang baru saja bergetar, memeriksanya beberapa saat. "Sepertinya aku harus pulang sekarang. Hera mencariku."

"Memang seharusnya tempat pengantin baru bukan disini. Bergegaslah pulang, kasihan istrimu sendirian di rumah." titah Austin. "Anak ini biar aku yang urus." dia menepuk pelan pundak Galen disana.

"Aku akan pergi sekarang." Kenzo beranjak dari tempatnya duduk. "Kalian juga jangan terlalu lama berada disini. Segera ajak dia pulang begitu perasaannya membaik."

"Serahkan saja semuanya padaku." balas Austin.

"Austin.." panggil Galen begitu Kenzo telah meninggalkan club.

"Apa?"

"Aku mencintainya, tapi dia menghianatiku." ucap Galen lirih. "Kenapa harus Mark orangnya?"

Austin menggeleng tak paham. "Hei, sepertinya kau sudah mabuk berat. Ayo, aku antar pulang."

Galen mendengus sebal. "Duluan saja!"

"Mana bisa begitu? Aku sudah berjanji pada Kenzo untuk mengantarkanmu pulang ke rumah dengan selamat."

"Aku bisa melakukannya sendiri."

"Kau ini ngeyel sekali!" balas Austin gemas sekaligus jengkel.

"Kau tau 'kan aku tidak bisa pulang terlalu malam atau ibuku akanㅡ" ponsel Austin bergetar, nama 'IBU' tertera jelas dilayar. "Lihat! Sudah ada panggilan pulang untukku."

"Kalau begitu pulanglah.. aku akan bertahan sedikit lebih lama disini." balas Galen dengan enteng.

Austin menatap Galen dengan ragu. "Sedikit lebih lama kau bilang? Aku tidak percaya, bisa-bisa nanti kau malah bermalam disini."

Galen balas menatap Austin. "Aku akan langsung menghubungimu begitu sampai rumah."

"Benar ya?" Austin mencoba untuk percaya.

Galen menjawab dengan anggukan seadanya.

"Aku mencoba mempercayaimu kali ini. Tolong, jangan kecewakan aku." Austin sudah angkat pantat dari kursi, bersiap untuk pulang.

Seharusnya Austin tidak melewatkan cerita Galen mengenai ponselnya yang hancur terbanting akibat rasa kesal karena Mina dan Mark sengaja menghindari panggilan darinya.

Dengan adanya kejadian itu, bagaimana bisa Galen menghubungi Austin untuk mengatakan dia sudah sampai di rumah?

Austin memang terlalu polos.

Galen mengeluarkan dompetnya dari saku celana, menatap foto Mina yang tersimpan disana.

Tiga bulan lagi mereka akan segera menikah. Tapi malah ada kejadian seperti ini. Pernikahan ini... tidak mungkin batal 'kan?

Galen menghela nafas dalam, dadanya terasa sesak akibat dari emosinya yang belum sepenuhnya meluap, dia mengambil foto tunangannya tersebut, merematnya dengan geram sebelum akhirnya membuang itu dibawa kolong meja.

PRANKK!!!

Keributan tengah terjadi, sebuah gelas berisi minuman segala dipecahkan, hal itu berhasil menarik perhatian Galen untuk melihat apa yang sebenarnya tengah terjadi.

"Aku tidak sudi ikut denganmu! Jangan menyentuhku!!" seorang gadis berteriak dengan raut wajah marah.

"Kau masih kekasihku!"

"Kekasih kau bilang? Apa kau sudah lupa? Kita sudah putus tadi siang!"

"Aku tidak mau putus denganmu! Kau masih milikku!"

Galen mengenalinya. Gadis itu yang bertabrakan dengannya didepan pintu masuk. Tengah berdebat sengit dengan seorang laki-laki, kemungkinan kekasihnya.

Sejujurnya..

Galen bukan seseorang yang tidak mengerti sopan santun. Seperti tadi, ketika dia pergi begitu saja setelah menabrak seorang gadis didepan pintu masuk club. Biasanya dia tak akan segan untuk segera minta maaf, namun malam ini moodnya sedang buruk. Jadilah dia pergi begitu saja.

Adu mulut antara gadis itu dengan kekasihnya cukup mengganggu. Dan juga, bagaimana bisa lelaki itu bersikap kasar pada pacarnya sendiri?

Setelah memberikan tamparan satu kali, pada kesempatan kedua, Galen berhasil mencegah hal itu kembali terjadi.

Aurora tampak terkejut, tidak menyangka dia akan mendapatkan pertolongan.

"Seorang laki-laki tidak seharusnya main tangan terhadap seseorang yang lebih lemah bukan?" Galen menghempaskan tangan lelaki itu dengan kasar.

"Siapa kau?!! Beraninya ikut campur urusanku!" balas lelaki itu geram, namun segera kembali fokus pada Aurora disana.

"Segera keluar dari tempat ini! Kita bicara diluar!" ucap lelaki itu sebelum akhirnya keluar dari area club.

Aurora tampak bergetar ketakutan. "A-aku tidak bisa keluar dari tempat ini, dia menungguku." ucapnya hampir tak terdengar.

Galen merasa curiga. "Apa lelaki itu sering bersikap kasar padamu?"

Aurora mengangguk pelan. "Padahal dulu dia tidak begitu, tapi akhir-akhir ini sikapnya semakin keterlaluan, aku sudah tidak tahan. Itu sebabnya tadi siang aku memutuskan untuk mengakhiri hubungan diantara kami."

"Kau sudah melakukan hal yang tepat." Galen melihat kearah luar dan bisa menemukan lelaki itu masih berada disana. "Dia masih menunggumu, aku akan mengantarmu pulang. Ayo.."

"Aku tidak mau pulang. Dia pasti akan mendatangiku di rumah. Bisakah kau membawaku kesuatu tempat untuk sementara waktu? Aku mohon.."

Galen tampak berpikir sejenak, dia sebenarnya sedang tidak ingin diganggu.

"Dia hampir saja mencelakaiku tadi siang. Itu sudah seperti sebuah rencana pembunuhan. Aku takut.."

"Hotel milik keluargaku ada didekat sini, kau bisa menginap disana malam ini." balas Galen pada akhirnya.

***

Kejadian fatal

JWN Hotel

02:35

Didalam sebuah kamar hotel, Aurora terlihat meminum alkohol langsung dari botolnya.

"Menurutku semua lelaki itu sama saja. Mereka selalu bertindak semaunya. Kau tahu bagaimana menderitanya saudara kembarku setelah dia menikah? Lelaki itu berani berulah, berselingkuh bahkan ketika dia tidak memiliki penghasilan yang cukup untuk menghidupi saudaraku." gadis itu terus mengoceh tak jelas karena sudah mabuk berat.

Galen hanya menyimak setengah-setengah ucapan Aurora, meminum alkohol dengan gelas secara berkala.

"Briella selalu mengatakan, nanti setelah memiliki seorang anak, Satya pasti akan berubah. Nyatanya apa? Hal itu sama sekali tidak terjadi, justru kelakuan lelaki itu semakin menjadi-jadi. Dia tega menelantarkan istri dan anaknya. Astaga.. malang sekali nasib saudaraku." Aurora tiba-tiba menangis, meraung seperti orang kehilangan akal sehat.

"Ibuku juga mengalami hal semacam itu hingga akhir hayatnya. Aku tidak mau menikah! Aku bersumpah tidak akan menikah seumur hidup!"

Dan setelahnya suasana mendadak berubah menjadi hening.

Aurora jatuh kesamping, diatas permukaan lantai dingin kamar hotel, tak sadarkan diri akibat minum terlalu banyak.

Galen menatap Aurora lekat dengan mata sayu, setengah kesadarannya juga sudah melayang. "Tidak menikah ya?" gumamnya sendirian.

"Aku rasa, aku juga akan melakukannya." Galen kembali menenggak minumannya. "Itu bukan hal buruk 'kan? Menghabiskan sisa hidup seorang diri.. mengapa dia harus mengkhianatiku ketika aku tulus mencintainya?" ucap Galen frustasi.

Beberapa botol minuman beralkohol tergeletak tak beraturan diatas meja. Galen sedang butuh teman curhat, nyatanya malah gadis asing ini yang curhat panjang lebar padanya.

Benar-benar merepotkan sekali.

Galen berdiri dari tempatnya duduk, hampir oleng karena merasa pusing, dia merasa sudah cukup untuk hari ini.

"Aku harus pulang sekarang." gumamnya tak jelas.

Sebelum Galen berhasil mencapai pintu dan membukanya, suara Aurora dibelakang membuat langkahnya berhenti sejenak.

"Dingin sekali.." gadis itu bergerak gelisah dan merengek dengan kedua mata yang masih terpejam.

Galen mencoba menajamkan indra pengelihatannya yang memburam, menggosok kasar kedua matanya dengan sebelah tangan. "Tidak mungkin.." gumamnya tak percaya.

Didepan Galen sekarang bukan lagi seorang gadis asing yang baru dia temui beberapa jam yang lalu, melainkan Mina, tunangannya..

"Aku kedinginan.." Mina merengek disana, dalam tidur tak nyamannya.

"Mina.." Galen berjalan sempoyongan, buru-buru mendekati tunangannya disana.

***

Semuanya berakhir dengan baik, malahan sangat baik sekali..

Galen tak mengerti hal apa yang bisa membuatnya memaafkan Mina dengan begitu mudah.

Mereka akan segera menempuh hidup baru sebentar lagi. Kehidupan pernikahan..

Singkat cerita,

Pernikahan tengah diadakan, dengan sepasang mempelai yang tampak begitu mempesona.

Detik-detik terakhir, sebelum mereka diresmikan menjadi sepasang suami istri, seorang gadis asing yang sempat bertemu dengan Galen beberapa saat yang lalu turut hadir disana.

Aurora Alexandra..

Galen menatap gadis itu dengan raut kebingungan. "Apa yang kau lakukan disini?" tanyanya curiga.

Seluruh sanak keluarga, maupun tamu undangan lainnya diam membisu. Secara keseluruhan pandangan mereka teralih pada sosok Aurora disana, jelas sekali jika gadis itu bukan bagian dari tamu undangan.

"Pernikahan ini tidak sah!" ucap Aurora dengan suara lantang.

"Apa maksudmu?!" balas Galen terkejut setengah mati.

"Kau harus bertanggung jawab!"

Galen tidak bisa menyembunyikan raut marahnya. "Atas apa? Pergilah dari tempat ini! Jangan ganggu hari bahagia kami!"

Mina tampak kebingungan. "Apa yang sudah terjadi? Sayang, siapa gadis ini?" tanyanya gusar.

"Tidak tahu, sayang.." balas Galen enggan memberikan penjelasan lebih jauh.

"Bisakah kita lanjutkan lagi acaranya?" tanya Mina.

Galen mengangguk.

"Tidak!!" jerit Aurora. "Kalian tidak bisa menikah!"

Galen berdecak kesal. "Gadis gila ini! Sebenarnya apa maumu?!" dia berjalan menghampiri Aurora, sudah hampir sampai, namun tiba-tibaㅡ

Galen tersentak. Terbangun dari tidurnya..

"Hanya mimpi ya?" gumamnya begitu berhasil menguasai keadaan, Galen terdiam beberapa saat untuk menenangkan jantungnya yang berdetak terlalu kencang.

"Kami sudah hampir sah menjadi pasangan suami isteri tadi. Gara-gara gadis gila itu." decak Galen kesal.

Pemuda itu menarik selimutnya lebih tinggi setelah merasa udara disekitarnya terasa dingin. Tidak biasanya.. karena normalnya Galen akan merasa kepanasan sekalipun didalam sana sudah terpasang AC.

Galen mengernyit heran, mencerna hal apa yang sudah terjadi hingga tanpa sadar pakaian bagian atasnya telah terlepas, tercecer dibawah permukaan lantai kamar hotel bersama dengan pakaian lainnya yang terlihat asing.

Firasat Galen berubah buruk, apalagi setelah menyadari jika dia tidak sendirian di kamar hotel ini.

Ada seseorang yang tengah berbagi ranjang dengannya. Galen segera teringat akan keberadaan gadis di club tadi malam.

"Hei, bangunlah!" seru Galen gusar, menggoncang pundak telanjang gadis itu dengan sedikit kasar.

Aurora yang merasa terganggu terpaksa membuka kedua mata kantuknya. "Apa yangㅡ"

Satu ranjang yang sama.

Dengan seorang lelaki asing.

Juga pakaian yang Aurora kenakan tadi malam kini berada di atas permukaan lantai dekat tempat dia berbaring.

"Apa yang sudah terjadi padaku?!!" teriak Aurora histeris.

Galen reflek menutup kedua telinganya demi keselamatan. Suara teriakan gadis itu tidak main-main lantangnya, bisa-bisa tuli mendadak Galen dibuatnya.

***

"Hiks.. apa yang sudah kau perbuat pada tubuhku?"

Aurora masih terus menangis sementara Galen yang sudah mengenakan pakaiannya kembali sibuk mondar-mandir sembari terus mencoba berpikir positif.

Galen menatap gadis yang masih enggan keluar dari balik selimut.

Aurora hanya tak mengerti. Bagaimana bisa keperawanannya direnggut oleh seorang pemuda asing yang baru dia kenal beberapa jam yang lalu?

Ini benar-benar hal bodoh!

"Serius kau merasa sakit?" Galen mencoba memastikan kembali.

Ini sudah pertanyaan ketiga yang dia ajukan setelah Aurora mengeluh jika dia merasa sakit di area bawah tubuhnya.

Aurora menatap Galen sinis. "Kau pikir aku hanya mengada-ada?!" balasnya galak.

Serius!

Semalam Galen tidak merasakan apa-apa. Tahu-tahu terbangun dengan keadaan kacau seperti ini.

Galen mendekat, duduk disamping ranjang, menghiraukan Aurora yang kini menatapnya penuh waspada.

"Apa kau tahuㅡ" Galen menggantungkan kalimatnya, menelan ludahnya dengan kasar.

"Apa?"

"Kita tidak sengaja melakukannya bukan?" tanya Galen dengan hati-hati.

"Aku berjanji akan melakukan apapun itu permintaanmu. Sekalipun kau meminta sejumlah uang dengan nominal yang tak masuk akal sebagai ganti rugi, asalkan setelah ini kau tidak lagi menggangguku karena aku akan segera menikah empat bulan lagi."

Sebuah tamparan keras langsung mendarat mulus dipipi Galen, membuat sang korban seketika terdiam dengan wajah shock.

"Kau pikir aku ini wanita murahan?!! Bagaimana bisa kau menghargai keperawananku dengan sejumlah uang?!!" sentak Aurora marah.

Galen jadi gelagapan mengatasi emosi Aurora. "Kau jangan salah paham dulu. Bukan begitu maksudku. Aku hanya... Hanyaㅡ" dia kembali kehilangan kata-kata.

Memang Galen saja yang bodoh mengira jika masalah ini bisa diselesaikan dengan uang, lagipula melihat penampilan Aurora, gadis itu tampaknya cukup memiliki banyak uang.

"Mati saja laki-laki sepertimu!"

Galen terdiam.

"Apa sekarang kau sudah merasa puas telah merusak tubuhku?!!"

Ini bahkan di luar kendali Galen.

Melihat Galen yang tidak memiliki ketertarikan untuk beradu mulut, Aurora dengan emosi yang semakin meluap segera bangkit dari ranjang, masih dengan selimut yang menutupi tubuhnya, gadis itu memunguti satu persatu pakaiannya di lantai.

Setelahnya Aurora masuk kedalam kamar mandi. Galen bisa mendengar jeritan serta tangisan pilu gadis itu didalam sana. Andai saja tadi malam dia bisa mengendalikan diri, membedakan antara Mina dan Aurora. Tapi memang, minum secara berlebihan efeknya tidak main-main.

Ketika Aurora keluar dari kamar mandi, dia tidak bisa menemukan Galen dimanapun, lelaki itu telah pergi tanpa jejak. Tangis Aurora semakin pecah, merasa dirinya seperti seorang wanita murahan yang tidak berharga.

***

Hanya salah paham

08:32

Galen dengan wajah kusut masuk kedalam rumah, pengecut memang, meninggalkan Aurora begitu saja tanpa memberikan penjelasan apapun.

Pikiran Galen masih melayang jauh ketika dia membuka pintu kamarnya dan seketika mendapati confetti berhamburan disekitar tempatnya berdiri.

"Surpriseee..."

Galen yang masih dalam keadaan terkejut bisa melihat Mina berjalan mendekat kearahnya sembari membawa sebuah kue ulang tahun.

Gadis itu juga menyanyikan lagu selamat ulang tahun dengan suara lembutnya.

"Selamat ulang tahun yang ke dua puluh delapan."

Terlalu sibuk dengan perusahaan keluarga hingga Galen melupakan hari ulang tahunnya sendiri.

"Semoga panjang umur, selalu diberikan kesehatan, kebahagiaan, dan yang terpenting impian kita untuk membina rumah tangga bisa terwujud tahun ini."

Mina tersenyum manis sembari menatap Galen yang masih enggan bersuara. Ada perasaan marah juga kebingungan yang beradu menjadi satu.

Jadi ini memang murni kesalahpahaman semata?

"Aku sudah mendengar ceritanya dari Austin, mengenai aku dan Mark, itu tidak seperti yang kau pikirkan. Aku hanya meminta dia menemaniku membeli kue ulang tahun untukmu." jelas Mina dengan raut wajah sedih.

"Lalu mengenai kami yang tidak menjawab panggilan darimu, kami memang sengaja mengerjaimu, aku tidak tahu hal ini bisa sampai membuatmu merasa cemas. Maafkan aku.." Mina menundukkan kepalanya, merasa bersalah dan menyesal.

Galen tidak tahu, jika melupakan hari ulang tahunnya sendiri bisa mengakibatkan tuduhan tak berdasar terhadap tunangan serta sahabat karibnya.

Dan hal yang paling fatal adalah kejadian tadi malam, dengan seorang gadis asing. Bayang-bayang gadis itu terus saja mengusiknya. Apalagi tadi Galen pergi meninggalkan kamar hotel begitu saja, persis seperti seorang pengecut.

Disisi lain Galen merasa bersyukur mengetahui fakta jika hubungan antara Mina dan Mark hanyalah kesalahpahaman semata. Pernikahan yang digelar dalam waktu empat bulan kedepan sepertinya tidak akan dibatalkan.

Tak ingin terlalu lama membuat tunangannya menunggu, juga lilin yang akan segera meleleh secara keseluruhan jika Galen tidak juga segera bergerak, lelaki itu memilih untuk melupakan segalanya, lagipula itu hanya kejadian yang tidak disengaja.

Tidak akan terjadi hal apapun 'kan? Semuanya pasti akan baik-baik saja seperti sedia kala.

"Terima kasih.." ucap Galen setelah dia memanjatkan doa serta harapan dan meniup lilin kue ulang tahunnya.

Mina juga sudah tampak lega. "Apa harapanmu kali ini?"

Galen berpikir sejenak. "Eumm.. bisa segera menikahi gadisku." jawabnya.

Senyum Mina mengembang. "Semoga semuanya bisa berjalan dengan lancar."

"Ya, semoga saja.."

Satu hal yang sangat Galen inginkan, dia bisa melupakan kejadian tadi malam tanpa merasa bersalah. Bahkan nama gadis ituㅡah ya, nama! Galen tidak tahu siapa nama gadis asing itu.

***

JJ Bridal Boutique..

11:36

Sebuah bisnis butik baju pengantin, warisan dari mendiang sang ibu. Terkenal dengan kualitasnya yang terbaik.

"Kau baru tiba?" sambut Briella.

"Oh, kau disini rupanya.. siapa yang menjaga Sean di rumah sakit?" tanya Aurora.

"Aku menitipkannya pada pengasuhnya. Selain itu kehadiranku tidak terlalu penting di mata Sean, juga keadaan Sean yang sudah jauh mendingan."

"Tidak terlalu penting bagaimana?" Aurora tak suka ketika Briella sudah memiliki pikiran negatif seperti itu.

Tentu saja kehadiran seorang ibu sangat berarti bagi buah hatinya.

Sekalipun benar kenyataannya jika Sean lebih dekat dengan sang pengasuh. Karena Briella jarang berada di rumah untuk menghabiskan waktu bermain bersama Sean.

"Kembalilah ke rumah sakit, aku bisa menangani butik sendirian."

"Sebenarnya aku memang tidak berniat datang hari ini, tapi seorang pegawai mengatakan kau tidak kunjung datang kemari, itu sebabnya aku datang." Briella menjelaskan.

"Aku hanya sedikit terlambat dan lupa memberitahumu." balas Aurora.

"Apa kemarin malam kau tidak pulang ke rumah? Bibi memberitahuku." tanya Briella penasaran.

"Ya, begitulah.."

Teringat kembali kejadian tadi malam, pikiran Aurora menjadi kacau. Dia bahkan tidak tahu nama laki-laki yang sudah merenggut keperawanannya. Selain informasi mengenai keluarga laki-laki itu adalah pemilik JWN hotel.

"Bagaimana kabar hubunganmu dengan Aron?"

"Aku sudah putus dengannya kemarin siang." balas Aurora singkat.

"Putus? Ada masalah apa?"

Tentu saja Briella tidak tahu. Mereka memang tak sedekat dulu karena sudah sama-sama memiliki kesibukan.

"Hanya merasa tidak cocok."

"Jangan terlalu pilih-pilih pasangan. Jika kau mencari seseorang yang sempurna, sampai kapanpun kau tidak akan bisa menemukan orang yang seperti itu di dunia ini."

"Jangan khawatir.. Sejak tadi malam, aku sudah memutuskan tidak akan pernah menikah selama sisa hidupku." balas Aurora, berkata seolah tanpa beban.

Briella hanya bisa menghela nafas. "Kau yakin?"

Aurora mengangguk tegas. "Aku benci laki-laki!"

"Aku tidak menyalahkanmu. Kita memang berada didalam lingkungan dimana para lelaki terdekat kita selalu memberikan kesan yang buruk. Seperti ayah dan juga suamiku. Tapi aku pikir Aron adalah sosok lelaki yang cukup baik."

"Kau bahkan belum banyak bicara padanya selama kami menjalani hubungan dua tahun terakhir ini. Jadi dari segi apa kau bisa menarik kesimpulan jika dia lelaki yang baik?"

Briella cukup sadar diri jika yang Aurora katakan benar adanya. "Baiklah, aku mengerti. Apapun itu keputusanmu aku akan mencoba untuk selalu mendukungmu, termasuk keinginan untuk tidak menikah."

Briella meraih tasnya. "Aku rasa aku harus pergi untuk melihat Sean."

"Ah, ya.. suamimu sudah datang untuk membesuk?" tanya Aurora penasaran.

Briella menggeleng pelan dengan senyum getir.

Aurora mendengus kesal. "Kalau sudah tidak tahan, ceraikan saja lelaki tidak tahu diri itu!"

"Tentu saja tidak semudah itu, banyak hal yang harus dipertimbangkan karena kami juga sudah memiliki seorang anak. Perceraian hanya akan menjadikan Sean sebagai korban." balas Briella.

"Aku tidak mau kelak Sean merasa berbeda dari teman-temannya yang lain yang memiliki keluarga utuh. Apapun itu, jika masih ada sesuatu yang bisa aku pertahankan, aku tidak akan ragu untuk tetap bertahan meskipun terasa sulit."

Aurora hanya bisa menatap Briella sendu.

"Aku akan pergi sekarang." Briella pamit sebelum Aurora semakin memperpanjang obrolan mereka.

"Ya, hati-hati di jalan." balas Aurora.

***

"Lokasinya di JWN hotel, dengan tema pernikahan raja dan ratu sehari yang terkesan indah dan megah. Itu impianku sejak dulu." Mina berkata dengan binar mata yang terlihat bahagia.

Galen mengangguk setuju. "Kau bisa atur semuanya sesuai keinginanmu."

Mina tak bisa berhenti tersenyum mendengar jawaban Galen. "Kau tahu, sayang.. aku merasa sangat beruntung sekali bisa menikah dengan laki-laki sepertimu. Tidak pernah terbayangkan olehku jika kita harus berpisah, aku pasti tidak akan sanggup, lebih baik aku mati saja."

Galen tersentak mendengar ucapan tunangannya itu, karena jujur saja, dia merasa sangat tidak nyaman.

"Jangan berkata seperti itu. Aku tidak sebaik yang kau kira."

"Bicara apa? Kau yang terbaik. Terbaik dari yang paling baik. Itu sebabnya aku tidak ingin kau pergi dari sisiku." Mina meraih lengan Galen, mengistirahatkan kepalanya dipundak lelaki itu.

"Galen.."

"Hm?"

"Kita akan selalu bersama-sama 'kan?"

"Tentu saja. Aku tidak akan pergi meninggalkanmu. Aku berjanji." balas Galen.

***

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!