NovelToon NovelToon

MENGEJAR CINTA MAS-MAS DINGIN

Penyesalan Darren Dan Rossi

Assalamu'alaikum, terima kasih banyak bagi pembaca setiaku, semoga kalian tidak ada bosan dalam membaca novel receh saya ini dan saya mengucapkan selamat menjalankan ibadah puasa, semangat terus, ya, sampai tiba di hari yang fitri.

****

Rossi, kepergianmu membuatku sadar tentang apa yang sebenarnya aku rasakan, Rossi... dapatkah kita mengulang semua keindahan, kehangatan dari semua masa lalu manis kita? Lalu, kenapa kamu pergi, Ross? Apakah untuk menghukumku atau menyadarkanku apa arti dirimu?

Aku sudah menyadari saat itu juga, tapi, kenapa kamu belum juga kembali? ~ Darren.

****

Darren, aku pergi karena ingin melupakanmu, tapi, aku tidak yakin karena semakin ku berusaha, aku semakin jatuh terlalu dalam, dalam perasaan yang melukai hatiku yaitu mencintaimu.

Darren, tahukah kamu betapa tersiksanya aku yang selalu berusaha, berusaha melupakanmu, di sini, seorang diri.

Ku berharap, saat pulang nanti, aku tidak lagi berjumpa denganmu jika itu hanya menyakiti perasaanku. Darren, cintamu sangat sulit untuk ku gapai, bagaikan bulan yang merindukan matahari. ~ Rossi

Waktu terus berlalu, setelah kepergian Rossi, Darren menjadi pendiam, ia tak banyak bicara apalagi dengan orang baru, hanya teman-temannya lah yang menghibur saat dirinya mengatakan kalau sangat merindukan Rossi.

Satu tahun kemudian...

Darren, pria dingin yang memilih untuk menyibukkan dirinya dengan bekerja itu sedang meluangkan waktu untuk adik tercintanya, perbedaan keduanya sangat jauh, sehingga banyak orang mengira kalau Lovely adalah putrinya.

Contohnya seperti sekarang ini, Darren mengajak Lovely bermain di taman dekat komplek tempatnya tinggal itu mendapatkan perhatian dari ibu-ibu yang juga sedang mengajak anak-anaknya bermain.

Terlihat, Darren sedang berada di jarak cukup jauh yaitu dua meter dari Lovely berdiri, Lovely yang berusia 1 tahun lebih itu masih belajar berjalan.

Lalu, ada seorang ibu yang memuji Darren sebagai Ayah idaman.

"Wah, Masnya Ayah idaman sekali, ya," pujinya dan tentu saja, Darren tidak senang mendengar pujian itu. Darren menjawab, "Dia adik saya."

Setelah itu, Darren segera menggendong Lovely, ia membawa Lovely ke mall, ke tempat Ibunya berada.

Ya, Viona melebarkan sayapnya, ia membuka toko di mall itu, tentu saja itu semua dukungan dari Sam.

"Aku harus pergi," ucap Darren pada Viona seraya memberikan Lovely padanya.

Tetapi, Lovely yang lengket dengan kakak tampannya itu tak mau lepas. Lovely menempel di lengannya.

Darren tersenyum melihat itu dan Darren membuat perjanjian dengan adik kecilnya, "Kita makan dulu, mau? Tapi, setelah makan, Lovely sama Mami, ya. Kakak harus kembali bekerja."

Lovely yang menempel di lengannya itu mengangguk. "Aku ajak dia makan dulu," kata Darren pada Viona dan Viona mengangguk.

"Mereka lucu juga," batin Viona, setelah itu, Viona kembali ke toko, ia membantu customer memilih dengan sesuai yang dibutuhkan.

Dan Darren pun membawa Lovely untuk makan di salah satu restoran dekat toko Viona.

Di sana, Darren yang pergi hanya berdua dengan Lovely itu mendapatkan perhatian dari gadis-gadis dan wanita muda.

Salah satu dari mereka ada yang nekat mendekat, memberanikan diri untuk ikut bergabung.

"Halo, cantik. Di mana Ibumu? Boleh Tante ikut bergabung?" tanya wanita yang berpakaian seksi, ia mengira kalau Darren adalah duda muda dan dirinya ingin mendaftarkan dirinya untuk menjadi ibu sambung.

Dan Darren menatapnya datar, mendapatkan tatapan seperti itu, wanita itu pun bangun, ia merinding sampai bulu halusnya itu berdiri.

"Astaga, dia manusia atau vampir? Kok dingin sampai merinding, pantes saja jadi duda, padahal masih muda," gumam wanita itu seraya terus berjalan.

Darren hanya menarik nafas, lalu, seraya menunggu pesanannya datang, Darren mengambil ponselnya dan saat itu juga Lovely turun dari duduknya, gadis kecil berkuncir dua yang belum begitu pandai berjalan itu melihat eskalator dan mulai penasaran.

Beruntungnya Lovely karena ada gadis muda yang menggendong ransel segera menggendongnya.

"Adik kecil, di mana Papa dan Mamamu?" tanya gadis itu dan Lovely yang tidak mengenal pun meronta, ia meminta turun dan karena itu mereka dihampiri oleh satpam.

Gadis itu dikira telah menculik Lovely.

"Tidak, aku bukan penculik, Pak satpam bisa lihat dari kamera pengawas kalau saya hanya menolongnya," ujar gadis itu yang belum di ketahui namanya.

Lalu, teman si gadis itu pun membela, "Ya, benar. Kami melihat adik kecil ini hampir naik ke eskalator dan tanpa orang tua."

Untuk membuktikan, satpam pun membawa dua gadis itu untuk ke pos satpam.

Dan belum sampai, mereka berpapasan dengan Darren yang panik, Darren yang melihat Lovely dalam gendongan orang asing itu segera mengambilnya.

"Lovely, kamu kemana, sayang?" peluk Darren, ia sangat khawatir, takut tidak akan menemukan adiknya lagi.

"Punya anak dijaga, dong!" kesal di gadis itu dan Darren yang matanya sudah basah itu menatapnya.

"Terima kasih," ucap Darren dan Darren yang berbalik badan itu ditahan oleh satpam.

"Maaf, anda siapanya?"

"Saya kakaknya," jawab Darren yang masih memeluk Lovely.

"Hmmm, Bapak jaman sekarang, maunya dipanggil Kakak!" cibir gadis itu seraya bersedekap dada.

"Sudah, sudah... lebih baik kita pergi, ini bukan urusan kita," kata teman gadis itu, lalu, keduanya pun pergi meninggalkan Darren, Lovely dan satpam.

Setelah itu, satpam yang melihat kedekatan Darren dan Lovely pun tak meragukan lagi. "Dijaga anaknya baik-baik, jangan sampai lepas dari pengawasan," kata satpam dan Darren mengangguk.

Setelah itu, Darren mencium gemas pipi Lovely yang gembul.

"Kita batal makan, ya. Karena kamu nakal!" kata Darren, ia mengembalikan Lovely pada Ibunya.

"Maaf, tadi Lovely hampir hilang," kata Darren dan Sam yang sudah berdiri di belakang Darren itu terkejut.

"Apa, hilang?"

Darren, Viona dan Lovely pun melihat kearah Sam.

Darren menggaruk tengkuknya.

"Iya, hampir hilang, bukan hilang," jawab Darren, setelah itu, Darren pamit pada Sam, lalu pada Viona.

Tanpa Darren sadari, ternyata gadis yang menyelamatkan Lovely itu ada di toko Viona dan gadis tersebut mendengar percakapan mereka. "Oh, jadi benar, gadis kecil itu bukan anaknya," gumamnya dalam hati.

****

Di Jepang, Rossi baru saja selesai mandi, ia melihat foto Sarah yang terpajang di meja dan betapa bodohnya Rossi, ia masih menyimpan foto Darren dan foto itu ada di balik foto Sarah.

"Mah, sebentar lagi Ross pulang," kata Rossi seraya mengeringkan rambutnya menggunakan handuk kecil.

Lalu, Rossi membalik foto Sarah sehingga wajah tampan Darren lah yang terlihat.

"Hai, apa kabarmu? Aku baik, oia, hari ini, pekerjaan ku sangat menumpuk, tapi tidak apa, itu sedikit membuatku sibuk, tapi, tetap saja, aku selalu sibuk memikirkanmu!" ucap Rossi yang sedang menyapa foto Darren.

Lalu, Rossi duduk di tepi ranjang, ia mengusap matanya yang basah.

"Sampai kapan, Ross. Ayolah, jangan jadi wanita bodoh!" kata hati Rossi tapi bukan yang paling dalam karena di dalam sana nyatanya, Rossi masih memendam rasa.

"Tunggu aku pulang, Darren! Ku akan membuatmu menyesal!" kata Rossi dan sebenarnya Darren pun sudah menyesali kepergiannya.

Apakah nantinya Darren akan berterus terang pada Rossi?

Bersambung.

Mohon dukungannya berupa like, komen, subscribe dan juga vote/giftnya, ya. Oia, jangan lupa untuk rate bintang lima supaya semangat uppnya. ☺

Bimbang

Darren kembali ke kantornya dan apa usaha yang Darren dirikan?

Ya, Darren adalah anak dari pengusaha kaya, tetapi, Darren tidak mau bergantung pada ayahnya.

Dan Darren membangun usahanya sendiri di bidang travel dan ekspedisi.

Sekarang, Darren yang sedang duduk di kursi kebesarannya itu di temani oleh temannya, teman dari semasa duduk di bangku SMA.

"Ren, kenapa kamu tidak jujur sama Rossi?" tanya Justin, sahabat Darren.

"Mau jujur yang bagaimana? Dia mengganti nomor ponselnya dan kamu tau, hanya aku yang tidak dikirimi kabar olehnya," dengus Darren pada Justin.

Justin menarik nafas, ia merasa gemas pada Darren dan Rossi, keduanya sama-sama rindu, tapi, sama-sama tidak mau mengatakannya langsung.

"Ya sudah, kalau nanti ada yang ngembat Rossi, jangan nangis kamu!" kata Justin seraya menyulut rokok yang diapitnya.

Lalu, Darren mengambil rokok itu, Darren membuangnya ke lantai dan diinjaknya. "Kamu tau, aku tidak suka asap rokok!" protes Darren dan Justin menatapnya tajam.

Setelah itu, Justin mengambil jasnya, ia keluar dari ruangan Darren.

"Aku mau ke kelab, cari cewek, ikut?" tanya Justin yang masih berdiri di pintu.

Dan karena tak ada jawaban, Justin pun menutup pintu itu dan tidak lagi mengganggu ketenangan Darren.

Dan setelah mendengar nama Rossi, Darren pun menjadi kesal, ia melampiaskan perasaannya dengan terus bekerja.

Lalu, Darren yang masih terus memikirkan ucapan Justin itu pun mengambil ponselnya, ia menatap pesan dari Justin yang mengirimi nomor Rossi.

"Astaga, ok... Ross, kita lihat, siapa dulu yang akan menghubungi!" ucap Darren, setelah itu, Darren kembali menyimpan ponselnya ke saku celananya, lalu, Darren bangun dari duduk.

Pria tampan dengan berewok tipis itu merasa lapar dan memilih untuk pulang.

Di jalan, Darren harus mengerem mendadak saat tiba-tiba sebuah motor berhenti tepat di depan mobilnya.

Darren hanya diam, ia sedang menunggu dan memperhatikan gadis yang sedang turun dari motornya, lalu, gadis itu mendorong motornya ke tepi dan saat Darren melewatinya, ia masih ingat dengan wajah itu, wajah gadis yang telah menolong Lovely di mall siang tadi.

Tidak ada yang Darren lakukan, bahkan berniat untuk memberikan bantuan pun tidak dan Darren sempat melihat dari spionnya, terlihat kalau gadis itu mencoba menghubungi seseorang, lalu, datang dua preman yang berniat merampas ponsel dan dompetnya.

Darren menghentikan mobilnya dan masih memperhatikan dari spion.

"Tolong atau tidak?" tanya Darren dalam hati.

Dan untuk membalas budi, Darren pun memilih untuk menolong.

Darren turun dari mobil dan menghampiri gadis yang mengenakan helm bulat berwarna putih.

"Kenapa motornya?" tanya Darren yang sedang berjalan mendekat dan gadis itu melihat kearah Darren. Melihatnya, ia pun segera berjalan dan berlindung di belakang Darren.

"Tolong, motorku mogok dan mereka merampas ponsel," kata si gadis seraya menyentuh lengan Darren dan Darren segera menurunkan lengan itu.

"Bukan muhrim!" kata Darren dengan begitu datarnya.

Lalu, Darren meminta pada dua preman itu untuk mengembalikan ponsel hasil rampasannya.

"Tukar uang, kami mau beli minum, nanti ponsel ini saya kembalikan," jawabnya.

"Tidak ada uang!" kata Darren.

"Maka tidak ada ponsel!" kata si preman seraya berbalik badan dan berlalu begitu saja.

Tentu saja, Darren tidak membiarkan mereka pergi dengan ponsel itu, Darren menahan dengan menepuk bahu si preman yang berjaket hitam.

Bugh! Darren langsung meninju dan seketika preman itu merasa pusing, darah keluar dari hidungnya, lalu, jatuh pingsan.

Sekarang, Darren berhadapan dengan satu preman.

"Setan!" umpat si preman seraya melayangkan tinjunya dan Darren menghindar, segera Darren mengambil tangan itu untuk dipelintir.

Karena kesakitan, preman pun meminta ampun, Darren melepaskan dengan kasar sehingga preman itu tersungkur.

Lalu, Darren mengambil ponsel yang tergeletak di aspal tanpa menghiraukan dia preman itu.

Darren menatap tanpa ekspresi dan segera berbalik badan, ia berjalan ke arah si pemilik ponsel dan belum sampai Darren sudah mendapatkan tikaman dari belakang.

"Aaaakh!" pekik Darren, ia segera menekan pinggangnya yang terluka.

Dan secepat kilat, preman yang menikamnya itu sudah lari terbirit-birit sampai ia meninggalkan temannya.

Gadis itu panik dan karena paniknya itu, ia sampai tergagap, tidak tau harus berbuat apa.

Bahkan untuk berteriak pun tidak bisa, apa yang terjadi dengan gadis itu?

Darren yang terluka itu mencoba tetap kuat, ia mengembalikan ponselnya dan bertanya, "Kamu bisa nyetir?"

Gadis yang tergagap itu hanya bisa menggeleng.

"Ck!" decak Darren seraya berjalan perlahan ke arah mobilnya dan Darren mendengar suara orang jatuh, orang itu adalah gadis yang ia tolong.

Darren yang melihat itu merasa pusing dan Darren yang baru saja membuka pintu mobilnya pun ikut terjatuh.

****

Di rumah Sam, pria itu sedang duduk bersama dengan istrinya dan juga Sarah di ruang tamu.

Darah sedang berpamitan dengan keluarga Sam.

"Apakah kamu menjual rumah itu?" tanya Sam pada Sarah.

"Tidak, rumah itu akan ku jadikan kos-kosan putri, kamu tau sendiri, di sini cukup strategis," jawab Sarah.

"Apa yang membuat Tante pindah? Apa itu kemauan Rossi?" tanya Vio seraya menatap Sarah.

"Iya, dia ingin suasana baru," jawab Sarah seraya menatap Viona.

"Iya sudah, aku harus pamit, besok aku mulai pindahan, kalau aku dan Rossi punya salah, tolong dimaafkan, ya!" kata Sarah. Setelah itu, ia bangun dari duduk.

Sam dan Vio pun ikut berdiri.

"Iya, juga sebaliknya. Sepertinya, aku yang terlalu banyak salah," kata Sam.

"Ya, memang. Salahmu banyak, dari menolakku dan selalu menolak masakanku!" jawab Sarah seraya menatap Sam.

"Ehem," Vio berdehem, mengingatkan keberadaannya.

"Iya, aku hanya bercanda," ucap Sarah seraya mengusap lengan Viona.

Dan saat itu juga, ponsel Sam berdering, setelah menerima panggilan dari Dandi, Sam pun menjadi panik.

"Apa? Di rumah sakit?"

"Siapa yang sakit?" tanya Viona.

"Darren di rumah sakit," jawab Sam.

Singkat cerita, sekarang, Sam dan Viona sudah ada di ruang rawat Darren dan Darren yang sudah membuka matanya itu melihat semua orang berdiri berjajar di samping brangkarnya.

Dan tatapan Darren berhenti pada gadis yang sedang menggigit ujung lengan jaketnya.

****

Di Jepang, Rossi yang sudah terlelap itu mendapatkan pesan dari Sarah, ia mendengar kabar kalau Darren ada di rumah sakit.

Rossi yang menyipitkan mata itu mengambil kaca matanya dan setelah terlihat jelas, Rossi pun membulatkan mata.

Rossi segera membalas pesan dari Ibunya. "Mah, apa yang terjadi, kenapa dengan Darren?"

"Dia berkelahi dengan preman," jawab Sarah singkat.

"Astaga, apa sekarang dia jadi berandalan?" gumam Rossi dalam hati dan setelah mengetahui apa yang terjadi dengan Darren, Rossi kembali meletakkan ponselnya ke ranjang.

Rossi menarik rambutnya frustasi. Lalu, Rossi kembali mengambil ponselnya, ia mencari nama Darren yang tersimpan rapih di sana.

Tetapi, Rossi hanya menatap, ia ragu antara harus menghubungi atau tidak.

Bersambung.

Dukung authornya, ya. Dengan like dan komen, jangan lupa difavoritkan juga, ya.

Yang baik hati boleh kasih bintang lima dan vote/giftnya. Terima kasih yang sudah mendukung.

Menangis Sendiri

Yang sedang ditatap pun menjadi merasa bersalah, ia segera meminta maaf dan mengucapkan terima kasihnya.

"Terima kasih dan maaf karena saya Mas jadi terluka," lirihnya.

"Hmm," jawab Darren.

Lalu, Darren beralih menatap Sam yang bertanya, "Kenapa kamu tidak hubungi Papi, itulah kamu, kamu harus belajar ilmu bela diri lagi, masa kalah sama preman!"

Setelah mengatakan itu, Sam merasakan cubitan di pinggangnya, Viona lah yang mencubit dan demi menjaga imagenya, Sam harus menahan cubitan itu supaya tidak ada yang tau kalau Sam adalah suami takut istri.

Tetapi, itu tidak lepas dari penglihatan Darren, Darren tersenyum melihat tangan Vio ada pinggang Papinya.

"Darren tidak apa-apa, Pi. Sudah malam lebih baik kalian pulang, kasian Lovely sendiri di rumah," kata Darren seraya menatap Sam.

"Biar Papi yang teman kamu di sini, adik kamu sama Mami," jawab Darren dan Viona setuju dengan itu.

Apa yang diucapkan Sam membuat gadis yang Darren selamatkan itu bertanya-tanya, "Apa wanita ini istrinya? Kok, awet muda sekali, sampai terlihat seumuran sama Mas Darren," ucapnya dalam hati.

Lalu, ia menatap Darren saat Darren juga menyuruhnya pulang.

"Baik, sekali lagi terima kasih," ucapnya, "dan maaf karena tadi siang telah bicara tidak sopan," lanjutnya, ia mengangguk dan segera pamit.

Setelah itu, Darren mendapatkan pertanyaan dari Sam, "Siapa dia? Apa dia pacarmu?"

"Darren tidak kenal, Pi," jawabnya.

Dan Sam merasa kalau Darren berbohong ketika ingat dengan perkataan gadis itu yang meminta maaf atas perkataannya tadi siang.

"Hmm," jawab Sam.

Setelah itu, Sam menyuruh Dandi untuk mengantarkan Viona, "Antar istriku pulang dengan selamat dan ingat jangan sampai kamu macam-macam!"

"Baik, Tuan." Dandi mengangguk.

"Aden, cepat pulih, saya permisi," pamit Dandi pada Darren.

"Terima kasih, sudah menolong," ucap Darren.

"Hanya kebetulan, Den," jawab Dandi dan Darren tersenyum.

Setelah itu, Viona pamit pada semua orang, lalu, Dandi segera mengantar Viona, Dandi juga membukakan pintu ruangan itu untuknya.

Lalu, Vio dan Dandi melihat kalau gadis yang Darren selamatkan itu masih ada di depan ruangan.

"Kamu, kenapa masih di sini?" tanya Vio seraya menatap gadis itu.

"Motor saya mogok, boleh saya menumpang?" tanyanya seraya menatap Viona.

"Sepertinya kita tidak searah, sebentar, biar dia pesankan taksi on-line," jawab Vio.

Dan Dandi pun segera memesankan, tidak hanya itu, Dandi dan Vio menemani gadis tersebut sampai taksinya datang, Vio juga membayarkan ongkosnya.

"Terima kasih, Mbak," kata gadis tersebut dan Viona tersenyum.

****

Singkat cerita, sekarang, Vio sudah sampai di rumah dengan selamat. Tidak hanya Vio, gadis itu pun selamat sampai tujuannya.

Gadis itu yang sudah sampai di depan rumah sederhananya tak berani mengetuk pintu. Lalu, ia segera ke belakang, membuka pintu belakang yang ternyata tidak terkunci.

Perasaannya menjadi aneh dan benar saja, di balik pintu itu sudah Ayahnya yang berdiri dengan berkacak pinggang.

"Kamu tau ini jam berapa?" tanya pria berbadan tinggi, kekar dan berkulit coklat.

"Maaf, Ayah. Je-" ucapan itu terpotong saat Ayahnya tidak mau tau alasan apapun itu.

"Masuk dan Ayah tidak menerima penjelasan apapun!" ucapnya.

Gadis itu yang bernama Je pun masuk, ia menarik nafas dalam, hidup berdua dengan ayahnya saja itu membuatnya sangat kesepian, karena tidak ada sosok Ibu yang menanyakan kabarnya, apa yang baru saja dilaluinya.

Sementara itu, di Jepang, Rossi baru saja membuka matanya, tiada hari tanpa bekerja.

Rossi yang menurunkan kakinya ke lantai itu merenggangkan otot-ototnya.

"Ya, aku harus bisa, pasti bisa, aku pasti bisa, untuk apa aku mengkhawatirkannya, di sana dia tidak sendiri!"

Setelah itu, Rossi pun bersiap untuk bekerja, selesai bersiap, di depan kamarnya itu sudah ada pria Jepang yang menunggunya.

Ya, pria itu tergila-gila dengannya dan tidak ada kata bosan menunggu Rossi untuk mengatakan 'ya'.

Rossi tersenyum dan keduanya yang bekerja satu kantor pun berangkat bersama.

****

Di rumah sakit, Darren yang merasa sudah lebih baik itu meminta pulang dan Sam melarangnya.

"Pi, Darren baik-baik saja." Darren memaksa turun dan Sam tak bisa melarang putranya, ia pun membuat perjanjian, "Ok, pulang tapi harus ke rumah Papi!"

"Pi, Darren tidak mau!" Jawa Darren.

"Tenang saja, kamu tidak akan melihat Rossi atau Sarah lagi, hari ini mereka pindah," kata Sam.

"Pi, Rossi sudah lama tidak ada di sini, lalu, kenapa Tante Sarah pindah?" tanya Darren seraya menatap Sam.

"Apa karena Darren, Pi? Papi bisa bilang sama mereka kalau Darren tidak akan menginjakkan kaki di tanah sana lagi," kata Darren terdengar lemas.

"Bodoh kamu, rumah Papimu di sana, apa kamu tidak akan pernah ke rumah Papi lagi?" gerutu Sam seraya membantu Darren untuk turun.

"Bukan begitu, Pi. Tapi Darren merasa kalau Tante Sarah pindah itu karena Darren, karena Darren Rossi pergi, Pi. Wajar apabila Tante Sarah membenci Darren," jawabnya.

"Jangan berpikir seperti itu, mereka membutuhkan suasana baru," kata Sam.

Lalu, Sam memanggil putranya, "Ren."

"Iya, Pi." Darren menengok dan mulai duduk di kursi yang tersedia.

"Mau sampai kapan kamu terus menyalahkan diri sendiri? Kalau begitu, apa kamu menyukainya?" tanya Sam.

Darren terdiam, ia tidak mau menjawab, justru, Darren meminta pada Sam untuk cepat mengurus kepulangannya.

"Baiklah," kata Sam yang kemudian keluar dari ruangan.

"Ross, aku sakit, Ross," lirih Darren, pria itu menarik nafas dalam.

****

Di rumah Je, gadis itu baru saja membuatkan sarapan dan terlihat Ayah Je sudah siap dengan pakaian dinasnya, ya, Ayah Je adalah petugas kelurahan dan tahun ini akan mencalonkan diri sebagai ketua rt di tempatnya.

"Ayah, Je akan sangat sibuk karena Je harus bekerja juga kuliah," kata Je yang sedang menuangkan air minum untuk ayahnya.

"Jangan kecewakan Ayah, kamu sebagai perempuan harus bisa jaga diri, jangan mudah termakan dengan rayuan pria!" pesan Ayah Je yang sedang mengambil nasi goreng buatan putrinya.

Dan Je yang sudah hapal dengan kalimat itu tersenyum.

"Tidak usah tersenyum, tersenyum tidak akan membuatmu kenyang, cepat makan!" kata Ayah Je yang padahal sama sekali tidak melihatnya.

Dan setelah sarapan, Je pun harus bekerja di salah satu restoran yang ada di mall.

****

Di rumah Sarifah, Darren baru saja kembali, ia meminta untuk sendiri dan Sam menatapnya datar.

"Kenapa? Kenapa kamu tidak mau Papi temani?" protes Sam.

"Papi harus bekerja," kata Darren yang sekarang berbaring di sofa ruang tengah.

"Sudah ada Dandi, kamu tidak perlu khawatir, Nenekmu sudah tidak ada, siapa yang akan menemanimu di sini?"

"Papi, Darren ingin istirahat," timpal Darren dan Sam menarik nafas. Lalu, Sam segera berpesan pada bibi yang sedang membawakan minuman hangat.

"Bi, tolong cepat kabari saya kalau terjadi apa-apa dengan anak ini!" perintahnya dan bibi mengiyakan.

Sekarang, Darren hanya sendiri di ruangan itu, ia menatap langit-langit dan tak terasa air matanya menetes.

Itukah alasan Darren meminta untuk sendiri? Supaya tidak ada yang melihatnya menangis?

Ya, benar. Itulah Darren, ia menangis karena perasaannya, perasaan merasa bersalah, merasa bodoh dan tidak tau harus apa sebagai seorang pria.

Bersambung..

Dukung authornya, ya. Dengan like dan komen, jangan lupa difavoritkan juga, ya.

Yang baik hati boleh kasih bintang lima dan vote/giftnya. Terima kasih yang sudah mendukung.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!