NovelToon NovelToon

Cinta Anak SMA

Kesedihan Ruby

*****

Ruby, gadis cantik berusia 17 tahun  yang saat ini masih duduk di bangku kelas 3 SMA itu tengah terbaring tak berdaya di sebuah ranjang Rumah Sakit akibat mengalami kecelakaan motor sore tadi.

Kaki dan tangan kanannya mengalami luka-luka akibat terpental dari motor dan jatuh terguling di turunan jalan aspal yang sangat curam.

Dahinya pun mengalami luka robek hingga harus dibalut dengan perban. Beberapa bagian wajahnya serta bibirnya pun terlihat memar dan penuh luka tapi hal itu tidak memudarkan garis kecantikannya yang jelas masih terlihat.

Ruby mengalami kecelakaan saat ia pergi bermain ke sebuah puncak bukit bersama Dewi, Abian dan juga Mawar teman sekelasnya yang saat ini menjadi sahabat-sahabat dekatnya.

Saat pulang dari puncak bukit itu, rem motor matic yang dikendarai oleh Dewi dan juga Ruby yang saat itu dibonceng oleh Dewi mendadak blong saat berada di turunan yang cukup curam.

Dewi sudah tak bisa mengendalikan lagi laju motornya yang dalam hitungan detik melesat cepat turun ke bawah tanpa bisa lagi dikendalikan.

Untungnya tubuh Ruby terpental meski ia jatuh terguling-guling di jalanan aspal hingga mengalami luka yang cukup serius. Sementara temannya Dewi terjun ke dalam jurang bersama motornya, dan Dewi dinyatakan meninggal di tempat saat itu juga karena kepalanya membentur bebatuan yang berada di dasar jurang.

Ruby yang baru siuman setelah tak sadarkan diri selama beberapa jam itu, tentu saja saat ini langsung menangis histeris begitu mendapat kabar buruk dari Kakaknya Romy bahwa Dewi telah tiada, ia langsung meninggal di lokasi kejadian karena telah kehabisan banyak darah sebelum tim penyelamat datang untuk mengambil tubuhnya yang berada di dasar jurang.

"Kak Rulli, Ruby mohon izinkan Ruby untuk melihat Dewi terakhir kalinya. Ruby ingin pergi ke pemakaman Dewi!" teriak Ruby histeris karena tak bisa mengontrol perasaan sedih karena kehilangan sahabat terbaiknya itu. Ia sampai tak memperdulikan rasa sakit di tubuhnya akibat banyaknya luka yang terdapat di tubuhnya saat ini.

"Ruby, lihat keadaanmu juga seperti ini. Bagaimana kamu bisa menghadiri pemakaman sahabat kamu itu," jawab Bu Rahma, nenek dari Ruby dan Romy yang selama ini merawat mereka berdua, karena Ibu mereka sudah lama tiada dalam sebuah kecelakaan maut yang merenggut nyawanya. Sementara Papanya dari dulu telah menikah lagi dan tinggal di luar kota.

Papanya jarang menjenguk atau memperhatikan keduanya meski keuangan tetap mengalir deras dikirim setiap bulannya karena Papanya Ruby dan Rulli cukup berada sebagai seorang Pengusaha batu bara.

"Oma, Ruby mohon antar Ruby ke pemakaman Dewi. Ruby tidak akan bisa hidup tenang jika tidak bisa melihat Dewi terakhir kalinya. Rubi mohon, Oma, Kak Romy!" pinta Ruby terus memohon sambil menangis.

"Ini salah kamu, Kakak kan sudah bilang jangan main kesana tapi kamu tetap memaksa pergi dan mengikuti ajakan si Abian, sahabat kamu yang tidak tahu diri itu! Lihat kan, ini akibatnya! Untung nyawa kamu masih tertolong tidak seperti Dewi yang harus kehilangan nyawanya saat itu juga!" bentak Romy yang membuat Ruby makin terluka. Romy adalah Kakak satu-satunya Ruby, dia belum menikah dan saat ini memiliki usaha sebuah Cafe yang dimodali oleh Papanya itu.

"Ini bukan waktunya untuk saling menyalahkan. Ruby hanya minta tolong antar Ruby ke pemakaman Dewi, hiks hiks. Ruby akan merasa sangat menyesal karena tidak melihat Dewi dulu untuk terakhir kalinya. Ruby mohon, Kak!" pinta Ruby memohon sambil meratap dengan begitu sedih.

Saat itu pintu terbuka dari luar, muncul sesosok pria muda tampan yang kini berdiri di ambang pintu dan menatap ke arah mereka semua yang ada di dalam ruangan itu. Di beberapa bagian wajahnya terlihat lebam dan membiru seperti bekas pukulan. Dia adalah Abian, sahabat dekat Ruby yang bersama-sama pergi ke puncak dimana Ruby dan Dewi mengalami kecelakaan.

"Ruby!" serunya kemudian menghambur ke arah Ruby dan memeluk perempuan itu dengan erat.

"Ruby syukurlah jika lo sudah sadar, gue sangat mengkhawatirkan keadaan lo, Ruby ... maaf gue tadi tidak menemani lo disini karena harus mengurus kepulangan jenazah Dewi ke rumahnya untuk segera dikebumikan," ucap Abian dengan haru sambil memeluk erat Ruby yang saat ini tangisnya  semakin menjadi setelah kedatangan Abian yang memeluknya.

Tiba-tiba Romy menarik paksa tangan Abian yang membuat pelukan kedua sahabat itu kini terlepas.

"Buat apa lo kesini lagi?! Apa belum cukup wajah lo itu gue buat babak belur?!"maki Romy sambil menunjuk-nunjuk ke arah wajah Abian.

Mendengar itu membuat Ruby menatap dan memperhatikan wajah Abian yang memang jelas terlihat terdapat luka lebam di beberapa bagian wajahnya, saat tadi Ruby tidak jelas melihatnya karena Abian langsung menghambur untuk memeluknya.

"Kenapa Kakak menghajar Abian, apa salah Abian?!" teriak Ruby kini emosi, karena Ruby merasa tidak mengerti kenapa kakak kandungnya itu sekarang sangat membenci sahabat dekatnya itu, padahal dulu Romy tidak pernah melarang kedekatannya dengan Abian.

Tapi sekarang sikap Kakaknya mendadak berubah 180° dari biasanya. Romy melarang Ruby untuk bersahabat lagi dengan Abian tanpa memberikan alasan yang jelas.

Dan tentu saja kesalahan Abian kemarin yang sudah mengajak Ruby ke puncak hingga Ruby mengalami kecelakaan seperti sebuah jalan dan peluang untuk Romy melampiaskan emosi dan kekesalannya terhadap Abian, Romy menghajar Abian habis-habisan tanpa ampun, hingga wajah dan tubuh Abian babak belur, tapi Abian hanya pasrah dan menyadari kesalahannya.

"Tentu saja dia salah! Itu balasan untuknya yang sudah memaksa mengajakmu kesana hingga kamu seperti ini! Untung kamu selamat, jika tidak ... aku pasti aku tidak segan-segan untuk membunuhnya!" maki Romy penuh emosi.

"Terserah jika Kak Romy merasa belum puas untuk menghajarku, aku pantas menerima itu. Tapi tolong untuk saat ini, izinkan aku membawa Ruby untuk menghadiri pemakaman Dewi. Tolong hargai persahabatan kami!" pinta Abian memohon, berharap Kakak dari sahabatnya itu mengizinkannya. Abian selalu berkata sopan pada Kakak sahabatnya itu, meski akhir-akhir ini entah kenapa ia tidak diperlakukan baik oleh Romy.

Abian malam ini bermaksud untuk melihat keadaan Ruby saat ini sebelum ia kembali ke rumah Dewi untuk mengantarkan kepergiannya ke tempat peristirahatan terakhirnya, tapi sebelum masuk ke dalam ruangan ia sempat mendengar percakapan Ruby tadi yang memohon pada Kakak dan juga Omanya agar dia diizinkan untuk pergi ke pemakaman Dewi. Itulah kenapa saat ini Abian berusaha meminta agar Romy mengizinkannya untuk membawa serta Ruby bersamanya.

"Kamu tidak lihat keadaan Ruby!" bentak Romy tetap emosi.

"Ruby bisa memakai kursi roda untuk kesana, dan aku akan meminta kepada Dokter agar Dokter memberi izin untuk Rubi bisa keluar untuk sementara. Aku janji akan menjaga Ruby dengan baik."

"Gue tidak akan mengizinkannya. Gue tidak akan membuat Ruby malah semakin menderita jika harus pergi ke pemakaman Dewi bersama lo!" bantah Romy tetap tak mau mengizinkannya.

"Kak, Ruby mohon izinkan Ruby untuk bertemu Dewi terakhir kalinya. Ruby akan baik-baik saja. Ruby kuat kok untuk bisa pergi kesana. Jika Kak Romy tetap tak mengizinkan, Ruby akan tetap pergi!" ucapnya sambil berusaha bangkit dan bermaksud turun dari ranjangnya. Namun baru saja Ruby menggerakan kakinya, rasa   sakit luar biasa kini ia rasakan membuat ia pun langsung meringis dan mengaduh kesakitan. Tapi Ruby tetap memaksa untuk turun.

"Ruby sayang, dengarkan Oma, ingat kondisimu sayang ... Oma tidak mau kamu kenapa-napa!" seru Omanya langsung mendekat ke arah Ruby dan mencegah Ruby untuk memaksa turun.

"Oma, tolong mengerti perasaan Ruby. Dewi adalah sahabat dekat Ruby selama ini. Ruby hanya ingin melihat dia untuk terakhir kalinya Oma ... Ruby mohon ...! Ruby pasti akan menyesal seumur hidup Ruby jika tidak hadir ke pemakaman Dewi. Ruby mohon Oma ...."

"Aku mohon tolong mengerti perasaan Ruby ... izinkan dia pergi. Apapun syaratnya akan aku lakukan agar Ruby diizinkan pergi ke pemakaman Dewi!" Abian mendekat, menatap serius ke arah Romy.

"Baik ... akan gue izinkan Ruby pergi tapi dengan satu syarat, jauhi adik gue setelah ini. Jangan mengatas namakan persahabatan agar kalian bisa dekat dengan seenaknya. Gue tidak akan mengizinkan adik gue bergaul dengan pria seperti lo apalagi untuk pacaran!" hardik Romy dengan tegas.

"Kak Romy, Kakak ngomong apa sih?! Aku dan Abi itu sahabatan sejak aku masuk SMA. Apa salahnya jika kami bersahabat?! Abi pria yang baik dan tidak pernah memperlakukan aku dengan buruk, dan Abi juga tidak pernah membawaku dalam pergaulan yang tidak baik! Bahkan Abi selalu menjagaku!" ucap Ruby membantah permintaan Kakaknya itu.

"Kalian dengar, tidak ada namanya persahabatan antara perempuan dan laki-laki jika tidak saling menyimpan rasa. Aku hanya tidak mau, pada akhirnya kalian akan kecewa!" jawab Romy dengan sinis.

"Terserah apa kata Kak Romy. Abi, tolong bawa gue ke rumah Dewi dengan segera. Gue gak mau kita terlambat. Gue ingin melihat Dewi untuk terakhir kalinya! Gue ingin sekali melihat Dewi!" pinta Ruby menatap kepada Abi kemudian diakhiri dengan isakan.

"Oma akan mengantarmu. Tapi jika dirasa kamu tidak kuat untuk pergi kesana, Oma harap kamu tidak memaksakan diri." Tiba-tiba Bu Rahma angkat bicara.

Mendengar persetujuan dari Omanya Ruby, Abian pun langsung mendekat dan tersenyum kepada Ruby.

"Tolong Oma bantu pegang botol infusnya, Abi akan menggendong Ruby. Kita sekarang juga akan bersiap pergi kesana!" jawab Abian tanpa memperdulikan keberadaan Romy lagi dan langsung menggendong tubuh Ruby dengan kedua tangannya setelah Bu Rahma mengambil botol infus yang terhubung ke pergelangan tangan Ruby dari tiang yang berada di sebelahnya.

"Ingat janjimu tadi Abian! Berani lo membawa Ruby, maka setelah ini tolong lo jauhi dia!" teriak Rulli dengan emosi.

Abian tidak memperdulikan ucapan Romy, ia tetap menggendong Ruby untuk keluar dari ruangan itu meski dia belum mendapat persetujuan dari Dokter yang mengizinkan Ruby bisa keluar dari Rumah Sakit dulu. Untung salah satu Perawat yang sedang berjaga adalah tetangganya, Abian bisa meminta tolong pada orang tersebut supaya Ruby diizinkan dulu untuk keluar dari Rumah Sakit sementara waktu karena hal ini sangatlah penting untuk Ruby.

Kepergian Dewi

Air mata Ruby mengalir deras begitu saja setibanya ia di depan rumah Dewi. Rumah kedua baginya selama ini jika ia merasa kesepian di rumah pastilah Ruby datang ke rumah Dewi, malah sesekali terkadang menginap disini jika Oma dan Kak Romy mengizinkannya.

Dewi hanya tinggal bersama Abangnya Dewa yang berprofesi sebagai Guru pengajar di salah satu Sekolah Swasta yang cukup terkenal di kota ini. Kedua orang tua Dewi sudah tiada. Saat Ruby mengenal Dewi, Papa Dewi baru saja meninggal dunia.

Nasib yang hampir sama karena sudah tidak memiliki kedua orang tua, membuat Ruby merasa nyaman bersahabat dengan Dewi yang saling memahami perasaan antara satu dengan yang lainnya. Ruby masih bersyukur karena dirinya masih memiliki Oma Rahma sebagai pengganti orang tuanya, sementara Dewi ia hanya hidup bersama Abangnya. Meski pekerjaan rumah ada Bi Romlah Asisten rumah tangganya, tapi tetap saja Dewi merasa haus akan kasih sayang orang tua yang kini tidak lagi didapatkannya.

Terlihat orang-orang berkerumun di halaman rumah Dewi yang telah terpasang tenda di sekelilingnya. Dari dalam mobil, Ruby juga bisa melihat beberapa rangkaian bunga ucapan bela sungkawa dari Sekolah tempatnya menimba ilmu bersama Dewi serta dari Sekolah tempat Bang Dewa kini mengajar.

Rasanya seperti mimpi jika Dewi kini telah tiada. Hati Ruby terasa begitu perih dan sakit, seolah ada sebagian yang hilang dari hatinya. Meski Dewi memiliki sahabat lain yaitu Abian dan juga Mawar tapi tetap Dewi orang yang paling dekat di hatinya.

"Dewi ... hiks, hiks ...," lirih Ruby dalam isak tangisnya.

Abian turun dari mobilnya kemudian membuka pintu belakang dimana Ruby dan Oma Mutia kini berada. Abian mengambil kursi roda yang sempat ia pinjam dari Rumah Sakit tadi untuk memudahkan Ruby ke pemakaman nanti.

Abian mengangkat tubuh Ruby kemudian mendudukannya di kursi roda. Semua mata kini seolah tertuju kepada mereka bertiga saat ini yang sedang berjalan menuju halaman rumah Dewi.

Posisi rumah Dewi yang menanjak karena beberapa anak tangga di teras menuju ruang utama, membuat Abian memutuskan untuk menggendong tubuh Ruby saja agar bisa masuk ke dalam rumah. Ruby hanya pasrah dengan apa yang dilakukan oleh Abian, yang penting ia bisa segera masuk dan melihat jasad Dewi untuk terakhir kalinya.

Semua orang yang hadir di ruangan itu kini menatap kedatangan mereka. Melihat jasad Dewi yang terbujur kaku dan ditutupi sehelai kain membuat Ruby kini menangis dengan histeris. Jika Abian tidak erat memeluknya, mungkin tubuh Ruby pasti akan jatuh dari pegangannya.

"Dewi!" isak Ruby menangis pilu.

Sosok pria tampan yang sebelumnya duduk lesu tepat di depan jasad Dewi, menatap iba ke arah Ruby yang perlahan Abian turunkan di dekat jenazah Dewi.

"Dewi, kenapa lo tega ninggalin gue Dewi! Kenapa lo malah pergi! Lo kan sudah janji, kita akan terus bersahabat sampai kita tua nanti. Kenapa lo malah ninggalin gue!" ratap Ruby dengan pilu.

Pria tampan itu yang ternyata adalah Dewa abangnya Dewi, menggeser posisi duduknya dan lebih mendekat ke arah Ruby.

"Ruby ...," panggil Dewa lirih yang membuat Ruby yang sedang menangis kini menoleh kearahnya.

"Bang Dewa!" seru Ruby sambil menghambur kearah Dewa dan memeluknya. Meski sesungguhnya tubuh Ruby merasakan sakit tak terhingga karena beberapa luka di tubuhnya membuat ia sedikit kesulitan untuk bergerak dengan leluasa, tapi rasa sedihnya membuat ia lupa akan segalanya.

Dewa terlihat menyambut pelukan Ruby. Ia pun memeluk erat sahabat adik perempuannya itu.

"Maafkan Dewi ya Ruby, jika selama kenal kamu, Dewi mungkin pernah salah dan menyakiti hati kamu," ucap Dewa sambil terisak.

"Tidak Bang, Dewi tidak pernah berbuat salah. Maafin Ruby ya Bang Dewa ... gara-gara Ruby yang mengajak Dewi ke Puncak membuat Dewi harus tiada, maafkan Ruby, hiks ... hiks ...," ratap Ruby terdengar pilu.

"Tidak Ruby, ini semua sudah suratan takdir dari Yang Maha Kuasa, kita hanya bisa ikhlas dan mendoakan yang terbaik untuk Dewi. Semoga Dewi meninggal dalam keadaan husnul khotimah dan diberikan tempat terbaik di sisi Allah," jawab Dewa terlihat berusaha untuk tegar.

Sesaat mereka berdua berpelukan dalam tangis yang penuh haru, hingga Ruby mengucapkan sebuah permintaan agar ia diizinkan untuk melihat wajah Dewi untuk terakhir kalinya. Dan untungnya Dewa mengizinkannya.

Ruby mencoba untuk tetap kuat menahan tangisnya yang semakin terasa ingin meledak-ledak ketika Dewa membuka kain kafan putih yang yang sudah menutupi keseluruhan wajah Dewi.

Ruby menangis ketika melihat wajah Dewi yang cantik kini terlihat begitu pucat pasi dengan beberapa luka lebam yang memenuhi seluruh permukaan wajahnya yang sebelumnya terawat dan putih bersih itu.

Kilasan bayangan saat percakapan terakhirnya dengan Dewi ketika mereka duduk berdua sebelum melakukan perjalanan pulang, yang pada akhirnya merenggut nyawa Dewi saat itu, dan kini kalimat demi kalimat yang sempat Dewi ucapkan itu ternyata merupakan obrolan terakhir dalam kebersamaan mereka.

Flas back on ...

"Ruby, lo tahu gak? ... tak ada yang gue khawatirkan selain Bang Dewa jika seandainya gue tiba-tiba pergi jauh," ucap Dewi saat itu yang membuat Ruby malah tertawa.

"Emangnya lo mau pergi jauh kemana? Mau jadi TKW, ha ha!" canda Ruby membalas ucapan Dewi yang terdengar konyol di telinganya itu sambil melempar batu-batu kecil kearah kolam ikan yang berada di hadapan mereka saat ini.

"Lo mau kan jaga Bang Dewa demi gue. Gue yakin, lo bisa bahagiakan Bang Dewa," ucap Dewi dengan nada yang serius. Mendengar nada bicara sahabatnya yang tak biasa itu, membuat Ruby mengernyitkan kening. Ia menempelkan punggung tangannya di kening sahabatnya itu untuk memastikan jika kondisi sahabatnya itu baik-baik saja.

"Lo baik-baik aja kan? Lo gak sakit kan, Wi? Kenapa sih omongan lo jadi ngelantur gitu?! Yang bener saja seandainya Lo mau punya Kakak ipar kayak gue?! Yang ada nanti kita berantem mulu setiap hari, ha ha ...!" jawab Ruby diiringi dengan tawanya.

"Bang Dewa adalah laki-laki terbaik yang pernah aku temui selama aku hidup di dunia ini ... Aku yakin dia pasti bisa membahagiakan kamu ...," ucap Dewi menatap serius ke arah Ruby. Ruby yang ditatap seperti itu merasa merinding dibuat oleh sikap sahabatnya yang berbeda dari biasanya itu.

"Hei, lo ngomong apaan sih, kenapa omongan lo jadi aneh dan ngelantur kayak gini sih?!" balas Ruby merasa heran.

"Gue tahu, lo cinta kan sama Abian?!" Pertanyaan itu membuat Ruby yang sedang meminum air mineral botol yang barusan ia ambil dari tas gendongnya itu mendadak merasa tersedak hingga Ruby terbatuk-batuk beberapa kali untuk mencoba menormalkan kembali nafasnya yang terasa tercekat itu.

"Apaan sih Wi, kok lu ngomong kayak gitu?!" gerutu Ruby tak suka dengan ucapan sahabatnya barusan itu.

"Gue sahabat lo, By ... kita kenal sudah hampir tiga tahun sejak kita masuk sekolah SMA. Gue tahu perasaan lo, meski lo mencoba menutupi perasaan lo dari gue," lanjut Dewi membuat Ruby mendadak terlihat seperti salah tingkah.

"Apaan sih Wi, kok lu bisa nuduh gue kayak gitu?! Aku dan Abi termasuk juga lo dan Mawar, kita berempat itu bersahabat, wajarlah kalau kita sangat dekat?! Kenapa sih kamu tiba-tiba ngomong gitu, aku gak suka ya!" omel Ruby dengan nada yang tak suka. Ruby berniat untuk pergi namun Dewi segera mencegahnya.

Amanat Dewi

"Gue sahabat lo, By ... kita kenal sudah hampir tiga tahun sejak kita masuk sekolah SMA. Gue tahu perasaan lo, meski lo mencoba menutupi perasaan lo dari gue," lanjut Dewi membuat Ruby mendadak terlihat seperti salah tingkah.

"Apaan sih Wi, kok lu bisa nuduh gue kayak gitu?! Aku dan Abi termasuk juga lo dan Mawar, kita berempat itu bersahabat, wajarlah kalau kita sangat dekat?! Kenapa sih kamu tiba-tiba ngomong gitu, aku gak suka ya!" omel Ruby dengan nada yang tak suka.

"Gue sahabatmu By, meski lo menutupinya dari siapapun tapi gue bisa melihatnya dengan jelas bagaimana sesungguhnya perasaan lo terhadap Abian ...," ucap Dewi lagi menatap serius ke arah sahabatnya itu, dan kali ini Ruby memalingkan wajah karena ditatap seperti itu oleh sahabatnya.

"Lo adalah orang terdekat dengan Abian dibandingkan gue sama Mawar, gue bisa lihat dari cara tatapan lo pada Abian yang kini mulai berbeda, perhatian lo, rasa khawatir lo sudah melebihi seorang sahabat pada umumnya dan tanpa sadar sepertinya lo sudah mulai jatuh cinta pada Abian, itu yang bisa gue simpulkan, dan itu benar kan?!" lanjut Dewi diakhiri dengan sebuah pertanyaan yang membuat Ruby seolah mati kutu dan tak bisa mengelak lagi.

"Gue gak seperti itu Wi. Gue perhatian dan gue khawatir saat Abian minggu kemarin kecelakaan, ya namanya juga sama sahabat , Wi ... wajar kalo gue khawatir. Lo jangan suka menduga-duga yang tidak-tidak deh!" gerutu Ruby mencoba tetap menutupi perasaannya.

"Semakin lo berusaha menutupinya, semakin gue bisa melihat jelas perasaan lo sesungguhnya. Maaf jika gue tiba-tiba membicarakan hal ini ... Gue sayang sama lo sudah seperti saudara sendiri. Gue hanya ingin yang terbaik untuk lo, By ... Abian memang pria yang baik, tapi lo harus tahu jika dia pernah cerita ke gue, kalau dia tidak pernah mau pacaran, karena cintanya hanya untuk seseorang yang pernah ada di masa lalunya. Namun sayang karena mereka tidak bisa bersama karena perbedaan keyakinan jadi mereka memutuskan untuk berpisah baik-baik ...,"cerita Dewi panjang lebar.

"Abian ngomong gitu ke lo, Wi?!" tanya Ruby penasaran, suara Ruby terdengar pelan, ada kekecewaan yang tersirat dari nada ucapannya.

"Iya By, dan gue gak mau lo kecewa pada akhirnya jika semakin lama perasaan lo ke Abian makin besar dan semakin menyimpan banyak harapan. Maaf jika gue baru ngomong masalah ini sekarang sama lo, By ... Tidak ada yang salah dengan perasaan lo, tapi gue sebagai sahabat hanya tidak mau jika akhirnya lo kecewa dan persahabatan kita jadi berantakan. Oleh karena itu, usahakan untuk kamu bisa mengendalikan perasaanmu terhadap Abian, gue gak mau nantinya lo sakit hati, By ...."

Ruby terdengar menghela nafas berat dengan kepala yang tertunduk.

"Maaf Bi, jika gue berbicara di waktu yang tidak tepat ... Tapi entah kenapa, gue merasa tidak punya waktu lagi untuk menyampaikan semua yang ingin kusampaikan kepada lo ... termasuk tentang bang Dewa. Dia lelaki terhebat yang pernah gue temui di dunia ini, laki-laki yang begitu lembut dan sangat bertanggung jawab ... sungguh bahagia perempuan yang bisa dicintai oleh Bang Dewa. Dan gue ingin jika lo lah yang mengisinya. Gue titip abang gue ya ... Gue pasti bahagia jika bang Dewa bisa hidup bersama dengan orang yang tepat."

Ruby mengangkat wajahnya, menatap Dewi dengan tatapan berembun karena kedua kelopak matanya yang kini sudah menganak sungai.

"Lo ngomong apaan sih, Wi?!"

"Perasaan itu memang tidak bisa dipaksakan, tapi lo bisa memilih yang terbaik untuk hidup lo. Percuma mencintai orang yang tidak akan pernah bisa membalas perasaan kita. Lebih baik lupakan dan tujukan hati dan cinta kita untuk orang yang lebih tepat. Patah hati itu biasa, By ... bahkan gue juga sedang patah hati. Maaf jika gue gak pernah ngomong tentang perasaan gue sesungguhnya sama lo. Gue juga jatuh cinta sama seseorang, dan pasti lo gak akan nyangka sedikitpun," lanjut Dewi lagi membuat Ruby menatap Dewi penasaran.

"Patah hati? Memangnya lo suka sama siapa?!" tanya Ruby penasaran.

"Pak Riyan!" jawab Dewi jujur, tentu saja jawaban itu membuat Ruby tersentak karena ia tidak menyangka jika Dewi sahabatnya itu diam-diam menaruh hati pada Guru Olahraga nya.

"Apa? Lo suka sama pak Riyan Guru mata pelajaran Olahraga kita?" tanya Ruby tak percaya. Dewi mengangguk tanpa rasa ragu dan tidak menyembunyikan lagi perasaannya itu yang selama ini selalu ditutupinya.

"Jangan tanya sejak kapan gue jatuh cinta kepada guru olahraga kita itu, yang pasti gue diam-diam mengagumi dan menyukainya ... betapa indah rasanya jika perasaan ini seandainya terbalas kan. Tapi itu mustahil, apalagi setelah mendengar kabar jika beliau sebentar lagi akan menikah, bahkan sebelum sempat gue nyatakan perasaan ini terhadapnya ...," jawab Dewi lagi yang membuat Ruby tidak bisa berkata-kata.

"Jika nanti gue tiba-tiba pergi jauh, lo mau kan nyampein ke pak Riyan tentang perasaan gue ini ...."

"Lo ngomong apa sih Wi? Gue gak masalah jika gue harus bantu nyampein perasaan lo ke pak Riyan, tapi gue gak suka dengan ucapan lo yang sejak tadi mengatakan seolah-olah lo akan pergi jauh ninggalin kita. Gue gak suka dengernya, gak lucu tau gak sih hal itu lo jadikan candaan!" umpat Ruby kesal.

Dewi membuka tas gendong yang dibawanya kemudian mengambil sesuatu dari dalamnya. Sebuah amplop berwarna biru Dewi serahkan kepada Ruby. Ruby menerimanya dengan sedikit ragu karena belum mengerti apa maksud yang diinginkan Dewi saat ini.

"Gue titip surat ini sama lo buat pak Riyan, biar gue gak mati penasaran karena tidak mengungkapkan perasaan gue terhadap pak Riyan yang merupakan cinta pertama gue ini. Lo tolong berikan ini jika gue nanti benar-benar pergi! Dan gue berharap suatu saat nanti, lo bisa menikah dengan bang Dewa," lanjut Dewi lagi menatap Ruby penuh harap.

"Gak akh, gue gak suka dengan ucapan terakhir lo itu yang bilang lo akan pergi, emang lo mau pergi kemana?! Lo sampein aja sendiri sama pak Riyan, gue gak mau!" gerutu Ruby kesal sambil mengembalikan amplop bergambar love itu ke tangan Dewi.

Dewi tiba-tiba dengan cepat memasukan amplop surat miliknya itu ke tas gendong milik Ruby yang ada di pangkuan Ruby saat ini meskipun Ruby terlihat masih kesal terhadap dirinya.

"Oee ayo kita pulang!" teriak Abian dan Mawar yang baru keluar dari dalam villa milik Mawar yang mereka tempati sejak kemarin berlibur di tempat itu.

Dewi pun menarik tangan Ruby untuk berdiri dan mendekat ke arah Abian dan juga Mawar karena mereka bersiap akan kembali pulang ke Jakarta.

"Ingat semua pesanku Ruby ... gue doakan semoga lo akan bahagia bersama orang yang lo cintai, tapi gue harap jodoh lu adalah abang gue. Jangan lupa gue titip abang gue! jangan lupa lo terus doa'in gue juga jika nanti kita sudah gak bisa bersama-sama lagi! Terimakasih karena selama ini lo sudah menjadi sahabat terbaik gue," ucap Dewi menghentikan sejenak langkahnya lalu menatap Ruby dengan tatapan yang tak biasa. Belum sempat Ruby menjawab, Dewi kembali menarik tangan Ruby dengan erat agar mengikuti langkah kakinya menuju arah Abian yang terus memanggil nama mereka.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!