NovelToon NovelToon

TERNYATA AYAHKU SEORANG JAGOAN

Bab 1 (Revisi)

Seorang pria tua tampak begitu semangat saat meniup lilin ulang tahunnya. Ya... hari ini adalah hari ulang tahun Raden Wijaya Hari Aji.

Meskipun bukan keturunan ningrat namun Hari begitu bangga menyandang nama Raden sebagai lambang kebesaran keluarganya.

Ditengah kebahagiaannya menerima berbagai macam hadiah dari anak dan menantunya, ia begitu terkesiap saat menerima hadiah dari menantu anak bungsunya Ali.

"Apaan ini!" Seru Hari saat menerima sebuah hadiah multivitamin dari Ali.

"Itu multivitamin ayah bagus buat kesehatan ayah, jadi kalau ayah mengkonsumsi suplemen itu ayah gak gampang sakit-sakitan lagi," jawab Ali

*Brakk!!

"Dasar menantu kurang ajar bagaimana mungkin kau mendoakan ayah mertuamu sakit-sakitan!" seru Hari kemudian melemparkan multivitamin pemberiannya.

"Haish, dasar menantu kere, dimana-mana mertua ulang tahun itu kasih kado motor, mobil, ini malah multivitamin benar-benar mengsad!" sindir Dirga menantu terkaya keluarga tersebut

"Harusnya aku tak memberikan restu saat kamu saat merengek meminta menikah dengan sampah itu. Selain hidupmu menderita aku juga harus menanggung malu karena memiliki menantu yang bekerja sebagai seorang buruh serabutan. Sebaiknya kau bercerai saja dengan Ali, lagipula kamu ini cantik, dan sangat terpelajar aku yakin masih banyak pria di luar sana yang tertarik denganmu," tutur Hari menasihati Regina putrinya

Ali begitu muak saat mengetahui sang mertua selalu memprovokasi istrinya untuk bercerai darinya. Ia memilih meninggalkan ruangan itu daripada harus mendengar hinaan mereka.

"Ayah kenapa berbicara seperti itu, lagipula ini adalah kehidupanku jadi aku yang berhak mengatur hidupku sendiri. Meski Mas Ali memang orang yang tidak bisa membahagiakan aku secara materi setidaknya ia masih mau bertanggung jawab dan tetap menyayangi kami," jawab Regina

"Terserah kamu saja Re, tapi jika kamu gak keberatan kamu boleh tinggal di sini lagi. Dengan begitu uang yang seharusnya buat bayar kontrakan bisa kamu pakai untuk kebutuhan Beni dan Dayu," ucap Hari

"Iya ayah nanti aku akan bicarakan dengan Mas Ali," jawab Regina

Melihat Suaminya yang memilih duduk di beranda rumah membuat Regina segera pamit pulang dan mengajak anak-anaknya pulang.

Setibanya di rumah wanita itu langsung mengajak Ali berbincang di kamarnya.

"Kenapa sih sikap mas seperti itu, gak baik kan saat bertamu mas malah duduk di depan rumah bukannya di dalam," ucap Regina

"Aku hanya berusaha menjaga hatiku Re, aku tak mau menjadi menantu durhaka yang membenci ayah mertuanya karena selalu menghinanya, itulah alasan aku memilih menepi," jawab Ali berkaca-kaca

"Aku tahu perasaan mu tapi setidaknya kamu bisa kan menahannya sebentar," jawab Regina

"Memangnya belum cukup selama ini aku selalu menahan semuanya. Kau tahu ayah dan semua keluargamu selalu menghinaku saat aku berkunjung ke rumah itu, kau bahkan tak pernah membelaku malah seperti mengiyakan perkataan mereka, tanpa menghiraukan perasaan ku," jawab Ali

Tidak lama Beni keluar, pemuda itu sebenarnya ingin meminta Ali mengantar ke rumah temannya, namun melihat pertengkaran mereka membuat ia mengurungkan niatnya dan menyambar kunci motor yang tergeletak di meja

" Mau kemana malam-malam begini?" tanya Ali

"Ada kerja kelompok," jawab Beni datar

"Memangnya kerja kelompok apa sehingga harus dikerjakan malam-malam begini?" tanya Ali

Namun Beni tak menjawab dan berlalu pergi.

"Ah dasar brengsek, kenapa ia selalu saja tidak sopan padaku!" gerutu Ali

Pukul satu dini hari, Ali terjaga saat mendengar suara sepeda motor berhenti didepan rumahannya. Ia segera keluar dan melihat Beni baru pulang dengan baju acak-acakan dan bau rokok.

"Kenapa jam segini baru pulang memangnya kamu ngerjain apa sih sampai larut malam begini. Dan juga kenapa tubuh mu bau rokok, apa kamu sekarang mulai merokok?" tanya Ali

"Ayah tak perlu tahu urusan anak muda, lebih baik ayah cari duit saja yang banyak biar kami bisa hidup layak!" sahut Beni kemudian membanting pintu kamarnya

*Brakkk!!

"Semakin hari kenapa sikapnya semakin kurang ajar," ucap Ali menghela nafas

Saat kembali ke kamarnya ia melihat Regina terjaga dan duduk di bibir ranjangnya.

Wanita itu kemudian menyampaikan pesan ayahnya yang memintanya untuk kembali tinggal bersamanya, namun Ali menolak karena ia mau hidup mandiri tanpa campur tangan kedua orangtuanya.

"Keadaan perekonomian kita makin ke sini kan semakin sulit, gimana kalau kita pindah lagi aja ke rumah ayah, kan kita jadi bisa menghemat uang kontrakan, lumayan kan uang satu juta bisa kita pakai untuk keperluan anak-anak sekolah," tutur Regina

"Aku gak mau Re. Apa kamu mau selamanya tergantung sama orang tua kamu. Bukankah lebih enak kita tinggal di rumah sendiri, apapun keadaannya tetap saja kita bebas melakukan apapun di sini tanpa campur tangan orang tua," jawab Ali

"Selalu saja begitu, percuma hidup mandiri kalau istri juga yang harus turun tangan cari nafkah. Bukanya punya suami aku hidup enak malah aku harus ikut campur banting tulang menghidupi keluarga!" gerutu Regina kemudian segera membalik posisi badannya membelakangi suaminya

"Dari dulu sudah aku katakan kalau kamu gak mau kerja juga gak papa, aku gak pernah nyuruh kamu kerja. Tapi kamu sendiri yang ngotot mau kerja, terus kalau begini kenapa aku yang harus disalahin?" sahut Ali

"Tentu saja, karena kalau aku gak kerja terus buat biaya hidup sehari-hari dari mana. Kalau ngandelin dari kamu kita bisa mati kelaparan!" seru Regina kemudian menutupi tubuhnya dengan selimut

"Ah sial!" pekik Ali kemudian segera bangun dari ranjangnya dan memilih tidur di sofa.

Pagi harinya seperti biasa Ali tampak sibuk menyiapkan sarapan untuk anak-anaknya yang hendak pergi ke sekolah.

"Nasi goreng sudah siap!" seru Ali dengan wajah sumringah

"Asyik, makasih ayah," ucap Dayu begitu senang menerima nasi goreng buatan ayahnya

"Aku gak mau sarapan, bosan. Masa tiap hari selalu makan nasi goreng memang gak ada yang lain apa!" ujar Beni

"Gak ada Ben, tadi kalau kamu request pasti ayah sisain nasinya," jawab Ali sembari mengamati wajah lebam Beni

"Kenapa dengan wajahmu, apa ada seseorang yang memukulmu?" telisik Ali

"Kemarin aku jatuh saat main futsal," jawab Beni

"Oh begitu rupanya, apa kamu mau ayah buatkan roti bakar?" tanya Ali

"Gak usah,!" seru Beni kemudian beranjak dari duduknya

"Kalau gitu bawa saja bekal ayah," Ali buru-buru memberikan kotak bekalnya kepada putranya, namun Beni menampiknya hingga kotak bekal itu jatuh ke lantai

"Tidak perlu, memangnya aku anak Tk apa bawa bekal segala!"

"Kalau kakak tidak mau biar buat Ayu aja yah," ucap Dayu segera memungut kotak itu dan memasukannya ke tasnya

Melihat istrinya keluar dari kamarnya, Ali kemudian memberikan seporsi nasi goreng kepadanya, "Ini sarapannya sayang,"

"Hari ini aku gak sarapan, soalnya ada meeting pagi jadi aku buru-buru," tandas Regina segera bergegas keluar dan menyalakan sepeda motornya.

Ali hanya menghela nafas melihat kepergian Regina dan Beni.

"Apa aku harus kembali menjadi tentara bayaran lagi, agar semua orang menghormati ku dan tak memandang ku sebelah mata?" gumamnya dengan tatapan mata sendu

"Ayah, ayo kita jalan, nanti telat loh!" seru Dayu membuyarkan lamunan Ali

"Iya nak," jawab Ali kemudian mengambil tas ranselnya dan bergegas meninggalkan rumahnya.

Setelah mengantar Dayu ke sekolahnya, Ali menuju ke tempat kerjanya.

Baru saja ia menggunakan pakaian kerjanya, tiba-tiba ponselnya berdering. Hisyam, wali kelas Beni mengabarkan jika Beni mengalami kecelakaan saat olahraga.

Ali terlihat begitu panik setelah mendengar kabar tersebut. Wajahnya yang biasanya begitu bersemangat tiba-tiba mendadak sayu seperti seorang pemuda yang baru saja kehilangan kekasihnya.

Berkali-kali ia sampai tak bisa menyalakan sepeda motornya karena begitu tegang hingga seorang rekannya menawarkan diri untuk mengantarnya ke sekolah Beni.

Setibanya di sekolah istri dan mertuanya sudah tiba di sana lebih dulu.

Mereka tengah menjelaskan kronologi kejadian bagaimana Beni jatuh. Hisyam kemudian mengajak mereka ke klinik sekolah tempat Beni di rawat.

Melihat kondisi Beni, Ali menemukan beberapa kejanggalan di tubuh putranya. Ia mulai membandingkan penjelasan Hisyam dengan luka ditubuh putranya. Ali mulai memandang curiga kepada Hisyam yang tak berani menatapnya saat menjelaskan kronologi kejadian yang menimpa putranya.

"Putra anda jatuh saat gagal melompat di ketinggian 140 cm," ucap Hisyam kemudian memalingkan wajahnya

Sebagai seorang tentara bayaran Ali tak mempercayai ucapan pria itu seratus persen. Ia kemudian memeriksa luka yang dialami oleh putranya tersebut dan mulai menganalisisnya.

"Aku yakin ini bukan kecelakaan, tapi sebuah upaya pembunuhan,"

Bab 2. (Revisi)

Ali yang tak puas dengan penjelasan dari Wali kelas berusaha mencari informasi sendiri untuk menjawab rasa penasaran terhadap penyebab Beni menjadi koma.

Ia menatap intens wajah putranya yang terbaring di hadapannya.

Bola matanya seketika tertuju pada luka memar pada kedua kelopak matanya.

Ia kemudian mulai memberanikan diri memberitahu tentang kejanggalan yang ditemukannya kepada Sang Wali Kelas yang masih ada di tempat itu.

Ali kemudian menunjukkan beberapa luka memar di wajah Beni yang dianggap janggal bagi seorang yang jatuh dari mistar lompatan saat melakukan lompat tinggi.

Ia bahkan menarik pria itu agar bisa melihat dari dekat luka di kedua kelopak mata Beni.

"Coba lihat luka di kedua matanya, bukankah itu sudah jelas bukan luka akibat jatuh, aku yakin seratus persen jika luka lebam di kelopak mata Beni adalah luka bekas pukulan," ucap Ali mencoba menunjukkan fakta yang di dapatnya.

Ia bahkan sengaja mengarahkan tinjunya kearah sang wali kelas untuk mempertegas asumsinya.

Sejenak Ilham dibuat tegang saat ia mengira, jika Ali akan benar-benar memukulnya.

"Maaf jika sudah membuat anda tegang, saya hanya ingin meyakinkan jika asumsi saya sangat berdasar dan tidak mengada-ada," ucap Ali mencoba menghilangkan rasa tegang yang dirasakan oleh Ilham.

"Logikanya jika putraku hanya jatuh dari atas mistar lompat tinggi tidak mungkin ada begitu banyak luka di wajahnya, contoh bibir yang sobek, kedua pipi lebam, dan terutama luka yang paling mencolok yaitu memar di area kedua matanya," tutur Ali menunjukkan beberapa luka memar di wajah Beni

"Sebagai seorang lelaki kau pasti tahu benar jika luka memar ini bukan karena jatuh tapi bekas pukulan tangan. Aku yakin ada pembullyan di sekolah dan Beni adalah salah satu korbannya," imbuh Ali membuat bola mata Ilham seketika melebar.

Lelaki itu tak mengira jika Ali begitu cermat menganalisa penyebab kecelakaan putranya hanya dari melihat luka di wajahnya.

Namun hal itu segera dibantah oleh Regina, yang mengatakan jika putranya baik-baik saja di sekolah.

"Tidak mungkin jika Beni di rundung di sekolah. Selama ini aku melihat dia adalah anak yang supel dan mudah bergaul jadi mustahil ia memiliki seorang musuh yang akan merundungnya hingga babak belur seperti itu," tandas Regina

Ia juga mengatakan jika dirinya kerap melihat putranya berkumpul dengan teman-temannya di kantin atau berolahraga bersama saat jam istirahat atau sebelum pulang sekolah.

"Ia juga pernah bilang kalau ia terlambat pulang karena ia menghabiskan waktu bersama teman-temannya di sebuah kafe. Jadi mustahil kan anak yang memiliki banyak teman sepertinya menjadi korban bullying?" tambah Regina

Mendengar ucapan Regina membuat sang wali kelas berdehem pelan. Ali segera menoleh kearah Ilham saat pria itu mendengar suara Ilham.

"Bukankah benar demikian Pak Ilham?" tanya Regina membuyarkan lamunan Ilham.

"Be... benar," jawab Ilham mengangguk mengiyakan ucapan wanita itu.

Namun melihat tingkah aneh Ilham yang kembali memalingkan wajahnya saat menjawab pertanyaan dari istrinya membuat Ali semakin mencurigai pria itu.

Insting seorang pembunuh Ali mengatakan jika Ilham sengaja menutupi sesuatu untuk menyelamatkan nama baik sekolah.

Ali yang masih tidak yakin dengan penjelasan dari Ilham mencoba mencari tahu dengan bertanya kepada dokter.

Ia sengaja menemui dokter yang merawat Ali dan menanyakan apa penyebab Putranya mengalami koma.

"Dari hasil pemeriksaan sementara saya menyimpulkan jika luka sobek di bibir pasien di sebabkan karena pukulan benda tumpul, begitupun dengan luka di sekitar kelopak mata dan tulang pipi yang retak semuanya disebabkan karena benturan benda keras atau pukulan bertubi-tubi," jawab sang dokter memperkuat kecurigaan Ali tentang tindak kekerasan yang dialami putranya.

Mendengar jawaban dari dokter yang sejalan dengan asumsinya membuat pria itu merasa puas dan bertekad untuk mencari kebenaran penyebab Putranya koma.

Setidaknya jawaban dari dokter akan membuatnya lebih percaya diri untuk mematahkan pendapat sekolah yang menyatakan jika putranya koma karena mengalami kecelakaan saat berolahraga.

Meskipun Ali sudah menyampaikan jawaban dokter kepada Ilham, pria itu tetap bersikeras jika Beni koma karena jatuh saat melakukan lompat tinggi.

"Saya menjamin jika di sekolah kami tidak pernah ada pembullyan. Bapak bisa cek melalui cctv sekolah jika tidak percaya. Karena disekolah kami memang sengaja di pasang cctv agar guru-guru bisa memantau apa yang dilakukan oleh peserta didik saat jam istirahat ataupun saat jam pelajaran. Jika memang Beni mendapat tindakan kekerasan di sekolah atau bullying pasti kita akan menemukannya di cctv. Jadi silakan bapak datang ke sekolah kami untuk melihat rekaman cctv hari itu," tantang Ilham berusaha membenarkan alibinya

Mendengar Ilham terus mempertahankan alibinya tentang kejadian yang menimpa putranya membuat Ali berpikir untuk mendatangi sekolah Beni untuk memecahkan kasus tersebut.

"Baik, insya Allah besok kalau ada waktu saya pasti akan menyempatkan diri untuk melihat rekaman cctv sekolah," jawab Ali

"Baik saya tunggu kedatangannya Pak," jawab Ilham kemudian berpamitan

Setelah kepergian Ilham, Ali memilih berjaga di samping anaknya dan menyuruh istri dan mertuanya untuk pulang. Saat Regina dan Hari hendak meninggalkan ruangan itu tampak seorang perawat datang menghampiri Ali dsn memberikan rincian pembayaran rumah sakit.

"Saya harap anda bisa membayar biaya pengobatan ini pasien secepatnya agar kami bisa melakukan tindakan selanjutnya," ucap perawat tersebut kemudian meninggalkan ruangan itu

Melihat begitu besar tagihan yang harus di bayar membuat Ali tampak murung. Lelaki itu berpikir keras bagaimana cara mendapatkan uang untuk membayar biaya tagihan rumah sakit putranya.

Melihat wajah murung suaminya membuat Regina mengurungkan niatnya untuk pulang. Ia tahu benar jika suaminya tidak memiliki uang untuk membayar biaya berobat Beni.

Melihat putrinya diam mematung membuat Hari menghampiri Regina.

"Kenapa lagi," ucap Hari saat melihat wajah gusar putrinya

"Tidak papa ayah," jawab Regina sembari menatap suaminya yang masih duduk termangu menatap kwitansi pembayaran di tangannya.

"Tidak mungkin tidak ada apa-apa jika kau sampai merenung seperti ini," tandas Hari lelaki itu kemudian menghampiri Ali yang masih terduduk di depan putranya dan mengambil kwitansi dari tangannya.

"Dasar suami tak berguna bagaimana kau bisa melindungi anak dan istrimu jika membayar biaya berobat putramu saja tidak mampu!" seru Hari mulai memakinya dan membanding-bandingkan Ali dengan menantu lainnya yang kaya.

Tentu saja Ali merasa kesal mendengarnya. Harusnya Hari bisa membantunya di saat ia sedang kesusahan karena musibah yang dialami Beni. Hari justru menambah beban pikirannya dengan terus mencercanya.

Ali berusaha menahan emosinya dan tetap bersikap sopan kepada ayah mertuanya itu.

"Hari sudah malam sebaiknya ayah istirahat. Jangan khawatir aku pasti akan membayar semua tagihan ini," ucap Ali kemudian menyuruh Regina untuk mengantar ayahnya pulang

Keesokan harinya, Ali memutuskan pergi ke sekolah anaknya untuk mencari bukti-bukti.

Bab 3 (REVISI)

Ali menghentikan motornya di parkiran sepeda motornya setibanya di SMA Tunas Bangsa tempat Beni bersekolah.

Lelaki itu segera menuju ruang guru untuk bertemu dengan Ilham.

Saat melintasi Selasar ia melihat beberapa pintu ruang kelas terbuka. Kebetulan Ali tiba saat jam istirahat sehingga ia bisa melihat bagaimana para siswa bercengkerama dan bermain saat guru tak mengawasi mereka.

Pria itu melihat beberapa kamera cctv di sepanjang Selasar.

Karena penasaran, Ia berhenti sejenak untuk mengamati beberapa siswa yang menghabiskan jam istirahat di didepan kelas dengan bersenda gurau dengan teman-temannya.

Seketika atensinya teralihkan saat melihat kelas Beni. Lelaki itu kemudian mendekati kelas itu dan melihat aktivitas siswa di dalamnya dari bibir pintu.

Ali tersenyum melihat beberapa siswa yang terlihat menikmati makanannya di dalam kelas ataupun sedang merayu gebetannya.

Ali terkesiap saat seorang siswa melambaikan tangan kepadanya.

"Saya?" Ali menunjuk dirinya untuk memastikan siswa itu benar memanggilnya

"Haish dasar OB sialan, cepat kemari!" seru Darren dengan suara lantang

Ali segera masuk dan menghampiri pemuda itu.

"Belikan aku rokok seperti biasa!" seru Darren kemudian memberikan selembar uang lima puluh ribuan kepadanya

"Maaf tapi aku...." belum selesai Ali menjawab ucapan Darren pemuda itu sudah memotongnya

"Sepertinya kamu OB baru, pantas saja aku tak pernah melihatmu,"

Darren memperhatikan penampilan Ali dari ujung rambut sampai ujung kaki.

Ia kemudian mengulangi perintahnya kepada Ali yang dianggapnya sebagai office boy baru.

"Belikan aku sebungkus rokok A Mild menthol, ambil saja kembaliannya," ucap Darren

"Maaf nak, tapi aku bukan OB. Dan juga jangan merokok di masa pertumbuhan karena tidak baik untuk kesehatan," jawab Ali kemudian mengembalikan uang itu kepadanya

Darren tertawa saat mendengar nasihat dari Ali. Ia justru meminta lelaki itu untuk memperbaiki dirinya sebelum menasihatinya.

"Dasar pria miskin tak tahu diri, perbaiki dulu hidup Lo sebelum menasihati orang lain. Orang miskin aja sok nasihatin gue!" seru Darren dengan sombongnya

Ali mencoba menahan emosinya saat mendengar hinaan pemuda itu.

Darren yang gagal meminta Ali membelikan rokok untuknya kemudian menyuruh salah seorang siswa untuk membelikan rokok tersebut. Namun siswa itu menolak dengan alasan takut di keluarkan dari sekolah jika ketahuan oleh Guru.

Darren menjadi marah saat siswa itu menolak perintahnya. Ia kemudian memukul kepala siswa itu membuat Ali seketika menghentikan langkahnya.

Ali melihat Darren beberapa kali memukul dan menendangnya karena siswa itu tetap menolak untuk membelikannya rokok.

"Dasar pecundang, beraninya kau menolak perintahku!" serunya sembari menendangi pria itu.

Awalnya Ali tak peduli dengan kelakuan Darren yang merundung temannya.

Namun saat lelaki itu merundung siswa lainnya membuat pria itu tak bisa tinggal diam.

Ali menahan lengan Darren saat ia kembali hendak melayangkan tinjunya.

Darren menyeringai dan berusaha melepaskan tangannya dari cengkraman Ali.

"Jangan pernah ikut campur urusan kami, ingat ini urusan anak sekolah jadi pihak luar dilarang ikut campur!" seru Darren menatap nyalang kearah Ali

Ali kemudian melepaskan tangan Darren dan meninggalkannya.

Tentu saja melihat kejadian ini membuat Ali jadi mulai mencurigai Darren sebagai pelaku tindak kekerasan terhadap putranya.

Melihat Darren kembali merisak teman-temannya , membuat Ali segera bergegas ke ruang guru untuk memanggil wali kelas agar melerai mereka.

Mendengar laporan Ali, Ilham hanya bersikap santai dan menganggap hal itu sebagai hal biasa.

"Wajarlah Pak anak-anak kalau jam istirahat, aku yakin mereka hanya bercanda," tandas Ilham

"Tapi ini dia tidak bercanda, aku sudah mencoba melerainya tapi ia tak mendengarkan ku karena aku bukan gurunya. Aku yakin dia akan mendengarkan anda. Jadi tolong hentikan bullying yang di lakukan anak itu, agar tidak ada korban lagi seperti Beni!" pinta Ali sedikit memaksa

Melihat Ali yang terus memaksanya membuat Ilham akhirnya mau mengikutinya ke ruang kelas Darren.

Darren segera berhenti memukuli temannya saat melihat kedatangan Wali Kelasnya.

Pemuda itu berdecak kesal saat mendengar Ali mulai mengadukan perbuatannya kepada Ilham.

"Sial, kenapa orang miskin itu masih di sini," gumamnya seraya menatap jengah kearah Ali

"Lihatlah anak itu, tidak ada orang bercanda sampai memukuli temannya sendiri hingga babak belur seperti ini. Apa anda masih menganggap ini sebagai candaan semata?" ucap Ali memperlihatkan kondisi korban bullying kepada Ilham

"Aldi, apa benar Darren sudah membully mu?" tanya Ilham

Aldi tampak ragu saat hendak memberitahukan apa yang dilakukan Darren kepadanya. Melihat wajah bengis Darren membuat pemuda itu lebih memilih menyangkal tuduhan Ali.

Pemuda itu memilih tak mempermasalahkan perundungan yang menimpanya karena itu sudah biasa. Hal yang lebih menakutkan adalah jika ia mengiyakan ucapan Ali maka Darren akan menyiksanya dua kali lebih menyakitkan dari biasanya.

"Tidak pak, kami hanya bercanda," jawab Aldi menggerakkan bibirnya yang tampak berdarah

Darren tersenyum mendengar pengakuan Aldi. Kini tatapannya beralih kembali ke Ali. Pemuda itu cukup senang karena berhasil mempermalukan pria itu.

"Sekarang bapak dengar sendiri kan pengakuan dari Aldi. Jadi sekali lagi saya tegaskan kepada anda bahwa tidak ada bullying di sekolah kami. Kalau saja ada siswa kami yang berkelahi seperti ini, itu hanya bercanda saja dan tidak serius. Apalagi sekarang jam istirahat wajarlah jika anak lelaki seusia mereka melakukan hal itu. Kita juga dulu pernah kan melakukannya bukan," tandas Ilham

Melihat kejadian hari itu dan sikap santai pak Ilham semakin memperkuat kecurigaan Ali terhadap tindak kekerasan yang dialami putranya hingga menyebabkan Beni koma.

"Sebaiknya kita kembali ke ruang guru untuk melihat cctv sekolah sebelum jam istirahat selesai," ajak Ilham

"Maaf Pak Ilham, sepertinya lain kali saja saya lihat cctv nya karena ada hal penting lain yang harus saya urus," jawab Ali

"Baik, hubungi saja aku jika bapak ingin datang ke sekolah,"

"Tentu, terimakasih banyak waktunya," jawab Ali kemudian bergegas meninggalkan ruangan kelas itu

Melihat Ali pergi Ilham pun segera menyusulnya.

Sementara itu Darren yang belum puas melampiaskan kekesalannya kepada Aldi kembali memukuli pemuda itu.

Ali yang bersembunyi di balik rimbunan tanaman kembali lagi ke kelas untuk memastikan Darren tak melakukan bullying lagi kepada Aldi.

Betapa terkejutnya Ali saat melihat Darren kembali memukul dan menendang Aldi meski ia sudah menyangkal pembullyan yang dilakukan olehnya.

Ia melihat Ilham belum jauh meninggalkan ruang kelas itu dan Ali yakin lelaki itu mendengar jeritan Aldi yang begitu keras. Namun Ilham tak bergeming dan tetap melenggang pergi.

Karena tidak ada yang peduli dengan nasib Aldi tentu saja membuat Ali harus ikut campur. Lelaki itu tidak mau Aldi terbaring koma seperti putranya.

Ali melangkah masuk dan menahan kaki Darren saat akan menendang Aldi.

"Haish dasar tua bangka sialan, enyah dari sini sebelum aku menghajar mu juga!" hardik Darren

Ali yang sudah jengah dengan sikap arogan Darren kemudian memelintir kaki pemuda itu dan mendorongnya.

*Bruugghhh!!

Darren yang tak terima dengan perlakuan Ali meminta teman-temannya membantunya, Ali hanya mengelak setiap serangan dari mereka tanpa membalasnya.

Gerakan Ali yang cepat mampu membuat bocah-bocah itu kewalahan dan memilih mundur. Darren segera bangun dan berusaha menghantam Ali dengan sebuah kursi. Seketika Ali memutar tubuhnya dan menghancurkan kursi itu hanya dengan sekali pukul.

*Brakk!!

Darren yang ketakutan mencoba melarikan diri. Darren yang terluka segera menghubungi ayahnya dan memberitahukan kejadian itu kepadanya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!