NovelToon NovelToon

KITA Hanya MENIKAH

Prolog

Seorang perempuan terlihat gusar di dalam duduknya , berulang kali ia membuka layar handphone hanya untuk melihat angka jam yang terlihat begitu lamban berjalan dan ia begitu tidak sabar untuk mengakhiri kegugupan yang sedang ia rasakan , " ini benar-benar membuatku nervous " gumamnya dengan menghela nafas begitu kasar , sesaat ia tertegun saat menatap dirinya berada dalam cermin , gaun putih yang elegan dan wajah dengan riasan yang begitu cantik , " ceh , aku menikah " ucapnya dengan ujung bibir yang tersungging , tidak ada raut bahagia pada wajahnya yang terlihat hanya kegugupan dan rasa tidak sabar ingin segera mengakhiri acara pemberkatan dalam pernikahan , yang membuatnya begitu muak karena harus menunggu seperti tuan putri dan itu bukan gayanya.

" Rea " panggil seseorang dari balik pintu yang baru saja terbuka , " kau begitu cantik Rea " tambahnya dengan menatap begitu kagum.

" Hentikan Devita , kau tahu aku sudah begitu muak menggunakan pakaian berat ini dan kepalaku benar-benar di buat pusing " keluhnya.

" Hentikan keluhanmu , kau benar-benar terlihat cantik Rea " ujar Devita , perempuan yang menjadi orang terdekatnya.

" Aku tidak butuh sanjunganmu Dev " tukasnya , " ada apa denganmu Rea ? , seharusnya kau bisa menikmati apapun yang kau gunakan , apa kau lupa hari ini hari pernikahanmu ? "

" Apa kau tidak bahagia Rea ? " tambahnya dan menatap bola mata berwarna hitam pekat itu lebih dalam , " tentu aku bahagia ,hari ini hari pernikahanku Dev " katanya tertawa.

" Tapi kau terlihat berbeda dari apa yang kau ucapkan " ucap Devita membuat jantung Rea berdegub bersama tawa palsu yang memudar , " kau hanya begitu khawatir Dev , mana mungkin aku tidak bahagia , hanya saja aku begitu gugup " katanya menjelaskan.

Klek " pintu kembali terbuka , membuat dua sahabat itu seketika menghentikan perbincangannya , " ibumu Rea " gumam pelan Devita dan langsung menggenggam tangan yang mulai terasa dingin , " aku baik-baik saja " ucap pelan Rea , namun sebagai seorang sahabat Devita sangat tahu apa yang sedang di rasakan oleh perempuan yang hari ini menjadi mempelai wanita di dalam sebuah acara pernikahan.

" Kau terlihat cantik " ucap Kaku dari wanita paruh baya yang berjalan mendekat kearahnya.

" Terimakasih telah datang Nyonya Kris " sahut Rea tersenyum, namun dengan bibir yang bergetar dan memperat gengaman tangannya pada Devita , " Kau masih saja sulit untuk memanggilku ibu " ujar wanita paruh baya di hadapannya.

" Hentikan Rea , ini bukan saatnya untuk memulai perdebatan kalian " ucap Devita menghentikan saat melihat bibir perempuan itu siap untuk membalas ucapan Kris yang tidak lain adalah ibu kandungnya , namun juga seorang ibu yang tega karena pernah menelantarkannya begitu saja.

" Silahkan kembali duduk di kursi undangan Nyonya , karena sebentar lagi acara pemberkatan akan segera di mulai " tambah Devita pada Kris.

Wanita paruh baya itu tidak kembali bicara , ia hanya menatap sebentar kearah Rea , lalu meninggalkan ruangan itu tanpa pamit dan tanpa mengucapkan doa untuk kebahagian putrinya.

Tes , air mata mengalir begitu saja dari wajah yang sudah di rias dengan sebegitu cantik , " aku mohon jangan menangis Rea , hari ini hari bahagiamu " ujar Devita ,yang begitu tidak tega melihat perempuan kuat itu menitihkan air matanya.

" Apa kau sudah siap ? " tanya laki-laki paruh baya yang tersenyum begitu bahagia kearahnya , dengan cepat ia menghapus sisa air mata yang masih mengalir , lalu mengangguk pelan , " kau benar-benar begitu cantik putriku "

" Terimakasih paman Frans "

" Ayah , beberapa jam lagi aku akan menjadi ayahmu " ujarnya tertawa.

" Kemari nak , aku sungguh tidak sabar untuk menunggu kau benar-benar resmi menjadi bagian dari keluargaku " tambah ayah dari laki-laki yang akan menjadi suaminya.

~

Semua orang sudah berdiri untuk menyambut kedatang mempelai wanita yang sedang berjalan menuju altar pernikahan , " jaga dia selalu Gema " ucap Frans saat melepas wanita berparas cantik itu pada putra semata wayangnya ,

" Terimakasih ayah " ucap Rea pada Frans , dan lelaki itu membalasnya dengan senyuman yang begitu bahagia , " semoga pernikahan kalian di berkati Tuhan dan di limpahkan kebahagian " ucap Frans sebelum bergabung pada istri yang sudah berdiri di deretan kursi paling depan.

Sesaat mata kedua calon mempelai saling bertatapan , sebelum akhirnya melanjutkan langkah mereka menuju pendeta yang sudah siap untuk memberi pemberkatan.

Janji suci pernikahan sudah di ucapkan dan tidak ada hambatan dalam pertukaran cincin antara mempelai ,

jantung Rea berdetak lebih cepat , bahkan berulang kali ia harus menelan paksa ludahnya karena begitu gugup , " apa kita harus benar-benar berciuman " ucapnya begitu pelan pada laki-laki yang beberapa detik yang lalu sudah resmi menjadi suaminya , " mau bagaimana lagi " sahut Gema dan tanpa menunggu persetujuan ia langsung ******* bibir ranum wanita di hadapannya , " ini penutupan dari akting sempurna kita hari ini " ucapnya tersenyum , setelah melepas ciuman tak terbalas itu.

Semua orang berteriak , menyaksikan moment romantis di dalam sebuah pernikahan , dan ciuman bibir itu selalu menjadi penutup dari sebuah pemberkatan dalam pernikahan dan menjadi awal dari hubungan yang sudah sah dihadapan Tuhan dan negara.

" Berhenti termenung istriku , sekarang saatnya kita menyapa tamu undangan pernikahan kita " ucap Gema yang sengaja menggoda Rea , lalu menarik tangan wanita itu menuju keramaian orang yang memang sudah menunggu mereka untuk memberikan doa dan ucapan selamat untuk rumah tangga yang baru saja akan di mulai.

Mimpi Buruk

" Jangan tinggalkan aku sendiri ibu , aku mohon " pinta seorang gadis kecil dengan air mata yang terus membasahi wajah mungilnya. Mengharap sedikit saja belas kasih dari ibu yang sudah melahirkannya , " lepaskan tanganmu Rea. Kau membuatku malu " ucap wanita itu begitu tegas sambil melepas paksa jari-jari kecil yang terus menggenggam tangannya begitu erat, " bu , bawa aku pergi bersamamu , ayah tidak menyayangiku "

" Aku bilang lepaskan tanganmu " teriak wanita itu tanpa rasa belas kasih sedikit pun pada anak kecil yang lahir dari rahimnya sendiri, " aku tidak mungkin membawamu masuk ke dalam keluarga baruku. Jadi pulang lah kerumah ayahmu Rea, Jika nanti ada waktu aku akan datang melihatmu " ucapnya tanpa perasaan.

Perlahan tangan kecil itu melepas pegangan tangannya. Bersamaan dengan air mata yang ikut berhenti mengalir, " pulanglah " ulang wanita itu lalu meninggalkan Rea kecil begitu saja. Namun tiba-tiba langkahnya terhenti lalu memutar tubuhnya dan kembali berjalan menuju gadis kecil yang kini menatapnya dengan mata berbinar. Ia berharap mungkin ibunya sudah bermurah hati untuk membawanya pergi.

Wanita itu terlihat merogoh tasnya. Lalu mengeluarkan beberapa lembar uang kertas dengan jumlah yang cukup besar, " ambil untukmu " katanya memaksa dan memasukan lembaran uang kertas itu ke dalam telapak tangan kecil milik Rea, " gunakan uang ini sebaik mungkin dan setelah ini, meski pun kau melihatku jangan pernah memanggilku lagi dan merengek seperti tadi "

" Biar aku yang datang menemuimu. Selebihnya jika kita bertemu. Anggap saja kita tidak saling kenal " tambahnya. Membuat gadis kecil itu terdiam mematung dengan perasaan yang begitu sakit.

Dia memang hanya gadis kecil yang baru berumur 8 tahun. Namun, perasaannya sudah cukup paham dengan rasa sakit yang terus ia terima oleh kedua orang tuannya. Tidak ada yang peduli. Tidak ada yang menyayanginya seperti anak-anak se-usianya yang masih membutuhkan kasih sayang orang tua. Namun Rea kecil sudah harus menerima rasa sakit oleh kedua orang tua yang egois.

" Apa kau mengerti ? " teriak wanita itu lagi. Gadis kecil itu mengangguk pelan dan menahan dirinya untuk tidak kembali merengek. Mengharapkan sedikit saja belas kasih yang sudah ia ketahui kalau itu tidak akan mungkin.

Mata sendu itu terus menatap pada punggung ibunya yang terus berjalan menjauh.

Tes. Rintik hujan yang tiba-tiba jatuh ke bumi tanpa pamit dan langit yang mendung seolah ikut peran dalam kesedihan gadis kecil dengan pakaian yang lusuh. Tangan kecil itu menepis air mata yang kembali mengalir dari sela mata coklatnya, " takdir hidupmu tidak akan berubah meski kau menangis Rea " ucapnya serak. Namun, semakin kuat ia menahan kesedihannya maka semakin hancur pula perasaannya dan membuat air mata itu mengalir tanpa bisa di cegah, " Kenapa tidak ada yang menyayangiku Tuhan. Padahal Rea bukan anak yang nakal " ucapnya di dalam tangisan dengan pakaian yang sudah basah oleh air hujan.

Bola mata coklat itu terbuka. bersama nafas yang menderu dan keringat yang sudah membasahi dahinya, " kenapa kenangan menyakitkan itu harus menjadi mimpi burukku " ucap perempuan dewasa yang telah duduk di sisi tempat tidurnya yang mewah, " ceh , lagi lagi aku menangis " lanjutnya saat merasa wajahnya sudah basah oleh air matanya sendiri.

Ia beranjak dari tempat tidur dan meninggalkan kamarnya yang mewah menuju dapur yang berada di lantai satu rumahnya.

Pikirannya sedikit tenang setelah meneguk air dingin yang ia ambil dari dalam lemari es , " menjadi gelandangan atau kaya raya takdirku tetap sendiri " ucapnya dengan senyuman begitu pahit saat melihat rumah megahnya yang begitu terasa sunyi.

Ia tidak tinggal sendiri, ada begitu banyak pelayan yang bekerja untuknya . Namun ketika tengah malam seperti ini semua pelayan juga ikut meninggalkannya untuk berada dalam mimpinya masing-masing dan menyadarkan kalau sampai kapan pun dirinya akan tetap sendiri.

" Nona Rea " panggil seseorang, membuat perempuan itu tersentak dari lamunannya , " kau mengejutkan aku Rose " ucapnya dengan satu tangan yang memegang dada kirinya untuk mengatur detak jantung yang berpacu lebih cepat.

" Maafkan aku nona " ucap Rose. Wanita paruh baya yang bekerja cukup lama dengannya.

" Apa anda lapar nona ?"

" Tidak , aku hanya datang untuk mengambil air dan kau bisa kembali lagi ke kamarmu "

" Baiklah. Katakan saja jika nanti anda menginginkan sesuatu " kata Rose dan Rea mengangguk lalu meninggalkan dapur dengan satu gelas ditangannya.

~

" Kau terlihat begitu senang ? " ucap perempuan yang baru saja masuk , " sepertinya aku terlalu memaklumimu Dev " ujar Rea yang terkejut karena kedatangan sahabatnya yang masuk tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu ,

" Jelaskan padaku , kenapa kau begitu terlihat bahagia "

" Apa kau harus mengetahui segalanya ? "

" Tentu " sahut Devita lantang.

" Coba bantu aku untuk memilihnya " kata Rea sedikit malu. Devita yang sudah penasaran dengan cepat berjalan menuju meja kerja sahabatnya untuk melihat apa yang akan ia tunjukkan dari balik layar ipad di hadapannya itu, " gaun ? " ucap Devita sedikit terkejut pada slide yang terus berganti oleh jari telunjuk Rea.

" Sean mengajakku bertunangan " jelas Rea yang terlihat begitu bahagia , " oh my god " teriak tak percaya Devita pada kabar bahagia yang baru saja ia dengar , " Congratulation Rea , aku benar-benar bahagia untuk kabar ini " tambahnya dengan memeluk tubuh perempuan itu begitu erat.

" Dev lepaskan tanganmu , kau bisa membunuh keponakanku " ujar Rea menatap perut Devita yang sudah membesar.

" Dia juga pasti bahagia untukmu " kata Devita yang terus tersenyum karena begitu bahagia.

" Cepatlah keluar dari perut ibumu nak " kata Rea berbicara sambil mencodongkan tubuhnya pada perut besar milik sahabatnya itu, " oh astaga dia beraksi Dev " teriaknya kegirangan saat melihat gerakan tiba-tiba dari perut Devita , " kau lihat dia benar-benar bahagia untukmu "

" Aku sungguh tidak sabar kau hadir dalam kehidupan kami " ucap Rea sambil mendengar detak jantung dari bayi yang masih berada di dalam perut ibunya , " dia begitu aktif Dev " ujarnya lagi.

" Ya , ketika aku sedang bahagia reaksinya memang selalu berlebihan " keluh Devita menahan perut yang terus bergerak oleh bayi di dalamnya.

" Jadi gaun apa yang aku harus aku pilih Dev , aku benar-benar tidak bisa menentukannya " lanjutnya yang kembali pada pembahasan awal , " kemarikan padaku " pinta Devita pada ipad yang berada di tangan Rea.

" ini sangat cocok untukmu " katanya setelah menetapkan pilihannya pada gaun berwarna peach dengan taburan kristal , " kau memang selalu bisa di andalkan " ucap Rea begitu senang dan menyetujui pilihan sahabatnya itu.

" Kau memang wanita aneh , bisa memilih investor yang tepat tapi tidak bisa memilih barang-barang yang ingin kau gunakan sendiri "

" itu berbeda hal Dev " katanya membela diri , lalu segera mengambil benda pipih miliknya yang berada di atas meja , " aku harus menghubungi Sean kalau aku sudah menemukan gaunnya " katanya dengan senyum yang tak kunjung pudar , namun wajahnya tiba-tiba saja berubah setelah nomor telepon yang dia hubungi sedang berada di luar jangkauan , " ada apa Rea ? " tanya Devita yang mengerti pada perubahan wajah sahabatnya , " sudah dua hari Sean tidak menghubungiku dan hari ini nomornya sudah tidak lagi bisa di hubungi " jelas Rea pelan dengan raut wajah khawatir , " mungkin dia sedang sibuk dengan pekerjaannya , kau sendiri tahu calon tunanganmu ada lelaki pekerja keras "

" Ya , aku memang berharap seperti itu " sahut Rea pelan sambil menghela nafasnya untuk menepis perasaan cemas pada laki-laki yang sebentar lagi akan menjadi tunangannya itu.

Paman Frans

" Tuan Frans sudah menunggu kedatangan anda Nona " ucap perempuan yang sengaja berdiri disisi pintu untuk menyambut kedatang Klien penting dari tuannya , Rea hanya tersenyum dan segera masuk ke dalam ruangan dengan pintu yang baru saja di buka oleh dua pelayan restoran.

" Apa kau sudah lama menunggu paman ? " tanya Rea saat melihat laki-laki paruh baya yang sedang duduk sambil menikmati cerutu berbentuk piramida di sela tangannya yang mengeluarkan aroma tembakau lewat asap yang mengepul , membuat udara di ruangan itu menjadi sedikit pengap.

" Kau sudah datang " ujar Frans dengan begitu senang ,

" Bagaimana kabarmu ? " tanya Rea sambil memeluk tubuh tegap milik Frans.

" Ceh , kau bisa melihat sendiri , aku sudah begitu tua " sahutnya tertawa , lalu mempersilahkan perempuan cantik itu duduk di salah satu kursi di hadapannya.

" Sepertinya seleramu sudah berubah paman ? " tanya Rea , dengan mata yang melihat ke segala penjuru ruangan , dan tempat itu lebih cocok di datangi oleh anak-anak muda , bukan seperti Frans , yang selama ia ketahui lebih menyukai tempat yang berbau Clasic , bukan tempat bernuansa romantis seperti ini.

" Apa kau suka ? "

" Ya , aku tentu menyukainya , tapi bagaimana kau bisa bertahan di dalam ruangan bertabur bunga ini " ujar Rea tertawa , " aku sengaja memilih tempat ini untukmu , supaya kau tidak tertekan saat kita membicarakan kontrak kerja kita nanti " jelas Frans tertawa.

" Aku mengacungkan jempol untuk pemilihan tempat ini " ujarnya bersama ibu jari yang ia perlihatkan dan Frans hanya terus tertawa , ia selalu begitu senang setiap kali bertemu perempuan di hadapannya ini , " aku benar-benar bangga padamu nak " ucapnya , disela obrolan mereka.

" Aku seperti ini karena anda paman "

" Tidak , kau memang anak yang cerdas dan memang memiliki potensi , itu sebabnya aku merelakanmu untuk resign dari perusahaanku karena aku yakin kau akan menjadi lebih maju dengan usahamu sendiri "

" Kau sangat berlebihan paman "

" Tidak , bukankah itu sudah terbukti dengan sekarang kita menjadi partner bisnis " ujar Frans , " setiap kita bertemu kau selalu mengungkit hal ini "

" itu karena aku benar-benar sangat bangga padamu " kata Frans dan membuat Rea hanya bisa tersenyum dengan penuh syukur , " itu semua berkat anda paman " katanya sambil memegang tangan lelaki paruh baya itu.

" Kenapa kau tidak bisa menurut , bukankah dokter sudah mengatakan kalau kau tidak boleh lagi meminum minuman alkohol " kata Rea yang tiba-tiba menjadi marah saat matanya menemukan gelas dan botol wine berada di atas meja , " Joy keluarkan minuman ini dan ganti dengan juice atau coffee dengan gula rendah lemak " pintanya tanpa menunggu persetujuan lelaki tua di hadapannya.

" Kau benar-benar akan keriput sebelum waktunya Rea " ujar Frans tertawa.

" Itu karena anda , berhentilah menantang takdir paman , kau sudah sangat tahu kalau minuman itu tidak bisa lagi di konsumsi oleh tubuhmu "

" Ya , ya kau benar-benar cerewet "

" Itu demi kebaikanmu " sahut Rea dan Frans mengangguk sambil menikmati makanan di hadapannya , " kita bisa melakukan itu nanti , sekarang temani aku makan dan mengobrol " ucap Frans saat melihat Rea meminta asistennya untuk mengeluarkan berkas penting yang akan mereka bicarakan.

" Ceh , aku memang sudah menebak kau akan seperti ini " kata Rea tersenyum , " pesan makananmu "

" aku sudah kenyang paman "

" Pantas saja kau begitu kurus " ujar Frans , membuat Rea tidak terima , " tubuhku sangat ideal paman , semua orang mengatakan seperti itu "

" Mereka berbohong , kau sangat kurus "

" Joy minta pelayan untuk membawa menu terbaik restoran ini " perintahnya pada perempuan yang terus berdiri tidak jauh darinya.

" kau harus makan yang banyak " ucapnya setelah semua menu terbaik restoran itu terhidang di atas meja , mata Rea terbelalak menatap begitu banyak makanan di hadapannya " paman aku akan mati kekenyangan jika kau meminta aku menghabiskan semua makanan ini " ujarnya.

" itu lebih baik dari pada kau mati karena kurang gizi " sahut Frans begitu santai , " Joy duduklah , temani aku menghabiskan makanan ini " pintanya pada asisten laki-laki paruh baya itu.

" Silahkan Joy dia sedang meminta bantuanmu " ucap Frans , karena perempuan itu terlihat ragu untuk melangkah kearah meja mereka.

" Kapan kau akan memberikan aku cucu Rea ? " tanya tiba-tiba Frans membuat perempuan itu tersedak , " kau benar-benar gila paman , bagaimana bisa aku punya anak kalau aku sendiri belum menikah " jawab Rea di sela batuknya dan Joy dengan sigap langsung memberikan air minum pada perempuan itu.

" Kalau begitu kau menikah "

" Apa pacarmu sudah melamarmu ? , atau dia menunggu sampai kau, aku nikahkan pada puteraku " tambahnya, membuat Rea tersenyum.

" Kami sedang di tahap pembicaraan hari pertunangan " katanya , membuat laki-laki itu terdiam sesaat dengan raut wajah kecewa , " pupus sudah harapanku untuk menjadikanmu menantuku " ujarnya sedih.

" Aku sudah menjadi anakmu , kenapa harus menjadi menantumu lagi "

" Aku ingin namamu tercantum dalam kartu keluargaku " jelas Frans membuat garis senyum perempuan itu tidak surut dari tempatnya , " keluarga itu letaknya disini , bukan di atas selembar kertas " kata Rea

sambil memegang dada kirinya.

" Aku sudah menganggapmu seperti ayahku , sungguh " tambahnya lagi lalu menggenggam tangan besar milik lelaki paruh baya itu.

" Kau memang selalu tahu kelemahanku " ujar Frans yang tersenyum , " aku sudah bekerja denganmu cukup lama paman " sahutnya tertawa.

Ruangan Vip restoran itu terus di penuhi oleh obrolan dua orang pembinis kelas atas kota Paris , tapi jika orang melihatnya , mereka lebih terlihat seperti ayah dan anak yang saling bercanda , " aku akan segera memberi kabar padamu bagaimana perkembangannya " ucap Rea sambil memeluk tubuh laki-laki paruh baya itu.

" Padahal aku masih ingin mengobrol denganmu "

" Aku pasti akan mengunjungimu nanti "

" Ya itu jika kau punya waktu , dan perempuan sukses sepertimu akan sangat jarang memiliki waktu " ujar Frans, " tapi aku akan selalu menyisakan waktu untuk bertemu denganmu " sahut Rea yang kembali memeluk dengan begitu hangat pada laki-laki yang sudah sangat berjasa dalam hidupnya.

" Pastikan kau tidak lupa untuk mengundangku di hari pertunanganmu nanti "

" Apa kau sungguh tidak akan terluka ? " tanya Rea tertawa.

" itu pasti , tapi aku lebih ingin melihat kau bahagia"

" aaahh Paman , kau benar-benar ingin membuatku menangis " kata Rea begitu terharu , " ayo nona , waktu kita sudah hampir terlambat " ucap Maria , perempuan yang baru tiba beberapa menit yang lalu setelah mewakilkan Rea di dalam sebuah pertemuan dengan jadwal pertemuan yang sama bersama Frans , dan Rea tidak mungkin menukar lelaki berjasa itu pada pertemuannya yang lain.

" Baiklah sampai bertemu lagi paman " ucap Rea ketika mereka sudah berada di ambang pintu depan restoran dan bersiap untuk mengakhiri pertemuan mereka , karena ia harus segera melanjutkan pertemuannya bersama klien yang sudah menunggu , " jaga kesehatanmu " ucapnya sambil mengecup pipi laki-laki yang baginya sudah seperti ayahnya sendiri.

" Joy , katakan padaku jika dia kembali meminum alkohol ,dan aku akan datang untuk memarahinya sampai telinga dia merasa panas " kata Rea mengancam sebelum mereka benar-benar berpisah.

" Aku lebih takut dengan kecerewetanmu dari pada penyakitku sendiri " ujar Frans , membuat semua orang tersenyum.

" Kalau begitu jangan coba-coba untuk membantah " katanya kembali mengancam , lalu segera melanjutkan langkahnya untuk menuruni anak tangga yang berada di depan pintu restoran.

" Ada apa nona ? " tanya Maria , saat melihat Rea menghentikan tiba-tiba langkahnya.

" Sean " ucap Rea dengan tubuh yang sudah mematung , bagaimana tidak detak jantungnya hampir saja nyaris berhenti karena begitu terkejut dengan apa yang baru saja ia lihat , laki-laki yang menjadi calon tunangannya sedang bersama seorang perempuan yang tidak ia kenal , bahkan terlihat dengan jelas kalau hubungan mereka bukan hanya sekedar pertemanan , karena tangan yang terlihat saling bergandengan layaknya sepasang kekasih.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!