NovelToon NovelToon

Soul Of Another World

Chapter 1: Dungeon, Gerbang Pembawa Malapetaka

Arkeolog, Peneliti, Ilmuwan, bahkan tokoh lainnya yang ahli tentang ilmu perbumian tak ada yang menyangka bahwa bumi yang mereka pijaki berubah 180 derajat dari apa yang mereka perkirakan. Sebuah bumi yang sebelumnya damai, hanya ada manusia, hewan, tumbuhan, dan bebatuan kini dipenuhi oleh reruntuhan dan udara yang tak mengenakkan akibat munculnya sebuah gerbang secara tiba-tiba. Orang-orang pada saat itu mengira bahwa gerbang tersebut layaknya game, itu tidak nyata dan hanya hiburan bagi mereka. Namun, realita tak semanis ekspektasi mereka pada saat itu.

Awal mula kemunculan gerbang tersebut membuat umat manusia dan makhluk hidup lainnya terpuruk. Sandang, papan, dan pangan yang ada mulai mengkritis. Selain itu, kehadiran gerbang membuat bumi mengalami kemunduran peradaban, baik teknologi maupun pengetahuan akibat ulah sosok yang ada dibalik gerbang tersebut. Mereka atau sosok yang datang dari gerbang tersebut dinamai monster karena wujudnya yang tak dikenal dan mengerikan, yang membuat siapapun melihatnya langsung terbirit-birit lari ketakutan.

Kemunculan monster itu membuat setengah penduduk bumi menghilang seperti debu, bangunan-bangunan hancur dan berterbangan bagaikan kapas, serta hewan dan tumbuhan langsung sirna seketika. Manusia saat itu mencoba melawan mereka dengan alat seadanya, seperti senjata tembakan yang dikerahkan oleh pasukan militer setiap negara, tetapi sayangnya ulah tersebut tak membuahkan hasil untuk menghilangkan keberadaan monster tersebut.

Keterpurukan yang terus berlanjut itu membuat para petinggi negara sepakat untuk menggunakan nuklir agar menghentikan monster mengeliminasi makhluk hidup, walaupun mengorbankan sebagian populasi manusia. Namun sayangnya, sebuah nuklir pun tak berdampak pada monster-monster itu akibat ada sesuatu yang melindungi tubuh mereka, dan justru umat manusia mengalami kekurangan populasi yang dahsyat dan posisi manusia di bumi semakin terpuruk.

Hingga pada akhirnya, di saat manusia mengalami putus asa yang kuat, sebuah keajaiban muncul di hadapan mereka. Pada saat itu mulai muncul keberadaan Mana yang membantu seseorang menjadi manusia super, manusia yang dapat menghabisi monster dari gerbang yang mereka sebut sebagai Dungeon.

Orang-orang yang memiliki kekuatan super itu dijadikan pahlawan bagi orang yang tak mendapatkannya, sehingga membuat kesenjangan sosial yang timpang dan membuat orang-orang yang memiliki kekuatan itu sebagian menjadi arogan. Setelah pasca awal kemunculan Dungeon tak membuat kehidupan manusia menjadi lebih baik, justru sebaliknya menjadi lebih ekstrim dan rasisme yang melebihi abad pertengahan karena kehadiran kekuatan super.

Pada saat itu, bukan manusia melawan monster, tetapi manusia lawan sesamanya untuk mendapatkan kekuasaan yang mutlak. Pada masa ini juga, peperangan mulai meletus antar negara sampai suatu negara pun terbelah menjadi beberapa bagian, seperti Indonesia. Setidaknya butuh waktu 20 tahun lamanya untuk mereka mendatangi kesepakatan perdamaian, dan pada saat itu juga seorang yang memiliki kekuatan super resmi mendapat julukan Hunter. Alasan mereka berdamai sebab manusia sadar kalau mereka tak bisa hidup sendiri.

Sekarang kembali ke masa kini, di mana 40 tahun berlalu setelah awal kemunculan Dungeon. Pada saat ini, kehidupan di bumi jauh lebih tentram, lebih dari sebelum Dungeon tidak ada. Tidak ada perang sipil, tidak ada kekurangan perkerjaan, dan tidak ada penghinaan ras. Akan tetapi, itu hanya berlaku bagi orang yang memiliki kekuatan super atau seorang Hunter, bagi masyarakat biasa, kehidupan yang sekarang sama saja seperti kehidupan di masa-masa yang sebelumnya, walau tak separah saat 20 tahun yang lalu.

Meskipun goncangan rasisme terus berlanjut terhadap orang-orang yang tak memiliki kekuatan super, setidaknya untuk mencari pekerjaan sekarang lebih mudah dibanding pra-kemunculan Dungeon, di mana sekarang lebih banyak dibutuhkan pekerja asalkan mereka punya tekad dan tenaga sebab saat ini populasi dunia masih dalam keadaan di bawah normal. Seperti pemuda berusia 19 tahun, Kria Vostred, seseorang pemuda tanpa kekuatan super dapat bekerja sebagai resepsionis dan mendapatkan tunjangan yang cukup setidaknya untuk makan dan minum.

"Halo, selamat datang di pusat pendaftaran, apa ada yang bisa saya bantu?"

Sebagai seorang resepsionis, tugas Kria sangatlah gampang, dirinya hanya perlu melayani pelanggan yang datang dan memastikan kebutuhan yang diperlukan. Namun sayangnya, pelanggan banyak ragamnya, tidak semua dari mereka itu baik sehingga bisa dibilang tugas resepsionis menjadi tugas yang paling buruk bagi orang yang temperamental.

"Ha!? Mata kau picek ka!? Aku di sini cuman ingin mendaftar, apalagi kalau bukan itu!" Urat-urat dari orang yang membanting meja di depan Kria bermunculan karena respon Kria.

"Maafkan saya. Kalau begitu, silahkan isi formulir pendaftaran ini Tuan," balas Kria dengan senyuman palsu di wajahnya.

"Cih! Nih sudah!" ucap orang yang ada di depan Krei sambil melempar bolpen yang Kria berikan kepadanya.

"Aww—Bangs*t nih orang, mentang-mentang bisa jadi Hunter," keluh Kria dalam hatinya dan mengusap kepalanya akibat bolpen yang menghantamnya.

Sebagai seorang resepsionis, Kria Vostred mau tidak mau melayani pelanggan yang menjadi Hunter tak peduli seberapa bengisnya orang tersebut karena Hunter sampai saat ini menjadi aset yang berharga bagi dunia, terutama negara dalam melawan monster dan mencari uang. Tanpa mereka, dunia yang Kria pijaki saat ini sudah musnah karena monster tersebut.

Sebab itu juga, gaji atau pemasukan antara Hunter dengan yang tidak sangat jauh, bahkan seorang Hunter dapat membeli sesuatu yang tak bisa dibeli sebelumnya ketika dunia masih tak ada monster di dalamnya. Pada pertama kali Kria mengetahui hal itu, tentunya menimbulkan rasa iri dan dengki sebab dirinya tak bisa mendapatkan apa yang ia mau walau sudah berusaha sekeras mungkin. Akan tetapi, sekarang Kria tak memperdulikan hal itu dan fokus bekerja demi dirinya sendiri yang hidup tanpa orang tua maupun keluarga saat ini.

"Yo Kria, bentar lagi shift-mu selesai ya? Bisa tolong antarkan berkas ini sekarang ke jalan Melawai? Tenang kok, ini alamatnya sejalan sama kos-mu," sapa laki-laki yang membawa beberapa kertas di tangannya.

"Boleh, tapi aku balik sekarang ya?" senyum tipis Kria.

"Ahh— Iya deh boleh, tapi pastiin benar-benar sampai di alamat yang tertera ya! Awas kalau tidak," balas orang itu sambil menyerahkan berkas ke Kria.

"Iya siap Gezi!" ucap Kria yang sambil beres-beres barang untuk dibawa pulang.

Laki-laki yang berbicara dengan Kria, Gezi adalah seorang teman dekat sekaligus manajer atau bos yang menerima Kria bekerja di tempat ini, di salah satu Kota Rangkasbitung, Negara Republik Dharmaya, salah satu negara perpecahan Indonesia akibat hancurnya kota Jakarta dan Samarinda pada perang sipil saat awal kemunculan adanya monster.

Walau negara Indonesia sudah berpecah belah, tetapi negara perpecahan itu masih memakai bahasa Indonesia dan mata uang yang sama yaitu Rupiah, bukan memakai bahasa daerah, selain itu yang membedakan di antaranya hanyalah wilayah saja karena kemunculan Dungeon yang mengubah tatanan dunia menjadi lebih semrawut.

"Ugh, tiap kali aku lewat sini entah kenapa rada kesal, apa karena rumahnya mewah-mewah ya?" gumam Kria sambil jalan menunduk.

Jalanan yang Kria lalui saat ini termasuk kawasan elit, di mana rumah paling tidak mempunyai tiga tingkat dan dihiasi dekorasi yang mewah sebab menjadi kawasan yang strategis. Kria mau tidak mau harus menelusuri jalan ini karena satu-satunya jalan ke tempat kos serta alamat yang ditujunya sekarang. Di saat Kria asik mengeluh, dirinya tak mendengar suara orang lain di sekitarnya.

"Hei yang di sana! Awas—"

Sebelum Kria menoleh dan merespon suara itu, Kria tertiban oleh besi yang tiba-tiba menimpanya. Kria yang manusia biasa hanya bisa terbaring dengan darah yang terus mengucur dari tubuhnya yang terluka dan seketika sebuah ambulan langsung membawanya ke rumah sakit terdekat.

Chapter 2: Ingatan Samar Pendekar Terkuat

"Kepung dia! Jangan biarkan dirinya kabur dengan gulungan sakral itu!"

Sekelompok orang yang memakai pakaian serba bewarna hitam berlomba-lomba untuk mengejar seseorang di hadapan mereka.

"Mau menangkapku!? Ha— 100 tahun lebih awal dek!" ejek orang berbaju putih sambil mengacungkan jari tengahnya.

Laki-laki yang ada di depan dengan baju putih serta pedang yang dirinya simpan di pinggangnya kini sedang tergesa-gesa untuk kabur dari kejaran sekolompok orang berbaju hitam.

"Penatua Shia! Si br*ngsek itu larinya cepat sekali! Kalau terus begini, kita akan kehabisan stamina sebelum mengejar dia!" ucap seseorang sambil melompat-lompat di antara bebatuan seperti air yang bermantulan.

"Kita harus menangkapnya hidup-hidup! Karena hanya Er Voa yang bisa mengaktifkan segel itu!" ucap seorang lelaki berambut putih panjang bernama Shia.

Bawahan Penatua Shia mau tak mau harus mengikuti perintahnya. Sudah 2 hari lebih mereka mengejar Er Voa, seorang berbaju putih di depannya secara intens. Mereka tak bisa mundur bergitu saja sebab gulungan sakral yang dibawa Er Voa sangat penting bagi kehadiran sekte mereka. Walau stamina sudah terkuras habis, tetapi mereka tetap mengejar Er Voa tanpa bergeming sedikitpun.

"Kuh— baj*ngan si*lan itu tetap bersikeras huh. Kalau begitu— 〘Sheer Frost〙!" ucap Er Voa sambil membuat ancang-ancang untuk mengambil senjata dari sarung di pinggangnya.

Sambil berlari dari kejaran orang di belakangnya, Er Voa mengayunkan satu-satunya pedang yang ada pada tangannya dan mengebaskan yang menghasilkan hawa dingin ke arah belakang.

"Hmm!? Trik murahan— 〘Dragon Dance: Dragon Breath〙!"

Saat tebasan dari pedang Er Voa akan menghantam sekolompok bawahan Penatua Shia, dirinya menghembuskan sebuah api merah kehitaman dari mulutnya untuk menghalau tebasan itu. Jarak antara Er Voa dengan kelompok Penatua Shia saat ini berkisar 1 kilometer. Walaupun terlihat lumayan jauh, tetapi kelompok Penatua Shia dapat mengejarnya sebab mereka dapat melihat dengan mata batin walau ada objek yang menghalangi antara Er Voa dan kelompoknya.

"Kuh— hanya satu detik saja kah!? Tapi tak apa, itu sudah lebih dari cukup— Hmm?" ucap Er Voa sambil melihat ke belakang sebelum penglihatan dirinya beralih ke sesuatu yang ada di depannya.

Di saat Er Voa berlari, dirinya melihat sebuah gerbang misterius yang tiba-tiba muncul di hadapannya. Selama dirinya hidup, baru kali ini Er Voa melihat gerbang yang memiliki wujud yang megah dan mengerikan.

"Ugh— energi dalamku sudah menipis. Kalau begini, tinggal menunggu waktu aku akan ditangkap mereka. Apa aku harus ke sana?"

"Ahhh b*do ah! Lebih baik aku mati di sana daripada harus dibunuh baj*ngan br*ngsek itu dan menyerahkan gulungan peninggalan guruku!" ucap Er Voa yang meningkatkan kecepatannya ke arah gerbang misterius di depannya.

Er Voa mengambil keputusan yang singkat untuk pergi ke gerbang misterius di hadapannya. Daripada dibunuh oleh sekelompok yang dia benci selama hidupnya, lebih baik terbunuh oleh sesuatu yang misterius. Selain itu, Er Voa beranggapan kalau gerbang yang ada di depannya itu seakan-akan memberitahu dia untuk datang agar dirinya selamat, walau itu hanya asumsi dan mimpi Er Voa belaka.

"Gerbang apa itu!? Aku punya perasaan buruk— Hei bocah! Cepat tumbalkan dirimu untuk ritual Keluarga Zeng!"

"Ta-tapi Penatua!"

"Aku juga tak mau mengorbankan kau— Tapi apa kau mau disiksa lalu dibunuh oleh petinggi karena gagal dapat gulungan itu!? Aku janji akan memberi tunjangan untuk keluarga kau!" Teriak Shia yang kepanikan melihat Er Voa semakin dekat ke gerbang yang entah muncul darimana.

"Janji ya! Kalau begitu— 〘Zeng Secret Technique: Dark Blood Sacrifice〙— Aaaaraghhh"

Setelah mengucapkan mantra terlarang, seseorang di belakang Penatua Shia menyentuh pundak Penatua dengan kedua tangannya. Seluruh darah dalam tubuh orang itu berubah menjadi warna hitam, serta tubuh orang itu cepat menua dan mengkerut. Detik tiap detik yang dialami orang itu bagaikan terbakar hidup-hidup dan tak lama setelah orang itu mengucapkan mantra, tubuhnya langsung meledak sampai tak bersisa.

Alasan mengapa baru kali ini Penatua Shia menyuruh orangnya untuk melakukan jurus terlarang itu karena jurus itu sangat tak efektif. Meskipun dapat meningkatkan kemampuan seseorang yang dituju, tetapi itu hanya berlangsung selama beberapa detik saja.

Selain itu, orang yang menerima dari kekuatan jurus terlarang itu harus mengemban hukuman yang berat seperti tak bisa bergerak setelah tujuh hari jurus itu berlangsung selama berhari-hari, serta orang itu juga harus memberi tunjangan yang besar sebagai penghormatan untuk orang yang telah mengorbankan nyawanya bagi orang yang dituju.

Orang pelit seperti Penatua Shia tentunya sangat anti dengan jurus terlarang ini, tetapi karena situasinya sangat mendesak, mau tidak mau Penatua Shia harus menyuruh bawahannya untuk melakukan teknik itu, karena kalau dibiarkan Er Voa lolos dari hadapannya, dirinya serta bawahannya harus mengalami siksaan yang pedih dari petinggi yang menginginkan gulungan sakral yang dibawa Er Voa.

"Gheh— Baj*ngan Tua itu benar-benar melakukannya! Sebegitunya kah pengen gulungan ini!?" ucap Er Voa yang berlari sambil menoleh ke arah belakang ketika aura mengerikan terasa dari jauh.

"Tak akan ku biarkan kau kabur Er VOAAAAA!" teriak Penatua Shia yang meluncur ke arah Er Voa seperti roket.

Detik tiap detik yang dialami Er Voa seperti naik rollercoaster, adrenalin saat itu terjadi dengan cepat. Detak jantung yang sebelumnya tak dapat didengar kini terdengar jelas, bahkan melebihi suara Penatua Shia yang sedang berteriak ke arahnya. Saat ini tak ada yang bisa dia lakukan untuk menjauh dari Penatua Shia yang sudah dikuati karena pengorbanan bawahannya. Er Voa kini hanya bisa pasrah sambil terus melaju ke arah gerbang di depannya.

"Sedikit lagi ... E-eeee!?"

Saat Er Voa menuju gerbang di depannya, gerbang itu tiba-tiba menyedot keberadaan Er Voa ke dalamnya. Daya tarik serta kecepatan yang luar biasa membuat Er Voa tak berdaya sampai dirinya benar-benar lenyap ke dalam gerbang misterius itu. Ketika Er Voa sudah tiada, gerbang itu tiba-tiba menghilangkan keberadaannya di depan kelompok bawahan Penatua Shia, yang membuat mereka terkejut dan tercengang dengan apa yang terjadi.

"Kh!? SSSS**AAALLLAAAN KAAAU ERRR VOAAAA!" teriak Penatua Shia yang mengutuk Er Voa yang hilang entah ke mana.

...

...

...Ia...

...Kria...

... Kria bangunlah!

"Gasp—"

Seorang lelaki muda terbangun dari mimpinya. Wajahnya seketika pucat dan saat dirinya bangun, dia mengalami kesakitan yang hebat. Lelaki itu membutuhkan beberapa detik agar dirinya terbiasa dengan apa yang dialaminya sekarang.

"Kria— sukurlah kau bangun!"

"Huuh Kria!? Bukan Er Voa?" gumam lelaki itu sambil mengusap kepalanya.

Di dalam pikiran lelaki bernama Kria itu kini berguncang hebat. Dirinya mengalami pusing dengan apa yang terjadi. Apa yang dialaminya sebelumnya itu hanyalah mimpi atau benar-benar kejadian.

"Apa itu mimpi? Tidak— itu tidak mungkin. Bagaimana bisa seseorang bermimpi tanpa pernah melihat sosok sesuatu yang jelas tanpa melihatnya sebelumnya, tetapi kalau begitu—" ucap Kria dalam hatinya yang masih mempertanyakan apa yang dialami saat dirinya tertidur.

"Kria! Kenapa kamu melamun? A-apa jangan-jangan kamu amnesia!?" ucap lelaki di depannya yang panik.

"Apasih Gezi! Aku masih ingat, tetapi saat ini aku sedang pusing, bisakah kau pergi sebentar?" tatap Kria yang memohon lelaki bernama Gezi di depannya.

"O-ooh syukurlah. E-kalau begitu, aku keluar dulu," ucap Gezi sambil menggeser pintu di kamar Kria berada.

"Apa yang sebenarnya terjadi dengan diriku sekarang!?" gumam Kria yang masih kebingungan.

Chapter 3: Langkah Awal Menjadi Hunter

Sekali lagi, Kria Vostred mencoba mengingat apa yang dia lihat dalam mimpinya ketika menjadi sosok misterius bernama Er Voa. Akan tetapi, saat dirinya mencoba— Kria mengalami kesakitan yang hebat, yang membuat dirinya langsung berteriak dan mengeluarkan darah dari mulutnya.

"Graaahhh— Argkhhh— Bleuahh—!" teriak histeris Kria sambil memegang kepalanya berharap rasa sakitnya hilang.

"Kria? Ada apa!? Astaga— Dokter tolong—" datang Gezi yang langsung memutar balik panik melihat kondisi Kria.

Yang dialami oleh Kria saat ini seperti semua yang ada dalam dirinya, usus, lambung, hati, dan organ tubuh lainnya seakan-akan mencoba keluar dari tubuhnya. Rasa perih yang dialami Kria saat ini bahkan melebihi fase mens ataupun ketika burung seseorang terjepit.

Ketika Kria mencoba berteriak untuk meringankan rasa sakitnya, suara yang ada dalam dirinya langsung hilang karena tak kuat menahan rasa sakit yang dahsyat. 2 Menit berlalu yang seperti dicabik-cabik selama 2 hari masih tetap berlangsung, di saat itu juga dokter yang dipanggil oleh Gezi datang untuk menenangkan dan memeriksa keadaan Kria yang aneh ini.

"Dok— Tolong teman saya!" ucap Gezi yang kepanikan.

"Iya, tetapi saya mohon bantuan Anda untuk tetap tenang dan menunggu di luar agar proses penenangannya berhasil," ucap seseorang yang memakai berjas putih yang bekerja sebagai dokter.

Mengikuti perintah dokter, Gezi langsung keluar dari ruangan Kria berada. Saat ini, hanya ada dokter, dua perawat, dan Kria yang sedang histeris saja di ruangan tersebut.

"Kondisi ini— Perawat, tolong berikan obat bius dan obat yang ada di sebelahnya sekarang!"

"Siap Dok," sigap perawat yang langsung mengambil obat suruhannya.

Dokter langsung menginjeksi obat ke tubuh Kria dengan suntikkan dan memberi obat serta infusi darah agar Kria tak kehabisan darah karena sebelumnya dia sudah mengeluarkan banyak darah. Kria yang histeris sebelumnya langsung tertidur pulas dan berhenti mengeluarkan darah dan cairan kotor lainnya dari tubuhnya setelah disuntik. Melihat keadaan pasiennya sudah tenang, Dokter bersama kedua perawatnya mencoba menganalisa apa yang terjadi dengan Kria.

"I-ini ...."

Saat ini Kria sedang tertidur lelap dalam mimpinya. Dirinya melihat serangkaian gambar seperti kaca yang terbelah dengan gambar berisi memori di dalamnya. Kria di sini melihat dengan jelas sosok misterius yang sebelumnya terlihat blur, dirinya melihat seorang pendekar tengah menumpas musuhnya dengan pedang satu-satunya yang terlihat berkarat.

Banyaknya memori yang tiba-tiba itu akhirnya dirinya paham bahwa sebenarnya Kria tengah bereinkarnasi, menjadi orang lain, atau lebih tepatnya dirinya yang baru di dunia lain akibat dia di masa lalu saat bernama Er Voa memasuki gerbang misterius. Namun, ada satu hal kejanggalan dalam mimpinya itu. Kria melihat kalau gerbang misterius itu sama dengan gerbang yang ada di dunianya, atau Dungeon, tetapi ukurannya lebih kecil.

Karena dirinya masih belum bisa terbangun dari mimpinya, Kria mencoba menelan semua informasi yang dia peroleh dari kehidupan sebelumnya atau di masa lalu, entah itu soal bahasa, kekuatan, atau hal yang tak ada dalam dunia yang dia pijaki saat ini. Saat menelusuri memori tersebut, Kria mencoba menghitung detik yang sudah dilaluinya untuk mengasah memorinya lebih dalam dan tidak lupa saat terbangun nanti. Beberapa jam kemudian, pandangan Kria mulai memudar dan seketika cahaya lampu mulai menyinarinya.

Kria terbangun karena cahaya itu, dirinya yang terbaring lemah melihat tiga orang di hadapannya, yang dia yakini salah satu orang yang memakai jas putih seorang dokter, sedangkan sisanya seorang perawat. Kria mencoba bangun dengan perlahan, untuk memastikan tubuhnya tak mengalami kesakitan.

Kria berbincang sebentar dengan dokter terkait kondisinya saat ini. Dokter berkata bahwa keadaan Kria saat ini sudah pulih dan bisa beraktivitas seperti semula. Mendengar hal itu, Kria memanggil teman sekaligus bos di tempat kerjanya, Gezi untuk berbicara soal pembayaran biaya perawatan.

"Ah itu tenang saja, walau kamu bukan Hunter, tetapi kamu kan pekerja di instansi. Jadi biaya perawatannya di-cover oleh asuransi karena kamu celaka karena pekerjaan, santai saja Kria," ucap Gezi dengan santai sambil menepuk bahu Krei.

"Ah, aku juga sudah mengurus itu saat aku di luar tadi, oh iya termasuk berkas juga sudah dikirim oleh orang lain. Jadi sekarang kamu bisa langsung balik ke kosmu," lanjut Gezi.

"Be-begitu ya, tetapi aku ada hal perlu juga di Serikat, aku ke sana dulu sebelum pergi ke rumah untuk istirahat," balas Kria

"Kalau begitu, baliknya bareng saja!" ujar Gezi yang terlihat gembira.

Setelah mengurus administrasi agar Kria bisa pulang, Kria dan Gezi kini pergi ke Serikat Sayap Abadi, salah satu Serikat di antara banyaknya Serikat yang ada di negara Dharmaya sebagai tempat menampung Hunter-Hunter untuk melawan monster yang berkeliaran. Tempat Serikat dan tempat tinggal Kria termasuk kawasan yang aman sebab jauh dari Dungeon yang terdapat monster yang berbahaya. Setidaknya lebih dari 20 kilometer dari tempat kerja ataupun tempat tinggal Kria jarak antara Dungeon dengan tempat itu.

Walau begitu, bukan berarti Kria dan orang-orang yang disekitarnya dapat menahan nafas lega, sebab ada suatu saat Dungeon tiba-tiba muncul di tengah tempat karena fenomena yang sampai saat ini ditelusuri oleh peneliti. Di sepanjang jalan, Kria menjelaskan apa yang terjadi padanya ke Gezi, teman terbaiknya sekaligus manager di tempat kerjanya. Kria sangat percaya kepadanya sebab Gezi sudah membantu banyak dalam hidupnya sehingga Kria terhindar dari kehidupan yang malang seperti orang-orang tak dapat menjadj Hunter sepertinya.

"Itu yang kamu bilang beneran Kria?"

"Iya mungkin, aku juga tidak tahu pasti," balas Kria.

"Tapi kalau kamu benar-benar bangkit dan bisa menjadi Hunter, kamu tak usah menjadi resepsionis, tetapi sebagai gantinya kamu harus menjadi Hunter ekslusif di Serikat ku gimana?" tanya Gezi.

"Ya itu sudah pasti, tetapi jangan gembira dulu, aku pun tak tahu kalau itu memang benar atau khayalan ku semata," balas Kria dengan nada lesu.

"Aku di sini sebagai teman, bukan sebagai Bos-mu, aku akan selalu mendukung apapun hasilnya!" balas Gezi yang mencoba menyemangati Kria.

Di sepanjang jalan mereka berbincang-bincang entah topik apa pun itu dengan nada yang kecil. Gezi dan Kria menjadi sahabat yang akrab karena di masa lalu mereka satu sama lain membantu terkait sesuatu sehingga menimbulkan rasa persahabatan yang erat. Setelah beberapa menit, mereka akhirnya sampai di Serikat Sayap Abadi, tempat mereka berdua berkerja.

"Kalau begitu aku mau ngurus yang lain, ini Kria kuncinya, gunakan sesukamu," ucap Gezi yang memberikan kunci dan pergi meninggalkan Kria.

Tanpa basa-basi, Kria langsung menuju suatu ruangan dan membuka dengan kunci yang ada di tangannya. Ruangan tersebut berisi fasilitas untuk mendeteksi apakah seorang dapat menjadi Hunter atau tidak, dengan menggunakan alat yang dapat mengaktifkan gelang seperti yang Kria pakai agar mengetahui seseorang memiliki kemampuan atau tidak.

Kria mengaktifkan alat yang berbentuk kapsul dan membiarkannya gelang yang dikenakannya mengenai pendeteksi yang ada di alat di depannya tersebut. Setelah beberapa detik, alat tersebut berbunyi, menandakan gelang yang dipakai Kria saat ini sudah mengalami perbaharuan.

"I-ini— Ini benar-benar berubah!" sorak Kria yang senyam-senyum sendiri di ruangan yang terlihat sunyi.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!