NovelToon NovelToon

Cinta Anisa

Eps 1

Happy reading

"Dek" Panggil Surya pada istrinya.

"Ya mas, mas butuh apa biar Ana ambilin," Ucap Ana pada suaminya yang tengah duduk dikasur itu.

"Enggak ada, sini mas mau ngomong sama adek." Surya menepuk kasur sebelahnya dan dituruti oleh sang istri

"Ya mas mau ngomong apa?" tanya Ana menatap suaminya

"Adek tahukan waktu mas gak banyak?" tanya Surya yang membuat Ana sedikit murung.

Ya Dokter sudah mengfonis Surya tak lama lagi di dunia, tapi Ana selalu percaya bahwa suaminya ini akan sembuh karena mukjizat Allah.

"Mas Surya udah deh jangan bilang gitu, Ana yakin mas bisa sembuh kok," ucap Ana memeluk suaminya.

"Iya sayang mas percaya sama kamu, tapi mas juga tak bisa menghalang takdir mas," ujar Surya mengelus punggung istrinya lembut

"Janji mas gak boleh ngomong gitu lagi, anak kita juga butuh kasih sayang mas Surya sebagai ayahnya" Ujar Ana semakin ngisek dipelukan suaminya.

"Cup cup cup. Dek jangan cengeng dong, nanti mas ikut nangis kalau kamu gini," ucap Surya menghapus Air mata istrinya dan mengecup kedua matanya Ana.

"Janji mas gak ngomong gitu lagi," pinta Ana seperti anak kecil mengacungkan jari kelingkingnya dan dibalas jari kelingking oleh suaminya.

"Iya dek, mas janji kok," ucapnya tersenyum.

Surya merasa sakit kala melihat istrinya seperti ini. Ia tak bisa membayangkan jika nanti Istri dan Anaknya harus berjuang tanpa sosok suami sekaligus Ayah.

"Aku punya permintaan kamu harus kabulkan."

Surya mengelus perus buncit istrinya, Kini usia kandungan Ana sudah 6 bulan dan sudah diketahui jenis kelaminnya.

"Iya mas mau minta apa?" tanya Ana memegang tangan suaminya yang sedang mengusap perutnya itu.

"Kalau anak kita lahir kamu kasih nama Anisa Rahman ya, supaya nama mas ada dianak kita," pinta Surya,

"Ana akan kabulkan itu. Semoga anak kita menjadi anak yang sholehah ya mas," ucap Ana,

"Amin..... Do'aku selalu ada pada kalian," ucap Surya pada istrinya.

"Makasih ya mas udah mau ada dikehidupan Ana, Ana baru mengerti rasa kasih sayang seseorang yang menyayangi kita, dan juga rasa dilindungi. Aku bahagia mas... bahagia banget," ucap Ana tersenyum tapi juga dengan air mata yang mengalir dimata cantik Ana.

"Mas juga bersyukur punya istri secantik dan sesholehah kamu, maaf mas belum bisa wujudin keinginan kamu merasakan kasih sayang orang tua karena kamu sendiri tahu mas gak tahu orang tua mas ada dimana," ucap surya menghapus Air mata istrinya

"Punya mas aja dihidupku aja udah cukup buat aku, dan sebentar lagi kita bakal punya baby," senang Ana

"Sayangnya Ayah maaf ya nanti saat kamu lahir kedunia mungkin ayah gak ada disamping kamu, do'a ayah berharap kamu bisa membahagiakan ibu kamu. Ayah sayang kamu nak," batin Surya mengelus perut Ana dengan lembut tak sadar air matanya jatuh dipaha istrinya

"Mas pasti sembuh, Ana yakin itu. Kita rawat anak kita sama sama. Yaallah sembuhkanlah penyakit suami hamba, jangan kau ambil nyawanya terlebih dahulu, biarkan dia hidup lebih lama lagi" Do'a Ana dalam hatinya.

Ana sangat cengeng jika berhubungan dengan kematian. Ana baru bisa mengerti rasa memiliki orang yang penting dalam hidupnya setelah menikah dengan Surya.

Mereka menangis dalam diamnya, tak berani menatap mata masing masing hingga berberapa menit berlalu Surya dan Ana menghapus air mata mereka.

"Mas kita sholat isya' dulu yuk, habis itu mas minum obat dan tidur," ucap Ana turun dari Kasurnya

"Iya dek, tolong bantu mas ya," pinta Surya dengan senang hati Ana membantu suaminya turun dari kasur menuju kamar mandi untuk wudhu.

Dengan perlahan mereka keluar dari kamar mandi menuju tempat sholat dikamar itu, karena kaki Surya lemah sagat sulit untuk berdiri jadi ia mengimami Ana dengan duduk.

"Assalamualaikum warahmatullah"

"Assalamualaikum warahmatullah"

"Ya allah jika engkau ingin mengambil nyawa hamba, hamba ikhlas karena ini sudah menjadi takdir hamba. Jika nanti hamba tiada hamba mohon jangan sampai istri dan anak hamba menangisi kepergian hamba. Ya Allah berilah ketabahan hati kami menerima setiap cobaan dari mu, Lapangkan hati istri hamba nanti, Robbana atina fidunya hasanah wakina adha banar... amin," do'a surya dalam hatinya

"Ya allah tolong sembuhkan suami hamba, hamba yakin engkau maha penyembuh, hanya ini keinginan hamba. Biarkan suami hamba melihat pertumbuhan dan perkembangan anak perempuan kami. Robbana atina fidunya hasanah wakina adha banar... amin," do'a Ana dalam batinnya

Ana melangkah kedepan dan mencium tangan suaminya dan dibalas kecupan dikening Ana. Ana membantu suaminya kembali kekasur, tak ada beban diwajah Ana saat mengurusi suaminya wajah bahagia dan senyum yang selalu ditunjukkan Ana kala membantu suaminya.

"Mas.... minum obat dulu ya."

Ana memberi berberapa butir obat dan juga air minum. Surya mengambil obat itu dan meminumnya, lalu menyerahkan gelas kosong itu pada Ana.

"Dek jangan lupa minum susunya ya," ucap Surya lembut.

"Iya mas, Ana juga mau buat susu," jawabnya berjalan kearah dapur dengan membawa gelas kosong tadi.

"Ya Allah terimakasih sudah menghadirkan malaikat seperti istri hamba kedunia ini," gumam Surya menatap punggung Istrinya yang berjalan kearah dapur.

Tak berapa lama, Ana kembali kekamar membawa satu gelas susu dan air putih baru, karena suaminya ini sering minum jika malam hari.

"Bentar mas, Ana minum ini dulu "

Ana susu yang sudah hangat itu sebelum ikut kekasur. Surya yang melihat istrinya itu tersenyum.

Seelah menghabiskan susunya Ana menaruh gelas kosong itu dinakas dekat air putih suaminya lalu menaiki kasur bersama suaminya.

"Dek.... mas mau tanya boleh," ucap Surya mengelus rambut istrinya

"Mas mau tanya apa?" tanya Ana.

"Kenapa adek milih mas buat jadi pendamping Adek. Adek itu cantik banyak yang suka tapi kenapa malah memilih mas yang sakit sakitan ini?" tanya Surya.

"Menurut adek mas itu sempurna, mas bisa terima Ana apa adanya. Dan yang penting mas itu jodoh adek," icap Ana dengan bangganya yang membuat Surya terharu akan kata kata istrinya.

"Mas gak sempurna dek, mas banyak kurangnya," ujar surya.

"Mas sempurna dimata adek, mas juga bisa menyempurnakan kurangnya adek," ucap Ana memeluk erat tubuh suaminya.

"Adek yang menyempurnakan kurangnya mas, terimakasih ya dek udah mau nerima mas," ucap Surya lembut.

"Iya mas, terimakasih juga sudah menerima Ana apa adanya."

"Dek.... mas rela kalau kamu nanti menikah lagi agar kamu bisa menemukan kebahagiaan kamu dan putri kita," ujar Surya tiba tiba

Deg

"Adek gak mau nikah lagi mas, cukup mas jadi suami Ana selamanya," Jawab Ana memeluk suaminya erat

"Mas gak maksa kok dek, mas cuma mau yang terbaik buat kamu," ucap Surya seraya mengelus punggung istrinya.

"Ana gak mau mas," tolak Ana.

"Mas gak larang adek kok, kalau suatu saat nanti ada yang lamar adek," ucap Surya dengan lembut.

"Ana gak bakal nikah lagi," batin Ana mantap.

"Dek," panggil Surya saat tak mendengar jawaban dari istrinya

"Dia tidur," gumamnya tersenyum melihat mata istrinya tertutup itu.

"Semoga Allah melindungi kalian berdua saat mas sudah tak ada," do'a Surya mengelus perut istrinya itu dan tertidur.

Bersambung

Eps 2

Happy reading

Hari berhari mereka lewati, Ana masih dengan profesinya sebagai pengajar dan juga mengurus suaminya.

"Assalamualaikum mas. Ana pulang," salam Ana memasuki kamar itu, setiap pulang dari sekolah Ana tempat pertama yang ia masuki adalah kamarnya.

"Waalaikumsalam dek, kamu pasti lelah ya?" tanya Surya mencium kening Ana.

"Enggak kok mas, Ana mau mandi dulu habis itu kita sholat berjamaah ya," ajak Ana dan diangguki oleh Surya.

Setelah membersihkan diri, Ana kembali kekamar dan memapah suaminya untuk berwudhu. Mereka melakukan sholat berjamaah.

.......

"Dek mas mau keluar jalan jalan ya," pinta Surya pada istrinya.

"Iya mas, Ana ambilin kursi roda dulu ya."

Ana belalu untuk mengambil kursi roda yang tak jauh dari kamar.

Mereka keluar dari rumah yang tak terlalu besar itu, Ana mendorong kursi roda suaminya hanya untuk berjalan jalan agar suaminya tak suntuk juga. Tetangga mereka juga ramah ramah.

"Dek... Kita foto disini yuk sebagai kenang kenangan," ajak Surya dan dianggukkan oleh Ana.

Wanita itu dengan senang hati meminta tolong orang untuk memotokan mereka dengan pose yang berbeda mulai Surya yang memegang perut istrinya dan menciumnya.

Ana duduk dikursi panjang itu menatap suaminya yang sedikit beda hari ini. Suaminya lebih cerah daripada sebelumnya, firasat Ana buruk akan hal ini tapi semua itu ditepis oleh Ana.

"Dek, anak kita nendang," ucap Surya tersenyum menatap istrinya, tangannya masuh mengelus perut buncit sang istri.

"Iya mas, anak kita bisa merasakan kasih sayang ayahnya sejak didalam perut," ucap Ana tersenyum.

"Aku sayang kalian, semoga kalian selalu berbahagia," do'a Surya dan diangguki oleh Ana.

"Mas mau kalau mas udah gak ada, mas gak mau ada tangisan di mata cantik kamu ini. Mas gak akan tenang jika kamu bersedih," ucap Surya mengelus mata cantik istrinya.

"Stop bilang gitu, mas akan panjang umur kok," Jawab Ana.

Walau ia tak yakin karena menurut fonis dokter, tanggal tanggal ini waktu terakhir suaminya.

"Sayang, mas akan selalu ada dihati kamu dekat dengan jantung kamu, jika kamu kangen mas kamu kirim do'a buat mas dan percayalah mas ada saat itu," ucap Surya lembut menghapus air mata istrinya.

"Hufftttt mas gak boleh ngomong gitu ya. Mas sayang adek kan? Mas harus sembuh! Mas gak boleh tinggalin adek!" tangis Ana pecah kala mengucap itu.

"Dengerin mas. Mas sayang banget sama adek tapi raga mas gak bisa terus bersama adek, waktu mas gak banyak dek. Kamu harus kuat dan tabah jika sewaktu waktu Mas diambil oleh Allah. Ingat masih ada anak kita, darah daging kita. Anisa akan menjadi sumber bahagia kamu," ujar Surya memeluk pelan Ana.

"Tapi mas akan selalu hidup dihati adek," lanjutnya tersenyum

"Makasih ya mas, in syaa Allah Ana ikhlas jika memang ini sudah takdirnya. Tapi mas gak boleh nyerah buat lawan penyakit mas Surya," ucap Ana menatap mata sayu suaminya. Surya hanya tersenyum manis.

"Tapi mas gak kuat dek," batin Surya memaksakan senyumnya

"Mas pulang yuk, angin sore gak baik buat mas," ajak Ana lembut.

Merekapun pulang dari taman itu kerumahnya, Sesampainya durumah Ana pamit pada suaminya untuk memasak.

ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ

"Mas makan dulu ya," Ana menyuapi suaminya dengan bubur yang sudah ia buat.

"Ngajarnya gimana tadi?" tanya surya.

"Ya gitu mas, tapi Ana cukup menikmati," jawab Ana dengan senyum khasnya.

"Jangan lelah lelah ya dek, jaga kondisi kamu juga."

"Nanti kalau usia kandungan Adek udah masuk 9 bulan, adek bakal cuti dari sekolah kok mas. Mas tenang aja," ujarnya dengan senyumnya.

Dengan telaten Ana menyuapkan bubur itu kepada suaminya sampai habis, lalu ia makan untuk dirinya sendiri.

________

Berberapa hari kondisi kesehan Surya semakin memburuk, ia bahkan tak mampu lagi untuk berjalan. Ana yang melihat kondisi suaminya itu hanya berharap pada Allah agar memberi yang terbaik untuk suaminya.

"Mas Ana keluar bentar ya, mau antar surat cuti kesekolah. Ana bakal cepet oulang kok," pamit ana mencium tangan suaminya.

"Hati hati ya dek," ucap surya dan diangguki oleh Ana.

Kandungannya memang belum memasuki 9 bulan tapi melihat kondisi suaminya ia tak tega jika harus meninggalkan suaminya itu sendiri dirumah terus terusan.

Ana menaiki motor metic itu menuju sekolah, benar dia hanya menghantarkan surat ijin cutinya kesekolah. Setelah urusannya selesai ia langsung pulang, ia tak mau meninggalkan suaminya terlalu lama.

_________

Pagi harinya seperti biasa Ana membersihkan tubuh suamiya dengan handuk. Suaminya masih meminta untuk ia menjadi imam sholat Ana, dan itu dituruti walau posisinya berada dikasur.

"Dek, maaf minta jangan tangisi kepergian mas ya. Ini udah jadi takdir mas. Adek ingat mas ya, mas sayang banget sama adek dan anak kita," lirih Surya masih sempat mengelus perut istrinya.

"Enggak mas gak boleh ngomong gini, mas kuat... jangan tinggalin Ana," ucap Ana memeluk suaminya. Ia merasa tubuh suaminya mulai berbeda dari kemarin.

"Asyhadu an laa illaha illallaahu, wa asyhaduanna muhammadar rasuulullah," lirih Surya dan itu terdengar di telinga Ana yang membuat air mata Ana deras meluncur.

"Mas," panggil Ana

"Mas surya jangan tinggalin Ana..... Mas bangunn...." ucap Ana menangis melepas pelukan itu dan melihat mata suaminya telah terpejam.

"Mas," panggil Ana lagi

"Innalilahi wainailaihi rajiun."

Ana mengusap wajah suaminya.

"Mas gak ada niatan buat bangun lagi apa?" tanya Ana sambil menangis memegang tangan suaminya.

"Dek, sekarang hanya tinggal kita berdua disini, ayah udah kembali kesisi Allah dek," lirih Ana mengusap perut buncitnya.

"Ana akan coba ikhlas mas, doain Ana agar bisa melewati ini ya mas," ucap Ana mencium kening suaminya untuk terakhir kalinya.

Hari ini adalah hari paling sedih dikehidupan Ana, Allah telah mengambil belahan jiwanya. Hingga berakhirnya pemakaman Surya air mata Ana belum juga reda, ia mencium papan yang tertulis nama suaminya itu.

"Ana pulang dulu ya mas, Ana akan sering sering kunjungi mas disini," ucap Ana bangun dari duduknya dan berjalan pulang.

Bersambung

Eps 3

Happy reading

Bendera kuning masih terpampang jelas didepan rumah sederhana itu. Saat memasuki rumah, Ana mengingat kenangan bersama sang suami berberapa tahun ini hingga suaminya telah tiada.

Tes!

Tes!

Tes!

"Mas... Ana merindukan mas surya," lirihnya mengelus foto pernikahannya itu seraya menitihkan air matanya.

"Apa Ana bisa jalani hari hari Ana seperti biasa Mas?" tanya Ana memeluk foto itu, hingga ucapan suaminya saat itu terlintas dipikirannya .

"Aku harus bisa, aku masih punya adek yang sebentar lagi akan keluar menikmati dunia ini," humam Ana mengelus perutnya dengan lembut.

"Adek jangan nakal nakal ya di dalam, walau nanti kamu tak bisa mendapatkan kasih sayang seorang ayah. Tapi ibu akan memberikan kebahagiaan itu buat kamu," ucap Ana pada anaknya yang masih ada diperut.

"Dan aku tak akan menikah lagi, itu janjiku mas," dengan mantap Ana mengucapkan itu.

____________

5 Tahun kemudian

Anisa Rahman itulah yang diberikan Ayah Surya sebelum berpulang kesisinya. Gadis cantik berusia 5 tahun itu tampak ceria dan aktif.

"Yee ibu pulang," soraknya melihat sang ibu turun dari motor.

"Anak ibu, makasih ya bu sudah mau menemani anak saya," ucap Bu Ana pada salah seorang tetangga yang baik kepadanya.

"Iya An, aku gak keberatan. Tapi apa kamu gak ada niatan buat nikah lagi?" tanya Bu Lili pada Ana.

"Saya gak ada niat buat nikah lagi bu, cukup mas surya saja yang menjadi suami saya. Sekarang saya hanya ingin fokus mengurus Anisa saja," jawab ana mengelus rambut anaknya.

"Tapi Nisa juga butuh sosok ayah An," ujar Bu lily. yang usianya lebih tua dari Ana, Ana hanya menggeleng dengan senyum menatap anaknya yang memeluknya itu.

"Ya sudah lah An, aku juga udah bosan bilang gini kekamu. Tapi aku selalu dukung apa yang kamu lakukan. Aku pulang dulu ya," ucap Bu Lily.

"Terimaksih bu lily atas semua bantuan dan dukungan ibu," ucap bu Ana tulus pada Bu lily yang sudah dianggap kakaknya itu.

"Sama sama," balasnya dengan senyum.

Bu lily pulang kerumahnya, dan Ana mengajak anaknya masuk ke dalam rumah.

"Nisa sayang, apa kamu bahagia nak hidup tanpa ayah?" tanya bu Ana lembut menatap anaknya sambil menyamakan tinggi Nisa.

Gadis itu mirip sekali dengan sang ayah versi ceweknya, hal itu cukup membuat Ana mengobati rasa rindu dengan sang suami.

"Ana bahagia kok bu, tapi kadang aku juga iri dengan teman teman PAUD yang diantar ayahnya," jawab Nisa dengan senyum tapi bu Ana menangkap tersirat kesedihan dimata anaknya.

"Ohh jadi Nisa pengen punya ayah gitu?" tanya ibu Ana menatap mata gadis kecilnya itu

"Emm... Enggak.Nis takut ayah nanti jahat bu. cukup ibu aja disisi aku, nisa udah seneng" jawab Nisa dengan khasnya.

Ana yang mendengar jawaban anaknya itu hanya tersenyum bangga, ia memeluk tubuh sang putri dengan erat.

"Anakmu sudah besar mas, aku harap kamu lihat dari atas sana," batin Ana mengelus rambut halus anaknya.

"Ya sudah, kalau gitu nisa masuk kamar dulu ya, tadi ada PR gak?" tanya Bu Ana.

"Ada bu, menebali huruf," jawab Nisa.

"Kerjain tugasnya nanti ibu kekamar kamu, ibu mau mandi dulu.. bau," ucap Bu ana dan diangguki oleh Nisa.

Anisa masuk kedalam kamar dan juga Bu Ana yang masuk kedalam kamarnya. Setelah membersihkan diri Ana keluar dari kamar menuju kamar anaknya.

"Sayangnya ibu, udah selesai tugasnya?" tanya Ana pada sang putri.

"Udah bu," jawabnya dengan senyum

Ana melihat huruf yang sudah ditebali itu dengan rapi.

"Udah bagus, sekarang bantuin ibu masak mau?" tanya Ana menatap anaknya.

"Mau bu, ibu gak jualan hari ini?" tanya Nisa dengan nada kecilnya

"Hari ini ibu gak jualan, ibu mau ajak nisa kesuatu tempat sore ini," jawabnya menggandeng anaknya keluar dari kamar.

"Kemana bu?"

"Suatu tempat" jawabnya

Nisa hanya mengangguk, ia tak mau banyak bertanya karena nanti ia juga bakal tahu.

Dengan riang nisa melihat ibunya memasak, tangan kecilnya memegang bawang merah itu.

"Ini namanya bawang merah dek," ucap Ana melihat anaknya yang masih bingung akan apa yang ada di dapur .

"Kalau yang bulat bulan ini apa bu?" tanya Nisa memegang ketumbar dan merica yang ada diwadah itu.

"Yang keras agak kehitaman namanya merica kalau yang warnanya pekat kekuningan ini namanya ketumbar" jawabnya menunjuk mana ketumbar dan merica.

"Rica? Tumbar?" bingungnya meletakkan kembali wadah itu.

"Merica sayang, rasanya pedas kalau dimakan." ucap Ana.

"Cabe ya bu?"

"Iya, sama sama pedas" Jawabnya dengan senyum manisnya.

Jika di dapur ada saja yang ditanyakan Nisa, entah itu mau masak apa? Ini namanya apa? Itu namanya apa? Tapi hal itu membuar Bu Ana senang.

Ana menyelesaikan memasaknya seraya menjawab pertanyaan anaknya itu.

"Sekarang kita makan ya," ajak bu Ana membawa piring yang berisi tumis tempe dengan daging ayam itu.

Ana menuangkan nasi pada piringnya dan piring anaknya beserta tumis itu.

"Jangan lupa berdo'a dulu," ucap Ana, Ana selalu menerapkan hal hal kecil itu pada anaknya sejak kecil agar anaknya itu terbiasa.

__________

Seperti yang diucapkan Ana tau, bahwa hari ini akan membawa Nisa kesuatu tempat dan disinilah mereka sekarang.

"Kenapa kemakam bu?" tanya Nisa pada ibunya.

"Kita mau ngunjungi ayah sayang" Jawabnya lembut seraya membenarkan hijab kecil anaknya

"Ayah?? Seperti yang difoto itu ya bu?" tanyanya.

"Heemmm, iya sayang.... yuk," ajaknya.

Ana membawa bunga tabur yang ia beli tadi seraya mengandeng tangan kecil anaknya menuju satu makam yang bersih terawat itu.

"Assalamualaikum mas. Ana dateng bawa Nisa. Anak kita, kamu lihat deh dia udah besar usianya sudah 5 tahun," ucap Ana memperkenalkan Nisa seraya menaburkan bunga itu kemakan suaminya.

"Nisa ini makam ayah nak, salam dulu," ucap Ana pada Nisa.

"Assalamualaikum ayah, ini nisa.... Kata ibu, ayah orang yang hebat. Tapi kenapa Ayah ninggalin Nisa sama Ibu," ucap Nisa dengan polosnya.

"Karena Allah lebih sayang pada Ayah sayang," jawabnya.

"Nanti ibu ceritain kenapa ayah pulang dulu ya," ucap Ana dan diangguki oleh Nisa

Ana memimpin doa untuk suaminya agar tenang dialam sana, bersama anaknya. Walau usia Nisa masih 5 tahun tapi ia sudah bisa baca surat pendek walau masih sedikit cedal.

Tak jauh dari mereka ada seorang anak laki laki berusia 8 tahun sedang menangis diantara dua makan itu. Nisa yang melihat itu menghampirinya meninggalkan ibunya yang masih berdoa untuk ayahnya.

"Kakak kenapa nangis?" tanya Nisa pada lelaki itu.

"Oh kamu, gak papa kok. Cuma ingat ibu sama ayah kakak yang udah gak ada," jawabnya mengusap air matanya.

"Kamu sama siapa kesini?" tanya laki laki itu pada Nisa.

"Sama ibu disana," Jawab Nisa menujuk ibunya.

"Kakak jangan nangis ya, walau ayah dan ibu kakak udah gak ada tapi mereka akan selalu ada dihati kakak," tangan nisa memegang dada Laki laki itu.

"Kata ibu, orang yang sudah meninggal itu udah gak ngerasain sakit lagi, mereka udah bahagia disisi Allah," lanjutnya dengan senyum.

"Iya makasih udah kasih tahu aku," ucapnya dengan senyum manis pula.

"Oh ya nama kakak siapa?" tanya Nisa pada laki laki itu.

"Riski, kalau kamu?" tanya Riski pada Nisa.

"Nama aku Nisa," jawabnya.

Bersambung

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!