NovelToon NovelToon

PENDEKAR KEGELAPAN

INFORMASI

...****...

Perang, apakah manusia tidak bisa bertemu satu sama lain?. Kenapa harus ada peperangan?. Bukan hanya dari luar saja, bahkan dari dalam negeri itu sendirinya terjadi peperangan yang sangat mengerikan. Apakah kau ingin mengetahui, perang seperti apa yang terjadi di dalam negeri itu?.

Perang antara bangsawan dengan kaum yang hidup dibawah garis kemiskinan. Rakyat yang hidup menderita karena dijadikan budak oleh penguasa, serta meminta pajak yang sangat tinggi, hingga memberikan tekanan hidup yang sangat tinggi bagi mereka semua. Inilah kisah kejam yang yang terjadi di sebuah kerajaan besar. Mau tahu jawabannya?. Simak dengan baik bagiamana kisah itu terjadi nantinya.

Di halaman istana.

Saat itu dharmapati sedang bersama beberapa prajurit yang selalu berjaga-jaga di istana, karena takut adanya penyusup yang akan membuat kerusuhan nantinya.

"Saat ini kita sedang direndahkan oleh beberapa penjahat busuk, yang menganggap mereka adalah pahlawan bagi rakyat miskin!." Suaranya terdengar sangat keras. "Kita harus tetap waspada! Dan ada kemungkinan dia akan masuk ke istana ini!." Teriaknya lagi. "Kalian tidak boleh lengah! Tetaplah waspada dengan kondisi sekitar!." Amarahnya yang membuncah membuatnya menyampaikan pesan dari atasannya dengan cara yang menggebu-gebu.

"Siap! Jalankan!." Jawab mereka semua.

"Bagus, dengan penjagaan yang seperti ini, aku harap penjahat busuk itu tidak akan berani masuk ke dalam istana ini." Dalam hati dharmapati Salera sangat kesal dengan itu.

Saat ini mereka semua sedang ketakutan, karena kelompok yang dibuat oleh Arya Sena untuk menghabisi para petinggi istana yang koruptor. Termasuk Raja yang tidak pernah mendengarkan rintihan para rakyat yang tercekik akan pungutan pajak yang sangat tinggi. Mereka ingin memberontak pada negara, ingin menegakkan keadilan yang mereka inginkan. Ingin bebas dari cengkraman para pemerintah yang memperbudak mereka dengan sesuka hati.

Sementara itu di dalam istana.

Prabu Maharaja Kanigara Rajendra sedang berdiskusi dengan Patih Palasara Mada. Sebagai seorang Raja, tentu ia tidak akan membiarkan para pemberontak rusuh di negara yang dipimpinnya.

"Sudah berapa lama mereka melakukan pemberontakan itu?." Prabu Maharaja Kanigara Rajendra telah kehilangan kesabarannya.

"Sudah hampir satu purnama ini mereka bergerak, mereka yang telah membunuh beberapa dharmapati, serta senopati yang bertugas di setiap desa." Jawabnya.

Prabu Maharaja Kanigara Rajendra terdiam sejenak memikirkan apa yang dikatakan patihnya. "Apakah kamu sudah tahu apa yang menyebabkan mereka memberontak? Mengapa mereka tidak puas dengan apa yang saya lakukan selama ini?" Itu tanda tanya bagi Raja.

"Menurut informasi yang hamba dapatkan, itu karena mereka merasa diperlakukan dengan tidak adil, serta mereka merasa diperas setiap hatinya hanya karena prajurit meminta pungutan pajak setiap hari untuk pembangunan istana baru, padahal itu semua demi membantu saudara-saudara mereka yang bekerja untuk membangun istana baru itu gusti prabu." Patih Palasara Mada menjelaskan alasannya?.

“Lalu bagaimana dengan pendapat orang- orang tentang grup mereka yang bergerak seperti itu? Saya yakin kelompok mereka punya nama panggilannya.” Prabu Maharaja Kanigara Rajendra ingin tahu lebih banyak tentang itu.

"Julukan yang diberikan pada mereka adalah pendekar kegelapan." Patih Palasara Mada seperti sedang menunjukkan bagaimana kemarahan yang ia rasakan pada saat itu.

"Pendekar kegelapan?." Prabu Maharaja Kanigara Rajendra terkejut.

"Benar gusti prabu. Hamba telah memastikan itu." Jawabnya. "Menurut informasi yang hamba dapatkan, saat ini mereka bergerak atas nama keadilan rakyat yang dipungut pajaknya dalam jumlah yang sangat besar." Lanjutnya.

"Kalau begitu, segera habisi mereka semua." Prabu Maharaja Kanigara Rajendra tidak akan membuang-buang waktunya hanya untuk memikirkan siapa yang telah memberontak. "Jangan sampai mereka merebut tahta ku, hanya karena mendapatkan dukungan dari rakyat nantinya." Ada kemarahan yang ia rasakan. Hatinya sangat panas mendengarkan ucapan patihnya.

"Dengan senang hati akan hamba lakukan Gusti prabu." Patih Palasara Mada tersenyum kecil. Namun sorot matanya saat itu sangat berbeda dengan suasana hatinya yang sedang merencanakan sesuatu.

...***...

Sementara itu Arya Susesan yang saat ini sedang bersama teman-temannya sedang berdiskusi mengenai target mereka yang selanjutnya itu siapa.

"Di desa kembang, aku mendapatkan informasi yang sebenarnya sangat tidak enak aku katakan pada kalian semua." Bajra, ia adalah pendekar yang berjulukan seribu tangan. Dia yang memiliki kemampuan yang sangat luar biasa jika mencari informasi yang sangat akurat.

"Katakan saja, bukankah itu adalah makanan sehari-hari kita semua? Jadi jangan sungkan lagi." Patari, pendekar wanita yang sangat sadis jika telah menyentuh selendang maut miliknya. Jurus yang paling berbahaya yang ia miliki adalah lipatan selendang kematian. Jika kau terkena jurus itu, maka jangan harap kau akan melihat bulan, ataupun matahari besoknya.

"Baiklah!." Bajra hanya pasrah saja. "Di desa kembang, desa yang saat ini ada penculikan untuk gadis muda yang belum menikah." Kali ini tatapan matanya terlihat sangat serius. "Mereka ditangkap oleh tuan tanah untuk dijadikan budak malam, demi kepuasan para tamu perdagangan." Nafasnya hampir saja sesak membayangkan itu semua. "Mereka sangat biadab! Mereka akan membunuh siapa yang ketahuan mengandung, karena bagi mereka wanita yang mengandung benih busuk, maka mereka akan dibunuh dengan dilempar ke jurang." Lanjutnya lagi.

Mereka yang mendengar itu sangat geram, kebiadaban yang sangat tidak manusiawi. Ada kemarahan yang sangat membawa yang ada di dalam diri mereka pada saat itu.

"Bukankah tuan tanah itu berdekatan dengan senopati uperangga? Kenapa tidak ada tanggapan darinya mengenai pembantaian itu?." Arya Susena kali ini yang bersuara.

"Sayang sekali arya susena." Ucap Bajra dengan lelahnya. "Jika saja Senopati Upperangga tidak berguna itu bergerak, mungkin tidak akan ada korban seperti itu." Lanjutnya dengan helaan nafas panjang. "Dia sama sekali tidak peduli dengan penderitaan rakyat yang berada di sana." Hatinya sangat sakit mengingat itu semua.

"Kalau begitu tunggu apalagi?." Nismara, pendekar wanita yang memiliki paras cantik, tapi ia lebih berbahaya dari apa yang kalian duga. "Kita bunuh mereka semua yang telah memberikan penderitaan pada wanita, akan aku potong barang berharga mereka, supaya mereka bisa mengingat bagaimana jika harga diri mereka yang diinjak seperti binatang!." Hawa yang ditunjukkan pendekar wanita itu sangat mengerikan.

"Lihat arya susena? Kekasihmu itu sudah terbakar." Bisik Darsana sedikit takut melihat raut wajah Nismara. "Apakah kau tidak berusaha untuk menenangkannya?." Bisiknya lagi.

"Abaikan saja." Balas Arya Susena dengan perasaan tidak enak.

"Hahaha! Kau ini sangat cuek sekali." Darsana merasa kagum dengan sikap cuek Arya Susena yang seperti itu.

"Baiklah, kita bantu wanita-wanita yang dijadikan budak malam!." Arya Susena seperti memerintahkan mereka. "Setelah itu kita bunuh Senopati tidak berguna itu, tidak ada gunanya dia hidup jika hanya menjadi beban." Arya Susena sangat kesal. "Untuk tugas menyelamatkan para wanita aku serahkan pada kalian patari dan nismara." Ia melihat ke arah kedua temannya.

"Serahkan saja padaku." Balas Nismara.

"Masalah tuan tanah aku serahkan pada kalian bajra, darsana."

"Tentu saja." Darsana terlihat sangat percaya diri.

"Baik! Mari kita lakukan." Ucap mereka dengan nada penuh semangat.

"Ini benar-benar masalah yang sangat serius, kita tidak boleh membiarkan mereka bertindak sesuka hati mereka." Dalam hati Arya Susena sangat kesal dengan apa yang telah terjadi selama ini.

Mereka akan bergerak, menegakkan keadilan yang menurut mereka adalah kebenaran yang akan mereka jaga. Mereka yang benar- benar tidak menyukai kejahatan yang dilakukan segelintir orang terhadap hak hidup seseorang yang mereka bunuh.

...***...

Di Lingkungan istana.

"Kau mau ke mana putraku?." Ratu Arundaya Dewani melihat anaknya yang hendak pergi meninggalkan istana?.

"Tidak apa-apa ibunda, hanya pergi berjalan-jalan sebentar saja." Raden Kanigara Lakeswara mendekati ibundanya.

"Bagaimana kalau jalan-jalan bersama ibunda? Kebetulan ibunda tidak ada yang menemani."

"Baiklah kalau begitu ibunda, mari."

Ratu Arundaya Dewani saat itu jalan-jalan bersama anaknya Raden Kanigara Lakeswara.

"Bagaimana dengan latihan ilmu kanuragan yang kau jalani? Apakah semuanya berjalan dengan sangat lancar?."

"Tentu saja ibunda, nanda akan sungguh-sungguh berlatih, karena kita tidak bisa mengetahui jika di luar sana banyak musuh yang memiliki kekuatan di atas kita."

"Kau hanya perlu hati-hati saja, jangan terlalu mudah percaya dengan orang baru sebelum kau mengenalinya dengan baik."

"Ibunda benar, belum tentu ada orang yang benar-benar jujur pada kita jika dia memiliki niat yang buruk pada kita."

Begitulah percakapan antara Ratu Arundaya Dewani dengan putranya Raden Kanigara Lakeswara.

...****...

Sedangkan Raden Kanigara Ganda dan Raden Kanigara Hastungkara latihan bersama di wisma prajurit.

Keduanya sangat serius ketika berlatih, tentu saja untuk mempersiapkan diri untuk diangkat menjadi pewaris Raja selanjutnya.

"Aku sangat yakin kedua anakku akan lebih hebat, jika melakukan latihan dengan rutin seperti itu." Prabu Maharaja Kanigara Rajendra sangat yakin dengan kemampuan kedua anaknya.

"Ya, Gusti Prabu benar." Ia sangat setuju. "Hamba sangat yakin mereka akan menjadi calon yang hebat seperti Gusti Prabu."

"Tentu saja seperti itu." Prabu Maharaja Kanigara Rajendra percaya diri.

...***...

Arya Susena saat itu sedang berada di biliknya, akan tetapi ia bersama beberapa gagak hitam yang merupakan penghuni hutan Larangan.

"Aku ingin kalian tetap menjaga hutan ini, jangan biarkan siapapun masuk ke dalam hutan ini, dan sampaikan salamku pada junjungan kalian."

"Krak!."

"Baiklah, hanya ini yang dapat aku berikan pada kalian."

"Krak!."

Setelah itu gagak-gagak itu menghilang begitu saja setelah dapat makanan dari Arya Susena.

"Kejahatan akan selalu ada, dan aku benci pada orang yang telah berani berbuat keji, padahal mereka memiliki kekuasaan, tapi karena uang? Harta? Mereka rela menutup telinga demi mendapatkan itu semua." Hatinya benar-benar sangat sakit mengingat semua itu. "Dengan tanganku ini, akan aku bunuh mereka semuanya, akan aku lumuri tanganku ini dengan darah busuk mereka yang hidupnya hanya menyengsarakan rakyat." Hatinya yang saat itu sedang dipenuhi dengan dendam yang sangat membara tumbuh bersama sejak ia telah mengenal rasa sakit di dalam hidupnya.

...****...

BERGERAK SESUAI RENCANA

...***...

Di desa Kembang.

Desa yang merupakan daerah kawasan kerajaan Telaga Dewa. Desa yang cukup makmur dari desa yang lainnya, tapi desa ini juga desa yang harus diwaspadai. Kenapa bisa terjadi seperti itu?. Mari kita lihat, apa yang terjadi didalam desa ini?.

Arya Susana dan teman-temannya telah bergerak, tentunya mereka tidak akan membuang waktu lagi. Pada saat itu, kebetulan mereka memergoki beberapa orang pemuda yang hendak berbuat kejahatan. Saat itu Patari dan Nismara berhasil mencegah tiga orang pemuda yang hendak menculik dua orang wanita muda yang ketakutan.

"Hyah!." Nismara dan Patari yang datang dengan menggunakan jurus meringankan tubuh, seperti melayang di udara sambil menghadiahi mereka bertiga dengan tendangan yang sangat kuat.

Duakh!

"Eghakh!."

Ketiganya terlempar Setelah mendapatkan tendangan yang cukup. keras, dari dua orang Pendekar wanita wanita yang sangat ganas.

"Uhuk! Uhuk!." Patan sedikit terbatuk, Karena ia terhempas tanah cukup keras.

"Dasar laki-laki biadab! Berani sekali kalian ingin menangkap kedua wanita ini?!." Hardik Patari dengan Penuh amarah yang sangat. "Berani sekali kalian ingin menculik wanita lemah "Berani sekali kalian ingin menculik wanita lemah seperti mereka! Nyali kalian ternyata nyali seekor kutu busuk!." Emosinya benar-benar membuncah begitu saja.

Ketiganya mencoba untuk bangun, setelah tubuh mereka terjajar cukup jauh menabrak pohon?. Tentunya tubuh mereka sakit?. Namun mereka mencoba untuk mendekati kedua wanita yang telah berani mendaratkan tendangan yang sangat kuat pada mereka.

"Hei! Wanita sinting!." Hardik Patan. "Berani sekali kau ikut campur dalam masalah kami?!." Patan mencabut pedang yang ada di tangannya itu. "Siapa kalian ini?! Berani sekali kalian memasuki daerah kami tanpa izin?!." Setelah berkata seperti itu ia langsung maju bertarung dengan Patari dan Nismara.

"Akan aku bunuh kalian semua! Aku sangat benci pada laki-laki yang telah berani merendahkan wanita!."

Pertarungan itu sangat keras, apalagi kedua pendekar wanita itu bertarung dengan sangat cepat, sehingga musuhnya kewalahan menghadapi serangan kuat yang datang bertubi-tubi itu.

...***...

Sementara itu Arya Susena saat ini sedang menyamar menjadi seekor kucing hitam. Itu adalah jurus andalan yang ia miliki, sehingga tidak ada yang bisa menyadarinya. Dengan wujudnya yang sekarang ia lebih mudah masuk ke tempat musuh.

"Akan aku amati dia terlebih dahulu, jika dia terbukti telah melakukan kesalahan? Maka akan aku bunuh dia!." Dalam hatinya sangat kesal. Sebenarnya ia enggan, tapi ia harus melakukan itu semua demi janjinya pada seseorang?. "Akan aku lihat semua yang ada di dalam sini dengan mata kepalaku sendiri." Dalam hatinya mulai mencari keberadaan Senopati Uperangga.

Ya, Arya Susena pasti akan mencaritahu kebenarannya sebelum bertindak. Tidak mungkin baginya melakukan kesalahan hanya karena dari satu pihak saja, ia memantau kondisi dan melihat dengan baik apa yang terjadi di dalam kehidupan masyarakat.

"Mereka harus membayar semua nyawa yang telah hilang itu, nyawa harus dibayar dengan nyawa, karena nyawa yang hilang tidak akan bisa dibayar dengan uang." Dalam hatinya masih menyimpan dendam yang sangat luar biasa pada orang-orang yang telah membunuh keluarganya.

...***...

Di sisi lain Bajra dan Darsana telah berhasil masuk ke dalam rumah tuan Ampasutra. Di dalam rumah itu banyak pendekar bayaran yang berjaga-jaga, tentunya keduanya tidak sembarangan bisa membunuh tuan Ampasutra. Jadi untuk memastikan kebenaran dan pengakuan dari mulut busuk Tuan Ampasutra, mereka harus menahan diri meskipun tangan mereka telah gagal ingin menebas kepala lelaki biadab itu.

"Bolehkah saya tahu? Dari mana datangnya tuan-tuan ini?." Tuan Ampasutra tersenyum kecil. "Sepertinya tuan berasal dari negeri yang sangat jauh sekali." Ia mengamati kedua tamunya dengan sangat baik.

"Saya berasal dari daratan selatan." Jawabnya. "Nama saya aparsi, pedagang kain sutra yang sangat mahal harganya." Lanjutnya. "Kain sutra yang kami jual dengan kualitas yang sangat bagus, laku keras di dunia perdagangan."

"Sungguh saudagar yang sangat kaya sekali." Tuan Ampasutra terlihat sangat bersemangat. "Saya merasa iri dengan para pedagang yang dapat melihat banyak negeri di dunia ini, apalah daya saya yang hanya bisa melakukan pekerjaan yang seperi ini, sangat kecil sekali penghasilannya." Ia sedikit merendahkan.

"Pandai sekali dia ini merendahkan diri, sangat menjijikkan!." Dalam hati Darsana sangat tidak suka dengan nada bicara itu. Namun ia harus bisa menahan dirinya agar tidak lepas kendali.

"Tapi kenapa tuan-tuan malah datang kemari?." la sangat penasaran. "Apakah menurut tuan negeri ini sangat cocok untuk tuan jadikan sebagai tempat menggelar tikar untuk berdagang?." Tuan Ampasutra dengan semangatnya mengajukan beberapa pertanyaan.

"Kabar yang kami dapatkan, jika tuan adalah pemasok budak wanita cantik." Ucapnya dengan perasaan tidak enak. "Jadi kami tertarik ingin membawa dua atau tiga orang dari mereka? Tentu saja untuk menarik pelanggan kami nantinya, apakah tuan bisa membantu kami?." Saat itu ia benar-benar terlihat seperti seorang laki-laki yang memiliki ambisi, yang sangat mengerikan. "Kami kadang butuh hiburan di tengah-tengah perjalanan yang sangat panjang ini." Meskipun berat ia memang harus pandai bersandiwara lagi untuk meyakinkan targetnya.

Sedangkan Tuan Ampasutra sangat tertarik mendengar itu. "Tentu saja bisa, saya akan memberikan penawaran yang sangat bagus untuk tuan-tuan." Tuan juga terlihat semakin bersemangat. "Saya jamin tuan tidak akan kecewa dengan apa yang saya tawarkan."

"Wah?! Benarkah?! Itu sangat luar biasa sekali." Ia terlihat bersemangat juga.

"Mereka ini memang pantas untuk tinggal bersama, dasar orang-orang gila yang pandai sekali memerankan sandiwara orang jahat!." Dalam hati Darsana sangat jengah melihat raut wajah kedua lelaki itu. "Aku kutuk kalian berdua! Dasar lelaki kejam!." Dalam hatinya sangat kesal dengan percakapan yang ia dengar.

"Baiklah, saya memiliki dua wanita yang saya miliki saat ini." Lanjutnya. "Saya akan membawa tuan-tuan untuk melihatnya." Tuan Ampasutra tersenyum kecil sambil mempersilahkan Bajra yang menyamar dan Darsana untuk mengikutinya.

"Serius?! Langsung ditawari dua wanita sekaligus." Dalam hati keduanya sedikit terkejut, dan tidak menduganya.

...***...

Patari masih bertarung berhadapan dengan tiga orang pendekar yang lumayan kuat. Namun pada saat itu Patari tidak memiliki banyak waktu untuk berlama-lama bertarung. Dengan lihainya ia memainkan jurus andalannya, membuat ketiga pendekar itu benar-benar tidak berkutik sama sekali.

"Aku rasa cukup kau saja yang bertarung, sedangkan aku apalah daya, kan?." Nismara malah memperhatikan bagaimana Patari dengan ganasnya menghajar ketiga pendekar itu.

Duakh!.

Ketiganya mendapatkan tendangan yang sangat mematikan, tubuh mereka terlempar ke segala arah saking kuatnya tendangan yang mereka dapatkan.

"Eghakh!." Patan berteriak kesakitan, ia tersangkut di pohon, begitu juga dengan kedua temannya itu.

"Cukup!." Nismara segera menghentikan Patari yang bertarung seperti orang kesurupan.

"Kenapa kau malah menghentikan aku?!." Ada amarah yang ia tunjukkan.

"Kau tidak lihat?" Tunjuknya. "Mereka hampir saja sekarat karena pukulan gila mu itu." Patari menghela nafas pelan. "Kau ini membunuh apa? Hah?!."

"Mereka harus mati ditanganku! Mereka ini bukan manusia atau binatang, tapi setan belang yang harus aku bunuh!." la belum puas.

"Sudah lah." la menepuk pundak temannya. "Tugas kita di sini telah selesai, sebaiknya kita mengawasi prajurit istana yang mungkin akan sampai ke desa ini." Nismara mengingatkan sesuatu pada Patari. "Kita harus mengamankan daerah ini dari prajurit istana yang mungkin akan meronda." Ia mengamati sekitar. "Bukankah kita telah mendapatkan tugas masing-masing untuk memastikan tugas ini berjalan dengan sangat baik?." la hanya tersenyum kecil. Patari belum memberikan tanggapan, ia hanya ingin melupakan emosinya saja. "Jadi jangan terbawa suasana saat menjalankan tugas ini." Lanjutnya. "Bukankah kau ingin membebaskan perempuan yang ada di desa ini dari budak malam? Kalau begitu mari kita lakukan dengan baik." Nismara dengan tenangnya membujuk Patari.

"Baiklah, jika memang seperti itu, aku akan ikut denganmu." Akhirnya ia mengalah.

"Kalau begitu mari kita bergegas menuju ke gerbang utama masuk ke desa ini." Ia berjalan duluan. "Mungkin saja di sana ada mangsa yang bisa kita habisi."

"Aku hanya ikut saja."

"Sungguh kejam, tapi apakah dunia ini yang kejam? Atau manusia yang kejam? Aku tidak bisa menemukan jawaban yang pasti." Dalam hati Nismara masih bingung dengan keadaannya yang sekarang. "Tapi menurutku manusia lah yang lebih kejam, mereka lebih kejam daripada binatang, mereka sanggup menganiaya orang lain, namun ia tidak mau dianiaya, sangat lucu sekali." Dalam hatinya merasa sangat miris dengan kondisi yang ia hadapi saat itu.

Setelah itu Patari dan Nismara meniggalkan tempat itu. Setidaknya mereka telah berhasil menyelamatkan dua orang wanita yang mungkin akan dijadikan budak malam oleh Tuan Ampasutra.

...***...

Di kediaman Senopati Uperangga.

Arya Susena telah berhasil menemukan tempat dimana Senopati Uperangga biasanya santai jika tidak mendapatkan tugas untuk mengawasi daerah sekitar. Saat itu ia sedang menikmati kebersamaanya dengan anak dan istrinya. Juga ditemani beberapa pembantu.

"Kalian menikmati hidup dibawah tekanan hidup orang dibawah kalian." Entah kenapa hatinya saat itu sangat sakit melihat itu. "Kau dengan teganya ikut campur dalam masalah perbudakan. Di sana mereka menderita, sedangkan kau di sini tertawa bahagia bersama keluargamu." Hatinya timbul dendam saat membayangkan itu semua terjadi pada mereka yang dijadikan budak malam. "Kau akan menerima hukuman dariku nantinya." Dalam hatinya mulai menargetkan Senopati Uperangga untuk korban selanjutnya. "Kalian sendiri yang telah mengakuinya, kalau begitu akan aku mulai dari kau dulu senopati, apalagi kau juga terlibat dalam pembunuhan ayahandaku, kau harus membayar nyawa ayahandaku." Dalam hatinya saat itu sedang berkobar api dendam yang sangat membara.

Api dendam yang sangat membara, bukan hanya perasaan pribadi saja yang saat itu dirasakan Arya Susena, tapi bara api dendam semakin menyala dengan sangat kuat ketika ia mendengarkan tawa mereka diatas penderitaan rakyat, rintihan rakyat yang ingin kedamaian. Namun karena uang?. Semuanya tidak bisa mereka miliki lagi, dan nyawa mereka terjual dengan sia-sia.

...***...

GEJOLAK HATI

...***...

Nismara dan Patari saat itu telah berhasil meringkus para pemuda yang hendak menculik gadis desa. Mereka sangat benci dengan apa yang telah dilakukan oleh pemuda yang hanya bisa melakukan pekerjaan kotor.

"Lalu kita apakah mayat mereka ini?." Patari melihat ke arah ketiga pemuda yang sudah tumbang tak bergerak lagi.

"Biarkan saja! Paling nanti ditemukan penduduk." Balas Nismara masih dikuasai oleh amarah yang sangat luar biasa. "Atau lebih bagusnya dimakan oleh hewan buas!."

"Hahaha! Kau ini sangat sadis sekali." Patari sangat heran dengan kelakuan temannya itu. "Lantas? Apa yang akan kita lakukan setelah ini? Apakah kita akan menemui bajra? Atau menemui arya susena?." Patari masih ingat dengan teman-temannya.

"Tidak dengan keduanya!." Balasnya dengan cepat.

"Tidak? Kenapa?." Ia kembali bertanya.

"Karena urusan kita adalah menghabisi anak buah, atau pemuda yang berani menculik wanita di desa ini! Apakah kau lupa?." Ia menatap tajam ke arah temannya itu.

"Ba-baiklah jika memang itu tugas kita." Ia bergidik ngeri melihat kemarahan temannya. "Kau ini sangat mengerikan sekali jika marah." Dalam hatinya sangat tidak enak sama sekali.

Setelah itu keduanya segera meninggalkan tempat, tentu saja akan melakukan tugas berikutnya. Memastikan jika tidak ada lagi orang-orang yang akan menculik gadis desa.

...***...

Di kediaman Tuan Ampasutra.

Bajra dan Darsana benar-benar mendapatkan kesempatan yang emas, karena mereka berhasil membawa target mereka menuju tempat yang sangat rahasia.

"Hanya aku saja yang boleh masuk di sini! karena tempat ini sangat keramat." Ucapnya dengan penuh percaya diri. "Tapi kalian berjaga-jaga lah di sini!."

"Baik tuan!." Balas beberapa anak buahnya.

"Bagaimana kalau mereka diam-diam masuk ke dalam tempat ini karena merasa penasaran?." Bajra mengujinya?.

"Tidak mungkin! Karena aku telah melarang mereka untuk masuk ke sini!." Jawabnya. "Akan aku potong kepala mereka jika mereka berani masuk ke sini tanpa izin dariku!." Lanjutnya.

"Kenapa tuan melarang mereka masuk ke sini? Apakah tuan takut mereka akan membawa budak tuan kabur dari sini?." Darsana kali ini yang bertanya.

"Salah satu alasannya itu." Jawabnya sambil membuka pintu rumah megah itu. "Aku tidak mau ada yang mengkhianati aku." Ia mempersilahkan keduanya untuk masuk. "Aku tidak ingin mereka malah membelot karena merasa kasihan pada budak tahanan, nanti aku bisa rugi besar." Ia sangat kesal jika membayangkan hal yang pernah terjadi dulunya.

"Ternyata dia cukup waspada juga." Dalam hati Bajra sedikit terkesan. "Tapi aku sangat tidak suka dengan gaya bicaranya itu." Dalam hatinya juga merasa kesal. "Awas saja kau nanti! Pasti akan aku kuliti sampai tinggal tengkorak kau!." Dalam hatinya sudah sangat gatal ingin menghajar mangsanya.

"Aku tidak tahan lagi, rasanya ingin aku bunuh saja dia di sini, tapi aku hanya ingin memastikan apakah mereka masih aman atau tidak?." Dalam hati Darsana juga sedang menahan dirinya agar tidak gegabah dalam bertindak.

Ternyata lorong tempat itu lumayan panjang, hingga mereka masuk ke dalam sebuah ruangan yang lumayan besar?. Saat itu mereka dapat melihat ada beberapa orang wanita yang terlihat sangat ketakutan dengan kedatangan mereka.

Deg!.

Jantung mereka seakan-akan terpukul habis dengan palu yang sangat kuat ketika melihat bagaimana keadaan para wanita itu.

...***...

Di Istana.

Raden Kanigara Hastungkara dan Raden Kanigara Ganda baru saja selesai latihan, keduanya tampak sedikit kelelahan.

"Kalian sangat luar biasa sekali." Puji Prabu Maharaja Kanigara Rajendra dengan penuh kebanggaan. "Ayahanda tidak salah memiliki penerus hebat seperti kalian."

"Tentu saja ayahanda Prabu harus bangga pada kami."

"Kami pasti akan selalu membanggakan ayahanda."

Raden Kanigara Hastungkara dan Raden Kanigara Ganda dengan penuh percaya diri berkata seperti itu.

"Baiklah, kalau begitu kalian istirahat lah, ayahanda yakin ibunda kalian juga ingin bersama kalian."

"Baiklah ayahanda."

Setelah itu keduanya langsung pergi meninggalkan tempat, tentu saja menuju wisma putra Raja untuk mengganti pakaian.

"Heh! Tentu saja aku memiliki keturunan yang hebat!." Dalam hatinya merasa bangga. "Apakah kau melihat itu kanda? Kau tidak akan bisa melakukan apa yang aku lakukan sekarang." Dalam hatinya tersenyum dengan penuh kemenangan.

Dalam hidupnya Prabu Maharaja Kanigara Rajendra telah berhasil mendapatkan kerajaan besar dari tangan kakak kandungnya dengan kecerdikan yang dimiliki sang Prabu. Tapi apakah akan bertahan lebih lama lagi?.

"Tujuh belas tahun telah berlalu, tentu saja aku lah yang mutlak berkuasa, dan aku lah Raja keabadian yang sesungguhnya! Hahaha!." Hati Prabu Maharaja Kanigara Rajendra sedang bahagia setelah memimpin selama 17 tahun, dan belum ada yang berani menggeser posisinya sebagai seorang Raja yang terkuat. "Aku yakin kau akan menangis melihat ini kanda, sungguh malang sekali nasibmu memiliki adik sepertiku." Prabu Maharaja Kanigara Rajendra tertawa kecil sambil mengingat masa itu. "Harusnya kau mendengarkan ucapan patihmu yang bodoh itu, akhirnya kau mati di tanganku dengan cara yang sangat indah." Senyumannya terlihat mengerikan, berkali-kali ingatannya selalu tertuju ke masa itu.

Apakah yang terjadi sebenarnya pada 17 tahun yang lalu?. Apakah ingatan itu tidak bisa dilupakan begitu saja?.

...***...

Arya Susena yang masih dalam wujud kucing hitam masih mengamati itu dengan seksama, rasanya ia sudah tidak tahan lagi dengan apa yang ia dengar.

"Aku tidak perlu banyak mengumpulkan bukti lagi untuk menghajar Senopati biadab itu!." Hatinya sangat memanas, ia telah melakukannya dengan benar.

Namun ia masih ingat dengan apa yang telah dikatakan paman Warsa Jadi ketika ia memutuskan untuk menjadi pendekar kegelapan.

Kembali ke masa itu.

Arya Susena yang sudah tidak tahan lagi dengan kejamnya dunia mulai merasakan gejolak membara di dalam hatinya saat itu.

"Saya telah memutuskan akan mendirikan kelompok pendekar kegelapan untuk membasmi mereka semua paman."

"Apakah kau yakin akan melakukannya?."

"Apakah paman meragukan kemampuan saya?."

"Aku tidak meragukan kemampuanmu arya susena, hanya saja banyak resiko yang akan kau dapatkan nantinya."

Tentu saja Paman Warsa Jadi sangat cemas dengan keselamatan Arya Susena.

"Aku takut kau akan menjadi buronan, kau akan diburu oleh semua orang yang memiliki dendam padamu setelah apa yang kau lakukan." Raut wajahnya tampak sedih. "Meskipun kau dianggap sebagai pahlawan bagi orang yang membutuhkan bantuan darimu? Namun yang aku takutkan? Kau akan diburu oleh pihak yang menganggap kau sebagi musuhnya."

"Paman tenang saja, itu adalah sebuah resiko dari apa yang akan aku lakukan nantinya." Arya Susena tersenyum kecil, seakan-akan tidak ada yang ia takutkan. "Itu semua tidak akan membuat saya mundur barang setapak pun! Akan saya hadapi siapapun juga yang berani menyengsarakan orang kecil! Akan saya libas semuanya! Bahkan itu Raja iblis yang berani menyengsarakan rakyat? Akan saya hadapi mereka semua." Ucapnya dengan penuh percaya diri.

"Hufh! Rasanya percuma saja aku memberikan masukan padamu arya susena." Paman Warsa Jadi menghela nafasnya dengan pelan.

"Hahaha! Jadi menyerah saja paman, izinkan saya untuk melakukan tugas ayahanda dengan baik demi memulihkan kerajaan ini."

"Baiklah arya susena." Akhirnya ia menyerah. "Tapi satu hal yang aku harapkan padamu." Dengan senyuman lembut ia menatap Arya Susena. "Jangan pernah menyesal setelah apa yang kau lakukan, jangan mundur jika kau merasa terdesak, dan cari lah kebenarannya terlebih dahulu sebelum kau bergerak, agar kau tidak salah dalam menentukan jalan mana yang akan kau ambil nantinya."

Itulah nasihat yang diberikan Paman Warsa Jadi saat itu, ia hanya tidak ingin Arya Susena gegabah dalam bertindak.

Kembali ke masa ini.

...****...

Kediaman tuan Ampasutra.

Rasanya Darsana dan Bajra memang tidak tega melihat bagaimana keadaan mereka, hati keduanya benar-benar sangat bergetar penuh simpati melihat keadaan mereka.

"Tuan-tuan bisa melihatnya." Senyuman lebar mengembang di wajahnya. "Mereka masih segar, dan masih cantik, saya harap tuan-tuan tertarik untuk membawa mereka." Lanjutnya lagi. "Tuan-tuan boleh meminta penawaran pada saya." Seperti itulah ucapannya.

"Dia ini?! Kau pikir kau sedang menjual ternak?." Dalam hati Darsana sangat emosi. "Memang biadab sekali dia ini!." Dalam hatinya saat itu sudah tidak tahan lagi, apa lagi ketika melihat bagaimana raut wajah ketakutan para wanita itu.

Tentu saja mereka sangat ketakutan jika memang akan dijual seperti itu?!.

"Nah? Tuan-tuan dapat memilih diantara mereka." Tuan Ampasutra malah menawarkan seperti itu?. "Jika merasa bingung? Saya yang akan memilihkannya untuk tuan-tuan.

"Aku ingin kalian semua masuk ke dalam bilik itu!." Darsana menunjuk ke arah bilik yang tak jauh dari mereka berdiri.

"A-apa?." Mereka sangat gugup mendengarkan ucapan itu.

"Apa maksud ucapan tuan?." Tuan Ampasutra merasa heran. "Kenapa tuan menyuruh mereka masuk bilik?."

"Apakah kau tidak lihat? Mereka sangat ketakutan dengan apa yang kau katakan tadi." Jawabnya.

"Hah?." Tuan Ampasutra semakin bingung.

"Nah?! Sekarang kalian masuk lah!." Suaranya terdengar agak tinggi. "Kalian tidak perlu takut! Kami tidak akan lama! Keluarlah jika aku memanggil kalian nanti!." Lanjutnya.

"Memangnya apa yang akan tuan lakukan?." Ia mulai curiga dengan apa yang akan dilakukan tamunya. "Apakah kau sedang ingin bermain-main dengan aku?!." Ia sangat marah, hingga tidak ada tutur kata lembut lagi, ia mulai curiga pada sikap kedua tamunya.

"Sekarang! Masuklah!." Bentaknya dengan suara yang sangat keras.

"Kya!." Mereka berteriak ketakutan sambil berlari masuk ke bilik yang tak jauh dari ruangan itu.

Tentu saja mereka tidak ingin menjadi korban karena amukan kedua orang itu, bukan?. Mereka masih ingin hidup dengan selamat, jangan sampai mereka mati sia-sia karena kekejaman dunia yang membuat takdir mereka hidup dalam ketakutan, dan bayangan kematian yang menyakitkan.

"Tuan apsari? Apa maksudnya itu? Apa yang hendak teman tuan lakukan sebenarnya?." Ia merasa curiga.

Bajra tidak menjawabnya, karena saat itu ia hanya ingin memastikan apakah semua wanita yang menjadi tahanan itu telah masuk ke dalam bilik, serta menutup bilik itu?.

"Tidak perlu basa-basi lagi babi kampung busuk!." Hatinya sangat memanas. "Kau harus bertanggung jawab atas apa yang telah kau lakukan! Babi kampung busuk!.

"Babi kampung busuk!? Kau ini bicara apa tuan?." Ia juga memanas. "Apa yang hendak kau lakukan sebenarnya?!." Bentaknya.

"Aku hanya ingin melakukan ini saja!." Dengan sangat santai ia menikam dada kiri tuan Ampasutra.

"Kegh!." Tentunya ia mengerang sakit. "Sialan!." Ia mundur beberapa langkah. Dadanya terasa sangat sakit, dan kepalanya terasa sangat pusing. Karena dada kirinya yang ditikam dengan sebuah belati kecil?.

"Itu adalah hukuman yang kau dapatkan dari kami." Darsana menatap tuan Ampasutra dengan penuh kebencian yang sangat dalam.

Tuan Ampasutra tidak berdaya, dan ia hanya mengerang sakit?. Hingga akhirnya ia tidak sadarkan diri?. Apakah ia meninggal dalam keadaan seperti itu?.

"Jika saja kau tidak melakukan ini? Bisa jadi kau tidak berurusan dengan kami." Darsana langsung mencabuti belati itu. "Tapi sayangnya sikap serakah yang kau miliki untuk memiliki dunia? Kau menjual hati nuranimu dengan cara yang tidak manusiawi, aku tidak akan mengampuni kau!."

"Tugas kita telah selesai." Bajra hanya menghela nafasnya. "Biasanya kau akan bertarung terlebih dahulu dengan targetmu untuk menguji ilmu kanuragan yang dimiliki musuh?." Ia melirik ke arah temannya. "Tapi kenapa hari ini kau malah langsung membunuhnya? Kau ini sangat aneh sekali, cukup mengejutkan sih." Ucapnya sambil berjalan menuju bilik yang dimana para wanita itu disuruh bersembunyi.

"Melawan babi kampung tidak perlu pakai tenaga! Nanti dia malah bawa kawannya! Aku tidak mau repot-repot dikeroyok penjahat kelas teri, hanya membuang waktu dan tenaga saja." Balasnya dengan agak kesal.

"Ahaha! Kau ini sangat sensian sekali ya?." Ia hanya bisa tertawa saja. "Terserah kau saja mau melakukan apa." Hanya seperti itu saja yang bisa ia katakan untuk temannya itu.

Tok!. Tok!. Tok!.

"Nini? Keluarlah." Dengan suara yang sangat ramah ia memanggil mereka yang berada di dalam. "Semuanya telah aman, kalian boleh bebas."

Namun tidak ada tanggapan dari dalam, karena mereka tidak ada yang berani melangkah ataupun bersuara. Mereka sedang meringkuh ketakutan, karena mereka takut akan diperlakukan kasar oleh Bajra dan Darsana.

"Tenanglah nini, kami tidak akan menyakiti nini semua." Darsana dengan suara lembut. "Kami justru ingin memulangkan nini semua pada keluarga nini." Lanjutnya.

Lima orang wanita itu saling bertatapan satu sama lain, bagi mereka itu adalah ucapan yang ingin mereka dengar selama ini. Kebebasan yang direnggut oleh orang-orang yang berhati binatang?.

Temara, salah satu dari wanita yang dijadikan budak. Dengan penuh keberanian yang telah mendorongnya untuk membuka pintu.

"Syukurlah, jika nini mau keluar." Bajra tersenyum kecil.

"Kalau begitu siap-siap saja, kami akan membawa nini keluar dari sini." Darsana juga ikut tersenyum. "Kami akan  membawa nini dengan aman, tanpa adanya pertumpahan darah." Ia terlihat sangat percaya diri.

"Terima kasih tuan pendekar, terima kasih karena telah membantu kami."

Tangis bahagia pecah di ruangan itu, mereka semua menangis bahagia karena telah dibantu oleh orang baik. Kini ketakutan telah sirna begitu saja dari hati mereka.

"Kita harus memikirkan cara keluar dari ruangan ini, tentu saja kita tidak mungkin terjebak di sini."

"Kau benar, kita juga tidak boleh gegabah membawa mereka keluar dari sini."

Apakah mereka bisa membawa kelima wanita itu tanpa adanya pertumpahan darah?. Simak terus ceritanya.

...***...

Sementara itu?. Arya Susena yang saat itu masih mengamati Senopati Uparengga yang sedang bersama anak buahnya. Karena anak dan istrinya telah masuk ke dalam bilik masing-masing.

"Bagaimana dengan si ampasutra itu? Masih mencari budak untuk dijadikan uang? Ahaha!." Ia tertawa dengan sangat puas. "Dia itu sangat rakus sekali, aku selalu dibuat repot karena menutupi kejahatan yang telah ia lakukan."

"Tentu saja masih tuan." Balasnya. "Bahkan kabar yang masuk terakhir ia berhasil mengambil lima orang gadis." Lanjutnya dengan tawa aneh.

"Hahaha! Dia itu memang sangat rakus sekali, apakah ada masuk laporan padaku mengenai hilangnya kelima gadis itu? Aku sangat yakin pasti ada! Hahaha!." Entah kenapa itu terasa lucu baginya.

"Tentu saja ada tuan, bahkan mereka mendesak hamba untuk mempertemukan tuan dengan mereka." Jawabnya dengan sangat entengnya.

"Lantas apa yang kau katakan pada mereka? Sehingga mereka tidak datang padaku? Aku tidak menerima protes apapun dari siapapun! Hahaha!." Kembali ia tertawa dengan suara yang sangat keras.

"Itu karena saya mengatakan pada mereka, jika tuan tidak ada di rumah, tuan memiliki pekerjaan yang sangat penting di istana, sehingga tidak bisa diganggu." Jawabnya. "Ya? Walaupun mereka mendesak? Tapi hamba mengancam mereka, sehingga mereka tidak lagi berani membantah hamba."

"Hahaha! Bagus! Kau sangat pintar sekali Aku sangat suka dengan caramu itu! Ahahaha!." Ia kembali tertawa, ia semakin bangga memiliki anak buah yang pintar seperti itu. "Kau sangat pengertian sekali, aku rasa kau akan mendapatkan imbalan yang lebih dariku nantinya."

"Terima kasih tuan, hamba sangat senang bisa membantu tuan." Ia juga senang jika memang upah yang akan ia dapatkan bertambah.

"Tapi aku sangat tidak suka dengan apa yang kalian lakukan." Suara seseorang ikut berbicara pada mereka.

Deg!.

Keduanya sangat terkejut, dengan spontan, keduanya langsung bangkit dari duduk. Mata keduanya sangat liar mencari siapa sosok yang telah lancang berkata seperti itu?.

"Hei! Siapa kau?! Keluar!." Senopati Uperangga sangat kesal.

"Kalian memang makhluk rendahan yang tidak pantas untuk hidup di dunia ini!." Suara itu kembali terdengar.

"Kurang ajar! Siapa bedebah busuk yang mencoba bermain-main denganku?!." Senopati Uperangga sangat kesal.

"Hei! Kunyuk jelek! Jangan hanya pandai bermain wujud saja! Tunjukkan wujudmu jika kau berani!."

"Pasti! Aku pasti akan menunjukkan wujudku pada kalian!."

Namun belum ada tanda-tanda dari orang itu akan keluar dari tempat persembunyian? Apakah yang akan terjadi selanjutnya?. Siapakah sosok itu sebenarnya?. Apakah itu pertanda baik atau pertanda buruk?. Simak dengan baik kisahnya.

...***...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!