Daisy, saat itu masih berusia 6 tahun, ketika melihat ibunya datang dalam keadaan mabuk dan mencium laki-laki tak di kenal ketika turun dari mobilnya.
Daisy duduk di anak tangga menuju kamarnya yang hanya berukuran 2x2,5 meter. Anak Tangga itu, kebetulan berhadapan langsung dengan pintu masuk.
Rumah yang berukuran 6x7 itu, hanya memiliki 2 kamar tidur, 1 kamar mandi, dapur dan ruang tamu.
"Hai... Anak manis, kamu belum tidur?" ucap Laura melihat Daisy.
Laura yang masih berusia 22 tahun itu, lalu terduduk di sofa.
"Kamu kenapa ke sini? Setiap mabuk kamu ke sini, tapi kalau kamu senang-senang, kamu gak ingat sama suami dan anakmu." ibu mertuanya bernama Ibu Anita memarahi menantunya.
"Bu, udahlah. Gak usah marah-marah. Aku lagi pusing. Bisa gak, ibu tidur aja. Sekalian bawa anak itu, dia seperti anak-anak di film horor duduk di tangga seperti itu." sambil menunjuk ke arah Daisy.
Tak lama kemudian, Nevan suaminya pulang dari kerja. Daisy lalu berlari ke arahnya dan memeluk ayahnya itu. Nevan menunduk membalas pelukan Daisy.
"Ayah... Daisy malam ini mau tidur dengan Ayah." Daisy berbisik pada Nevan.
Daisy adalah anak yang sangat ceria, jika berada di sekitar ayah dan ibu Anita saja.
"Ya sayang, kamu masuk aja duluan. Ayah mau bicara dengan mamamu dulu."
Daisy pergi masuk ke kamarnya.
"Dengar, apa kamu harus memperlihatkan dirimu yang seperti ini ke putrimu?" Nevan berbisik dan marah.
"Kita sudah memutuskan untuk hidup masing-masing. Kamu tidak bisa hidup miskin denganku. Jadi kamu memutuskan kembali ke orang tuamu yang kaya raya itu. Jadi jangan kembali ke sini lagi." Nevan duduk di samping Laura.
Ibu Anita hanya menghela nafas panjang, dan kembali ke kamarnya.
Laura lalu mencoba untuk duduk tegak.
"Kak, aku suka semuanya tentang kakak. Tapi hidup miskin dan tanpa uang. Aku benar-benar gak sanggup."
"Karena itu, aku menyuruhmu untuk pergi dari kehidupan ku."
"Emmm... Gak bisa. Apa kakak tau, aku kembali ke rumah orang tuaku karena butuh uang untuk Daisy dan juga kamu. Kamu gak bisa bantu aku sekolah lagi, dan aku juga bisa kuliah karena ada mama dan papaku." Laura mengeluarkan uang dari dalam tasnya.
"Ini, biaya untuk anak kita. Heheheheh. " ucap Laura sambil tertawa mabuk.
Nevan kemudian mengangkat tubuh Laura dan membopongnya ke luar rumah, Nevan sudah memanggilkan taksi.
Laura pun akhirnya pulang ke rumah orang tuanya.
Meskipun rasa cintanya pada Laura sudah berkurang, tapi Nevan sangat mencintai Daisy.
Nevan tau, istrinya sudah berselingkuh darinya sejak umur Daisy 2 tahun. Ketika Laura mulai kuliah.
Jadi sejak saat itu juga Nevan memutuskan untuk bercerai dengan Laura. Tapi Laura tak ingin menceraikan Nevan.
Hari-hari berlalu, sampai suatu hari, Ibu Anita meninggal karena sakit. Beliau memang sudah lama sakit.
Daisy kehilangan nenek kesayangannya di usia 7 tahun.
Dan setelah itu, tak lama ayahnya juga meninggal karena kecelakaan.
Dunia Daisy runtuh, dia tak ingin kembali pada ibunya.
"Sayang, sekarang kamu ikut mama yah."
Sepeninggal ayahnya, Daisy menjadi anak yang sangat pendiam.
"Saya boleh tinggal di tempat lain? Saya gak. Mau sama mama.!" ucap Daisy pelan.
"Kamu sekarang, gak punya siapa-siapa lagi. Kamu tau, di sana ada omah, ada opah yang bakalan nemenin Daisy." ucap Laura.
Daisy sama sekali tak pernah bertemu dengan kedua orang tua ibunya.
"Kamu gak usah bawa apa-apa, nanti mama akan belikan barang kamu yang baru. Dan mama udah buat kamar yang besar buat Daisy." Laura lalu menggandeng tangan Daisy.
Tapi, Daisy menarik tangannya, dan berlari menuju kamarnya di loteng.
"Daisy, ayo cepat turun." Laura berteriak.
meskipun kamarnya kecil, tapi dia sangat menyukainya.
Dia tau, mau tak mau harus meninggalkan kamar yang baru dia tempati selama 2 tahun.
Dengan cepat dia mengambil barang-barang kesayangannya.
"Daisy... Cepat tu... "
Daisy turun dengan membawa tas ranselnya.
"kan mama udah bilang, nanti mama belikan barangmu yang baru."
"Ini barang kesayangan saya." Daisy lalu berjalan ke luar rumah dan mendekati mobil Laura.
Laura tersenyum, dan melajukan mobilnya ke arah rumahnya.
Laura adalah anak kaya raya, ibu dan ayahnya adalah pengusaha besar. Karena itu, dia tidak bisa menyesuaikan hidupnya dengan Nevan.
Ketika mereka sampai di rumah, Ayah dan Ibunya biasa saja melihat cucu mereka untuk pertama kalinya.
Yang menyambut Daisy di sana hanya beberapa pelayan yang tersenyum.
"Nona, saya akan membawakan ransel nona." ucap pelayan yang bernama Bi Imah.
"Daisy, nama saya Daisy." ucapnya pelan.
Laura tersenyum, "antarkan dia ke kamarnya."
Bi Imah lalu mengantar Daisy ke kamarnya. Kamarnya jauh berbeda dengan kamarnya di rumah ayahnya.
Tapi entah kenapa, di ruangan yang semakin luas itu, dia merasa semakin kesepian.
Sampai waktu makan malam tiba, Daisy hanya berdiam diri di kamarnya. Dia sama sekali tak melangkah sedikitpun dari posisi dia tiba di kamar itu. Duduk di tepi tempat tidur.
"Nona, saatnya makan malam." bik Imah memanggil Daisy.
Daisy keluar kamar mengikuti langkah Bik Imah sampai ke ruang makan. Di Sana, Omah dan Opah nya sudah menunggu. Mereka melihat Daisy tanpa tersenyum sedikitpun.
"Mah, Pah, ini cucu kalian, Daisy." Laura berusaha mencairkan suasana dengan memperkenalkan Daisy.
Daisy hanya diam mematung, Laura lalu menarik tangan Daisy duduk di sampingnya.
Ketika semuanya mulai makan, Daisy tak tahu apa yang harus dia lakukan. Dia sangat ketakutan dan kesepian di ruangan itu.
"Mama... Saya takut." bisik Daisy pelan.
"Gak apa-apa sayang, makan makananmu. Ambil ini, dan ini." Laura menunjukkan cara makan menggunakan pisau pada putrinya.
"Inilah akibatnya jika tak. Mengajarkan Anak Mu cara makan di meja yang benar." Nyonya Liza, ibu dari Laura tiba-tiba bersuara.
"Mah, aku pernah mau ajak Daisy tinggal di sini. Tapi mama, menolaknya jika harus membawa Nevan. Sekarang Dia hanya sendiri di sini. Tolong lah." ucap Laura merasa kesal karena putrinya tak di sambut dengan hangat
Daisy benar-benar merasa lapar, ia ingin makan nasi dan beberapa lauk. Dia tak ingin memakan daging saja. Tapi, dia juga tak berani bicara dan melangkah.
Laura memotong steak Daisy, sehingga dia bisa makan dengan mudah. Setelah itupun, Daisy hanya memakan 2 potong dagingnya.
Tuan Abrar yang menyelesaikan makannya, langsung meninggalkan meja makan diikuti dengan Nyonya Liza.
"Apa saya boleh pergi? " tanya Daisy.
"Tapi, kamu hanya makan sedikit. Apa Daisy mau makanan lain? "
Daisy hanya menggeleng malu dan canggung di dekat mamanya sendiri.
Laura menghela nafas, dan membiarkan Daisy pergi.
Dia kembali ke kamarnya.
Setelah beberapa lama, Daisy merasa haus dan menuju dapur dan melihat para pelayan sedang menikmati makanan mereka. Secara perlahan Daisy melangkah mendekati mereka.
"Hai.... Kamu siapa? " tanya seorang gadis seumuran Daisy.
" Ava, dia Nona muda di rumah ini," Bik Imah memarahi gadis itu.
"tidak, Jangan panggil saya Nona, panggil saja Daisy." ucap Daisy agar Bik Imah tak marahi Ava.
"Gak boleh Non, nanti Nyonya besar marah."
Daisy hanya tersenyum canggung.
"Saya haus." Dengan cepat Bik Imah memberikan minuman pada Daisy.
Setelah minum, Daisy tidak kembali ke kamarnya, tapi malah melihat makanan yang dimakan oleh para pelayan.
Daisy yang sangat lapar, mengeluarkan bunyi dari perutnya, para oelayan yang mendengarnya langsung tersenyum dan mengajak Daisy umtuk makan bersama.
Dia pun bergabung dengan senang hati.
Tengah asik menikmati makanan,
"Ini salah satu alasan, kenapa aku katakan pada Mamamu, kalau jiwa miskin mu. Tidak Akan hilang meskipun kamu tinggal di rumah ini. " ucap Nyonya Liza mengagetkan para pelayan.
...****************...
Ini salah satu alasan, kenapa aku katakan pada Mamamu, kalau jiwa miskin mu. Tidak Akan hilang meskipun kamu tinggal di rumah ini. " ucap Nyonya Liza mengagetkan para pelayan.
Daisy sangat terkejut dan dia terbatuk kaget.
Tapi, hal itu tidak membuat dia berhenti untuk makan dengan para pelayan, karena jika dia makan di meja bersama keluarga ibunya, dia akan terus mengalami masalah pencernaan.
Sejak kedatangannya ke rumah itu, tak sekalipun dia mendapatkan kasih sayang dari Kakek dan neneknya.
Laura pun sibuk dengan dunianya. Dia sibuk kuliah, melanjutkan sarjananya. Mempersiapkan diri untuk menjadi penerus keluarganya, karena Laura merupakan anak tunggal dari Tuan Abrar dan Nyonya Liza.
Bahkan dia sudah di anggap sama seperti pelayan lainnya, dia tidak membiarkan Daisy memanggilnya dengan sebutan omah.
"Apa kamu tidak malu, lemak di tubuhmu itu terlalu banyak?" Nyonya Liza mencubit perut Daisy.
Daisy, sekarang sudah berusia 18 tahun.
Nyonya Liza selalu menyinggung penampilan Daisy. keluarga mereka adalah keluarga yang kaya raya. Bagi mereka penampilan, harta dan kekuasaan adalah segalanya.
Sementara Daisy, sejak berusia 11 tahun memasuki fase pubertasnya, dia mulai mengalami kenaikan badan yang signifikan dan bertambah gemuk.
"Apa kamu yakin, dia itu anakmu? " Nyonya Liza menyinggung Daisy lagi.
Hari ini, adalah hari pelantikan Laura menjadi wakil direktur dan mereka mengadakan acara di kediaman tuan Abrar Danendra.
Karena itu, Nyonya Liza sangat tidak ingin menunjukkan Daisy di hadapan tamu undangannya.
Dan memang karena, tidak ada yang mengetahui jika Laura sudah pernah menikah dan memiliki putri.
Daisy, memiliki tubuh yang gemuk, berat tubuhnya 75kg, dengan tinggi 165cm, rambut yang bergelombang dan hitam persis rambut ayahnya.
Sementara Laura, dia memiliki tinggi 168 cm dengan tubuhnya yang langsing, sangat jauh berbeda dengan Daisy.
Rasa marah Nyonya Liza tidak lepas karena kesalahan yang dilakukan oleh Laura dan Nevan 18 tahun yang lalu.
......................
"Aku mau, kakak jadi pengalaman dan laki-laki pertamaku." ucap Laura yang saat itu masih berusia 15 tahun. Dia sangat ingin mendapat pengalaman pertamanya, karena teman-temannya juga mulai melakukan hal itu.
"Maaf Laura, kita tidak boleh melakukan ini, selain usiamu yang masih belia. Aku juga tidak ingin merusak masa depan kita." Ucap Nevan kekasih Laura yang berusia 17 tahun itu. Sambil menahan tangan kekasihnya meraba tubuhnya.
"Apa kakak tidak suka denganku? Atau aku tidak secantik mantan-mantan kakak? " Laura mulai merajuk.
"Bukan, aku tidak pernah melakukan hal itu, dan aku tidak ingin melakukannya jika kita tidak menikah. Dan kamu lihat, kita ada di lingkungan sekolah, meskipun kita sedang berkemah sekarang. Dan kamu lihat, semua orang sedang tidur, jadi kamu juga harus kembali ke tendamu dan tidur." Jelas Nevan.
Mereka sedang mengadakan pengenalan sekolah kepada siswa baru. Nevan adalah ketua OSIS, dia sangat cerdas, dia bersekolah di sekolah mahal itu karena beasiswa yang di dapatnya. Sementara Laura adalah siswa baru, mereka saling mengenal ketika Laura melakukan tour sebelum masuk ke sekolah itu.
"Maaf Laura, jika kamu tidak pergi, maka aku yang pergi." Nevan lalu berdiri hendak keluar tenda.
Lalu Laura mulai menangis, yang awalnya suaranya pelan, malah semakin keras.
"Ssssstt... Ssssttthhh... Laura, tolong, berhenti menangis." Nevan langsung memeluk bahu Laura.
"Kakak tau, bagaimana perasaan aku sekarang? Aku merasa aku wanita yang menjijikkan sehingga kakak menolak ku" Laura menangis sesenggukan.
"Dengar, kamu tau, bukan itu alasannya. Kita tidak boleh melakukan hal yang melanggar agama dan norma." Nevan lalu melepaskan pelukan Laura.
Laura yang merasa kesal, mendorong Nevan, sehingga jatuh terlentang, Laura langsung meletakkan tubuhnya di atas tubuh Nevan dan memeluk Nevan dengan erat.
Nevan berusaha mendorong Laura, tapi dia memeluknya terlalu kuat, dia berusaha membalikkan tubuhnya agar Laura terjatuh dari tubuhnya. Sambil menahan suaranya agar tak terdengar orang lain. Memang tenda pengurus OSIS agak jauh dari tenda siswa-siswa lain.
Laura mulai menggerakkan tubuh bagian bawahnya dan mengenai tubuh bagian bawah Nevan.
"Hentikan Laura, apa kamu sadar, ini adalah pelec*han? " Suara Nevan di selingi *******. Dia tak pernah merasakan tubuhnya bisa bergetar jika barangnya tersentuh wanita.
"Sial.. Sial.... Aku harus bisa melawan ini." ucap Nevan dalam hati sambil menutup matanya berusaha mengumpulkan tenaga mendorong Laura.
Laura lalu mencium bibir Nevan dengan paksa.
Nevan awalnya melawan, tapi rangsangan dari bagian bawahnya dan ciuman Laura membuat dia balik mencium Laura.
Laura tersenyum, pikiran Nevan sudah tak bisa dia bendung, darah yang mengalir ke otaknya membuat pandangannya kabur sehingga dia menyerah dan menikmati hal itu.
Sehingga malam itu menjadi malam pertama untuk mereka berdua.
"Maafin aku yah Kak, aku hanya iri dengan teman-temanku. Mereka selalu menceritakan pengalaman mereka dan membuat aku perawan sendirian. Kakak Adalah pacar pertamaku dan aku ingin kakak... "
"Lebih baik kamu kembali ke tendamu. Bagaimanapun kita sudah melakukan kesalahan besar. Dan itu adalah salahku."ucap Nevan memakai pakaiannya dan keluar dari tendanya.
Setelah malam itu, Nevan mulai menjaga jarak dari Laura. Tapi, dia marah pada dirinya tidak bisa menahan diri.
Laura merasa kesal pada Nevan, dan dia pun mencoba hubungan badan dengan laki-laki lain. Berusaha membuat Nevan perhatian padanya.
Nevan, sangat menyukai Laura, tapi dia tau siapa Laura, dan bagaimana kehidupannya. Nevan memiliki rencana besar untuk hidupnya. Tapi setelah malam itu, dia selalu dihantui rasa bersalah karena menyerah malam itu.
Dihantui akan masa depannya yang bisa saja hancur dalam sesaat.
Mendengar Laura mulai melakukan hal-hal yang tidak baik, Nevan menemui Laura.
"Apa yang ingin kamu tunjukkan dengan melakukan hal-hal itu? Kamu tau, yang kita lakukan malam itu adalah suatu kesalahan. Dan bagaimana bisa kamu melakukannya dengan laki-laki lain?"
"Kakak, sama sekali tidak perduli sama saya. Aku sudah menyerahkan semuanya sama kakak. Tapi malah di abaikan seperti ini."
"Jangan pernah mempertahankan laki-laki dengan memberikan segalanya. Kita masih muda. Masa depan kita masih menunggu di depan sana. Aku, di besarkan oleh ibu tunggal, tujuanku adalah membahagiakannya. Tapi, apa yang kita lakukan malam itu, bisa saja merusak semuanya."
"Terus kakak, mau ninggalin aku gitu aja?"
"Maaf Laura, ada baiknya kita berpisah dulu." Nevan lalu pergi meninggalkan Laura.
4 bulan kemudian Laura, mengirim sebuah surat pada Nevan, meminta agar bertemu.
"Kenapa kamu terlihat sangat pucat? Apa kamu sakit?" Nevan melihat Laura yang sangat pucat dan lemas.
"Beberapa hari ini, aku merasa gak enak badan. Dan aku ingat kalau aku belum datang bulan sejak pertama kita begitu."
Perlahan tangan Laura mengeluarkan sebuah benda,
"Kamu hamil?" Nevan sangat terkejut dan juga bingung tentang hal itu.
...****************...
Kamu hamil?" Nevan sangat terkejut dan juga bingung tentang hal itu.
Mereka berdua sangat bingung.
"Aku akan gugurin ini. " Laura memecah keheningan antara mereka.
"Apa kamu gila? Dia adalah bayi. Bayi kita" Nevan agak marah pada Laura.
"Lalu, kakak berfikir untuk melahirkan bayi ini? Aku masih 15 tahun." Laura ikut marah dan kesal dan mulai menangis.
"Ini yang aku takutkan." Nevan lalu terduduk lemas.
Nevan sangat bingung, dia tidak tau apa yang harus dia lakukan. Seandainya dia ingin bayi itu hidup, dia masih bisa untuk menyelesaikan SMA nya , sementara Laura tidak akan bisa sekolah lagi.
Bagaimana dengan mimpi yang selama ini dia rajut, Dia menabung agar bisa masuk sekolah kedokteran, dan di bantu beasiswa yang dia dapat. Tapi Dengan adanya kehadiran bayi itu, pudar dan hilang semua mimpi Nevan.
Nevan dan Laura akhirnya memutuskan untuk membicarakan hal ini pada orang tua mereka.
"Ibu, maafkan saya, saya sudah melakukan hal yang harusnya tidak boleh saya lakukan." Nevan langsung berlutut di hadapannya ibunya. Mereka bertiga duduk di ruang tamu.
Bu anita, Nevan dan juga Laura.
"Saya hamil, Bu." Laura langsung bicara.
Mata Bu anita melotot tak percaya dengan apa yang didengarnya.
"Hamil? Kalian berdua? " ibu Anita meninggikan suaranya.
"Maafkan saya Bu, saya benar-benar minta maaf." Nevan memeluk lutut ibunya. Bagi Nevan ibunya adalah segalanya. Sejak kecil mereka hanya berdua. Ayah Nevan meninggal ketika dia masih dalam kandungan. Karen itu, Ibunya adalah poros hidupnya.
"Ibu... Ibu tidak mengerti Nak, apa yang salah pernah ibu lakukan? Sampai Kamu berbuat begitu dan membawa hal ini dalam hidupmu.? " Ibu Anita menangis sesenggukan.
"Ibu gak usah khawatir, saya memutuskan untuk menggugurkannya. " Ucap Laura tanpa basa-basi.
"Apa kamu gila? Dia itu juga manusia. Jika kalian menyingkirkannya, kalian sama saja dengan membunuh." Ibu Anita menggeleng.
"Tapi, saya gak bisa. Saya gak mau berhenti sekolah. Dan bagaimana dengan Kak Nevan?" Laura melihat ke arah Nevan.
"Ibu benar, kita sudah melakukan satu kesalahan, kita tak boleh menambah kesalahan lain lagi."
Lau menggeleng, "Aku baru saja menikmati masa SMA ku, dan sekarang kakak mau, aku melahirkan bayi ini?"
"Apa kalian tidak memikirkannya ketika melakukan hal itu? " Bu Anita Menangis dan kecewa pada putranya.
"Kita juga harus membicarakan hal ini pada orang tuamu juga." ucap Bu Anita.
Mereka ingin membicarakan pada orang tua Laura. Meskipun, keputusan mereka sudah bulat untuk menjaga bayi itu.
Keesokan harinya, Bu Anita dan Nevan mengunjungi kediaman Laura. Mereka sangat terkejut melihat kediaman Laura.
"Nak, apa betul ini rumah Nak Laura? " bisik Bu Anita pada putranya.
"Iya Buk, karena itu saya ingin berpisah dengannya. Dan tidak menyangka kalau dia akan hamil dengan bayi saya."
Nevan tau, kenapa dia dan Laura sangat tidak bisa bersama. Karena Itu, meski masih muda, dia berambisi menjadi orang sukses agar tidak di remehkan oleh orang-orang seperti keluarga Laura.
"Apa ini hal penting? Kamu meminta mama dan Papah bertemu orang-orang yang tidak penting." Ucap Nyonya Liza tanpa mempersilahkan Bu Anita dan Nevan duduk.
"Mah, Pah, Aku hamil." Laura tau, jika semakin lama dia ke pokok pembicaraan, maka semakin lama juga mamanya akan menghina Keluarga Nevan.
"Apa? Hahahahha. Kamu pasti bercanda, dan jangan bilang dia adalah ayah dari bayi itu." ucap Nyonya Liza menunjuk ke arah Nevan.
"Iya, dia anak Nevan." Laura melihat ke arah Ayahnya yang hanya diam.
"Mama tau, dokter yang bagus, jadi kalian berdua boleh pulang. Kalian tak ada lagi urusannya dengan bayi ini." Nyonya Liza melanjutkan ucapannya.
"Tidak, kami ingin bayi ini dilahirkan." Ibu Anita melawan ucapan Nyonya Liza.
"Jangan mimpi, aku tak ingin mempunyai keturunan dari gen keluarga kalian yang miskin."
"Mama" Laura memanggil mamanya lirih.
"Jika anda masih nekat, kami akan melaporkan hal ini pada polisi. Anda tau kan, hal itu adalah ilegal? " bu Anita melanjutkan.
"Laura, kamu tidak inginkan masuk penjara? Lebih baik kamu ikut Ibu. Ibu akan bantu kami dengan semuanya. Dan kamu tau, bayi itu adalah bagian dari diri kamu dan Nevan. Dia tidak bersalah."
"Berarti kalian sudah memutuskan semuanya. Baiklah." Tuan Abrar langsung pergi tanpa kata-kata.
"Sekarang, terserah padamu." Nyonya Liza melihat Laura.
Laura lalu melihat ke arah Nevan dan Bu Anita.
Perlahan dia berjalan ke arah Bu Anita dan Nevan.
"Terserah, apapun keputusanmu. Mama gak mau ikut campur, jangan cari mama kalau kamu menyesal." Nyonya Liza juga pergi meninggalkan mereka.
Mereka bertiga pergi meninggalkan rumah megah itu. Laura sangat berat meninggalkan rumahnya.
"Beritahu Laura, jika anaknya laki-laki, aku akan menerimanya, tapi jika anaknya perempuan dia tidak akan menjadi cucuku." ucap Tuan Abrar pada Nyonya Liza.
"Tidak, aku tidak perduli, dia laki-laki atau perempuan, mereka tidak boleh masuk ke rumahku."
"Ingat Liza, keputusan di tempat ini, adalah milikku." ucap Tuan Abrar marah, Nyonya Liza pun diam tak berkutik.
Hari-hari kehamilannya dia melewatinya dengan sulit, karena Nevan sibuk bekerja untuk memenuhi kebutuhan, dan mempersiapkan uang untuk persalinan Laura. Begitu juga Bu Anita, saling bergantian menjaga Laura.
Setelah Daisy lahir, Laura menjadi lebih kesulitan, dia merasa kesepian. Ketika Daisy menangis, dia tak mau menggendongnya. Bahkan tak mau menyusuinya. Bu Anita terus dan selalu mendukung Laura.
Laura merindukan kehidupannya yang nyaman, dia akhirnya menelepon(meminjam telepon tetangga) ibunya dan meminta di jemput.
Laura yang anak tunggal, tentu saja orang tuanya tak akan tega mendengar tangisan putrinya.
Dia meninggalkan Daisy di atas tempat tidur. Bu Anita yang baru pulang dari pasar kaget melihat Daisy seorang diri di atas tempat tidur.
Nevan dan Bu Anita yang kecewa tak ingin Laura kembali, tapi setelah beberapa lama Laura kembali ke rumah itu, ternyata dia melanjutkan sekolahnya. Dia bolak balik dari rumahnya ke rumah Nevan.
Nevan mengirimi Laura surat cerai, tapi Laura tak menghiraukannya.
Sampai kuliah pun, dia melakukan semuanya sesuka hatinya.
"Apa yang sebenarnya kamu inginkan dariku? " Tanya Nevan pada Laura.
"Kamu tau, selama kita menikah, meskipun ada banyak laki-laki mengajakku pacaran, aku tetap setia padamu. Tapi kamu memperlakukan aku seperti bayangan. Aku ini istrimu." Laura menangis.
"Laura, aku bekerja, aku berusaha memenuhi kebutuhan anak kita, keluarga kita. Bagimu, uang yang kubawa pulang tak akan cukup untuk gaya hidupmu. Tapi, ini kenyataannya. Kamu mencintai laki-laki miskin, yang sekolah dari beasiswa dan sekarang kerja serabutan untuk memenuhi Kehidupan sehari-hari. Aku berusaha menganggap istri, tapi kamu lari dari tanggung jawabmu. Cinta bukan hanya sekedar antara kita, kita membuat Daisy hadir di dunia ini, dan kita harus mempertanggung jawabkan nya."
Laura, sama sekali tak mengerti jalan pikiran Nevan, Laura selalu membawa uang untuk Nevan dan Daisy, tapi tak pernah digunakan.
Sampai ketika kuliah, dia merasa kesepian, dan berselingkuh dari Nevan. Nevan berkali-kali meminta mereka bercerai agar Laura bisa bebas dengan dunianya. Tapi, entah apa alasannya dia tak mau melepaskan Nevan ataupun Daisy.
...****************...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!