NovelToon NovelToon

My Perfect CEO

A King

Rafael menuangkan koktail kedalam gelasnya, kemudian dia tersenyum melihat kearah tiga temannya.

"Ada apa?" tanya Rafael dengan suara seraknya.

"Aku sedang tidak ada kerjaan beberapa minggu ini, semuanya tampak membosankan," ucap Ethan. "Bagaimana kalau kita bermain-main di situs yang terkenal itu?"

"Jangan mencari gara-gara, Ethan," ucap Luke tegas. "Aku tidak mau, bagaimana jika perempuan yang terpilih adalah perempuan yang bukan style-ku?"

"Aku rasa itu menyenangkan," jawab William tiba-tiba kemudian meminum koktailnya saat Rafael menuangkannya.

"Bagaimana denganmu, Rafael?" tanya Ethan, karena dari tadi Rafael hanya diam saja.

"Aku setuju saja, kalau orang itu bukan style-ku, aku akan langsung pergi dari sana."

"Oke, itu terserah padamu. Jadi ... kalian semua setuju, bukan?" tanya Ethan lagi mencoba mencari jawaban dari ketiga temannya. "Begini saja, siapa yang tertarik dengan perempuan itu setelah berhubungan dengannya, kalian harus membiarkan salah satu resort kesayangan kalian dijadikan pesta satu malam penuh."

"Aku yakin, itu bukan aku," jawab William yakin.

"Dan aku juga yakin itu bukan diriku," Rafael menegak lagi koktailnya, sedangkan Luke hanya diam saja, belum memberikan jawaban apapun.

"Aku tidak mau bermain dengan permainan bodoh ini, Ethan," kata Luke setelah beberapa lama berpikir.

"Ayolah, Luke. Ini sangat menyenangkan, kapan lagi aku bisa berlibur di tempatmu itu," goda Ethan agar Luke setuju dengan rencananya.

"Terserah padamu, Ethan. Dan aku rasa itu bukan aku yang akan langsung tertarik dengan orang yang dilihat pertama kali."

Ethan terkekeh, "aku percaya padamu, Luke."

"Jadi ... aku sudah mendaftarkan kalian semua-termasuk diriku. Besok aku akan memberi tahu kalian," kata Ethan memainkan ponselnya. "Disini, di jam makan siang."

Luke, William, dan Rafael hanya mengangguk paham, biarlah Ethan-si gila yang tidak punya pasangan yang mengatur seluruh permainannya.

"Aku harap yang duluan adalah dirimu, Ethan," jawab William.

Ethan tersenyum tanpa melihat kearah ketiga temannya. "Well, kita lihat saja besok."

***

Rafael membuka matanya, saat sinar matahari menyeruak masuk di sela-sela gorden jendela kamarnya.

Sambil menggeliat di tempat tidurnya, Rafael mengambil ponselnya dan menelepon Ariana-sekretarisnya.

"Halo, Ariana," Rafael bangkit dari tempat tidurnya dan menuju kamar mandi. "Apakah ada meeting penting di kantor hari ini?"

"Tidak ada, Mr. Alexander. Hanya saja, lusa kau akan pergi ke Italia menemui Ranee Gulliot untuk proyek terbaru."

"Baiklah, hari ini aku tidak masuk. Ada hal lain yang harus aku kerjakan."

Hal lain yang dimaksudkan oleh Rafael disini adalah menemui Ethan dan dua teman lainnya. Ethan si gila itu, benar-benar tidak ada kerjaan selain menggangu kesenangan Luke, William dan Rafael.

Ponsel Rafael berbunyi dan menampilkan nama Ethan si gila disana, dengan enggan Rafael mengambil ponselnya dan menjawab telepon dari Ethan.

"Halo, Darling. Jangan lupa makan siang nanti."

"Iya, aku tahu, Ethan. Dan berhentilah memanggilku, Darling. Aku muak mendengarnya."

Ethan terkekeh, "bukankah memang kau yang menginginkan dipanggil seperti itu olehku, Darling?"

"Terserah, Ethan! Aku mau pergi," Rafael langsung memutuskan sambungan teleponnya secara sepihak sebelum Ethan berbicara lebih banyak lagi yang membuat Rafael bisa naik darah.

Rafael turun ke bawah, rumahnya sangat sepi, kecuali orang yang bekerja di rumah Rafael yang sedang berlalu-lalang memberisihkan mansion Rafael.

Sebenarnya, Rafael tidak pernah memiliki seorang pacar, mereka hanyalah orang yang dipermainkan oleh Rafael.

Rafael tahu semua perbuatannya itu ada karmanya, dia tahu itu. Hanya saja dia belum menemukan seorang wanita yang bisa menggetarkan hatinya, seorang wanita yang memang menurutnya sangat sempurnya untuknya.

"Maaf, Tuan ... Nyonya berpesan kalau lima hari lagi Nyonya akan datang kesini," ucap salah satu pegawai Rafael. Rafael hanya mengangguk dan berjalan keluar dari mansionnya.

"Hari ini aku akan membawa mobil sendiri," kata Rafael saat melihat Robert-sopir pribadinya-membuka pintu untuk Rafael, sopir itu mengangguk dan menyerahkan kunci mobilnya kepada Rafael.

Masih ada waktu satu jam sebelum makan siang, dan Rafael tidak tahu harus kemana-kecuali ke tempat Ethan. Ke tempat Luke dan Williams menyenangkan, tapi Rafael sungguh malas ingin pergi kesana.

Akhirnya, Rafael melihat sebuah kafe kecil dan berhenti di depannya. Sebuah kafe yang sepi, tempatnya nyaman-sungguh kenapa orang lain tidak ada yang berminat berkunjung kesana.

Rafael masuk kedalam kafe itu, Rafael sebenarnya kenal dengan pemilik kafe itu, dia adalah seorang laki-laki paruh baya dengan senyuman yang tidak pernah luntur dari wajahnya.

"Selamat datang, Rafael," ucap Benjamin dengan senyum diwajahnya. "Kau mau makan siang?"

Rafael menggeleng, "tidak, aku akan makan siang dengan Ethan, Luke, dan William. Aku kesini karena ada sisa waktu sebelum makan siang."

Rafael langsung duduk di tempat yang biasa dia tempati, di dekat jendela yang langsung mengahadap kearah orang yang berlalu lalang.

"Ini kopimu, Raf," kata Benjamin sambil menaruh kopi Rafael diatas meja kemudian di duduk di depan Rafael. "Ada apa? Kau ada masalah?"

Rafael tersenyum, sambil menggelengkan kepalanya. "Tidak ada, Ben. Aku rasa aku butuh refresing."

"Kalau begitu, seriuslah kepada wanita," Benjamin tersenyum. "Kau hanya perlu mencintainya dan mengorbankan apapun untuknya."

Rafael menyesap kopinya, "masalahnya itu," Rafel menaruh kembali kopinya di meja. "Aku belum menemukan wanita itu, Ben."

"Kalau begitu berusahalah. Yang aku tahu, kau tidak pernah berusaha mencari wanita itu, kerjaanmu hanyalah duduk di kursi dengan kertas-kertas yang bertebaran diatas mejamu."

Rafael diam, menjernihkan pikirannya dan mencerna kata-kata yang diucapkan oleh Benjamin. Dan itu adalah kebenaran, dia hanya bermain dan tidak pernah serius.

Hingga suara nyaring diteleponnya membuat Rafael mengumpat kecil, dia melihat nama orang yang memanggilnya itu lagi-lagi Ethan si gila.

"Kau kemana saja, Raf?" tanya Ethan. "Kami sudah ada disini, tiga puluh menit kami menunggumu."

Rafael terkekeh, kemudian dia melihat jam tangan yang melingkar di tangannya, dan benar saja, sudah hampir tiga puluh menit dari jam makan siang.

"Iya, aku segera kesana," Rafael mematikan sambungan teleponnya. Setelah dia berpamitan dengan Benjamin, Rafael langsung bergegas pergi ke restoran yang dimaksudkan oleh Ethan.

Rafael mengahampiri ketiga temannya dengan cengiran khas diwajahnya kalau dia merasa bersalah.

"Bermain sebelum makan siang, huh?" goda William yang melihat Rafael sudah duduk di kursinya.

"Tidak ada permainan pagi, Will. Aku hanya," Rafael mengidikkan bahunya. "Kau tahu lah."

"Melamun atau berpikir?" tanya Luke.

"Aku rasa berpikir," jawab Ethan. "Karena Rafael yang pertama akan pergi."

William dan Rafael terbelalak, sedangkan Luke biasa saja.

"Malam ini di Hotel Grand, Raf," Ethan tersenyum kemenangan. "Jangan lupa dan jangan berani kabur. Aku akan terus memperhatikanmu."

Rafael menyesap kopinya, dan inilah akhirnya.

"Semoga saja dia bukan style-ku."

"Aku harap begitu, Raf," William menepuk pelan pundak Rafael.

Setelah dari makan siang tadi, Rafael langsung pulang kerumahnya, memikirkan bagaimana perempuan yang menjadi teman ranjangnya, jantung Rafael berdetak dengan cepat memikirkan hal itu-ya, meskipun Rafael sudah biasa, tapi ini berbeda. Rafael tidak tahu siapa yang akan menjadi teman ranjangnya.

Tidur siang yang sangat nenyenangkan bagi Rafael harus terganggu dengan kasurnya yang bergerak-gerak.

"Raf ...," dan Rafael tahu itu suara Ethan. Rafael membuka matanya dan mengumpat kecil melihat Ethan sudah loncat-loncat diatas ranjangnya.

"Mandilah, Raf. Ini sudah pukul enam."

Rafael bangkit dan langsung pergi ke kamar mandinya. Hampir tiga puluh menit Rafael di dalam kamar mandi, keluar dari kamar mandi Rafael sudah disuguhkan dengan kamarnya yang sudah seperti kapal pecah dan itu semua karena Ethan.

Rafael berdecak kesal, mengenakan pakaiannya dan berjalan keluar dari mansionnya. Rafael melihat Ethan sudah di dalam mobilnya dan tersenyum melihat Rafael.

"Berhentilah cemberut, Raf. Berbahagialah," ucap Ethan.

"Just shut up, Ethan."

Ethan terkekeh dan mulai melajukan mobilnya menuju ke hotel Grand.

Saat sudah sampai di hotel Grand, Rafael turun dari mobil Ethan dan langsung pergi meninggalkan Ethan.

Hotel Grand merupakan salah satu aset punya William dan hampir seluruh pegawai disana sudah mengenal Rafael.

Rafael berjalan mendekati meja resepsionis yang menurut Rafael sangat ... ya, begitulah.

"Kalau ada orang yang mencariku, katakan saja aku di penthouse empat."

Setelah mengatakan itu Rafael langsung pergi menuju lantai atas dan melihat apa yang terjadi kedepannya.

[TBC]

A Queen

Alexa terpaksa harus mengikuti onenightstand.com yang ada, mereka yang belum pernah melakukan hal-hal yang berbau sex, bisa mengikuti itu.

Iya, Alexa mengikuti itu dikarenakan dia harus menepati janjinya kepada sahabatnya itu Mia.

"Ayolah, Mia. Kau bisa membatalkannya," rengek Alexa kepada Mia yang duduk dengan laptop diatas pahanya.

Mia hanya diam,fokus dengan film yang dia tonton tanpa menggubriskan setiap rentetan ucapan dari Alexa.

"Mia ...," panggil Alexa. "Aku akan menepati janjiku, tapi tidak dengan ini, bisa, kan?"

Mia mengehentikan film yang dia tonton, menatap Alexa dengan lekat-lekat, kemudian dia tersenyum.

"Kau ... hidup di zaman apa? Masalah seperti ini sudah biasa, Alexa. Kau tidak perlu takut dengan hal-hal yang akan menyakitimu"

Alexa menghembuskan napasnya sambil memejamkan matanya. Kemudian dia membuka matanya.

"Aku ... hanya mau memberikannya kepada Mr. Rightku, dan satu hal lagi, Mia. Setelah aku melakukannya, aku akan pergi begitu?"

Mia terkekeh, "siapa sebenarnya Mr. Rightmu, Alexa?" Mia menggelengkan kepalanya masih dengan senyuman yang menghiasi wajahnya. "Tergantung dengan pasanganmu, jika pasanganmu tidak memberikan respon apa-apa saat kau pergi, maka kau harus pergi."

"Itu terlihat seperti ... *****, Mia. Aku tidak mau!"

"Bertanggung jawablah dengan janjimu, Alexa."

Alexa menghembuskan napasnya lagi, memang setelah mereka selesai kuliah. Mia sudah hilang keperawanannya, sedangkan Alexa? Alexa masih saja tetap menunggu hal yang mengenai Mr. Right untuk dirinya.

Sambil berdiri dari duduknya, Alexa langsung pergi menuju kamarnya. Dan saat ini dia harus berpikir tentang kejadian yang akan dilaluinya.

Saat sudah berada di kamar, Alexa masih tetap berpikir, dan kenapa juga dia harus mengucapkan janji kalau nilainya tinggi, dia akan memberikan keperawanannya kepada orang yang dimaksudkan oleh Mia dengan situs itu.

Dan ternyata nilainya tinggi, hingga saat ini Mia terus menagih janji itu kepada Alexa. Dan untuk kali ini, Alexa tidak bisa pergi dari Mia.

***

Pagi menyeruak masuk, Alexa menggeliat di tempat tidurnya, kemudian dia berdiri dan menuju kamar mandi.

Alexa pergi ke dapur, membuatkan sarapan untuk Mia dan dirinya, saat ini mereka memang tinggal bersama, karena orangtua Alexa ada di Australia.

"Pagi, Alexa," ucap Mia dan duduk di kursi meja makan.

"Aku juga baru bangun, aku hanya membuat sandwich. Tidak apa, kan?"

Mia hanya mengangguk, mengambil sandwich yang dibuat oleh Alexa kemudian memakannya sambil memainkan ponselnya.

"Alexa, malam ini di hotel Grand."

"Untuk apa?"

Mia mengangkat sebelah alisnya. "Kau tidak lupa dengan janjimu, kan?" tanya Mia mencoba meyakinkan Alexa. "Apa mungkin setalah kau tertidur semalam kau menjadi amnesia?"

Alexa hanya memutar bola matanya, dan dia harus menyiapkan diri untuk malam ini.

Alexa masuk kedalam kamarnya, setelah sarapan bersama dengan Mia, dia langsung berlari menuju kamarnya dan mencari hotel Grand.

Alexa hampir saja menjatuhkan ponselnya, dia bahkan tercengangang melihat hotel yang akan dia datangi malam ini.

Hotel dengan berbintang lima, bahkan satu malamnya saja hampir membuat Mia dan Alexa harus berkerja satu bulan untuk bisa menginap di hotel itu.

Alexa membuka lemari pakaiannya, melihat seluruh pakaian yang ada di dalamnya. Bahkan dia tidak tahu harus mengenakan pakaian apa kesana.

Wait, Alexa. Kau akan kehilangan keperawanan dan kau malah bingung mencari pakaian?

Alexa membanting pintu lemarinya, melemparkan tubuhnya keatas ranjang sambil menatap langit-langit kamarnya.

Dia akan kehilangan keperawanannya.

Alexa merasa frustasi dengan kata-kata itu, jantungnya berdetak tidak karuan karena gugup yang akan terjadi nanti. Serta bagaimana penampilan orang yang akan menjadi teman ranjangnya itu?

Apakah dia orang dengan perut buncut serta berkepala botak? Atau dia orang yang mempunyai otot-otot ditubuhnya serta tampan?

Dan Alexa harap teman ranjangnya itu yang kedua, dia akan melarikan diri dengan cepat jika yang akan menjadi teman ranjangnya adalah seorang Bapak-bapak yang mungkin saja sudah menikah.

Alexa masih saja berbaring di atas ranjangnya, hingga suara teleponnya membuat Alexa bangkit dan mengambil ponselnya diatas meja.

Alexa langsung mengangkat telepon dari Mia, memang tadi Mia berpamitan dengan Alexa kalau dia mau pergi ke party dengan teman-temannya yang lain, awalnya Alexa diajak untuk menghabiskan waktu sebelum dia pergi ke hotel Grand. Tapi Alexa menolak dan beralasan kalau dia harus tetap dirumah dan memikirkan nasibnya nanti.

"Halo, Mia. Ada apa?"

"Alexa, kau tidak akan lupa, kan? Bersiaplah ini sudah pukul lima sore."

Alexa lagi-lagi menghembuskan napasnya, dan melihat jam yang ada diatas mejanya, sebenarnya dia berharap kalau dia ketiduran dan lupa kalau dia mempunya janji malam ini.

"Iya, aku ingat. Aku mau mandi dulu."

"Kau mau aku jemput atau naik taksi?"

"Naik taksi saja," Alexa langsung mematikan sambungan teleponnya dan bergeges masuk kedalam kamar mandi.

Setelah hampir satu jam Alexa berada di kamar mandi, dia membuka pintu lemari pakaiannya, mengambil dress berwarna merah tua, dan memakainya.

Alexa sangat hampir tidak mempunyai semangat untuk pergi-pergi ke hotel yang dimaksudkan oleh Mia.

Sambil memakai make up tipis, Alexa menghembuskan napasnya, setelah selesai dia keluar dari kamarnya, memakai heels berwarna hitam.

Alexa rasa itu sudah cukup baginya.

Alexa berhenti di depan Hotel Grand, dia ternganga melihat gedung pencakar langit yang-ah, tidak mungkin Alexa bisa jelaskan bagaimana bentuk hotel itu.

Setelah masuk kedalam Hotel, Alexa menghela napasnya kemudian dia berjalan kearah meja resepsionis dengan debaran di jantungnya.

"Adakah yang bisa saya bantu?" tanya resepsionis itu menatap Alexa dengan seksama.

Apa? Apakah ada yang salah dengan Alexa? Apa pakaiannya terlihat aneh di mata resepsionis itu?

"Ya, saya perlu nomor kamar Rafael Alexander," jawab Alexa sedikit gugup.

"Oh, Anda pasti Miss McBride? Alexa McBride?"

Resepsionis itu menatap kearah monitornya saat Alexa menyebutkan nama Rafael-yang akan menjadi teman ranjangnya nanti. Kemudian dia kembali menatap Alexa dan tersenyum ramah.

"Mr. Alexander sudah menunggu Anda di penthouse empat."

"Terima kasih," Alexa mengambil kunci yang diberikan resepsionis itu dan berjalan menjauhi mejanya dan mendekati lift.

Alexa menjadi makin gugup dengan pintu lift yang sudah terbuka. Dia harus memilih, antara pergi meninggalkan hotel ini atau tetap keatas dan menerima nasibnya.

Alexa menghembuskan napasnya, dia masuk kedalam lift dan yakin dengan keputusannya, daripada dia harus terus-menerus ditagih janji oleh Mia.

Saat pintu lift terbuka, Alexa keluar dari lift itu dan berjalan di lorong penthouse. Hanya ada beberapa pintu dari tempat Alexa berdiri.

Tanda dinding seberangnya mengatakan bahwa suite satu sampai lima adalah ke kiri, mengambil napas dalam-dalam, menegakkan bahunya, dan bersiap memenuhi janjinya.

[TBC]

Disaster

Rafael sudah mondar-mandir tidak jelas di dalam penthouse milik William, dan perempuan yang menjadi temannya itu tidak datang-datang, apa dia sudah tahu kalau Rafael sudah sangat gugup setengah mati?

Suara ketukan pintu kamarnya membuat Rafael harus mengenyahkan seluruh pemikirannya, dan berjalan mendekati pintu untuk melihat siapa yang mengetuk pintu.

Dan Rafael harap yang sedang mengetuk pintu saat ini adalah seorang pegawai hotel ini dan bukanlah teman ranjangnya.

Rafael membuka pintu dan melihat seorang wanita yang dibalut dengan dress berwarna merah tua yang juga sedang menatap Rafael.

Rafael merasa terkunci dengan tatapan itu, tanpa mengalihkan pandangannya sedikitpun dari perempuan yang ada di depannya ini, Rafael membuka pintu lebih lebar agar perempuan itu masuk.

Perempuan yang Rafael ketahui namanya adalah Alexa itu sudah masuk kedalam kamar dan meletakkan tas kecilnya diatas meja dan duduk dipinggir ranjang.

Dan diantara mereka tidak tahu siapa yang harus memulai duluan.

"Hmm ...," Rafael berdeham agar membuat suasana kikuk diantara Alexa dan dirinya agak mencair.

Alexa merasa kalau jantungnya saat ini sudah tidak ada ditempatnya, bahkan hampir terdengar di telinganya.

Alexa terpaku pada seorang laki-laki yang sedang berdiri tidak jauh darinya saat ini, dan Alexa tidak tahu harus memulai bagaimana.

Alexa berdiri mendekat kearah jendela dan Rafael mengikutinya, "aku sangat suka melihat pemandangan dari sini," ucap Alexa tiba-tiba.

Rafael yang berada dibelakang Alexa mencium aroma bunga dari rambut Alexa membuat Rafael semakin ingin mendekat kearah Alexa.

"Kau bekerja dimana?" tanya Rafael yang maish mencoba untuk mengalihkan pikirannya untuk merengkuh Alexa saat ini.

"Aku bekerja di sebuah penerbit buku," jawab Alexa. "Dan kau?"

Rafael hanya diam tidak menjawab pertanyaan Alexa dan Alexa merasa kalau Rafael diam saja langsung membalikkan badannya dan melihat Rafael.

Tatapan mata Alexa ... dan Rafael menyukai tatapan itu. Untuk pertama kalinya, Rafael merasa kalau tatapan yang diberikan Alexa adalah tatapan yang berbeda dari perempuan yang sebelumnya yang pernah dia temui.

"Aku harap kau tidak akan tahu pekerjaanku, Alexa," Rafael mendekat mencoba untuk memulai permainannya.

Rafael berhenti saat dia sudah berada tepat didepan wajah Alexa. Dan inilah mengapa Alexa berbeda dari perempuan lainnya, bukan dari make up tipisnya tapi terdapat getaran di bibir bawahnya.

Rafael tersenyum sambil mengelus lembut tangan Alexa dan mulai mencium Alexa. Alexa melingakarkan tangannya dileher Rafael, dan mencoba untuk terbiasa dengan awal permainan mereka.

Ini adalah pemanasan, pikir Alexa. Dan Alexa tidak tahu apakah dia harus merasa bagaimana semestinya.

Alexa terasa melayang dan saat itu juga dirinya sudah ada diatas ranjang dengan Rafael diatasnya.

"Apakah kita harus mulai sekarang?" tanya Rafael mencoba untuk menanyakan persetujuan dari Alexa.

Mengangguk yakin Alexa kembali menerima ciuman panas dan lebih dalam dari Rafael. Dan sekarang semuanya akan berubah.

Entah sudah berapa lama Rafael menciumi Alexa dan saat itu pula Alexa dan Rafael tidak merasa kalau mereka berdua sudah sama-sama tidak mengenakan pakaian.

Alexa menatap Rafael khawatir, ini adalah waktunya tapi yang ada di malah ragu dengan keputusannya.

"Are you okay?" tanya Rafael, Alexa mengangguk. Saat itu pula Alexa merasakan hujaman yang menyakitkan dibawah sana.

Alexa memekik, dan membuat Rafael menghentikan aktivitasnya. "What the-"

"It's okay, lanjutkan saja," ucap Alexa dan Rafael hanya mengangguk dan melanjutkan gerakannya dengan tempo yang pelan dan lembut.

***

Sebuah tangan kekar melingkar di pinggang milik Alexa. Sambil melihat kearah nakasnya tanpa bergerak sedikitpun di dalam pelukan Rafael dan dia melihat saat ini sudah menunjukkan pukul empat pagi.

Mencoba untuk memindahkan tangan Rafael dari tubuh Alexa, tapi yang ada tangan Rafael sangat susah untuk digerakkan.

"Hmm ...," Alexa mencoba untuk memabangunkan Rafael dengan dehamannya. "Bisa kau lepaskan?"

Alexa menatap wajah Rafael yang masih menutup matanya, sedetik kemudian Rafael membuka matanya dan tesenyum manis.

"Kau mau pergi, Alexa?"

Mata Alexa menatap manik mata Rafael, merasa nyaman saat Alexa menatapnya tanpa mengucapkan apapun untuk menjawab pertanyaan Rafael barusan.

"Aku tidak akan membiarkanmu pergi, Lexa. Kau adalah milikku."

Alexa menegak salivanya dan ini adalah bencana.

Setelah pengakuan Rafael kalau Alexa adalah miliknya, Rafael sama sekali tidak mengalihkan pandangannya dari Alexa.

Alexa merasa kalau ini adalah kejadian aneh yang Alexa rasakan. Mereka baru bertemu beberapa jam yang lalu, bahkan Alexa sama sekali tidak mengenal Rafael dan Rafael bahkan sudah mengatakan kalau Alexa adalah miliknya.

Sungguh, Alexa tidak berharap seperti ini. Alexa jujur kalau Rafael adalah laki-laki yang sangat perfect dimata Alexa, dan Alexa sangat yakin kalau Rafael adalah laki-laki yang baik.

Tapi ... tetap saja. Mereka berdua adalah orang yang sama sekali tidak pernah bertemu.

"Aku mau pulang, Raf," ucap Alexa sambil menaruh sendok dan garpunya diatas piring yang sudah kosong.

"Aku akan mengantarmu."

Alexa diam menatap Rafael lama. Apa-apan ini? Alexa merasa kalau saat ini mereka memiliki sebuah hubungan yang bahkan Alexa tahu bahwa mereka tidak memiliki hubungan apapun kecuali semalam mereka tidur bersama.

"Aku merasa aneh disini, Raf."

"Apa yang aneh, Lexa?" tanya Rafael sambil tersenyum lembut menatap Alexa.

"Kau tahu, kita baru menganal beberapa jam yang lalu. Bahkan aku sama sekali tidak mengenalmu-kecuali namamu. Aku tidak tahu siapa kau, aneh rasanya kalau saat ini aku merasa kalau kau sudah seperti seorang kekasihku."

Rafael terkekeh, "kalau begitu ... kenalilah aku."

Dan yang satu ini adalah bencana besar bagi Alexa.

[TBC]

Happy reading ❤❤

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!