NovelToon NovelToon

Chandani

Bab 1 : Sinar Rembulan

Chandani. Gadis manis yang kini tengah duduk di lantai itu, tangan nya sibuk mengupas kentang. Kali ini, dirinya akan memasak kentang kari. Untuk dirinya, ibu panti dan anak-anak panti yang kini sudah tak banyak. Sebagian dari anak-anak sudah ada yang hidup dengan orang tua angkat.

Hanya Chanda yang bertahan lama di sana. Karena dirinya tidak ingin pergi dari ibu panti, ibu yang dari bayi selalu ada untuknya. Menyayangi nya layaknya ibu kandung, mencintai nya penuh rasa sayang. Sampai ia sedikit bisa lupa bagaimana kasih sayang ibu yang sesungguhnya.

Chanda di bantu adik-adiknya yang agak besar. Lumayan, sudah bisa membantunya mengupas bawang atupun mengulek bumbu.

Kesibukan Chanda dan adik-adiknya membuat mereka tidak menyadari akan keberadaan dua orang yang tengah memperhatikan mereka.

Dua paruh baya yang berdiri di pembatas dapur dan ruang tengah, keduanya tersenyum memperhatikan Chanda yang tengah sibuk.

Dua paruh baya itu adalah ibu panti dan ibu donatur tetap panti.

"Saya, ingin Chanda memiliki suami yang baik, Bu. Tolong carikan lelaki yang sederhana untuknya. Selama ini, dia selalu menolak lelaki yang datang karena dirinya tidak ingin meninggalkan ku, tapi ... aku ingin sekali melihat putri yang datang di saat bulan bersinar itu menikah," ujar ibu Seruni pada ibu Lili, wanita baik hati yang selalu membantu mereka.

Bahkan sebutan ibu peri selalu di sematkan oleh anak-anak panti untuk ibu Lili.

Ibu Lili menepuk pelan pundak ibu Seruni. "Ibu, Runi tenang saja, akan aku carikan pria yang sudah siap untuk menikah. Pria yang In Syaa Allaah Baik," kata ibu Lili sembari tersenyum manis.

"Terimakasih, Ibu Lili," ucap ibu Seruni lagi, sembari mengatupkan dua tangannya di depan dada.

Dua paruh baya itu lalu kembali ke depan membicarakan kembali apa yang jadi keinginan mereka.

..._-_-_-_-_...

Malam hari, saat semua anak-anak tengah duduk menghapal ngaji mereka, Chanda di ajak untuk keluar. Gadis yang tadinya duduk menemani adik-adik itu lantas mengikuti langkah ibu Seruni.

Kini, keduanya sudah duduk di teras. Bahkan, Chanda masih mengenakan mukenah nya. Duduk di sebelah ibu Seruni.

"Ada, apa Bu?" tanya Chanda. "Seperti nya Ibu ingin mengatakan sesuatu padaku," sambung gadis itu.

Ibu Seruni tersenyum pada anak kesayangannya itu, "Nak Chanda ... ibu tahu, kamu tidak ingin pisah dari ibu. Tapi, ibu ingin sekali melihatmu menikah," jawab wanita paruh baya itu dengan lembut. "Menikah lah Nak, bahagiakan dirimu, dengan kamu bahagia, maka, ibu juga akan bahagia," sambungnya.

"Bu, aku takut, jika aku sudah menikah, aku tidak bisa lagi membantu Ibu," ucap Chanda. "Aku hanya akan fokus pada suami. Apalagi jika suamiku nantinya tidak membolehkan aku untuk ke sini, bagiamana bisa nantinya aku melanggar itu semua Bu," sambung gadis itu jujur. Karena memang itulah yang selalu wanita cantik itu pikirkan.

"Tidak, masalah Nak. Ibu tetap bahagia. Ibu sudah tidak membutuhkan bantuan mu, ibu hanya ingin kamu menikah, memperbaiki kehidupanmu, memiliki seseorang yang bisa mengerti dirimu dari bangun tidur, sampai tidur lagi," kata ibu Seruni lagi.

"Itu, semua sudah aku dapatkan dari Ibu, Bu. Aku tidak akan dapat dari orang lain. Apalagi jika suamiku adalah orang baru, orang yang tidak mengenal diriku seperti apa. Lagipula, kenapa ibu mengatakan kalau ibu sudah tak lagi membutuhkan bantuan ku, apakah aku di sini hanya menjadi beban bu?" tanya gadis yang masih berusaha untuk menolak.

Ibu Seruni buru-buru menggelengkan kepalanya, "bukan beban Nak, kamu tahu pasti apa yang ibu maksud, tolong jangan berpikiran seperti itu," ucap Ibu Seruni.

"Baiklah, jika itu yang ibu inginkan. Ibu pilihkan saja lelaki yang menurut Ibu baik untukku. In Syaa Allaah, aku siap," kata Chandani yang akhirnya pasrah.

Ibu Seruni tersenyum, "asal kamu tahu, Nak Chanda, kebahagiaan mu, kebahagiaan Ibu juga."

Chanda lantas memeluk ibu panti yang sudah seperti ibunya sendiri itu. Ibu yang menyayanginya sepenuh hati selama 25 tahun ini.

Ya, Chandani sudah berusia dua puluh lima tahun. Dulu, dalam sinar rembulan yang begitu indah. Ibu Seruni mendapatkan anugerah dengan bertemunya dia dengan Chandani. Bayi mungil yang baru saja di lahirkan.

Di dalam keranjang, di atas kasur busa kecil khusus untuk bayi yang begitu cantik, dengan pakaian yang lengkap juga dengan sebuah surat. Juga sebuah kalung berliontin Love yang di belakangnya bertuliskan Chandani.

Itulah kenapa Ibu Seruni memberi nama Chandani. Yang berarti : Sinar Rembulan.

..._-_-_-_-_-_...

Di dalam malam yang sunyi, Chandani, si gadis cantik berusia 25 tahun itu duduk bersimpuh di atas sajadah. Setelah ber-do'a, ia kini tengah membaca surat cinta dari sang bunda yang sudah dengan begitu tega meninggalkannya di sana. Di depan Panti Asuhan 'Penuh Cinta'.

Air matanya mengalir, padahal sudah begitu sering ia membacanya.

...Hai, Putriku ... Aku telah membuat kesalahan, yang akhirnya kesalahan ku membawamu hadir di dunia ini. Jika suatu saat kau sudah bisa membaca, aku harap kau mau membaca surat ini....

Maaf, aku bukan lah ibu yang baik. Maka dari itu, aku membiarkanmu berada di antara orang baik.

...Jika suatu saat kau menemukan seseorang yang mau menikahi mu. Kamu tak perlu susah-susah mencari wali, karena kamu tak punya wali....

...Aku yakin kamu pasti sangat membenci diriku, karena kesalahan ku, kamu hadir tanpa cinta dari orangtuamu. Tapi, kamu harus tahu, kalau aku selalu ber-do'a, agar kamu selalu dalam lindungan Tuhan. Di berikan kemudahan, dan mendapatkan cinta dari orang tua barumu....

...Dan kamu harus tahu ini, kamu selalu ada di setiap helaan napas ku....

...Anakku, jika nanti kamu menikah, kamu bisa memakai binti dariku. Adelina Baskoro....

...Salam cinta dari ibu yang bo do h. Adelina Baskoro....

Chanda melipat kembali kertas itu. Itulah kenapa ia selalu menolak jika ada yang mau dengannya. Karena menjadi dirinya itu tidak mudah, ia tak ingin nanti asal-usul nya akan di bahas secara tidak baik.

Sudah bisa di jelaskan bukan, kenapa dirinya hadir tanpa binti dari Ayahnya. Sungguh, ini sangat menyakitkan hati gadis cantik itu. Apalagi saat mengingat kalau dia berada karena kesalahan kedua orangtuanya.

Yang bahkan setelah melakukan kesalahan, dengan teganya ibunya membiarkannya berada dengan orang lain.

Chanda menarik napas dalam-dalam, lantas ia keluarkan secara perlahan. Kini, dadanya sesak kembali saat mengingat itu. Jika boleh bertanya, ia ingin sekali bertanya, '*kenapa? Kenapa aku harus berada di antara manusia yang tidak menginginkan aku, jika memang tidak diinginkan, kenapa tidak ditiadakan saja diri*ku,' begitu kiranya yang ingin gadis itu tanyakan.

"Kenapa?" Chanda menangis. Menutup wajahnya dengan dua telapak tangan. Mengeluarkan emosi yang selalu hadir saat kembali membaca surat cinta dari sang bunda.

"Apa, nantinya suamiku, anakku akan menerima keadaan ku, yang ... yang tidak di inginkan, yang ... yang hadir karena sebuah kesalahan?" tanyanya dengan mata yang mengalir deras, membasahi pipi juga tangan yang masih menutup wajah.

"Ibu ... kenapa tak kau buang saja dulu diriku? Agar di makan saja aku oleh binatang, asal tidak hidup seperti ini. Hidup dengan orang lain, hidup dengan perasaan yang selalu merindukan kasih sayang yang nyata. Nyata dari ibu yang sebenarnya," Chanda masih sesenggukan di atas sajadah.

Rasanya ia ingin berteriak. Mengeluarkan segala emosi yang memenuhi dadanya.

"Kenapa bu. Apakah jika seperti ini, dirimu juga tengah mengingat ku bu, apakah dirimu pernah sekali saja mempunyai keinginan untuk menemui diriku," tangisnya terdengar begitu pilu.

"Ibu ... apa masih pantas, kau ku panggil dengan sebutan Ibu," sambung gadis yang tengah bersedih itu.

Chandani menarik napas dalam-dalam lagi, mengeluarkan sesak yang jujur saja saat ini jika ia bicara kembali, sudah pasti tangisan itu akan lebih kencang dan akan membangunkan semua penghuni panti.

Bab 2 : Dilamar

Paginya, Ibu Lili kembali datang. Kali ini ia tidak datang sendiri. Namun dengan sang putra. Putra satu-satunya. Ahmad Ibrahim, 30 tahun. Juga dengan sang suami Ahmad Arifin, yang langsung setuju saat istrinya menginginkan menantu seperti Chanda.

Chanda memang terkenal sangat baik, jadi, tidak heran jika banyak lelaki yang menginginkan dirinya untuk di jadikan istri, ataupun orang tua yang menginginkan nya untuk di jadikan menantu.

Selain baik, Chanda juga cantik, sudah menutup auratnya sejak kecil. Penurut dan tidak neko-neko. Sopan sekali pada orang tua. Dan masih banyak kebaikan lainnya.

Tapi, walaupun seperti itu, Chanda selalu merasa dirinya ini bukan lah apa-apa. Dan tidak pantas untuk di inginkan semua orang. Apalagi, kalau bukan karena keberadaan dirinya yang tidak di inginkan oleh orangtuanya.

Walaupun yang seperti Chanda bukan hanya dia saja, namun, entah kenapa dia selalu merasa kalau yang hadir tanpa diinginkan hanyalah dirinya.

Chanda tahu, kalau kedatangan Ibu Lili kali ini bukan datang seperti biasanya. Melainkan ada maksud lain. Namun, ia pura-pura tidak tahu, ia tetap diam di dalam, menyelesaikan baju-baju jahitannya. Ya, Chanda juga seorang penjahit. Memang bukan penjahit handal, karena dia bisa menjahit bukan karena sekolah, melainkan karena melihat dari orang lain.

Yang akhirnya membuat hatinya berkeinginan untuk menjahit. Dan Alhamdulillah, berkat dirinya yang menjahit ia jadi bisa memiliki penghasilan walaupun sedikit. Karena, kadang yang datang hanya untuk memotong panjang baju, atau celana ataupun sejenisnya. Yang pastinya Chanda hanya dapat menerima bayaran seikhlasnya saja.

Baru saja Chanda memasang jarum, Ibu Seruni datang menghampiri nya.

"Nak Chanda, ada tamu yang bertujuan bertemu dengan mu, mari kita ke depan!" ajak Ibu Seruni.

Chanda tersenyum, mengangguk dan beranjak dari duduknya. "Ibu, biarkan Chanda keluar sembari membawakan minum," ujarnya pada Ibu Seruni.

"Iya, Ibu keluar terlebih dulu ya," ucap Ibu Seruni.

Chanda mengangguk dan membiarkan Ibu Seruni ke depan. Lalu setelahnya, wanita cantik itu masuk ke dapur dan menyiapkan minuman untuk para tamunya.

Dengan nampan yang berisi empat cangkir teh hangat, Chanda keluar menemui para tamu. Menaruhnya pelan di depan setiap para orang yang duduk di sana. Semua perhatian tertuju pada dirinya yang tengah menyuguhkan minuman.

Bahkan, Ibu Lili tersenyum bahagia saat melihat Chanda. Dia memang selalu membuat hati Ibu Lili bahagia. Begitu banyak kekaguman yang di rasakan oleh Ibu Lili pada perempuan yang akan menjadi menantunya itu.

"Silakan, Bu, Pak, Mas, sembari di minum, maaf hanya ada teh," uar Chanda mempersilakan tamunya minum.

"Makasih Nak Chanda," ucap Pak Ahmad Arifin.

"Sini, Nak, duduk di sebelah ibu." Kata Ibu Seruni menepuk sofa di sebelahnya.

Chanda lantas duduk di sebelah Ibu Seruni. Chanda menunduk, ia tak berani menatap satu persatu tamu nya, apalagi pada Ahmad Ibrahim.

"Nak, Chanda, kamu sudah cukup umur bukan, untuk menikah?" tanya Ibu Lili.

Chanda mengangguk, "benar Ibu Peri," jawab nya.

"Kedatanganku kali ini, dengan anak dan suami ku Nak Chanda ... niat kami datang ke sini, untuk melamar dirimu, untuk putera kami, Ahmad Ibrahim. Apa kau mau, Nak?" tanya Ibu Lili to the poin.

Chandani memberanikan dirinya untuk melihat Ibu Lili, "maaf, Ibu, sebelumnya saya harus memberitahu kan terlebih dulu, keadaan saya. Saya hanyalah anak yang tidak di inginkan, apakah mungkin Ibu sama Bapak bisa menerima keadaan saya yang seperti ini. Begitu juga Mas Ibra, apakah bisa menerima keadaan saya yang begitu hina ini," jelasnya yang lantas kembali menunduk.

"Nak Chanda, kamu tidak boleh mengatakan hal seperti itu, itu perkataan tidak baik. Tidak ada anak yang lahir dengan hina, walaupun orangtuanya hina sekalipun. Kami akan menerima segala bentuk dirimu Nak Chanda. Iya 'kan Pa?" ujar Ibu Lili yang berakhir meminta persetujuan pada suaminya.

"Betul sekali, Nak Chanda. Kita bisa menerima mu seadanya dirimu," kata pak Ahmad.

"Jika seperti itu, maka Chanda terima niat dan maksud dari Bapak dan Ibu," jawab Chandani.

Ibu Seruni tersenyum lebar. Ia begitu bahagia saat Chanda menerima lamaran dari Ibu Lili dan Pak Ahmad. Sungguh ia begitu bahagia, karena yang ia tahu Ibra adalah anak yang baik dan pekerja keras. Terbukti dari begitu banyak bisnisnya yang sukses, yang mampu membuat orang tuanya begitu bangga padanya.

"Ya, Allah ... Terimakasih Nak Chanda. Jadi, kapan kira-kira, kita langsungkan pernikahan nya?" tanya Ibu Lili tak sabar. Ia sampai tak perduli pada anaknya yang dari tadi diam. Tak mengatakan sepatah katapun. Bahkan helaan napas saja tak terdengar. Duduk diam layaknya patung. Hanya netra nya saja yang ke sana-sini memperhatikan setiap orang yang berbicara.

"Kita sih, terserah Ibu Lili saja, iya 'kan Nak Chanda?" ujar Ibu Seruni yang lantas bertanya pada anak kesayangannya.

"Iya, Ibu. Semua terserah pihak laki-laki," jawab Chandani.

"Bagaimana kalau hari Jumat?" usul Ibu Lili.

"Bagiamana, Pa, Ib?" tanya Ibu Lili pada dua lelaki tersayang nya.

"Boleh, itu Ma. Hari Jumat, hari baik. Bagaimana menurut mu Ib?" papa bertanya pada anaknya yang dari tadi hanya diam.

"Terserah, Mama sama Papa saja," jawab Ibrahim. Dengan wajah yang datar, tidak ada senyumnya sedikitpun.

"Kamu setuju juga, 'kan Nak Chanda? Ibu Runi?" kini Ibu Lili bertanya pada dua wanita yang duduk di depan nya.

"In Syaa Allaah, siap Bu," begitu jawab Ibu Seruni. Sedangkan Chandani hanya mengangguk dengan senyum yang menghiasi bibirnya.

Masih jadi pertanyaan di hati Chanda, kenapa ekspresi wajah dari Ibra tidak enak di pandang saat tak sengaja bersitatap dengan nya. Namun, ia tidak bisa menanyakan nya langsung. Karena, ia takut Ibra salah paham akan maksud darinya.

"Kamu, mau mahar apa, Nak Chanda?" tanya Pak Ahmad.

"Saya tidak akan minta apapun, Pak. Seikhlasnya saja, sekiranya tidak memberatkan Mas Ibra," jawab Chanda. Sesekali ia mengerling ke arah Ibra yang tengah sibuk dengan ponselnya.

"Lalu, bagiamana dengan pernikahan impian mu Nak Chanda? Apa kau mempunyai sebuah pernikahan impian?" tanya Ibu Lili lagi. Ia benar-benar begitu antusias.

"Tidak, ada Bu. Saya hanya menginginkan Ijab dan kabul secara sederhana," jawab Chanda jujur.

Ibu Lili tersenyum lebar.

"Baiklah kalau begitu, sebaiknya kita adakan di mana?" ibu Lili kembali bertanya.

"Jika boleh, Chanda ingin menikah di Masjid bu," jawab Chandani.

"Ya, bagus sekali semua keinginan mu Nak Chanda. Kami pasti akan menyetujui semua keinginan Nak Chanda ini," kata pak Ahmad.

Ibu Seruni mengusap tangan Chanda yang ia re mas - re mas di atas paha. Jujur saja, Chanda belum mengerti apakah jawaban nya akan membawanya ke kebahagiaan atau malah sebaliknya.

Chanda menoleh dan tersenyum pada Ibu Seruni, lantas ia melirik sekilas pada Ibrahim. Sungguh, aneh sekali. Ibrahim tetap diam tanpa tanggapan apapun. Entah tidak suka atau memang bawaan Ibrahim memang seperti itu, yang jelas ia bertanya-tanya dalam hati.

Hingga akhirnya acara lamaran singkat itu selesai, setelah ngobrol antara Ibu Seruni dan Ibu Lili juga Pak Ahmad. Sementara Chanda dan Ibrahim benar-benar hanya menjadi pendengar.

Chandani sesekali melirik Ibrahim, namun yang di lirik tetap sibuk pada ponselnya.

Sampai akhirnya Pak Ahmad dan Ibu Lili pamit. Dan akan datang lagi hari Jumat, hari di mana akan di adakan nya ijab qabul Antara Ibrahim dan Chandani.

Ibu Lili dan Pak Ibra berniat langsung mengurus segalanya. Jadi, tadi sebelum benar-benar pergi, keduanya meminta berkas-berkas yang di perlukan untuk perikanan pada Chandani.

Kini, Ibu Seruni dan Chandani tengah berdiri di depan teras. Menatap kepergian mobil keluarga Pak Ahmad.

"Mari, Nak. Kita masuk," ajak ibu Seruni.

Chanda mengangguk dan mengikuti langkah Ibu Seruni untuk masuk ke dalam.

Bab 3 : Menuju Akad

Chandani lantas membantu Ibu Seruni membereskan meja di ruang tamu. Membawa cangkir yang sudah kosong ke dalam. Ibu Seruni mengikuti langkah Chanda sampai tiba di dapur. Chanda yang tahu kalau Ibu Seruni mengikuti nya, ia lantas membalikan badannya, begitu nampan dan para gelas sudah di taruh di bak cuci.

"Kenapa, Bu?" tanya Chanda heran pada Ibu Seruni yang mengikuti dirinya.

"Apa, kamu menerimanya dari hati, Nak?" tanya balik Ibu Seruni.

"Kenapa ibu bertanya seperti itu? Bukan kah, Ibu ingin melihatku menikah?" wanita muda itu kembali bertanya.

Ibu Seruni mengangguk, "benar, Nak. Tapi, jika kau merasa terpaksa, Ibu jadi merasa bersalah," kata Ibu Seruni.

Chandani tersenyum, "Ibu tenang saja, aku tidak merasa terpaksa. Aku memang sudah menyerahkan segalanya pada Allah, jadi, aku yakin kalau apa yang ibu inginkan, itu adalah yang terbaik untukku," ujarnya.

"Peluk ibu, Nak," ucap Ibu Seruni. Sembari merentangkan tangannya. Chanda menyambut senang pelukan hangat dari seorang ibu itu. Ibu yang selama 25 tahun ini berada di sampingnya. Menyayangi nya.

"Semoga, Nak Ibra jadi jodoh yang bisa menuntun mu menuju Surga 'Nya ya Nak," ucap Ibu Seruni di sela pelukannya.

"Aamiin, aamiin ... Ya Allaah, semoga doa ibu tercintaku ini, di kabulkan oleh Allah SWT." Jawab Chanda dengan kristal bening yang menetes begitu saja dari netra cantik nya.

..._-_-_-_-_...

Kini, Chandani sudah kembali ke rutinitas yang tertundanya. Yaitu menjahit. Masih ada beberapa baju orang yang harus ia garap. Ada yang di potong bagian bawahnya, ada yang harus di kecilkan, ada juga yang di tambal, karena beli baju yang sudah jadi dan kekecilan. Begitu biasanya kata sang pemilik baju.

Chandani sibuk dengan kegiatannya, sampai tak terasa waktu kini sudah siang. Adzan dzuhur berkumandang. Ia langsung memberhentikan kegiatannya, berucap syukur dan menjawab Adzan yang tengah terdengar indah di telinga. Bibirnya tersenyum, mengingat senyum bahagia Ibu Seruni tadi saat dirinya menerima lamaran dari Ibu Lili.

Chandani masih berharap kalau keputusan nya ini adalah yang terbaik untuknya.

Setelah adzan selesai di kumandangkan, ia lantas beranjak dari duduknya dan berjalan ke kamar mandi. Mengambil wudhu dan bersiap-siap untuk shalat.

Kegiatan sehari-hari Chanda memang seperti itu, sedangkan Ibu Seruni, biasanya jika siang seperti ini, Ibu Seruni masih di kebun belakang panti. Dan sebentar lagi pulang dengan berbagai sayuran.

Shalat selesai. Kini, Chanda tengah menunggu para adik-adik nya pulang dari Sekolah. Sembari menyiapkan makan siang untuk para adik-adik agar merata dan tidak saling berebut.

Dan, benar saja. Setelah ia selesai menyiapkan segalanya, para adik-adik yang kini sudah Sekolah di sekolah dasar dengan berbagai kelas itu sampai. Ramai riuh para adik-adik. Salim dan mencium punggung tangannya.

"Sekarang, kalian harus ganti baju, setelahnya makan, ok!" perintah Chandani.

"Siap, Kak!" jawab mereka hampir bersamaan.

Chandani tersenyum, begitu bahagia dirinya, saat suasana ramai oleh anak-anak yang penuh dengan rona bahagia. Tidak pernah memikirkan kesedihan tentang di mana orang tua mereka. Padahal, banyak dari mereka yang ditinggal begitu saja di jalan, tanpa surat apalagi baju. Tidak seperti dirinya.

Jadi, apakah dia harus nya merasa bersyukur karena di taruh dengan baik di depan panti?jawabnya tetap tidak. Sebaik apapun perlakuan ibunya saat menaruhnya di depan panti, menurut Chanda tetap lah salah. Karena nyatanya, ia tetap menginginkan ibu kandungnya.

Walaupun kenyataannya, ia tidak pernah bertemu barang sekalipun dengan sang ibu kandung. Padahal dirinya sengaja berada di sana sampai kini sudah berusia 25 tahun. Dulu, Chanda selalu berharap kalau ibunya datang menemui nya, dari itulah ia tak pernah mau jika ada yang menginginkannya untuk di angkat sebagai anak.

Tapi, kini ... harapan untuk nya bertemu dengan sang ibu kandung hilang sudah. Chanda tak lagi berharap. Ia sudah pasrah. Jika di takdir kan bertemu, pasti suatu saat nanti akan bertemu. Pun begitu sebaliknya, jika tidak di takdirkan, mungkin sampai akhir nafas nya pun, ia tidak akan bertemu dengan sang ibu kandung.

..._-_-_-_-_...

Hingga akhirnya, hari Jumat pun datang. Gadis dua puluh limat tahun itu tengah duduk di kamarnya, degan balutan gamis dan jilbab putih, serta mahkota di atas jilbabnya.

Ia tengah membuka kembali kertas dari ibunda nya, juga mengambil kalung berliontin love itu.

"Bu ... Chanda akan menikah, apa ibu di sana tahu, kira-kira seperti apa wajahmu bu."

Menetes lah bulir bening dari netra cantik Chanda. Mungkin mulutnya bisa, mengatakan kalau ia tidak akan lagi mengingat ibunya, nyatanya, hatinya tetap saja menginginkan ibunya.

Tok ... tok ... tok.

Kamar Chanda di ketuk dari luar. Lantas, Chanda buru-buru menaruh surat dan liontin itu. Ia masih duduk di depan meja kecil, di lantai. Lalu, ia segera menghapus bulir bening yang membasahi pipinya.

"Siapa? Masuk saja," ucap nya sembari memasang senyum pada seseorang yang mengetuk pintu kamarnya. Walaupun ia yakin sekali, pasti ibu Seruni.

Ceklek! Pintu di buka. Munculah wajah wanita paruh baya yang begitu di sayangi anak-anak.

"Nak," panggil ibu Seruni.

"Kamu, sudah siap?" tanya ibu Seruni lagi saat kini sudah masuk ke kamar Chanda.

Chanda mengangguk, "In Syaa Allaah, siap Bu." ia lantas berdiri dari duduknya.

"Ayo," ajak Ibu Seruni. Ia menggandeng tangan mulus Chanda keluar dari kamarnya. Perempuan itu menurut, ia berjalan dengan pelan.

Dan saat tiba di depan rumah, Chanda memberhentikan langkahnya. Yang langsung membuat Ibu Seruni berhenti juga, lalu menoleh ke belakang. "Ada, apa, Nak?" tanya ibu Seruni.

Chandani menelan ludahnya kasar, "apa tidak akan mungkin, untukku bertemu dengan Ibuku, Bu?"

Ibu Seruni membeku. Lalu ia menangkup wajah Chandani. "Nak, ibu mu adalah aku. Walaupun aku tidak melahirkan mu, tapi percayalah, rasa sayang ibu padamu lebih dari siapapun," ujar Ibu Seruni dengan lelehan air mata.

Chandani lantas memeluk ibu Seruni, "terimakasih banyak bu," ucap nya.

"Jangan berterimakasih, Anakku. Cukup kau bahagia, maka, ibu lebih dari mendapat terimakasih darimu," begitu ujar Ibu Seruni.

"Sudah, cukup. Kini, saatnya kamu memulai hidup barumu." Ibu Seruni mengurai pelukan nya dan menghapus pipi Chandani yang basah.

"Ibu ber-do'a, setelah ini, saking bahagianya kamu bahkan tidak akan mengingat bagaimana rupa ibumu, kamu hanya akan mengingat kalau kamu tetap menyayangi ibu mu, di manapun ibumu berada. Karena, se-bagaimana pun ibumu memperlakukan mu, dia tetap ibu kandung mu. Ibu yang sudah susah payah mengandung dan melahirkan mu." Chandani mengangguk, lalu tersenyum. Ya, benar apa yang di katakan ibu Seruni.

"Ayo, kita sudah di tunggu di Masjid."

Lalu keduanya pun melanjutkan perjalanan menuju Masjid, tempat di adakan nya ijab kabul.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!