"Okay, latihan kita hari ini sudah cukup.Kalian berlatih lagi di rumah dan kita akan bertemu lagi minggu depan." Mentari mengakhiri kelas tarinya untuk hari ini.
"Kak lomba dance untuk tingkat nasional bulan depan apa kita jadi ikut?" tanya Lea.
"Jadi dong. Mulai Minggu depan yang terpilih akan mulai latihan intens. Are you ready guys ?" Mentari berusaha memberi semangat pada anak didiknya
"Ready!!" jawab penuh semangat anak didik Mentari.
Mentari tersenyum bahagia melihat kekompakan dan perkembangan penguasaan tari anak-anak didiknya.
Kini saatnya dirinya pulang setelah seharian beraktivitas.
Setelah murid-muridnya satu per satu meninggalkan Sanggar. Kini giliran Mentari pun meninggalkan sanggar tari tempatnya berlatih dan bekerja.
Mentari adalah gadis yatim piatu ia hanya hidup bersama neneknya yang sudah tua renta.
Kedua orang tua nya telah meninggal dunia dalam kecelakaan tragis, saat menjemput si kecil Mentari sepulang sekolah. Kedua orangtuanya mengalami cidera yang sangat parah di kepala. Hingga merenggut nyawa mereka di tempat.
Syukurlah Mentari kecil hanya mengalami lecet dan memar yang tak berarti. Sejak saat itu Mentari kehilangan kedua pelindung dan penjaga serta sumber kasih sayangnya selama ini.
Tetapi karena Mentari kecil waktu itu masih terlalu kecil untuk memahami dan mengerti tentang arti kematian sesungguhnya. Ia pun belum memahami sepenuhnya apa yang telah terjadi serta imbas dari kecelakaan itu terhadap perjalanan kehidupannya setelahnya.
Sejak peristiwa itu Mentari hidup hanya berdua bersama neneknya. Mentari kecil pun sangat menikmati kebersamaan dengan sang nenek.
Mentari benar-benar belum mengerti dan memahami apa yang telah menimpa dirinya. Ia selalu menikmati dan mensyukuri hari-hari bersama sang nenek.
Nenek selalu mendidik, tentang rasa syukur dan menikmati hidup yang diberikan pada kita. Apapun itu bentuknya baik kebahagiaan ataupun kesedihan.
Karena keduanya diijinkan terjadi dalam hidup kita dengan alasan yang tepat. Baik kebahagiaan dan kesedihan yang kita alami selalu mempunyai alasan masing-masing dibalik itu. Dan hanya Tuhan lah yang tahu yang terbaik buat kita apakah dengan cucuran airmata ataukah sorak sorai kegembiraan.
"Aku pulang duluan ya!" pamit Mentari pada temannya.
Rumah Mentari dengan Sanggar letaknya tidak terlalu jauh. Ia biasa pulang pergi jalan kaki.Begitu pula malam ini.
Mentari melihat ke arah langit saat tubuh mungilnya diterpa angin malam yang bercampur air basah.Langit tampak gelap tidak ada satupun bintang terlihat disana.Bahkan sinar bulan pun seperti malu untuk menunjukkan sinarnya pada bumi.
"Sial sepertinya akan turun hujan nih." batin Mentari.Tiupan angin yang menerpa tubuh mungilnya sukses membuat Mentari memeluk tubuhnya menghangatkan diri
Mentari mempercepat langkah kakinya berlomba dengan turunnya air yang akan membasahi bumi.
"Pantas siang tadi udara sangat panas ternyata malam ini akan turun hujan." gumam Mentari.
"Bentar dong hujan, tunggu bentar ya. Beberapa blok lagi sudah sampai kok." tawar Mentari pada sang hujan.
Tetapi sang hujan Sepertinya tak mampu menunggu lebih lama lagi. Ia menumpahkan airnya ke bumi begitu saja dalam jumlah yang banyak.
Mentari pun kebingungan mencari tempat untuk berteduh. Gemuruh dadanya semakin berdetak keras. Walau di bawah guyuran air hujan tubuh Mentari berkeringat.
Mentari terus berlari sambil sebentar-sebentar mendongak ke atas.Sambil mulutnya menceracau tidak jelas.
Ketika ia melewati taman kota, Mentari melihat sebuah pohon besar yang kokoh berdiri dengan daun lebatnya di tengah taman.Pohon besar itu seolah memanggilnya untuk berteduh padanya.
Sesaat Mentari bimbang, ia pernah mendengar ada yang melarang untuk kita berteduh di bawah pohon ketika hujan turun.
Tetapi pohon itulah saat ini yang terdekat untuk ia jangkau, sebagai tempat berlindung. Ada yang sangat ia takutkan jika hujan turun. Karena itulah ia harus secepatnya mencari tempat berlindung.
Sedikit nekat Mentari pun berlari dan berteduh di bawah pohon yang terlihat kokoh tadi.
Ternyata dugaannya benar. Pohon ini memiliki daun yang sangat lebat sehingga mampu menahan dari tetesan air . Pohon ini adalah satu-satunya tempat terbaik untuk dirinya berlindung saat ini.
Tubuh Mentari menggigil kedinginan. Bajunya basah karena air hujan. Ia hanya berusaha menghangatkan tubuhnya dengan memeluk dirinya sendiri. Ada yang sangat ia khawatirkan bila hujan datang.
Dan benar saja. Tidak lama kemudian yang ia takutkan datang.Petir datang dengan suaranya yang begitu memekakkan telinga.Kilatan demi kilatan saling menyambar tanpa henti.
Suara menggelegar itu berulang beberapa kali hingga membuat Mentari tanpa ia sadari mencengkeram kuat lengan seseorang yang sedang berdiri disampingnya.
Mentari sangat pobia dengan suara petir dan kilatan cahayanya yang membuat dirinya kembali terbawa pada kenangan waktu ia mengalami kecelakaan bersama kedua orang tuanya dulu.
Lelaki di sebelah Mentari meringis menahan rasa sakit akibat cakaran kuku Mentari. Tetapi ia sengaja membiarkannya walaupun beberapa pengawal yang mengikutinya hendak memberitahu Mentari untuk menjauh dari tuan muda nya.
Tetapi laki-laki itu mencegahnya dengan memberikan kode pada pengawalnya untuk membiarkannya saja.Karena ia tahu gadis disebelahnya ini hanyalah ketakutan akan bunyi petir yang menggelegar.
Setelah petir pergi dan suasana malam kembali hening, hanya bunyi hujan yang masih mendominasi.
Mentari tersadar bahwa dirinya tadi mencengkeram kuat lengan seseorang di sebelahnya untuk menahan rasa takutnya pada petir dan teman-temannya.
"Maaf." ucap lirih Mentari saat ia menyadari kelancangannya tersebut.
Lelaki itu hanya tersenyum samar, sedikit menahan rasa sakit
Mentari pun melirik ke arah lengan lelaki itu tempat dimana ia tanpa sengaja berpegangan kuat padanya.
Ternyata meninggalkan bekas luka akibat cakarannya sewaktu mencengkeram kuat di lengannya tadi.
Mentari mencoba memeriksa lengan lelaki itu.Dan ternyata benar akibat dirinya lengan lelaki tak dikenalnya itu terluka .
Segera Mentari merogoh tasnya mencari sesuatu. Setelah dapat yang ia cari, lalu ia pun menempelkan plester luka pada lengan lelaki itu.
"Tarii!! " teriakan Andin sahabatnya yang melihat dirinya sedang berteduh.
Mentari pun menoleh dan melambaikan tangannya pada sahabatnya itu.
"Ayo ikut aku!" ajak teman Mentari
Tanpa pikir panjang Mentari langsung berlari dan meninggalkan lelaki itu sendiri bersama para pengawalnya.
Setelah Mentari menghilang dari pandangan bersama mobil yang membawanya. Langit menyentuh lengannya yang tadi sempat berdarah sedikit.
Ia tersenyum saat mengetahui plester di lengannya bergambar Doraemon.
Langit adalah anak tunggal dari keluarga Hadi Prawiro konglomerat terkenal di kotanya.
Karena persaingan bisnis yang tidak sehat. Langit sejak kecil selalu pergi di dampingi pengawal pribadinya untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.
Karena banyak yang mengincar proyek yang selalu dimenangkan oleh perusahaan ayahnya, sehingga musuh-musuh bisnis orang tuanya itu terkadang mengincar dirinya untuk menekan orang tua Langit.
Begitulah kehidupan Langit bagaikan burung di dalam sangkar emas. Tetapi Langit bukanlah anak manja walaupun kehidupannya serba berlebih.
Jiwa pekerja keras dan ulet yang diturunkan dari ayahnya mampu menjadikan Langit lelaki yang tangguh tetapi berhati lembut.
Langit memiliki wajah yang cukup tampan serta bertubuh tinggi dan kekar. Ia juga selalu mendapatkan nilai tertinggi di setiap jenjang pendidikan yang ia tekuni.
Beberapa kali juara bela diri jujitsu, karate dan Taekwondo. Walaupun bekal ilmu bela diri Langit sudah sangat mumpuni tetapi tetap saja keluarga mengharuskan pengawal pribadi Langit tetap mendampinginya kemana pun ia pergi
Ibarat kata orang, Langit adalah sosok menantu idaman emak-emak seluruh negeri.
...................................
Sudah tiga hari ini Mentari ijin tidak mengajar. Tubuhnya panas tetapi ia merasa kedinginan hingga menggigil.
Nenek dengan penuh kesabaran selalu mendampingi Mentari di sebelah tempat tidurnya untuk mengganti kain kompresnya.
Tok tok tok
"Nekk.... , nekk!" panggil Andin.
"Iya masuk saja. Nenek sedang jaga Mentari." jawab nenek lantang
"Nek..., Andin ijin bawa Mentari ke dokter ya. Gak bisa kalau didiamkan terus seperti ini.Kasihan Mentari." bujuk Andin.
"Din..., gak perlu aku sudah baikan kok. Mungkin besok, aku sudah sembuh dan kembali beraktivitas.." jawab Mentari.
"Kamu nih ya selalu saja bandel kalau disuruh ke dokter." ucap Andin
'Kamu demam sudah lebih dari dua hari naik turun terus. Aku gak mau tahu pokoknya hari ini kami harus ikut denganku ke dokter.Kalau tidak persahabatan kita selesai." ancam Andin.
Andin sengaja mengancam Mentari karena ia sangat mengenal watak sahabatnya itu yang sangat susah diajak ke dokter.Karena ia takut bila sampai disuruh rawat inap.
Mentari hidup sederhana dengan sang nenek. Keseharian mereka hanyalah dari penghasilan Mentari mengajar . Itupun tiap bulan harus hemat. Jadi mereka paling takut sekali dengan urusan Dokter ataupun Rumah Sakit karena terbentur biaya yang pastinya tidak sedikit bila sampai harus menjalani rawat inap.
Andin dengan sigap membantu Mentari untuk bangun dari tempat tidurnya."Ayo kalau kamu tidak ingin nenek sedih kita berangkat sekarang."
Mentari pun akhirnya menurut pada sahabatnya itu. Bagaimanapun juga ia tidak ingin merepotkan orang lain dan membuat nenek merasa sedih.
Setelah berpamitan pada nenek, Andin mengantar Mentari ke Rumah Sakit.
Sesampainya disana, mereka masih harus mengantri lagi untuk menunggu giliran nomer mereka dipanggil.
Sambil menunggu, Mentari mencoba mengecek suhu tubuhnya.Dan betapa terkejutnya mereka saat mendapati suhu tubuh Mentari dalam keadaan suhu tubuh normal yaitu.tiga puluh enam derajat.
Mentari dan Andin pun saling berpandangan."Tuh kan Din, aku bilang juga apa aku tuh baik-baik saja. Buktinya suhu tubuh aku normal kan?" protes Mentari.
Andin hanya terdiam heran."Bagaimana mungkin? dari kemarin suhu tubuh Mentari naik kenapa bisa turun sekarang?." batin Andin.
Andin memukul-mukul kepalanya bingung.Mentari duduk santai penuh kemenangan.
Andin melirik sahabatnya itu."Sepertinya kamu butuh healing." ucap Andin.
"Nona Mentari"panggil suster
"Tuh Tari nama kamu dipanggil!" senggol Andin.
"Oh iya.Tunggu sebentar ya." Kemudian Mentari pun masuk ke ruang periksa Dokter.
Beberapa menit berlalu, kemudian terlihat Mentari keluar dari ruangan periksa .
Andin menghampiri sahabatnya itu "Bagaimana Tar? Apa kata Dokter? " tanya kepo Andin.
"Kurang istirahat saja.Semua baik kok. Tekanan darah juga normal." jawab Mentari.
"Alhamdulillah.Yuk kita tebus obatnya "ajak Andin.
Merekapun berjalan beriringan menuju tempat pengambilan obat.
..............................................
Di tempat yang terpisah.
Kedua orang tua Langit sedang berdiskusi hebat tentang jodoh anaknya.
"Sudah waktunya Langit kita jodohkan sekaligus untuk memperkuat bisnis keluarga ini." kata Bapak Hadi ayah Langit.
"Apa papa sudah punya calon yang pas buat anak semata wayang kita itu?" tanya istri pak Hadi.
"Pasti nya. Ada beberapa calon sudah papa persiapkan untuk anak kita."
Hadi Prawiro adalah salah satu konglomerat terkenal di kota tempat mereka tinggal.
Di dunia bisnis keluarga Hadi Prawiro terkenal dengan sepak terjangnya dalam memenangkan berbagai tender dan selalu sukses dalam pengerjaan proyek-proyek yang dipercayakan pada perusahaannya.
Demi menjaga dan memperluas kerjasama yang solid ia berniat untuk mengawinkan perusahaannya dengan perusahaan kuat lainnya. Sekaligus mempererat kekeluargaan diantara mereka dengan mengawinkan anaknya dengan anak patner bisnisnya.
Sebegitu rumitnya persaingan bisnis di kalangan para konglomerat tersebut hingga semua keputusan apapun harus selalu menguntungkan dan mementingkan perusahaan agar eksistensi kekuatan perusahaannya semakin kuat dan disegani.
............................................
Dalam perjalanan menuju Rumah Sakit. Mobil Langit melewati taman kota tempat ia berteduh dari hujan deras beberapa hari yang lalu. Saat ia selesai berolahraga lari seputar taman.
Langit sengaja berolahraga lari keliling taman setelah selesai urusan kantor di sore hari hingga malam. Karena untuk menghindari banyaknya orang berkerumun bila olahraga pagi hari. Tepatnya sekertaris dan pengawalnya yang menyusun semua jadwal kegiatan Langit setiap harinya.
Tiba-tiba terlintas di kepalanya kenangan saat ia bertemu gadis polos tersebut. Yang tiba-tiba saja berlari ke arahnya dengan baju yang telah basah kuyup karena hujan.Gadis itu berlari untuk berteduh di bawah pohon yang sama dengannya dan berdiri tepat disampingnya.
"Sepertinya gadis itu takut akan petir. Setiap kali petir menunjukkan eksistensi nya di tengah guyuran hujan yang semakin deras gadis itu dengan reflek nya mencengkeram erat lenganku hingga berdarah." pikir Langit sambil meraba lengannya yang masih tertutup plester bergambar Doraemon.
Langit tersenyum samar melihat plester Doraemon masih melekat di lengannya."Gadis yang unik." batin Langit.
Ia masih ingat dengan jelas ekspresi gadis unik tersebut saat menyadari ia telah melukai lengannya. Wajahnya panik penuh penyesalan dan rasa bersalah. Dan dengan penuh tanggung jawab ia merogoh isi tasnya dan mengeluarkan plester luka itu dan menutup luka di lengannya dengan wajah lega .
Belum sempat Langit mengucapkan terima kasih dan berkenalan dengannya. Seorang teman gadis unik itu memanggilnya dan mengajaknya pulang bersama dengannya.
Kenangan itu berputar dengan jelas di kepala Langit saat ini."Siapa dia? dan dimana dia sekarang?" batin Langit.
"Tuan..kita sudah sampai." Salah satu pengawalnya memberitahu Langit posisi mereka saat ini.
Langit tersadar dari lamunannya lalu melihat ke sekelilingnya.Chek up rutin tiap enam bulan sekali yang harus ia lakukan di Rumah sakit ini sesuai jadwal yang telah ditetapkan oleh sekertarisnya menjadi jadwal rutin yang harus ia lakukan.
Setelah Langit melakukan beberapa rangkaian tes dan pengambilan darah, urin dan lain-lain. Rombongan Langit pun meninggalkan laboratorium tempat Langit melakukan berbagai tes kesehatan. Hasil pemeriksaan baru bisa diambil seminggu lagi
Beberapa langkah rombongan Langit hendak berjalan keluar meninggalkan Rumah Sakit. Langit berpapasan dengan dua orang gadis . Sesaat Langit merasa pernah bertemu dengan salah satu gadis itu. Begitu pula Gadis itu pun merasa pernah bertemu dengan sosok laki-laki yang baru saja lewat.
Seperti ada yang mengomando mereka. Baik Langit dan gadis itu menoleh bersamaan untuk memastikan pengelihatan mereka masingmasing.
Saling pandang dan berpikir beberapa saat. Akhirnya Langit menyadari."Bukannya itu gadis unik waktu itu.Gadis phobia petir ."
Dan tanpa membuang-buang waktu lagi Langit menghampiri gadis itu
Andin terkejut saat rombongan laki-laki yang terlihat tidak ramah itu dengan wajah-wajah dingin mereka tiba-tiba menghadang langkahnya dan Mentari.
Mentari pun hanya terdiam berusaha kembali mengingat sosok laki-laki di hadapannya ini.
Mata Mentari tiba-tiba tertuju pada bekas luka yang tidak sengaja ia buat pada lengan laki-laki itu.Saat petir menyambar dan berbunyi begitu menyeramkan.Malam dimana hujan deras bagaikan bumi tertumpah air dari atas
Dan luka itu masih tertutup plester Doraemon miliknya.
"Itu-----" tunjuk Mentari ragu.
"Kamu gadis malam itu kan?" Langit menyentuh lengannya yang tertempel plester Doraemon.Seolah menunjukan bukti yang ada yaitu luka goresan di lengannya.
Mentari pun mengangguk pelan. Sambil tersenyum ragu
Langit mengulurkan tangannya dan disambut baik oleh Mentari.
"Langit."
"Mentari".
Mereka berdua saling tersenyum ramah.
.................................................
"Sedang apa kamu disini? Kamu sakit?" tanya Langit penuh perhatian.
Mentari dengan cepatnya menggeleng gelengkan kepalanya."Gak. Aku baik-baik saja kok." sambil melirik memberi kode ke arah Andin.
Andin hanya menarik napas melihat sahabatnya itu yang mulai meyakini kalau dirinya baik-baik saja. Padahal tadi di rumah sempat Andin cek suhu tubuh Mentari tiga puluh delapan derajat.
Langit sempat melirik ke arah Andin dan menangkap sinyal kurang suka dengan apa yang Mentari sampaikan.
"Kalau kamu baik-baik saja kenapa kamu disini?" Langit mencoba memancing jawaban jujur Mentari.
"Kamu sendiri kenapa ada di Rumah Sakit ini?" tanya balik Mentari,sambil mencari alasan yang tepat untuk menjawab pertanyaan Langit tanpa mencurigakan.
"Aku?" tunjuk Langit pada dirinya sendiri.
Mentari menganggukkan kepalanya."Ya ..kamu." ucapnya.
"Ini memang rutinitas aku, Cek rutin kesehatan tiap enam bulan sekali." jawab pasti Langit.
"Kalau kamu?"tanya ulang Langit.
Mentari menarik napas dalam."Tadinya sih demam sudah hampir tiga hari ini. Lantas sahabat ku ini yang khawatir dan menyuruhku untuk ke dokter." akhirnya ia menjawab jujur pertanyaan Langit.
Langit pun tersenyum lebar.Jawaban Mentari cukup menjelaskan bahwa gadis yang ada di hadapannya ini adalah gadis baik-baik. Jawaban jujur yang keluar dari mulut Mentari cukup meyakinkan Langit tentang pribadi Mentari.
Langit menundukkan kepalanya menyapa Adin dan tersenyum.Lalu mengulurkan tangannya."Langit."
Andin pun dengan cepat menyambut baik uluran tangan Langit "Andin." ucap Andin memperkenalkan dirinya pada Langit
Setelah selesai berkenalan dengan sahabat Mentari, Tanpa permisi Langit meletakkan punggung tangannya ke kening Mentari.Dengan sigap Mentari menepis tangan Langit dan mundur dua langkah.
Langit menarik napas dan menatap tajam Mentari."Maaf, aku hanya ingin memeriksa suhu tubuhmu."ucap Langit tegas.
Bagaikan terhipnotis Mentari pun melangkah mendekati Langit.Dan membiarkan Langit memeriksa suhu tubuhnya.
Kemudian Langit berbisik pada salah satu pengawalnya.
"Aku baru saja selesai periksa dan tadi Dokter mengatakan aku baik-baik saja. Hanya butuh istirahat" jelas Mentari.
"Oke kita lihat hasilnya nanti " ucap Langit.
Kedua alis Mentari bertemu pertanda ia sedang bingung dan berusaha untuk memahami perkataan Langit.
Pengawal Langit kemudian menelepon seseorang. Lalu ia kembali lagi dan berbisik pada Langit.
"Oke.Yuk ikut aku." Langit meraih tangan Mentari dan menggandengnya begitu saja tanpa permisi.
"Heii kita mau kemana? " protes Mentari.
Langit tidak memperdulikan protes Mentari.Andin pun mengikuti mereka sambil berlari kecil.
"Heii kamu mau bawa kemana sahabatku?" teriak Andin sambil berusaha meraih tangan Mentari.
Langit berhenti di depan ruangan laboratorium. Disana ia masuk sebentar lalu ia keluar lagi."Tari sini!" ajak Langit.Tari pun menghampiri Langit lalu masuk ke dalam ruang laboratorium.
Tidak lama kemudian Langit pun keluar."Andin bentar ya, Mentari masih cek darah lengkap.Biar benar-benar ketahuan ada sakit apa dia." ucap Langit dengan santainya.
Andin hanya memandang heran dengan Langit "Kenal dimana sih Mentari, dengan cowok ini.Lagaknya seperti bos saja. Punya pengawal lagi sok banget" pikirnya.
"Cek darah lengkap? Waduh cukup gak duit aku nih? Gengsi kalau bilang si songong duitnya gak cukup." batin Andin khawatir.
Andin berjalan mondar-mandir sambil memikirkan jalan keluarnya.Ia mencoba cek di internet berapa biaya cek darah lengkap. "Alamat ambil duit di ATM nih! Duh nih anak bikin ribet hidup deh!" batin Andin sambil menatap tajam Langit yang duduk dengan santainya dengan salah satu kakinya ia letakan di atas kaki satunya dan sibuk dengan hape nya entah aplikasi apa yang sedang digunakannya.
Tiba-tiba salah satu pengawalnya menghampiri Langit dan berbisik padanya. Wajah Langit terlihat berubah tegang dan ada sorot mata tidak suka.
Ketika asyik mengamati Langit tanpa diduga Andin, Langit menatapnya balik, membuat Andin salah tingkah ketahuan memperhatikan tuh bocah songong.
Andin pun segera membuang pandangannya ke arah lain dan pura-pura sibuk dengan gawainya.
Langit berjalan menghampirinya."Duh mampus nih. Ngapain dia berjalan kemari. Jangan-jangan dia tidak terima aku liatin tadi." gumam Andin menundukkan kepalanya seolah-olah tidak tahu Langit berjalan ke arahnya.
"Andin, aku tinggal dulu ya. Ada urusan penting. Biaya cek darah Mentari sudah aku bayar. Jadi kalau Mentari sudah selesai diambil darahnya, kalian langsung pulang saja. Hasil lab biar sekalian besok aku ambil dan antarkan ke rumah Mentari.
"Oh iya ya.Terima kasih banyak Langit." lega Andin mendengar kalau biaya cek darah lengkap Mentari sudah dibayar oleh Langit.
"Nah tapi nih bocah kok masih belum pergi. Katanya ada urusan penting."batin Andin. Melihat Langit masih berdiri di hadapannya dan menatapnya.
Langit memberi kode padanya dengan menunjukkan ponselnya dan salah satu tangan seperti meminta sesuatu.
Andin berpikir sejenak. Berusaha mencerna arti kode yang diberikan Langit padanya.
"Alamat Mentari. Dimana alamatnya ? Biar aku antarkan hasil lab nya besok dan kalau ada sesuatu yang serius aku bisa langsung mengantar dia ke dokter." ucap Langit
"Oh iya maaf." Andin kemudian memberitahu Langit alamat Mentari.
"Nomer hape nya. "
"Nomer hape Mentari?" tanya Andin polos.
Langit menarik napas dalam.
"Bos, sudah ditunggu bos besar.!" salah satu pengawal Langit berusaha mengingatkan Langit
Langit menoleh dan dan menatap pengawalnya itu dengan sorot mata marah.
"Nomer hape Mentari berapa ? Kalau aku nyasar aku bisa hubungi dia langsung." jelas Langit sedikit kesal dengan Andin.
"Oh iya maaf ...maaf" lalu Andin pun. Menyebutkan nomer hape Mentari.
"Ok thanks" Langit pun kemudian pergi meninggalkan Andin sendiri yang menatapnya kesal.
"Heboh amat hidupnya." komentar Andin yang kembali duduk menunggu Mentari.
......................................
Di sebuah rumah yang terlihat megah dan elegan bercat putih tulang.
Disana telah berkumpul Langit dan kedua orangtuanya.
"Ada apa lagi sih pa? Tadi Langit sedang cek up di Rumah Sakit. Tiba-tiba papa suruh Langit cepat pulang." sungut Langit.
"Sebentar lagi keluarga Pak Rahman akan datang bersama anaknya.Papa undang dia makan siang di rumah kita." jelas papa Langit.
"Lha itu kan tamu papa.Gak ada hubungannya pa dengan Langit. Kenapa Langit jadi disuruh cepat-cepat pulang." kembali Langit ungkapan perasaan tidak sukanya
"Lho mereka datang kan bersama anaknya, Jadi kamu juga harus hadir. Anaknya cantik, pintar lulusan London sudah S2 lagi hebat kan?." promosi mama Langit pada anaknya.
Langit menarik napas dalam.Ia sudah bisa menebak ke arah mana perkataan mamanya itu .
"Tidak pa ... ma.Maaf Langit tidak mau dijodohkan.Titik." tolak halus Langit.
Langit berdiri dan hendak pergi meninggalkan ruangan.
"Duduk Langit!" suara lantang papa mengisi seluruh ruangan.Pertanda ia tidak suka dengan sikap Langit
Langit menghentikan langkahnya.
"Pa! Langit hanya ingin hidup normal. Langit tidak suka dijodoh-jodohkan.Percaya Langit pa ... ma, Langit bisa mencari pasangan sendiri. Langit tahu apa yang terbaik buat Langit sendiri." Langit berusaha meyakinkan kedua orang tuanya.Agar terhindar dari perjodohan.
"Tidak Langit.Kami lebih tahu mana yang terbaik buat kamu.Dan anak dari keluarga Rahman, dialah yang terbaik untukmu." ucap papa Langit
"Terbaik untuk siapa? Untuk Papa ? Perusahaan papa? Yang pasti bukan baik untuk Langit. Tidak pa.Maaf Langit tidak suka dipaksa dan dijodohkan." lalu Langit berlari keluar rumah dan membawa mobil nya dengan kecepatan yang cukup kencang.
"Langit!!" teriak kedua orang tua Langit.
.....................................
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!