Jam menunjukkan pukul 2 siang, semua Siswa satu persatu pulang ke rumah masing-masing, tidak terkecuali Arina dan dua sahabatnya, Daniar dan Rasty. Namun, gadis 18 tahun itu memilih untuk nongkrong di tempat favorit mereka yaitu kafe yang berada tak jauh dari sekolah mereka. Baru saja meminum setengah minumannya Arina melihat guru idolanya disekolah datang ke kafe bersama teman-temannya.
"Mampus, ada pak Aran!” Pekik Ariana. kedua sabahabatnya itu pun melihat arah dimana Ariana melihat sang guru.
"Ya sudah , biarkan saja. Ini, kan tempat umum,” balas Rasty.
"Iya, tapi tadi, kan aku gak ikut pelajaran pak Aran dan alasan sakit, jadi ketahuan dong aku pura-pura.”
"Syukurin, makanya kamu jangan suka bolos sama pelajaran Pak Aran. katanya guru idola, tapi bolos pas jam pelajarannya, bagaimana, sih?”
"Aku gak tahan liat tatapannya.” Ariana berusaha bersembunyi dari tatapan Aran, sang guru yang sedari tadi melihat ketiga muridnya yang asyik berbincang.
"Anak itu, katanya sakit, tapi malah keluyuran, ” batin Arandra sekilas melihat Ariana. Namun, Arandra tidak mau ambil pusing dan melanjutkan mengobrol dengan teman-temannya.
Ariana terus mencuri pandang ke arah Arandra, akan tetapi justru. dirinya sendiri yang salah tingkah.
"Pulang,yuk!” ajak Ariana pada kedua sahabatnya.
"Nanti, Na. Baru juga minum habis setengah,” protes Daniar.
'Dreeett... dreeett... suara ponsel Ariana bergetar membuat Ariana yang sedikit latah pun berteriak. Membuat semua melihat ke arahnya dan menertawakannya. kecuali Arandra yang hanya menatap tajam ke arah Ariana.
“Kan, Mama telpon!” Ariana pun segera mengangkat sambungan ponselnya.
"Ya halo, Ma!”
"Kamu dimana belum pulang!” terdengar teriakan sang Mama di sambungan ponselnya hingga Ariana menjauhkan ponsel dari telinganya.
"Mama ...! Aku lagi sama-sama Rasty dan Daniar, lagi kerja kelompok!”
"kerja kelompok! Mana ada kerja kelompok ada suara musik, pulang sekarang! Sudah tahu mau ada acara keluarga, kelayapan terus!”
“Iya, iya! Pulang!” Ariana mematikan sambungan ponselnya lalu memasukkan kedalam tas. Kemudian mengambil uang di saku seragam sekolahnya.
“Aku pulang dulu ya, Mama marah-marah! Ini uangnya nanti bayar ya. kembaliannya buat kalian.”
Ariana bangkit lalu berjalan menuju keluar. Dua sahabatnya hanya melongo melihat uang seratus ribu yang Ariana letakkan di meja. Bagaimana ada kembaliannya sedangkan total pesanan mereka saja lebih dari seratus ribu.
"Eh tokek dinding. Seratus ribu kurang!” seru Rasty
"Tambahin duit kamu dulu, besok aku ganti!” teriak Ariana yang jalannya terburu-buru dan sekilas melihat Arandra yang duduk santai bersama teman-temannya.
"Dasar tokek! Mobil elit duit sulit!” Pekik Daniar, walau begitu mereka tetap menambah kekurangannya.
Terlihat Ariana memasuki mobilnya lalu ia melanjutkan mobilnya dengan kecepatan sedang. Arandra hanya menggeleng melihat tingkah muridnya tersebut dari dalam kafe. Setelah mobil Ariana menghilang dari pandangan matanya. Tak lama Arandra juga mendapat pesan dari sang Mama.
"Bro, aku pulang dulu ya. Aku lupa ada acara keluarga. Beaok Kita bicara lagi proyek baru kita.”
“Acara keluarga apa sih, Ndra?”
" Aku juga tidak tahu. Orang tuaku bilang aku harus hadir.”
"Wah...! jangan-jangan kamu mau di jodohkan?”
Arandra tertawa lalu bangkit dari duduknya.“ Ini sudah jaman modern tidak ada yang di jodoh-jodkhkan, ya sudah, See you!”
Arandra kemudian keluar dari kafe dengan begitu santainya. Kedua muridnya Daniar dan Rasty hanya bisa diam-diam mencuri pandang ke arah sang guru yang terkenal killer itu
Di perjalanan Arandra tidak sengaja melihat Ariana sedang menendang ban mobilnya sambil menerima panggilan ponselnya. Rupanya ban mobilnya bocor tetapi tidak bisa menggantinya.
Arandra menepikan mobilnya lalu ia keluar menghampiri Ariana.“ Kenapa?”
"Astaga burung naga! Bapak! kaget tau pak!” Ariana terkejut memegangi dadanya bersamaan dengan itu ponselnya pun terjatuh dari tangannya.
"Tu, kan jatuh hape saya!”
"Ban mobil kamu kenapa?” tanya Arandra lagi
"Bocor!”
Arandra melihat Ariana lalu melihat jam tangannya. Jika ia ingin membantu memasang ban mobilnya, tapi ia juga pasti akan terlambat pulang jika membantu Ariana.
"Ayo ikut saya!” Seperti Biasa nada bicara guru idola Ariana itu terdengar kaku dan datar.
"Terus mobilnya?”
"Hubungi mobil derek, saya tidak bisa membantu?” Arandra berjalan menuju mobilnya, Sedangkan Ariana melongo melihat Arandra.
"Kalau mau tumpangan masuk! kalau tidak saya tinggal!” ujar Arandra sebelum masuk kedalam mobil.
Ariana melihat sekelilingnya dan tempat tersebut begitu sepi. Ia bergegas berlari sambil menekan tombol kontrol kunci mobilnya lalu masuk kedalam mobil Arandra.
Tanpa menunggu Ariana mengenakan sabuk pengaman, Arandra langsung menekan pedal gas mobilnya membuat kening Ariana teratuk dasbor mobil.
"Aduh! Sakit pak! Bapak mau kasih tumpangan atau mau mencelakai saya!” protes Ariana sambil mengusap keningnya. Namun, Arandra hanya diam tidak memperdulikan Ariana.
Ariana memasang wajah kesal, Namun ia begitu senang bisa satu malam mobil dengan guru idolanya. Ariana mencuri pandang ditail wajah sang guru hingga membuat dirinya tersenyum.
Arandra menambah kecepatan mobilnya, sebab ia juga terburu-buru. Kecepatan mobilnya membuat Ariana ketakutan, akan tetapi ia tidak berani protes dan hanya berpegang. Hanya butuh setengah jam mobil Arandra sampai di depan rumah Ariana.
Ariana masih mengumpulkan nyawa sebelum ia turun, ia masih syok dengan kecepatan mobil yang di kendarai Arandra.
"Turun, sudah sampai!”
Ariana melihat Arandra dengan mata berkaca-kaca Karena takut lalu ia turun tanpa mengucapkan terima kasih. Arandra hanya menggelengkan kepalanya melihat muridnya itu yang menurutnya tidak tau sopan santun. Ariana berjalan masuk kedalam halaman rumahnya dengan kaki gemetar dan terduduk di teras rumah. Arandra pun segera melajukan mobilnya setelah memastikan murid Badungnya itu masuk kedalam rumah.
"Astaghfirullah! Non. Kok duduk di lantai?” tanya asisten rumah tangga yang melihat Ariana terduduk di lantai teras.
"Bi, Aku masih hidup ya Bi. Belum jadi hantu, kan?”
Si Bibi tertawa terpingkal-pingkal melihat ekspresi wajah Ariana yang memang syok.“ Ya masih Non. Kaki non masih napak di bumi, kan. Memangnya Non, habis ngapain. Kok merasa sudah mati?”
"Ouh! Masih hidup ya, Bi. Tidak apa-apa, Bi. Ya sudah saya masuk kedalam. Tolong bawakan tas saya ke kamar.” Ariana berjalan tertatih, Sang Mama yang melihat Ariana berjalan sempoyongan pun mengerutkan dahinya, apa yang terjadi dengan sang Anak.
"Kamu kenapa?” tanya Sang Mama saat Ariana sudah duduk di sofa ruang tengah.
"Mama tanya nanti saja ya, kakiku tremor, habis di ajak ngebut guru killer.”
"Guru killer. Mobil kamu mana?”
"Pak Aran, Mobilku bannya bocor. aku tinggal di jalan Anggrek. Terus tadi numpang Mobil pak Aran. Di ajak ngebut. Jantungku rasanya mau copot.
"Lebay loe!” saut sang kakak yang bernama Aris lalu duduk di samping Ariana.
"Apaan sih! Sana-sana!” Ariana mendorong-dorong sang kakak agar menjauh darinya.
"Sudah-sudah. Ariana, kamu mandi siap-siap kita menyusul Papa ke hotel untuk pertemuan keluarga. Dandan yang cantik.”
“Hm....” Dengan malas Ariana naik ke lantai atas menuju kamarnya.
***
Ariana
Arandra priyawan
Arandra priyawan adalah pria berusia 25 tahun anak pemilik perusahaan kosmetik dan pemilik sekolah serta pewaris tunggal perusahaan sang Papa. Karakternya yang cenderung acuh dan terlihat pendiam membuat orang sekelilingnya merasa segan untuk menyapa kecuali memang sudah mengetahui karakternya. Dari karakternya yang acuh itu di usianya yang menginjak 25 tahun orang tuanya mengira ia tidak memiliki kekasih Maka dari itu Orang tuanya sepakat menjodohkan dirinya dengan anak Sabahatnya.
Arandra baru saja sampai rumah, ia pun bergegas menuju kamarnya. Ia pun segera mandi dan bersiap untuk menghadiri acara yang di maksud orang tuanya. Arandra memang sudah tidak tinggal bersama orang tuanya, sebab ia sudah memiliki rumah sendiri di kawasan elit. Ia memilih menjadi seorang guru ketimbang memimpin perusahaan Papanya. Hanya sesekali saja ia ikut rapat dan untuk mengetahui perkembangan perusahaan keluarganya. Dalam arti ia hanya bekerja di balik layar.
Setelah selesai ia pun bergegas menuju tempat acara . Sebenarnya ia malas menghadiri acara yang menurutnya itu tidak penting, akan tetapi ia menghargai orang tuanya.
“Bibi...!” seru Arandra memanggil asisten rumah tangganya sebelum ia berangkat.
"Iya, Den!” jawabnya lalu berlari ke arah Arandra yang menunggu di ruang tengah .
"Iya, Den. Bisa Bibi bantu.”
"Saya mau pergi. Kemungkinan nanti tidak pulang. kunci semua pintu, jendela dan gerbang.”
"Siap Den! Memangnya Aden mau kemana?”
"Ada acara keluarga.” Arandra kemudian melangkah keluar dan langsung mengendarai mobilnya menuju tempat acara.
Sementara itu, Ariana mondar-mandir di kamarnya, ia bingung harus menggunakan gaun yang mana. Ia pun kembali melihat baju-bajunya yang sudah ia keluarkan dari lemari dan ia letakkan di tempat tidur.
“Aduh...! Pakai yang mana sih!” grutu Ariana.
"Astaga...! Belum lagi pakai baju!” seru kakak ipar Ariana yang bernama Andini.
"Aku bingung, Kak! Mau pakai yang mana?”
Andini pun menghampiri Ariana lalu menyuruhnya duduk. Andini memilihkan dress sesuai untuk Adik iparnya tersebut.
"Pakai ini saja, ini acara santai kok, gak begitu formal. hanya acara keluarga.”
Ariana menghela nafas panjang lalu mengambil dress pilihan kakak iparnya, lalu menuju ia pun mengenakannya.
"Nah, cantikan pilihan Kakak?”
"Iya kak, Terima kasih ya kak. Oh iya memangnya acara apa sih, Kak? Kenapa Mama suruh aku dandan cantik kayak gini?”
Andini tersenyum lalu mengambil tissue untuk menghapus pewarna bibir yang di gunakan Ariana. Menurutnya Pewarna bibirnya terlalu terang.
"Nanti kami juga tahu sendiri! Lipstiknya jangan terlalu menor, pakai yang kalem aja.” Andini memilihkan pewarna bibir warna natural di meja rias Ariana lalu membuat Ariana mengaplikasikannya.
"Ok, cantik!” puji Andini lalu keduanya tersenyum. Keduanya turun dari lantai atas dan semua keluarga sudah menunggu mereka.
"Sudah siapa?” tanya Sang papa.
"Sudah pa!” jawab Ariana.
"Anak Papa cantik!” Pak Johan sekilas memeluk Ariana.
"Ya sudah, Ayo berangkat. Keluarga Priyawan sudah menunggu!” bisik Sang Mama, Adila.
“Ok. Aris! Kamu bawa mobilnya ya!” titah pak Johan.
"Ok.” Dan semua pun menuju tempat acara.
Sesampainya di tempat acara Pak Johan langsung menghampiri sahabatnya yang bernama Danu priyawan, orang tua dari Arandra priyawan. Ariana bengong saat melihat Arandra berada di samping Pak Danu. Ternyata acara keluarga yang di maksud Papanya yaitu berkumpul dengan sahabat Sang Papa.
"Halo Ariana! Apa kabar?” salam Pak Danu, yang memang sudah mengenal Ariana.
"Om, baik om.” Ariana kemudian menyalami Pak Danu. Arandra melihat Ariana yang sedang melihatnya.
"Kamu!” pekik Arandra saat melihat Ariana.
"Iya, pak. Ini saya. Kenapa memangnya pak?”
"Em... Tidak.” Arandra lalu fokus kembali dengan ponselnya. Pak Danu hanya menghela nafas melihat putranya yang tidak berubah. Masih saja acuh dan dingin.
"Ayo semua langsung makan, pasti sudah pada lapar ya?” seru Mama Arandra mempersilahkan semua duduk di kursi meja makan masing-masing.
Mereka pun makan bersama para orang tua saling bercerita, Akan tetapi tidak dengan Ariana dan Arandra yang memilih diam. Ariana hanya mencuri Padang ke arah Arandra yang sedang menikmati hidangannya.
Pak Danu tersenyum melihat Ariana, Ia membayangkan Ariana yang ia kenal cerewet menjadi menantunya. Sudah pasti Arandra akan sangat kesal.
"Semuanya sudah selesai makan, Saya dan pak Johan mengadakan acara ini. Kami sepakat akan menjodohkan Arandra dengan Ariana!” seru pak Danu setelah selesai makan malam.
"What!” seru Ariana dan Arandra bersamaan.
"Maksudnya apa, Pa? Main jodoh-jodohin. Andra tidak setuju!” protes Arandra.
"Siapa juga yang mau sama Bapak!” timbal Ariana yang pura-pura tidak suka dengan Arandra, padahal ia begitu senang di jodohkan dengan Arandra.
Arandra bangkit dari duduknya lalu pergi dari meja makan. Ia tidak tahu jalan pikiran orang tuanya yang menjodohkan dirinya dengan muridnya sendiri.
"Ndra! Jangan pergi!” seru Mamanya lalu mengikuti Arandra ke luar dan di ikuti pak Danu.
Sedangkan Ariana pura-pura tidak setuju dan hanya diam. Sang Mama merangkul pundak Ariana mencoba meyakinkan sang Anak.
“Na..., Bagaimana denganmu?” tanya sang Mama.
“Ariana masih sekolah, Ma. Aku sih mau aja. Tapi, kan Ariana masih sekolah. Memangnya gak bisa nunggu aku lulus dulu! Waktunya ini belum tepat.” Ariana bangkit dan menjauh dari meja makan, kakak dan Kakak iparnya hanya bisa melihatnya.
Sementara itu Pak Danu dan istrinya meyakinkan Arandra untuk menerima perjodohan tersebut.
“Ndra. Ariana itu gadis baik. walaupun dia anak serba kecukupan, tapi dia hidup apa adanya.”
"Pa! Dia itu masih sekolah, usia masih kecil, Lagian Andra sudah mempunyai pacar.”
Pak Danu tertawa sambil menepuk pundak Arandra.“Pacar? pacar mana yang kamu maksud? Semenjak lulus kuliah, sampai kamu pulang dari luar negeri. Tidak ada satu pun wanita ada bersamamu. Bahkan Papa saja tidak tahu batang hidung pacar kamu itu yang mana? Sudah Ndra, papa tidak mau ada alasan apapun. Kamu harus menerima perjodohan ini. suka tidak suka, mau tidak mau! Masalah usia itu tidak menjadi kendala!” Tegas pak Danu, membuat Arandra semakin tertekan dengan keputusan Papanya.
“Arandra tetap tidak akan pernah mau dijodohkan dengan gadis tengil seperti, Ariana!” Arandra menatap tajam sang Papa lalu bergegas pergi dari restoran tersebut.
“Arandra!” teriak sang Mama. Namun Arandra tak bergeming. Tiba-tiba Pak Danu menegang dadanya menahan sakit.
“Astaga! Papa!” Pekik Sang Mama lalu memapah Sang suami, Danu yang hampir terjatuh di lantai.
"Ndra! Papa kamu!”
"Astaghfirullah, Papa!” Arandra segera berlari menghampiri Pak Danu saat melihat Papanya kesakitan memegangi dadanya
Keluarga Ariana pun bergegas keluar saat mendengar teriakkan Ibu Rena istri pak Danu. Mereka keluar melihat apa yang terjadi pada pak Danu
“Om, bagaimana kondisi papa ?” tanya Arandra saat dokter selesai memeriksa pak Danu. kebetulan Dokter yang memeriksanya adalah Omnya sendiri. Adik bungsu dari sang Ibu. Usianya pun hanya terpaut 2 tahun yaitu 27 tahun.
“Papamu terkena Serangan jantung ringan. Tapi kalau bisa jangan membuat Papamu stres, tertekan. Turuti saja kemauannya. Papamu Sudah tua, kamu harus membahagiakannya.”
“Sykukurlah!” Arandra mengusap wajahnya tanda leda sakit sang Papa tidak parah. Namun tidak di ketahui Arandra yang sebenarnya adalah Pak Danu hanya berpura-pura dan bersekongkol dengan sang dokter, Radit. Agar Arandra mau di jodohkan dengan Ariana.
Keluarga Ariana pun turut prihatin dengan kondisi pak Danu, sebab tidak mengetahui jika sakitnya hanyalah akal-akalan pak Danu saja. Mereka hanya menyimak apa yang disampaikan dokter. Ariana hanya duduk melihat Arandra.
"Om, boleh lihat Papa?”
“Silahkan.”
Arandra kemudian masuk kedalam ruang perawatan Papanya diikuti yang lain. Arandra menghampiri Pak Danu
Arandra melihat Papanya yang sedang memejamkan mata lalu memegang tangan papanya. Terlihat sang papa memang sudah tua begitu juga dengan sang Mama. Perlahan pak Danu membuka mata dan melihat Putranya.
"Ndra ...," lirihnya.
"Papa jangan banyak bicara dulu. Istirahat saja.”
"Iya, nanti Papa istirahat jika kamu mau menerima perjodohan ini,” ujar pak Danu dengan suara lemahnya yang di buat-buat.
"Pa ....”
“Papa ingin hari ini juga kalian bertunangan.”
"What...!” teriak Ariana dan langsung dibekab oleh kakaknya, Aris. Semua mata tertuju pada Ariana.
"Diam, om Danu lagi kayak gitu kamu teriak,” pekik Aris dan masih membekap mulut Ariana.
"Habisnya main tunangan-tunangan aja,” grutu Ariana kesal.
"Pa, apa harus secepat itu? kita kan butuh mempersiapkan semuanya, tunggu papa pulih dulu ya,” Sela sang Mama, Rena.
"Baiknya tunggu kau pulih dulu, Dan. Sekalian Kita Persiapan yang harus kita persiapkan untuk acara anak-anak kita!” sambung pak Johan, Papa Ariana.
"Baiklah. Minggu depan kalian akan tunangan.” lirih Pak Danu melihat Arandra dan Ariana pasrah.
"Bagaimana, Riana?” tanya pak Danu pada Ariana.
"Sebenarnya Ariana tidak mau, Om. Ariana masih sekolah dan pengen kuliah.”
"Kamu masih bisa sekolah Dan kuliah kok. Malah enak, kan. Punya guru calon suami sendiri.” goda Pak Danu membuat tawa, Namun Ariana dan Arandra hanya diam.
"Terserah kalian sebagai orang tua.” Ariana pun keluar, ia tidak tahu harus mengatakan apa. Disisi lain ia bahagia dan senang, seorang Arandra justru di jodohkan dengannya. Namun ia juga masih ingin bersekolah dan menyelesaikan pendidikannya.
Arandra kemudian mengikuti langkah Ariana yang keluar dari ruangan. Ariana duduk di kursi tunggu, ia merenung apakah harus menerima perjodohan ini atau tidak. Walau dalam hatinya begitu senang, tetapi ia juga memikirkan, apakah Arandra menerima atau terpaksa menerima perjodohan tersebut.
Arandra melihat Ariana, kenapa ia harus di jodohkan dengan gadis yang menurutnya bar-bar di sekolah, suka bolos dan berkelahi.
"Kau setuju dengan perjodohan ini?" tanya Arandra saat duduk di sebelah Ariana.
"Terpaksa! Karena melihat om Danu seperti itu! Bapak sendiri?”
"Sama seperti dirimu! TERPAKSA! Ya ... walau aku tahu, kau sebenarnya suka padaku?” tebak Arandra karena selama ini Ariana diam-diam terus memperhatikannya.
“Ih ... bapak ge'er! Ngapain saya suka sama Bapak, Bapak itu terlalu tua untuk saya! Jangan-jangan, Bapak yang diam-diam suka sama saya!” Ariana melihat tajam ke arah Arandra.
"Tidak usah mimpi sebelum tidur, bocah! Mana mungkin aku suka bocah ingusan, lempeng gak ada bentuk kayak kamu!”
"Liat saja nanti. Bapak pasti suka dengan saya!”
"Itu tidak mungkin!” Arandra kemudian meninggalkan Ariana begitu saja. Mana mungkin ia menyukai muridnya sendiri yang menurutnya masih bocah. Walau usianya sudah 18 tahun.
"Dasar guru sok ganteng! Eem... Memang ganteng, sih! Ah, bodo' Ah. Mending aku pulang.” Ariana kemudian menyusul orang tuanya dan berpamitan dengan keluarga Arandra untuk pulang lebih dulu, dengan alasan mengerjakan tugas sekolah yang belum selesai.
Keesokan harinya. Ariana terburu-buru masuk ke kelasnya. Ia berlari begitu kencang sebab ia sudah terlambat. Apalagi saat ini jam pelajaran calon tunangannya.
Ariana mengetuk pintu sambil melihat Arandra sedang menulis dipapan tulis. Arandra melihat ke arah sumber suara dan menatap Ariana datar.
"Maaf, Pak. Saya terlambat. ” Ariana takut menatap mata Arandra.
"Duduk!” Jawab Arandra datar, lalu Ariana menuju bangkunya.
"Eh, kamu tumben terlambat?” lirih Rasty yang duduk satu bangku dengannya.
"Mobilku masuk bengkel, tadi aku naik angkot!” jawab lirih Ariana, walau begitu masih terdengar di telinga Arandra, sang guru.
"Ariana! Kerjakan soal di depan!” titah Arandra tiba-tiba, membuat Ariana terkejut dan sesaat melongo melihat Arandra.
"Tapi, pak! Saya belum mengerti materi yang itu!”
"Maju, kerjakan!” Arandra mengarahkan tangannya ke arah Ariana sambil memegang spidol.
Ariana dengan kesal maju ke depan lalu meraih spidol dari tangan Arandra. Ia membaca soal matematika yang di berikan sang guru. Arandra berdiri di belakangnya sambil menyilangkan tangannya di dada dan melihat Ariana dari belakang.
"Ayo kerjakan," ucap Arandra.
"Is ... sabar kenapa. ini saya lagi mikir,” gumam Ariana sambil melihat tulisan penjelasan materi di sebelah soal yang akan ia kerjakan.
Ariana mulai mengerjakannya dan terus di perhatikan Arandra. Sesekali Arandra mengkoreksi jawaban dari Ariana.
"Kerjakan dulu soal X nya.”
"Oh, iya.” Ariana sekila melihat Ariana.
"Kenapa bisa terlambat?” tanya pelan Arandra.
"Naik angkot, mobil saya masih dibengkel."
Arandra sekilas melihat wajah cantik Ariana, Ia pikir Ariana gadis yang manja dan hanya menikmati fasilitas dari orang tuanya.
"Sudah,pak!” ucap Ariana melihat Arandra.
"Hm, duduk!” Arandra mengulurkan tangannya untuk meminta spidolnya. Ariana pun memberikannya sedikit kasar kemudian kembali ke bangkunya.
“Ok! siapa lagi yang belum paham soal Aljabar!”
Semua saling pandang, ada yang mengangguk mengerti, ada yang menggaruk rambutnya, Ada yang pura-pura mengerti.
"Semua Diam, saya anggap kalian paham, Ariana, sudah mengerti?” panggil Arandra saat melihat Ariana menulis jawaban di bukunya.
"Sudah pak!”
"Baiklah, Kita lanjut materi berikutnya! Yaitu persamaan linier!”
Arandra kemudian menuju mejanya dan duduk di kursinya sambil membuka buku materi yang akan di sampaikan sambil menunggu semua murid selesai mengerjakan soal yang ia berikan. Sesekali ia melihat Ariana yang begitu serius mengerjakan soal.
"Apa iya nanti dia jadi istriku! Ya Tuhan, papa ... memenganya tidak ada gadis lain!” batin Arandra lalu ia bangkit sambil membawa bukunya.
"Sudah semua?” tanya Arandra.
"Sudah, Pak!“ Arandra pun menghapus papan tulis lalu menuliskan judul materi selanjutnya. setelahnya ia menjelaskan materinya. Ariana pun menyimak dengan baik, walau hatinya berkecamuk saat pandangan mereka bertemu.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!