Asrama tidak sekedar tempat tinggal semata akan tetapi di sana tercermin keragaman identitas yang menunjukkan bahwa penghuni berasal dari berbagai latar baik daerah, suku, hingga kebiasaan individual dimana mampu menumbuhkan jiwa toleran dan kebersamaan.
Kita putar balik dalam hitungan mundur tahun 1994, di mana tahun ini kita belum mengenal hendpone, ATM, Leptop dan barang-barang canggih lainnya. Di tahun itu masih mengenal surat-menyurat (ada surat biasa sampai ke tujuan bisa satu minggu, ada surat kilat sampai ke tujuan empat hari dan ada surat kilat khusus sampai ke tujuan dua hari), telepone koin yang kalau mau di pakai harus bergiliran antri dan uang pun masih memakai tabungan yang harus di tarik tunai langsung tanpa ATM, televisi sudah ada namun masih sedikit hanya beberapa cennel saja.
Radio menjadi pegangan para mahluk-mahluk asrama karena ingin mendengarkan musik, sandiwara, berita atau yang trent di saat itu sebuah acara radio dengan judul 'Ungkapan Kata Hati' di mana kita bisa mengirimkan berbagai ungkapan perasaan hati yang di tujukan buat orang tercinta atau kadang kala di pakai untuk mengutarakan suara hati yang mungkin sulit di ungkapkan secara langsung lalu memakai media acara radio ini lah semua isi hati bisa kita utarakan dengan harapan cewe' atau cowo' yang menjadi tujuan rasa hati kita mendengar atau ya... setidaknya teman sekamar asrama salah satu saja mendengar lalu di sampaikan pada cowo' atau cewe' yang menjadi tujuannya... Itu juga kalau di sampaikan, kalau tidak artinya sia-sia sudah apa yang di ungkapkan oleh penyiar radio itu dan ini akan di pesan ulang melalui lembaran-lembaran atensi yang biasanya di beli langsung satu buku dan di edarkan kepada mahluk-mahluk asrama.
Dalam keadaan itulah cerita ini terkisah.
***
Tamat Sekolah Menengah Pertama (SMP) pada berbondong-bondong mendaftarkan untuk masuk Sekolah Perawat Kesehatan di Provinsi Lampung. Tahun 1994 itu hanya ada 4 Sekolah Perawat Kesehatan setara dengan Sekolah Menengah Atas (SMA) dan belum ada Akademi Perawat D3 apalagi Sarjana Keperawatan S1.
Ini membuat ke empat Sekolah Perawat Kesehatan menjadi tujuan untuk mencapai asa sebagai cita-cita menuju masa depan. Sekolah Perawat Kesehatan Bandar Lampung, Sekolah Perawat Kesehatan Metro, Sekolah Perawat Kesehatan Kotabumi ke tiga sekolah ini milik pemerintah sedangkan satu Sekolah Perawat Kesehatan Baitul Hikmah merupakan milik swasta.
Karena sedikitnya Sekolah Perawat Kesehatan sehingga saat ujian test masuk sekolah tersebut menjadi rebutan peserta yang ingin mendaftar ke sana di karenakan masih adanya ikatan dinas atau kalau kita lulus sudah bisa di pastikan akan di terima sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) untuk yang cowo' kalau untuk yang cewe' dia akan melanjutkan ke jenjang Kebidanan.
***
Gue termasuk yang mungkin kurang berminat sebelumnya akan cita-cita menuju Sekolah Perawat Kesehatan. Tamat Sekolah Menengah Pertama (SMP), gue langsung lanjut mendaftar ke Sekolah Menengah Ekonomi Atas (SMEA) dengan mengambil jurusan Keuangan dengan harapan setelah selesai mungkin akan mengambil khursus Computer (belum ada leptop di tahun itu dan Universitas pun hanya ada Universitas Lampung saja) dan dengan mempunyai keahlian itu harapan gue bisa bekerja di salah satu perusahan swasta minimal sebagai karyawan tetap.
Genap tiga minggu gue masuk di Sekolah Menengah Ekonomi Atas (SMEA) tiba-tiba gue di kabari kalau Sekolah Perawat Kesehatan Kotabumi ada bukaan pendaftaran untuk 80 siswa.
Kebetulan gue lahir dan tinggal di Kotabumi tetapi bukan asli orang sana, ibu orang minangkabau tiga tahun sudah di tinggalkan ke dua orang tuanya, lalu dengan nenek ibu di bawa ke kota palembang dan besar disana lalu saat sekolah menengah atas ibu melanjukannya di Lampung. Sedangan bapak gue asli orang minangkabau juga tapi sudah lahir di Kotabumi, Lampung Utara. Lalu mereka di jodohkan sampai akhirnya menikah dan tetap tinggal di Kotabumi, Lampung Utara. Gue anak ke lima dari lima saudara, kalau katanya anak bungsu, yang pertama cewe' Dilla Handayani, kedua cewe' Amanda Widiani, ke tiga cowo' Ovidius, ke empat cewe' Gebby Franika dan ke lima cowo' gue sendiri Ilham Alfarizi.
"Amanda, kan Ilham sudah Sekolah Menengah Ekonomi Atas (SMEA) kenapa harus ikut daftar ke Sekolah Perawat Kesehatan!" Tanya mamah waktu itu kepada Amanda.
"Ya mah, nggak masalah lah. Kalau seandainya di terima setidaknya sudah bisa menjadi Perawat Kesehatan dan Pegawai Negeri Sipil lagi!" Jawab Amanda.
"Ilham apa yakin mau masuk ke sana?" Tanya mamah lagi.
"Ya, kita coba saja dulu mah tanyakan dengan Ilham, mumpung pendaftarannya belum habis waktunya!" Jawab Amanda.
"Ya mamah sih terserah saja mana baiknya, cuma ingat dia sudah bayar uang masuk Sekolah Menengah Ekonomi Atas (SMEA) lo, apa nggak sayang uangnya yang sudah di bayarkan itu lo!" Tanya mamah lagi.
"Kalau masalah itu nanti Dilla mah yang urusnya!" Jawab Dilla masuk dalam pembicaran. "Biasanya masih bisa di pulangkan kok mah, walau tidak semua!" Lanjutnya.
"Ini juga masih coba-coba lo mah, yang penting Ilham ikut test dulu, kalau lulus test nanti kita semua pikirkan lagi!" Jelas Amanda lagi.
"Ya, nggak papa lo mah, namanya juga mencoba!" Kakak gue yang cowo' Ovi ikut menimpali percakapan itu.
"Ayah udah pensiun lo, kalau banyak biaya yang akan di keluarkan nantinya mungkin mamah nggak sanggup membiayainya!" Jelas mamah lagi.
"Udah nggak usah mikir terlalu jauh dulu, biar Ilham coba ikut test dulu, kalau lulus nanti kita sama-sama pikirkan lagi!" Jelas Ovi.
"Bagaimana dengan Gebby! Apa setuju kalau adek Ilhamnya mencoba!" Tanya mamah lagi kepada kakak cewe' gue yang nomor empat.
"Gebby mah terserah saja mah, kalau kak Amanda, kak Dilla dan kak Ovi sudah setuju kenapa nggak di coba!" Jelas Gebby.
Akhirnya semua sepakat untuk gue melanjutkan mendaftar ke Sekolah Perawat Kesehatan tanpa harus melepaskan Sekolah Menengah Ekonomi Atas (SMEA), jadi seandainya tidak di terima gue masih tetap bersekolah di sana.
***
Waktu itu papah yang menemani mendaftar ke Sekolah Perawat Kesehatan Kotabumi, sedangkan yang mengurus perlengkapan dan syarat-syarat mendaftar semua di kerjakan Amanda dan Ovi. Sampai waktu test pun tiba papah yang masih menemani menunggu di luar Gedung Olahraga (GOR) Sukung Kelapa Tujuh, Kotabumi tempat berlangsungnya. Untuk penerimaan siswa waktu itu tahun 1994 hanya dua kelas atau berjumlah 80 siswa, setiap kelas berisi 40 siswa dari peserta yang ikut test ujian itu 1.547 siswa.
"Gimana Ham, bisa jawab soal-soal testnya!" Tanya papah.
"InsyaAllah pah, mudah-mudahan masuk!" jawab gue ke papah walau pun terasa ragu hanya punya harapan semoga saja dari 80 siswa itu yang di terima salah satunya gue.
"Kalau Ilham yakin seperti itu, pasti di terima deh!" Jawab papah bangga.
"Ya pah!" Kata gue membalas kalimat papah.
"Kapan pengumumannya Ham!?" Tanya papah lagi.
"Kalau nggak salah test ujian tulis jum'at depan pah pengumumannya, kalau lolos seninnya sudah test kesehatan!" Jawab gue menjelaskan ke papah.
"Artinya Jum'at depan kita kesini lagi!?" Tanya papah.
"Nggak pah, kita lihat pengumumannya di Asrama Sekolah Perawat Kesehatan jam 16.00 Wib!" Jelas gue. "Nanti pengumumannya nomor ujian dan nama di tempel pada papan tulis depan kantor, kata panitia test ujian tulis tadi pah!"
"Oh, ya udah. Yuk kita pulang!" Jelas papah sembari mengajak gue berjalan menuju tempat parkiran motor yang di awal datang di letakkan disana.
Jum'at jam 16.00 Wib, gue bersama papah menuju ke Gedung Asrama Sekolah Perawat Kesehatan Kotabumi. Motor yang kami tumpangi berjalan santai merasa tanpa ada beban diatasnya, melaju dengan lincah menghindari lubang-lubang di jalan aspal yang terlihat mulai rapuh di makan kedustaan proyek yang tidak sesuai dengan anggaran yang telah tersediakan.
Sampailah kami di pertigaan memasuki jalan menuju Gedung Asrama Sekolah Perawat Kesehatan Kotabumi, saat memasuki jalan saja sudah terlihat ramai para penunggu antrian pengumuman ujian test tulisan yang telah akan di umumkan, tapi sayangnya pengumuman itu tidak sesuai dengan jam yang di tentukan alias mengaret, elastis dan banyak semakin memanjang itulah gambarannya.
Gue dan papah berhenti di pertengahan jalan masuk antara pertigaan dengan Gedung Asrama Sekolah Perawat Kesehatan Kotabumi di sini saja sudah ribuan makhluk Tuhan yang antri menunggu, ada yang sibuk membenarkan tali sepatu yang sebenarnya tidak ada masalah, ada yang duduk sambil bernyanyi kecil tak tentu arah kemana suara bagaimana nadanya yang penting heppy saja lah, ada yang tertawa ramai-ramai seru katanya, karena belum mengerti dengan kerasnya beban kehidupan yang menunggu di ujung sana menanti sebuah kepastian.
"Hai, nama gue Ilham!" Sapa gue dengan seorang cowo' sebaya umurnya dengan gue, raut dan wajah sepertinya tidak asing dan pernah terlihat sebelumnya.
"Iya, saya Made!" Jawabnya singkat.
"Apa kita pernah bertemu sebelumnya?!" Tanya gue memastikan.
"Sepertinya pernah, tapi di mana ya!?" Rada mikir Made menjawab. "Hmmm...! Sepertinya memang kita pernah bertemu!, tapi di mana ya?"
"Jangan juga elo jawab ya sekarang ini De!" Jawab gue becanda.
"Hahaaaaa... Ya juga ya! Gue inget, waktu ujian test tulis, elo kan duduk di depan gue!" Sambil tertawa lepas Made dan gue mulai berusaha mencari pokok bahasan obrolan yang kira-kira menarik untuk di obrolkan.
Sementara papah pun nggak mau bengong sendiri juga, papah malah lebih asyik ngobrol dengan akrab pada seorang pria separuh baya, di bandingkan papah ya beda-beda tipis lah tentang usia.
Sampai tiba-tiba semua peserta ujian test tulis itu di kagetkan dengan suara ambulans milik Sekolah Perawat Kesehatan Kotabumi yang berdengung tidak jelas kemana tujuan tuh suara.
Belum sempat ambulans itu masuk gerbang Gedung Asrama Sekolah Perawat Kesehatan Kotabumi beberapa peserta ujian test tulis memberhentikan ambulan itu.
"Om, bawa pengumuman ya?!" Tanya salah satu cowo' tersebut.
"Oh ya dek, ma'af ya jangan ganggu jalan nanti silahkan di lihat di papan pemgumuman depan kantor saja!" Jelas sang sopir ambulan.
"Lihat disini saja sih om, kan cuma sebentar!" Pinta cowo' itu kembali.
"Sekali lagi ma'af ya, ini harus segera di umumkan kasihan kan kalau gara-gara hal seperti ini jadi semakin lama!" Jelas sopir ambulans.
Akhirnya ambulans pun dapat berjalan lepas, bebas dan merdeka walau terkadang merdeka itu sebuah kebohongan belaka.
Ribuan peserta ujian test tulis tersebut tanpa komando dan aba-aba menyerbu masuk kedepan kantor untuk melihat langsung hasil pengumuman itu.
"Ilham nggak ikut lihat?" Tanya papah karena gue masih dalam posisi asyik ngobrol dengan teman baru gue itu.
"Santai aja lah pa, lagian masih ramai gitu positif nggak bisa kelihatan lagi tuh.
"Ya nggak papa Ham, nanti kalau Ilham mau lihat kesana cari papah di situ ya!" Balas papah dengan jari telunjuk tangan mengarah kesebuah warung "soto dan mie ayam enak" judul tuh poster di depan pintu masuk.
Tak terasa sudah satu jam lebih sedikit, gue dan made belum juga geser bergerak melihat hasil ujian test tulis tersebut, lantaran ramainya peserta yang ingin melihat hasil dari test yang di jalani mereka sebelumnya.
"Gile Ham, dah lama kita tunggu nggak sepi-sepi juga nih!" Ucap Made.
"Ya gimana kaga mau sepi De, yang udah lihat pengumuman pun masih aja tetap nongkrong di sana!" Jelas gue pada Made.
"Iya juga ya Ham, bukannya segera pergi kalau sudah lihat, jadi yang lain yang mau melihat pengumuman bisa leluasa melihatnya!" Ucap Made.
Pengumuman tersebut di tempel pada papan tulis putih dengan nama dan nomor peserta memakai kertas lebar di tulis dengan spidol hitam (maklum masih zaman purba).
"Mau sampai jam berapa kita disini De!" Ucap gue lagi.
"Apa kita trobos saja tuh kerumunan?!" Tanya Made.
"Boleh!" Jawab gue singkat.
Kami berdua berjalan tetap dengan santai mendekati pintu gerbang yang jelas baru melangkahkan kaki satu langkah saja sudah susah untuk bernafas lega terbentang hamparan manusia dengan ambisinya untuk merebutkan sebuah pengumuman.
Singkat cerita kami berdua sudah melihat hasilnya walau harus berkorban penuh keringat bercucuran berusaha mendekati lokasi yang di sebutkan tadi.
"Gimana Ham! Lulus apa ujian test tulisnya? Ada nama Ilham dan nomor ujiannya nggak?!" Tanya papah setelah gue kembali ke tempat yang sudah di sepakati. Sementara itu Made sudah melangkah pergi meninggalkan semua permasalahan dunia yang membuat tak masuk akal, kenapa di bilang begitu "Sudah tahu kalau pengumuman itu tidak akan pergi kemana-mana mengapa harus berkerumunan begitu, coba seandainya budaya antri tidak di abaikan pasti semua bisa berjalan lancar one by one semua peserta ujian test tulis bisa melihat pengumuman tersebut.
" Hmmm...! Boleh nggak pah kalau Ilham kasih tahunya nanti si rumah saja!" Jelas gue ke papah.
"Ayo siapa takut, kita pulang kalau begitu!" Ajak papah.
Kami meninggalkan pertigaan lalu ke jalan besar berlubang dengan rada tak santai lagi, karena papah ingin mendengar hasil dari ujian test tulis yang sudah gue jalani sebelumnya.
"Gimana pah, di terima apa!?" Tanya mamah belum juga sampai di depan pintu sudah ingin tahu hasilnya.
"Tau ah mah, Ilham mintanya di kasih tahu saat papah sampai di rumah. Jadi sementara ini papah belum tahu apa-apa!" Balas papah menjelaskan.
"Gimana Ham!" Tanya mamah saat gue mulai masuk lewat pintu depan rumah.
"Ya mau gimana lagi lah mah!" Jawab Ilham.
"Ya udah Ham, artinya belum rezeki Ilham!" Balas mamah.
"Iya mah, pah, mungkin lain waktu tidak ada kesempatan lagi?!" Jelas Ilham.
"Lah maksudnya apa Ham, umur juga masih cukup untuk mencoba tahun depan lagi kan!" Balas papah ikut mengomentari.
"Malas kalau tahun depan Ilham ikut lagi pah!" Jawab Ilham.
"Ya nggak papa lo Ham, semua kan sudah mendukung dan mendo'akan semua! Artinya ya terserah Ilham aja mau atau nggak coba lagi kan?!" Jelas papah menghilangkan rasa kecewa anak bungsunya itu.
Tapi tiba-tiba...!!!
"Ham... ilham... Ilham...!" Suara dari depan rumah terdengar.
"Ohhh... Nak Dedi Hendrawan masuk nak Ilham ada kok!" Jewab mamah.
"Ada apaan Ded, elo teriak-teriak begitu? Ngucapin salam ngapa!" Canda Ilham pada teman bermainnya waktu kecil hingga sampai saat ini karena kebetulan rumah Dedi ada di sebelah rumah Ilham.
"Selamat ya Ham!" Ucap Dedi sembari meyodorkan tangan kanannya ingin menyalami Ilham.
"What? Maksudnya apa nak dedi?!" Tanya papah curiga.
"Ilham kan di terima tante, om... Nomor 59 ada diurutan 34 dari 80 siswa yang akan di terima om, tante!?" Jelas Dedi karena dia tidak melihat kedipan mata Ilham yang memberi kode rahasia.
"Ooooo... Jadi anak mamah ini sudah pintar berbohong ya?!" Tanya mamah kesal tapi hati tersenyum bahagia.
"Ilham nggak bohong kok mah, pah!. Kan Ilham dah bilang dari awal "Ya mau gimana lagi lah mah!" Begitu kan!" Jelas Ilham.
"Ya dengan perkataan begitu artinya Ilham nggak di terima dong!" Timpal papahnya dengan rasa bangga pada putranya ini.
"Maksud Ilham tadi mau di teruskan, cuma mamah sudah langsung memotong kata-kata Ilham. Rencananya Ilham mau bilang "Ya mau gimana lagi lah mah! Kalau Ilham ternyata di terima... Begitu!" Jelas Ilham.
"Haaaa... Banyak alasan anak mamah ini!" Balas mamah senang.
Udara lumayan cerah dengan desiran angin sepoy-sepoy menggoyangkan dedaunan yang masih basah terkena embun pagi ini, burung-burung berkicau dan hinggap di ranting-ranting pohon belimbing di depan rumah silih berganti lalu terbang bertengger ke pohon lain yang rantingnya lebih tinggi, ramai bersahut-sahutan tiada henti seakan-akan ingin berteriak dan memberikan isyarat kepada kita sudah saatnya melaksanakan segala aktifitas sehari-hari.
"Ham, bangun dan siap-siap hari ini harus menjalani test kesehatan kan!?" Tanya mamah membangunkan Ilham yang masih berada di dalam kamarnya.
"Iya mah, Ilham dah bangun kok dari tadi!" Jawab gue, kemudian bangun dari tempat peristirahatan ternikmatnya.
"Tadi sudah Sholat Subuh apa Ham!?" Tanya mamah lagi.
"Udah mah, habis Sholat Subuh Ilham nggak tidur lagi." Jawab Ilham sembari berjalan perlahan menuju kamar mandi.
"Apa papah yang mengantar Ilham ke Rumah Sakit HM Mayjen Ryacudu Kotabumi buat menjalani test kesehatannya?!" Tanya mamah pada papah yang sudah duduk di meja makan untuk menjalani kebiasaan sarapan pagi.
"Papah paling mengantar ke Aula Sekolah Perawat Kesehatan mah, karena dari sana semua peserta yang lulus test ujian tulis akan bersama-sama berangkat sekaligus di antar perwakilan dari pihak sekolah!" Jawab papah.
"Ooo... Itu urusan di Sekolah Menengah Ekonomi Atas (SMEA) sudah Dilla bereskan apa?!" Tanya mamah kemudian pada Dilla yang juga sudah berada di sana.
"Sudah mah, kemarin Dilla jelaskan ke mereka kalau Ilham melanjutkan ke Sekolah Perawat Kesehatan dan tidak jadi di sekolah ini, ya kebetulan di terima dan dari pihak Sekolah Menengah Ekonomi Atas (SMEA) tidak mempermasalahkan hal tersebut, mereka malah memberikan motivasi dan dukungan. Dan masalah pembayaran yang sudah masuk, Insya Allah akan di kembalikan walau tidak bisa utuh tapi minimal lebih dari setengah pembayaran awal kita mah!" Jelas Dilla.
"Ya Alhamdulillah kalau Ilham bisa masuk mah, kalau persyaratan yang di perlukan untuk kelengkapan masuk Sekolah Perawat Kesehatan, kemarin juga kak Amanda dan Ovi sudah selesaikan semua, tinggal menunggu hasilnya saja dan pihak sekolah juga sudah kami sampaikan seperti demikian dan tidak masalah buat mereka yang terpenting sebelum pelajaran mengajar belum di mulai semua syarat harus sudah lengkap!" Jelas Ovi meneruskan pembicaraan.
"Kalau Gebby sudah beres mah, perlengkapan yang akan Ilham bawa untuk masuk asrama Insya Allah sudah lengkap, cuma mungkin nanti Gebby tanya Ilham lagi kira-kira keperluan apa saja buat dia selain keperluan yang sudah di catat dari pihak sekolah mah!" Jelas Gebby mendukung.
"Ya, syukurlah kalau sudah beres semua!" Jawab mamah.
"Lo Amanda kemana kok nggak kelihatan!?" Kata mamah lagi melihat satu dari lima anaknya tidak terlihat batang hidungnya.
"Amanda ada kerjaan dadakan mah! Katanya ke luar kota karena pulang pergi (PP) tidak nginap, jadi dari selesai Sholat Subuh tadi dia sudah berangkat, sudah izin dengan papah kok tadi mau bilang ke mamah, mamah masih sibuk beres-beres rumah dan masak!" Jelas papah.
***
Jam 07.00 Wib Ilham dan papahnya berangkat menuju ke Aula Sekolah Perawat Kesehatan dengan menggunakan motor yang cuma satu itu dan sesampainya di tempat, sudah banyak anak-anak peserta yang akan mengikuti test kesehatan berkumpul dan bersenda gurau menunggu waktu keberangkatan, nyaris semua datang tepat waktu.
"Hey De, apa kabar!" Sapa Ilham pada Made temannya yang baru di kenal saat ujian test tulis dan saat bersama melihat pengumuman.
"Baik Ham, udah dari tadi datangnya ya!" Tanya Made balik.
"Nggak, barusan juga kok!" Balas Ilham.
Tiba-tiba terdengar suara yang cukup lantang, "Ilham ngapain di sini."
Mendengar ada suara cewe' memanggil namanya, sontak Ilham kaget dan mencoba meneliti ulang kembali wajah cewe' yang sempat berpapasan dengan mereka berdua. Setelah yakin ia pun berkata "Emm... Rosa, gue sampai-sampai nggak ngenalin elo lagi nih" kata Ilham menyapa Rosa Widiasari teman satu Sekolah Menengah Pertama (SMP) hanya di kelas yang berbeda.
"Ihhhhh Ilham, nggak kenal apa emang sengaja rada-rada nggak lihat dan sok nggak kenal" ucap Rosa Widiasari.
"Bukan gitulah Cha, tadi sekilas lewat gue melihatnya jadi ya nggak nyangka aja kalau Ocha" alasan Ilham sambil tersenyum. Rosa Widiasari walau beda kelas saat bersama di Sekolah Menengah Pertama (SMP) akrab di panggil dengan panggilan 'Ocha' dan sering sekali bersama Ilham sebenarnya, kalau ada acara cerdas cermat biasanya mereka berdua yang di kirim untuk mewakili sekolah. Selain itu Ilham dan Rosa satu tim dalam mengurus majalah dinding (MADING) sekolah jadi minimal setiap satu hari dalam seminggu akan bertemu bersama dan terakhir mereka bersama saat menjadi perwakilan dari Sekolah Menengah Pertama (SMP) mengikuti lomba Pelajar Teladan tingkat Kabupaten. Alhamdulillah mereka berdua lolos, saat naik mengikuti lomba Pelajar Teladan Tingkat Provinsi mereka berdua gagal.
"Emang nggak keciren lagi ya atau karena sudah lama nggak bersama?" tanya Rosa.
"Kalau ciren ya pastilah Cha, mungkin karena keadaan saat ini masih grogi buat menjalani test kesehatan ya Cha di tambah kita belakangan ini sudah mulai jarang ketemu!" Jelas Ilham. "Ooo ya, kenalin ini sahabat gue Cha, Made" jelas Ilham.
"Saya Made Sujana" kata Made mengulurkan tangan sambil tersenyum.
"Rosa Widiasari" Sambut Rosa. "Ehh ya kenalin juga, nih teman-teman Ocha ya." Lanjut Rosa lagi.
Ilham dan Made pun segera menjabat tangan kedua teman Rosa.
"Saya Made" ucap Made mendahului Ilham.
"Saya Nelly" jawab cewe' yang berjilbab warna biru.
"Saya Made" ucap Made pada cewe' yang satu lagi. Pada seorang cewe' cantik yang mukanya kelihatan tak asing lagi.
"Saya Intan" balas sang cewe'.
"Ini intan yang kemarin di pentas seni juara satu lomba nyanyi ya!" Tanya Made.
"Ahhhh... Iya, kebetulan saja itu kalau dapat juaranya!" Jelas Intan merendah.
Setelah Made selesai berkenalan, selanjutnya giliran Ilham.
"Saya Ilham" Ilham memperkenalkan diri.
"Nelly...!!!" jawab Nelly ringkas.
"Nelly bukankah dari kelas F ya? Bukankah kita dari Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang sama kan Nell" Tanya Ilham memastikan.
"Iya, seperti yang Ilham duga dan katakan" jawab Nelly dengan senyum lepas tanpa sikap jaim sedikitpun.
"Sepertinya banyak juga kawan-kawan kita satu Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang diterima di sini ya?!" Tanya Ilham.
"Iya Ham, kalau tidak salah ada 9 orang, gue, elo, Ocha, Martina, Ika, Toni, Jhon, Sam dan Dessy!" Jawab Nelly lagi.
"Wah... Lumayan banyak dong!" Balas Ilham lagi.
"Ya begitulah!" Balas Nelly.
"Ilham...!!!" kata Ilham pada cewe' yang satu sambil menyodorkan tangannya.
"Saya Intan...!" jawab sang cewe' itu dengan gaya malu malu.
"Cha, Nel, In...!!! pada mau kemana nih!?" Tanya Ilham kemudian.
"Mau ke kantin Ham, mumpung belum berangkat test kesehatan kita mau sarapan aja dulu, mau ikut apa, Ham?! Yuk, sambil kita ngobrol-ngobrol kan dah lama juga nggak bersama lagi!" Tanya Ocha menawarkan.
Made tampaknya mau langsung bergegas berangkat menerima ajakan Rosa tapi tangan Ilham menarik pergelangan tangannya menahan keinginan Made tersebut.
"Terima Kasih ya Cha...!. Next ya, Insya Allah gue ikutan!" Jawab Ilham kemudian dan sekalian mereka berdua berpamitan.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!