"Nih, jatah uangmu sebulan. Cukup-cukupin jangan boros. " Ibu mertua melemparkan uang ratusan ribu sebanyak lima lembar kepada Yesha yang sedang menyetrika baju para penghuni rumah.
Yesha menaruh setrikaan dan memunguti uang yang di lempar ibu mertuanya, dan memasukkannya ke kantong dasternya.
"Makanya, cari kerja sana. Jangan bisanya cuma menengadahkan tangan meminta gaji suami. Kau pikir suamimu itu mesin pencetak uang apa. "
Yesha hanya diam mendengarkan ocehan ibu mertuanya, yang sudah menjadi makanan sehari-hari bagi Yesha, dan melanjutkan menyetrika.
"Tapi kalau di pikir-pikir kamu bisa kerja apa ya? Lha wong cuma lulusan SMA. Harusnya kamu itu tau diri, kamu itu ga sepadan dengan Dika. Anakku lulusan universitas dan menyandang gelar sarjana. Kamu ga mikir apa, dulu waktu di lamar Dika kenapa kamu mau sih. " Ibu Ayu bersungut-sungut dengan berkacak pinggang.
"Dan lihat lah sekarang, kau cuma jadi benalu di keluarga kami. Bisanya cuma makan tidur dan menengadahkan tangan meminta gaji suami. Dasar menantu tidak tau diri. " Ibu Ayu akhirnya pergi setelah puas menghina dan mencaci Yesha.
Setelah kepergian ibu merutanya Yesha menghembuskan napasnya kasar. Mencoba tetap kuat tiap kali mendapatkan cacian dan hinaan dari mertuanya. Yesha selalu berusaha menahan air mata nya agar tidak keluar di depan ibu mertua, karena tidak ingin terlihat menyedihkan. Jika hati terlalu sakit, menangis pun rasanya sulit. Selama tujuh tahun pernikahannya dengan Dika, Yesha tidak pernah sekalipun mendapatkan perlakuan yang baik dari ibu mertua dan keluarganya.
Walaupun sudah tidak tinggal satu atap sejak dua tahun lalu, tapi tetap saja ibu mertua selalu memaksa dan memintanya untuk datang kerumah mertua dan melakukan pekerjaan rumah jika Dika sedang pergi bekerja. Setelah menikah dengan Yesha pekerjaan Dika pun merangkak naik, yang awalnya hanya sales marketing sekarang sudah naik menjadi manager. Membuat Dika sering keluar kota untuk mengurus kantor cabang dan jarang pulang ke rumah. Itu membuat keluarga Dika semakin semena-mena kepada Yesha.
"Ini seperti gaji selama sebulan. Padahal gaji pembantu di luar sana lebih besar dari ini. Aku seperti menantu sekaligus pembantu di rumah keluarga suamiku sendiri. " gumam Yesha meratapi nasibnya.
Setelah semua pekerjaannya selesai, Yesha berpamitan kepada ibu mertuanya untuk menjemput anaknya pulang sekolah. Saat ini anak yesha yang bernama Aksa sudah duduk di kelas TK B. Yesha selalu berfikir, apakah cukup uang segini untuk kebutuhan sehari-hari. Bahkan mungkin sebentar lagi Aksa sudah mau masuk SD dan itu membutuhkan uang yang lumayan banyak untuk membeli keperluan sekolahnya dan biaya lainnya.
Untungnya Aksa adalah anak yang penurut, dia selalu membawa bekal sendiri dari rumah dan sebotol air minum. Jadi sedikit membantu meringankan beban pengeluaran Yesha. Sesampainya di sekolah Aksa, Yesha langsung memanggil Aksa yang sedang menunggunya di balik pagar sekolah. Aksa langsung lari menuju ibunya dan langsung mendapat sambutan pelukan dari Yesha.
"Bu, Aksa pengen beli es krim. Tapi jangan yang mahal-mahal deh bu, beli yang dua ribuan aja di abang-abang yang lewat keliling. " kata Aksa dalam perjalanan pulangnya.
Mendengar permintaan Aksa hati Yesha mencelos, dia sadar selama ini dia jarang sekali membelikan jajanan kepada anaknya itu. Dan mungkin Aksa mengerti keadaan Ibunya, jadi dia tidak banyak meminta.
"Aksa pengen es krim? " tanya Yesha memastikan.
Aksa mengangguk.
"Baiklah, ayo kita beli es krim. " Yesha akhirnya mengajak Aksa ke penjual es krim yang mangkal di dekat sekolahan Aksa.
Aksa terlihat antusias dan sangat bahagia, karena pada akhirnya bisa merasakan es krim.
"Ini enak sekali lho bu. " kata Aksa sambil menjilati es krim nya.
Yesha tersenyum menanggapi ucapan anaknya itu.
Sesampainya di rumah Yesha segera membersihkan diri, dan melakukan sholat duhur. Setelah sholat, dilihatnya Aksa sedang makan siang dengan lahap. Walau hanya dengan nasi dan tempe, Aksa selalu bersyukur hari ini masih bisa makan.
Setelah acara makan siang mereka selesai, Yesha mengajak anaknya untuk tidur siang. Tapi Yesha sendiri tidak dapat memejamkan matanya. Yesha masih terngiang-ngiang ucapan ibu mertuanya.
"Makanya kerja, jangan bisanya cuma minta sama suami. Dasar benalu. " Semua kata dan kalimat itu selalu tersedengar di telinga Yesha.
"Aku harus mulai memikirkan diriku sendiri, Aku tidak bisa seperti ini terus. Apalagi uang yang diberikan ibu, semakin hari semakin sedikit. Padahal kalau dipikir-pikir semakin tinggi jabatan mas Dika, gajinya pasti semakin besar. Tapi uang yang diberikan padaku semakin sedikit." Pikir Yesha.
"Aku harus bekerja, dan menghasilkan uang sendiri. Demi masa depan Aksa. Nanti sore aku akan pergi ke rumah bu Dian. Mungkin bu Dian bisa memberiku pekerjaan. "
Bu Dian adalah salah satu orang kaya di kampung tempat Yesha mengontrak rumah. Dia adalah seorang janda dengan satu orang anak yang sudah menikah. Dan memiliki beberapa toko pakaian serta butik milik anaknya.
Setelah memikirkan hal itu, akhirnya Yesha bisa memejamkan matanya.
**************
Setelah sore tadi Yesha menemui bu Dian, dan menceritakan keluh kesahnya akhirnya bu Dian mau membantu Yesha untuk bekerja di salah satu toko baju miliknya. Membuat Yesha sangat senang, dan dia memiliki harapan untuk menghasilkan uang demi mencukupi kebutuhan rumah tangganya.
Malam hari, seperti biasa Yesha sedang termenung di ruang tamu di temani Aksa yang sedang belajar. Hingga Yesha tidak menyadari kalau suaminya sudah datang.
"Kamu ngapain aja sih, suami pulang bukannya di sambut malah ngelamun ga jelas kayak gitu. " tegur Dika yang tidak suka dengan tingkah istrinya.
"Eh, mas sudah pulang. " Yesha terkejut namun dengan sigap dia langsung mencium punggung tangan suaminya.
"Iya, kenapa kamu melamun? " tanya Dika dengan ketus.
"Enggak apa-apa mas, mas sudah makan? "
"Sudah, tadi aku mampir ke rumah ibu sebentar lalu ditawari makan. Ya, udah sekalian aja makan."
"Oh, ya sudah kalau begitu. "
Yesha terdiam sejenak, dia menimbang-nimbang apakah akan mengatakan sesuatu.
"Mas... " ucapnya ragu.
"Apa... " ketus Dika.
"Mas Dika punya uang lebih ga? Aku tadi cuma diberi ibu uang lima ratus ribu. Aku takut ga cukup untuk kebutuhan satu bulan mas. " ukar Yesha ragu-ragu.
Dika yang mendengar ucapan Yesha langsung menegakkan punggungnya yang sejak tadi bersandar, dan menatap Yesha dengan nyalang.
"Kamu tuh, harusnya bersyukur, ibu masih mau memberimu uang sisa gajiku. Cukup-cukupinlah, toh cuma buat makan kamu dan anakmu itu. aku juga jarang pulang ke rumah kan. " Kata Dika dengan berapi-api.
"Tapi mas, itu belum buat bayar air, listrik dan biaya sekolah Aksa.
"Halah, emang dasarnya kamu aja yang ga becus mengatur keuangan. Udah ga kerja Bisanya cuma minta... minta... dan minta. Kalian berdua itu cuma benalu tau ga. " sebuah kalimat pedas dilontarkan Dika.
"Makanya, coba dulu kamu ga minta ngontrak rumah sendiri, kamu pasti ga usah mikirin besok makan apa. Karena semua sudah di handle ibu. " lanjutnya merogoh kantong celana dan mengambil beberapa lembar uang lalu melemparkannya di hadapan Yesha.
Yesha tertegun mendengar tiap kalimat yang dilontarkan Dika dan perlakuannya malam ini pada Yesha. Seperti bukan Dika biasanya.
"Apakah otak mas Dika sudah dicuci dan diracuni ucapan ibu mertua? " pikirnya.
Aksa yang melihat ayah dan ibunya bersitegang langsung memeluk ibunya. Dia merasa takut.
"Maafkan ibu, nak. Seharusnya kamu ga melihat hal seperti ini. " ucap Nisa sambil balas memeluk anaknya.
Kemudian dia terdian, menahan segala rasa sesak di dadanya. Dia tidak boleh menangis di hadapan Aksa.
"Ya Allah, kalau seperti ini. Aku merindukan kedua orangtuaku di kampung. " batinnya.
"Kenapa diam, mau nangis? Udah di kasih uang juga. Yaaa... memang hanya itu yang bisa kau lakukan, menangis seolah-olah kaulah yang paling tersakiti. Tangisanmu kini tidak akan mempan untuk meluluhkan hatiku, karena aku sudah muak." kata Dika mencemooh.
"Dan sekarang aku tau, kenapa kau mengajakku keluar dari rumah. Itu karena kau tidak mau membantu-bantu di rumah ibu kan. Jadi kamu bisa bermalas-malasan dengan anakmu itu. " Kata Dika semakin menjadi.
" Astaghfirullah hal adzim, fitnah apa lagi yang kau lontarkan padaku mas. Darimana kau dapat pemikiran seperti itu? Asal kau tau mas, tiap hari ibumu selalu memintaku datang ke rumahnya untuk membersihkan rumahnya, menyiapkan makanan, menyetrika semua pakaian bahkan mencucinya juga. Padahal di sana ada mbk Maya dan Dila, dan sekarang kau berkata begitu padaku? " kata Yesha tak percaya.
"Halah, omong kosong. Ibu sendiri yang bilang pada ku, kalau kau kerjanya cuma malas-malasan di rumah ini. Kamu kira aku percaya padamu? big No. "
Dika masih keras kepala dengan semua pendapatnya tentang Yesha. Bahkan dia sudah tidak percaya lagi pada Yesha.
"Okey, akan aku buktikan kalau aku hanya bermalas-malasan. Mulai besok aku tidak akan datang ke rumah ibu lagi, walau ibu menyeret ku. Aku akan diam di rumah dan bermalas-malasan dengan Aksa. Saat ini tetaplah pada pendirianmu, hingga kau menyesal suatu hari nanti. " tantang Yesha.
"Ternyata ibu benar, kau adalah wanita tidak tau diri, dan tidak tau di untung." kata Dika masih mencemooh Yesha.
Yesha yang sudah tidak tahan, dia merasa sangat sakit hati dengan tuduhan-tuduhan Dika. Akhirnya mengajak Aksa masuk ke dalam kamar dan menidurkannya. Karena tak baik bagi mental anak yang melihat orang tuanya bertengkar di hadapannya.
"Ibu ga papa? " tanya Aksa saat mereka sudah berada di atas ranjang.
"Ibu tak apa-apa sayang, sebaiknya Aksa segera tidur karena besok Aksa harus pergi sekolah. "
"Ibu harus kuat dan bertahan, dan tunggu Aksa tumbuh besar. Aksa akan melindungi ibu dari orang-orang jahat. " kata Aksa mengeratkan pelukannya pada sang Ibu.
Mendengar itu membuat dada Yesha terasa sesak. Yesha sudah bertekad, besok dia akan melakukan apapun untuk bertahan hidup demi dirinya sendiri dan anaknya. Yesha sudah tak peduli lagi dengan ocehan suami dan mertuanya. Hatinya sudah merasa sangat lelah.
to be continued.
Pagi harinya Yesha bangun seperti biasa, dia melakukan kegiatan paginya sebagai ibu rumah tangga. Diawali dengan mencuci pakaian, namun ada yang janggal saat mencuci pakaian suaminya. Dia mencium bau asing di pakaian suaminya.
"Bukan bau parfum mas Dika." gumamnya dan terus mencuci pakaian Dika.
"Astaghfirullah... apa lagi ini. " Yesha terpekik saat melihat noda lipstik di kerah baju Dika.
Namun, Yesha sudah tidak perduli lagi. Dia terus saja mencuci pakaiannya, sekuat tenaga Yesha mencoba untuk tidak peduli namun sekuat apapun dia mencoba namun tetap gagal, dan air matanya mulai turun membasahi pipinya.
"Sebenarnya apa yang kau lakukan di luar sana mas? " Yesha sudah tidak tahan lagi.
Begitu banyak cobaan yang harus dia lalui selama ini, Yesha masih mencoba untuk bertahan. Tapi tidak untuk sebuah penghianatan. Setelah selesai mencuci baju dengan berbagai drama di pikirannya, Yesha mulai memasak untuk suami dan anaknya. Dia masih tidak lupa, walau terluka tapi selama Dika masih menjadi suaminya dia harus melakukan tugasnya.
Masakan sudah tersedia dengan menu seadanya, Yesha kemudian membangunkan Aksa karena dia harus berangkat sekolah. Aksa adalah anak yang mandiri, dia sudah bisa melakukan semuanya sendiri. Setelah melihat Aksa sudah bersiap, dengan langkah malas Yesha pergi ke kamarnya dan membangunkan Dika.
"Mas bangun, hari ini kerja apa nggak? "
"Berisik, ini masih pagi, Yes. " gumam Dika yang masih memejamkan matanya.
"Ini sudah jam setengah tujuh,mas." Yesha masih mencoba membangunkan suaminya, takut dia salah lagi.
"Apa... Kenapa kau baru membangunkanku, sial aku pasti terlambat. " umpat Dika lalu beranjak dari tempat tidurnya dan menuju kamar mandi.
"Dasar istri tak berguna. " umpat nya lagi saat berada di kamar mandi dan masih di dengar Yesha.
Yesha hanya menghembuskan napasnya kasar,dan mengelus dadanya mencoba menerima semua ucapan kasar sang suami.
"Benarkan, di bangunin salah ga dibangun salah. Emang hidupku serba salah. " gumam Yesha dalam hati.
Dika bersiap dengan terburu-buru, tanpa memperdulikan anak dan istrinya yang melihatnya dengan pandangan yang, entahlah.
"Yesha, aku berangkat dulu. " Pamitnya.
Yesha mengantarkannya sampai depan pintu dan menyalami tangan suaminya.
"Ga sarapan dulu mas? "
"Ga, aku sudah terlambat. Aku harus ke luar kota lagi selama beberapa hari. Jadi mungkin aku tidak pulang. "
"Baiklah, Hati-hati di jalan, mas. "
Dika menaiki motornya dan berlalu dari rumahnya. Entahlah, padahal jabatannya cukup tinggi di perusahaan. Tapi kenapa dia masih naik sepeda motor, Yesha sendiri tak habis pikir dengan jalan pikiran suaminya.
Yesha masuk ke dalam rumah, setelah sepeda motor Dika sudah tak terlihat lagi. Dilihatnya Aksa yang sudah menyelesaikan sarapannya.
"Sudah selesai, nak? " tanya Yesha pada anaknya.
"Sudah, bu. " kata Aksa sambil mengangguk.
"Sebentar, kita makan dulu ya. Setelah itu kita berangkat sekolah. " Yesha duduk di meja makannya dan melahap makanan yang dia masak.
"Bu, kenapa ayah tidak pernah berpamitan pada Aksa? Ayah juga sekarang ga pernah ada di rumah. Apa ayah sudah ga sayang lagi sama Aksa? " Sebuah kalimat panjang dari Aksa membuat Yesha menghentikan makanannya. Dia sudah tak berselera lagi untuk makan.
"Tidak, Nak. Ayah sayang kok sama Aksa. Hanya saja ayah masih sibuk bekerja. Aksa tau sendiri kan tadi ayah terburu-buru. "
Aksa mengangguk.
"Ya sudah, ayo ibu antar ke sekolah. "
"Tapi ibu belum menghabiskan makanannya. Kasihan makanan nya bu. " Kata Aksa setelah melihat makanan sang ibu belum.
Yesha yang mendengar perkataan anaknya tersenyum, kemudian berjongkok menyamakan tinggi badannya dengan Aksa.
"Nanti, setelah mengantar Aksa ke Sekolah, ibu akan menghabiskan makannya. Oke. Sekarang kita akan berangkat. "
Mereka berdua akhirnya berangkat menuju sekolah Aksa.
Setelah pulang dari mengantarkan Aksa, seperti kata Yesha tadi, kalau dia akan menghabiskan makanannya. Namun, lagi-lagi acara makannya terganggu dengan suara yang sudah tak asing lagi di telinga Yesha.
"Yesha, keluar kamu. "
Yesha langsung keluar, sebelum ibu mertuanya itu membuat keributan.
"Masuk bu, ga pantes teriak-teriak di luar rumah. Ga enak juga dilihat tetangga. "
Bu Ayu langsung masuk ke dalam rumah Yesha dengan angkuhnya.
"Kamu bilang apa aja sama Dika, kenapa wajahnya tak sedap dipandang tadi saat berangkat kerja." tanya Bu Ayu sambil berkacak pinggang.
"Aku tidak bilang apa-apa sama mas Dika. Tadi katanya dia kesiangan, jadinya akan terlambat datang ke kantor. Mungkin karena itu suasana hatinya buruk. " Kata Yesha dengan santai.
"Ohh, memangnya kamu ga bangunin Dika. Kenapa dia sampai kesiangan? dasar istri ga guna. "
"Sudahlah bu, emangnya ada apa ibu datang kemari pagi-pagi. "
"Ngelunjak kamu, ya. " Bu Ayu terlihat tidak suka mendengar kata-kata Yesha. "Cepat kamu datang ke rumah, pekerjaan sudah numpuk. Ibu mau arisan sebentar. " Kata bu Ayu, kemudian melenggang pergi dari rumah kontrakan Yesha.
Yesha Pov
Lelah rasanya setiap hari mendapat perlakuan seperti ini, padahal di rumah ibu ada mbak Maya iparku dan Dila adik mas Dika. Tetapi kenapa semua dilimpahkan kepadaku? Apa karena aku anak orang biasa dari kampung? Lalu apa bedanya dengan mbak Maya, yang juga sama-sama menantu dari keluarga biasa. Kenapa hanya aku yang diperlakukan buruk?
Mas Bagus yang hanya bekerja di bengkel,juga ga pernah memberikan kontribusi apapun untuk keluarganya. Mereka selama ini memakan gaji dari suamiku, tapi kenapa mereka tidak pernah bersikap baik kepadaku. Apa sebenarnya salahku?"
Parahnya lagi, mas Dika sendiri yang juga suamiku, tidak pernah peduli padaku. Dia selalu membela keluarganya walau salah, dari pada aku istrinya yang sudah memberikannya seorang anak.
"Anak." bahkan sejak Aksa dilahirkan dia tidak pernah menyentuhnya. Baginya, kehadiran Aksa hanya akan menambah bebannya saja. Jadi, saat tadi Aksa bertanya "Apakah ayah tidak pernah menyayanginya. " Aku hanya diam tanpa bisa menjawabnya. Karena Aku sendiri terluka.
Lalu yang menjadi pertanyaanku selama ini, Kenapa mas Dika tetap menikahiku, walau dia tau semua keluarganya menentang pernikahan kami?
Sebuah pertanyaan yang tak pernah bisa aku jawab.
Pov End
Yesha tidak langsung berangkat ke rumah mertuanya, tapi dia menyelesaikan makannya dulu dan membersihkan rumahnya. Setelah itu, dia akan berangkat ke rumah mertuanya. Yesha sudah bertekad kalau hari ini adalah hari terakhirnya datang ke rumah mertuanya untuk menjadi babu di sana.
Sesuai keinginan Ibu mertua dan suaminya, mulai besok Yesha akan bekerja dan akan menjadi menantu yang bermalas-malasan d rumahi. Itu sudah menjadi tekad Yesha.
Setelah selesai membersihkan rumahnya, Yesha akhirnya pergi kerumah ibu mertuanya yang hanya berbeda satu gang dengan rumah kontrakannya.
"Assalamu'alaikum." Yesha melangkah masuk ke rumah mertuanya.
"Ini dia, orang miskin sudah datang. Kenapa baru datang? Buruan sana ke dapur, cucian sudah numpuk. "
Bukannya membalas salam Yesha, Maya malah menghinanya.
"Eh, mbak sama-sama orang miskin ga usah saling ngatain. Heran deh. " Yesha mencoba melawan Maya kali ini.
"Kau... "
"Ada apa ini, kenapa ribut-ribut. " bu Ayu yang baru datang merasa terganggu dengan keributan yang dilakukan kedua menantunya.
"Ini bu, Yesha ngatain aku. " kata Maya mengadu.
"Kamu baru datang Yesha, dari mana saja kamu. " kata bu Ayu yang melihat Yesha sepertinya baru datang, tanpa memperdulikan aduan Maya.
"Aku beresin rumah dulu, baru datang kemari. Lagian disini ada mbak Maya, apa dia ga bisa bantuin ibu beresin rumah? Kita ini sama-sama menantu di rumah ini. Tapi kenapa ibu memperlakukan aku dan mbak Maya dengan beda? " Yesha mencoba protes kali ini.
Bu Ayu menatap Yesha dengan tajam, sudah dipastikan dia akan marah besar kepada Yesha. Karena baru kali ini Bu Ayu melihat Yesha mulai melawan. Memang sudah saatnya, Yesha harus melawan ketidak adilan yang menimpanya selama ini. Dia harus segera bertindak untuk melawan dan membela dirinya sendiri, demi menjaga kewarasannya selama ini agar tidak di remehkan dan di injak-injak keluarga suaminya.
Yesha masih terdiam di hadapan ibu Ayu dan Maya, dia melihat keterkejutan di wajah Maya. Yesha yang selama ini hanya diam dan menangis ketika di tindas kini sudah mulai bisa melawan.
"Kamu udah berani, ya sama ibu. Dasar mantu miskin ga tau diri, udah enak dinikahi Dika yang sudah mengangkat derajatmu. Eh, kamu malah ga tau diri dan ga tau terimakasih. Dasar benalu, udah ga kerja, ga pernah ngasih kontribusi apapun untuk keluarga ini. Dika memang bodoh, kenapa juga mau menikahi wanita kampungan seperti kamu. " mulut pedas ibu mertua mulai beraksi.
"Itulah yang ingin aku tanyakan selama ini, kenapa mas Dika mau menikahi ku? padahal keluarganya tidak pernah merestui pernikahan kami. " kata Yesha dengan lantang.
Membuat ibu Ayu terkejut.
"Dan, jika aku benalu. Lalu apa bedanya dengan mbak Maya? Dia juga cuma numpang makan dan tidur di sini. Suaminya juga ga pernah memberikan apapun untuk keluarga ini. Kalian semua yang ada di sini cuma makan gaji buta dari suamiku. Sampai istrinya sendiri hanya mendapatkan uang sisa dari kalian. " Lagi-lagi Yesha mengeluarkan semua unek-unek nya.
"He.... jangan bawa-bawa namaku, Yesha. " Maya mulai salah tingkah ketika Yesha menyebut namanya.
"Kenapa... kamu ga terima. Aku ngomong apa adanya kok. " ketus Yesha.
"Kamu sudah berani kurang ajar ya, Yesha. " Ibu mulai mengeluarkan taringnya dengan berkacak pinggang.
"Sudahlah, minggir kalau kalian terus mengoceh dan menghalangi jalanku, aku tidak akan selesai melakukan pekerjaanku. " kata Yesha sambil berlalu.
Bu Ayu dan Maya yang melongo melihat tingkah Yesha yang tidak seperti biasanya, tapi mereka membiarkannya. Karena Yesha memang harus segera melakukan pekerjaan nya.
Yesha melakukan pekerjaan rumah mertuanya seperti biasa, dia ingin segera menyelesaikannya secepatnya agar segera pergi dari sini. Setelah semua pekerjaannya selesai, Yesha berpamitan kepada semua orang yang ada di sana untuk menjemput Aksa.
"Bu, ini terakhir kalinya aku menjadi pembantu di rumah ini, mulai besok aku akan bekerja sesuai keinginan ibu dan mas Dika. Jadi, mulailah mencuci baju dan piring kalian sendiri. " kata Yesha.
Bu Ayu yang mendengar ucapan Yesha melotot tak percaya.
"Mau kerja apa kamu? " tanyanya.
"Halah, paling juga jadi pembantu, bu. " jawab Dila yang baru keluar dari kamarnya.
"Ya, mending aku jadi pembantu di rumah orang. Aku akan dapat gaji. Daripada aku kerja disini, tapi tiap hari yang aku dapat kan hanya cacian dan makian dari kalian semua. " ujar Yesha enteng.
Semua orang tak percaya mendengar ucapan Yesha. Yesha benar-benar sudah berubah dalam waktu satu hari.
"Hei, jangan belagu kamu Yesha. Dasar menantu tidak tau diri, ga pernah bersyukur. Tiap bulan kamu juga mendapatkan uang dari Dika itu apa? Itu sama dengan gajimu bekerja dengan orang lain." Kata ibu Ayu bersungut-sungut.
"Ibu salah, itu adalah nafkah yang diberikan suamiku padaku. Namun aku anggap itu uang belanja bulanan, karena tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga kami. Jika kalian anggap itu uang gajiku tiap bulan, Oke. Aku terima. Terimakasih, karena kalian sudah memberiku bayaran atas kerja kerasku selama ini. Dan mulai besok aku mengundurkan diri dari pekerjaanku, carilah pembantu lain yang mau bekerja dengan kalian. " ucap Yesha melirik ke arah Maya dengan tersenyum smirk.
Dewi akhirnya pergi meninggalkan rumah mertuanya dengan perasaan lega. Tanpa mendengarkan cacian dan makian yang keluar dari mulut mereka.
to be continued.
Yesha menjemput Aksa setelah keluar dari rumah mertuanya. Hanya satu yang membuat Yesha bertahan selama ini, yaitu Aksa. Tapi sayangnya selama ini Aksa sama sekali tidak pernah mendapatkan kasih sayang dari ayah maupun neneknya. Mungkin sekarang saatnya Yesha harus berfikir ulang untuk mempertahankan pernikahannya atau harus mundur . Karena selama tujuh tahun pernikahannya, Yesha tidak pernah mendapatkan sedikitpun kebahagiaan bahkan semakin tahun berganti penderitaannya semakin bertambah. Apalagi Yesha sering menemukan hal-hal mencurigakan setiap kali mencuci pakaian Dika.
Seperti tadi pagi, dia menemukan noda lipstik , sebelumnya juga pernah menemukan bukti pembayaran hotel, struk belanja dan masih banyak lagi. Kalau di pikir-pikir dimana barang belanjaan itu? tidak pernah terlihat oleh Yesha saat di rumah. Yesha saja hanya berbelanja baju baru hanya pada saat hari raya saja. Lalu untuk siapa Dika belanja? Mungkin sudah waktunya Yesha mengambil tindakan.
Sudah terlalu dalam luka yang mereka torehkan kepada Yesha selama ini. Sudah saatnya Yesha untuk bersikap acuh kepada mereka.Sungguh hatinya tidak baik-baik saja hidup dengan keluarga yang penuh dengan toxic. Jika di tanya apakah sudah tidak ada lagi cinta untuk Dika, jawabannya pasti masih aada walau sedikit bagaimanapun mereka telah berumah tangga selama tujuh tahun. Namun kini, jika cinta sudah tidak mendapat balasan untuk apa di pertahankan. Berjuang sendiri itu sungguh melelahkan, itu yang Yesha rasakan. Apa lagi kalau orang yang kita cintai sudah bermain hati.
"ibu, kita mau kemana?" tanya Aksa yang melilhat ibunya berjalan terus melewati rumah mereka.
"Oh, kita akan ke rumah ibu Dian, Nak? Yang kemarin sore kita kesana?"
"Oh, Aksa pikir ibu lupa jalan pulang, karena ibu terus saja berjalan." Aksa terkekeh.
Yesha tersenyum mendengarkan anaknya berceloteh. Sekarang hanya Aksa harapan Yesha, karena hanya dia yang Yesha miliki saat ini. Yesha hanya akan bertahan untuk anak semata wayangnya ini.
Setelah berjalan cukup lama Yesha dan Aksa akhirnya sampai di rumah bu Dian. Kedatangan mereka di sambut ibu Dian dengan ramah. Walau tergolong orang kaya, namun bu Dian sama sekali tidak memiliki sifat sombong. Beda dengan mertuanya, kaya ga seberapa aja sombongnya minta ampun.
Astaghfirullah...kenapa Yesha jadi membanding-bandingkan ibu mertuanya dengan bu Dian.
"Ada apa yes?" tanya bu Dian saat mereka sudah berada di dalam rumah.
"Mengenai kemarin bu, sepertinya mulai besok saya sudah bisa kerja. Tidak hanya paruh waktu, tapi saya mau bekerja dari pagi sampai sore, bu." kata Yesha menyampaikan maksud kedatangannya.
"Benarkah? Lalu bagaimana dengan suami dan ibu mertuamu? Apa kau sudah meminta ijin kepada mereka?"
'Saya sudah bilang kepada ibu mertua kalau saya akan kerja seperti permintaannya. Kalau sama suami saya belum bilang bu, karena dia masih berada di luar kota. Tapi saya rasa suami saya akan mengijinkan saya bekerja bu, karena dia juga meminta saya untuk bekerja kemarin."
Sebelumnua, Yesha sudah menceritakan masalahnya kepada bu Dian, awalnya dia ragu untuk bercerita. Namun apa boleh buat, dia terpaksa mengatakan aib keluarganya hanya untuk mendapat belas kasihan dan pekerjaan, sehingga Bu Dian yang merasa iba dan bersimpati kepadanya, dan akhirnya mau menerima Yesha untuk bekerja di toko baju miliknya.
Terserahlah, apa kata orang. Mau di bilang menjual kisah sedih hidupnya hanya untuk sesuap nasi. Bukankah hal itu yang banyak dilakukan orang jaman sekarang. Tapi Bu Dian berjanji kepada Yesha kalau masalah pribadinya ini tidak akan di katakan kepada siapapun. Dan Yesha percaya itu, karena Bu Dian bukanlah orang yang suka bergosip. Dia lebih suka mencari uang, daripada bergosip.
"Oh, begitu...Ya sudah, kamu besok bisa masuk kerja." ujar ibu Dian.
"Tapi bu, saya ada permohonan."
"Apa katakanlah.'
"Setiap jam pulang sekolah saya minta ijin menjemput Aksa, lalu bolehkah aksa ikut saya bekerja? Karena di rumah tidak ada siapa-siapa, dan saya tidak berani meninggalkan Aksa dirumah sendiri."
"Ya sudah ga apa-apa. Asalkan anakmu tidak mengganggu pekerjaanmu. Dan pekerjaanmu berjalan baik,bagi saya tidak masalah."
"Alhamdulillah, terimaksih bu. Saya janji akan bekerja dengan baik, dan Aksa juga janji ga akan nakal kan nak?" tanya Yesha kepada anaknya.
"Iya bu, Aksa ga akan nakal, aksa juga akan bantu ibu jika ibu butuh bantuan Aksa."
"Anak pintar." kaa bu Dian mengusap kepala Aksa.
"Ya sudah besok kamu bisa datang ke toko jam setengah delapan. Karena toko akan buka jam delapan. Nanti saya akan ke sana untuk mengenalkanmu kepada pegawai di sana. Di sana hanya ada dua pegawai, karena pegawai ketiga kemarin mengundurkan diri karena mau menikah, maka dari itu saya menerimamu ,Yesha. Mungkin sudah rejekimu."
"Aamiin, mungkin memang benar sudah rrejeki saya bu. Ya sudah kalau begitu saya permisi dulu. Terimakasih bantuannya, bu. Assalamu'alaikum."
'Iya sama-sama, wa'alailkum salam."
Akhirnya Yesha pulang dengan perasaan lega, karena akhirnya dia bisa bekerja untuk menutupi kekurangan hidupnya.
***************
Malam harinya, saat Yesha sedang menemani Aksa belajar, tiba-tiba ada panggilan masuk dari suaminya.
"Tumben." batin Yesha.
Yesha pergi menjauh dari Aksa, karena dia tidak mau Aksa mendengar orang tuanya bertengkar lagi.
'Hallo, Assalamu'alaikum."
"Yesha tadi kamu ngomong apa sama ibu."
"Apa? Memang apa yang di katakan ibu padamu mas?" Yesha sudah menduga, ibu mertuanya itu pasti sudah mengadu kepada suaminya.
"Kau bilang kalau kau akan bekerja dan tidak akan datang kerumah ibu untuk membantunya.'
"Oh, itu. Memang benar aku akan bekerja. Memang kenapa? Bukankah kau yang menginginkan aku bekerja ? Sekarang aku akan bekerja sesuai keinginan kalian."
"Ya, kamu kan bisa kerumah ibu dulu bantu-bantu mereka, yesha. Setelah itu kau bisa bekerja."
"oh, jadi kau menelponkku hanya untuk menyuruhku tetap bekerja jadi pembantu keluargamu, begitu. Eh, mas dengerin ya. Orang kerja itu ada jamnya, masuk jam berapa pulang jam berapa. Kamu tadi bangun kesiangan aja marah-marah. Karena kami punya jam masuk kerja. Begitu juga dengan aku, Aku juga harus maduk kerja sesuai permintaan orang yang memeperkerjakan aku. Jika aku harus kerja dirumah ibumu dulu,maka aku ga kan oernah dapat pekerjaan. "
"Lagi puka di sana ada mbak Maya sama Dila yang bisa membantu ibu. Kenapa hanya aku yang kalian jadikan pembantu. "
"Apa maksudmu Yesha?" Nada suara Dika mulai meninggi, di pastikan dia sedang marah saat ini mendengar kalimat yang di lontarkan Yesha.
"Iya, selama ini bukankah aku hanya dijadikan pembantu di rumah mertuaku sendiri, padahal di sana juga ada mbak Maya yang bisa membantu, tapi apa kenapa hanya aku yang dijadikan pembantu oleh mereka. Tidak, aku tidak mau lagi. Aku akan bekerja mulai besok, sesuai keinginan kalian aku akan bekerja dan bermalas-malasan."
Dika langsung terdiam mendengnar ucapan yesha, mungkin dia berfikir dari mana Yesha mendapat keberanian membantah ucapannya, bahkan ucapan ibunya tadi.
"Hallo, kau masih ada di sana mas, kalau sudah ga ada yang mau di omongin aku matikan telponmu, dan selamat bersenang- senang." Yesha akan mematikan telponnya namun teriakan Dika menghentikan jari tangannya.
"Apa maksudmu Yesha, bersenang-senang apa? Aku ini kerja."
"Oh, kerja ya, ya udah kalau begitu selamat bekerja suamiku.' Kata Yesha mengejek.
"Yesha, katakan padaku, kamu kerja apa sebenarnya. Bukankah kau harus meminta ijin dariku." kata Dika sedikit lembut.
"Apapun pekerjaanku, bukan urusanmu mas. Bukankah selama ini kau tak pernah peduli padaku. Mau aku jadi pembantu atau kuli bangunan apa itu penting bagimu, mas. Yang penting aku mendapat gaji yang halal, tanpa harus mendengar hinaan dari mulut keluargamu. Dan untuk ijin, untuk apa aku meminta ijinmu. Bukankah kau sendiri yang menyuruhku untuk bekerja, jadi itu artinya aku sudah mendapatkan ijin darimu secara tidak langsung."
Dika terdiam,entah apa yang di pikirkannya saat ini. Yesha sudah berubah. Istrinya yang biasanya penurut sudah berubah. Padahal tadi pagi dia masih terlihat seperti biasanya.
" Kalu sudah tidak ada yang mau kau katakan aku matikan telponnya. Assalamu'alaikum" Yesha ,mematikan panggilan telponnya sepihak tanpa mendengar balasan salam dari Dika.
Entah apa yang dipikirkan Yesha saat ini, dia merasa lega karena bisa menyampaikan semua beban yang selama ini mengganjal dihatinya. Dia sudah merasa sangat lelah mengahadapi semua ini. Hanya Aksa yang membuatnya bertahan sampai saat ini,tapi sampai kapan?
" Bu..." panggil Aksa yang dari tadi mendengarkan ibunya yang sedang berbicara dengan ayahnya.
Yesha menoleh ke arah pintu, dilihatnya Aksa sedang bersandar di pintu.
"Ada apa nak?" tanya Yesha lembut.
" Apa ibu bertengkar lagi dengan ayah?"
Deg. Apa aksa mendengar dia bertengkar lagi?
"Tidak, tadi ayah hanya menayakan besok ibu kerja di mana."
"Apa ayah memarahi ibu lagi?"
"Tidak nak, kenapa?"
"Kalau ayah terus memarahi ibu, sebaiknya kita pergi jauh dari ayah, bu. Aksa ga mau lihat ibu bersedih tiap hari. Aksa sayang ibu, Aksa ga mau lihat ibu nangis terus."
"Ibu ga pernah nangis kok, ibu kan kuat."
"Tadi pagi Aksa lihat ibu menangis saat nyuci baju, sebenarnya Aksa mau pipis,tapi saat aksa lihat ibu menangis, Aksa balik lagi ke kamar. Aksa sering lihat ibu menangis kalau ayah pulang. " ucap Aksa jujur
"Deg... ternyata Aksa sering melihatnya menangis selama ini. Ya Allah berdosanya akuu.... "
"Ga apa-apa sayang, kalau Aksa sayang sama ibu. Ayo kita berjuang sama-sama Oke. "
"Iya, bu. Tapi kalau ibu sudah merasa capek berjuang, ibu bisa berhenti. Aksa ga mau lihat ibu kelelahan. "
"Baiklah nak, asalkan Aksa terus sama ibu Aksa ga akan lelah. Sekarang ayo kita tidur. Besok aksa harus sekolah, dan ibu harus bekerja. "
Aksa mengangguk dan membaringkan tubuhnya di sisi ibunya. Sungguh Yesha tidak menyangka jika Aksa memitkiki pemikiran sedewasa ini.
"Apakah karena keadaan yang membuatnya dewasa lebih cepat? "
to be continued.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!