🌿🌿🌿🌿🌿🌿🌿🌿🌿🌿🌿🌿🌿🌿🌿
🌸
Di sebuah ladang sawah yang terhampar luas, tertata rapi tanaman padi yang sudah matang dan sudah waktunya untuk di panen. Beberapa pekerja sedang bekerja paruh membantu pemilik sawah mengolah pertanian tersebut.
"Selamat pagi tuan ... Apa kabar anda?."
"Selamat pagi Pak Jaka, kabarku baik bagaimana denganmu?."
"Kabarku baik juga. Tuan aku kesini ingin memberikan undangan pernikahan anak tuan tanah pak Radi. Mereka mengundang tuan sekeluarga untuk menghadiri pesta pernikahannya."
"Oh ya baiklah. Ini akan di adakan minggu depan. Tolong sampaikan pada pak Radi, kami semua akan hadir di pesta pernikahan anak mereka."
"Baik tuan, saya permisi."
Seorang kurir pengantar paket menghampiri beberapa orang yang sedang duduk di ladang pertanian. Mereka adalah keluarga tuan tanah paling kaya di desa tersebut.
Tuan tanah itu bernama Pak Roji, keluarga terpandang yang memiliki harta berlimpah secara turun temurun. Pak Roji memiliki seorang adik yang bernama Pak Candra dan seorang adik perempuan bernama Madu. Mereka tinggal dalam satu rumah karena ukuran rumah mereka yang sangat luas.
___
Di kediaman Candra terlihat keluarga besar itu sedang berkumpul juga terdapat dua anak kecil laki-laki yang sangat lucu, yaitu anak dari Candra dan Roji dan di samping mereka ada Madu, adik bungsu dari keluarga itu yang masih berstatus lajang.
"Mas ... Ini kopinya, minumlah...."
Rima istri dari Candra menyuguhkan kopi panas kesukaan suaminya itu. Lalu dengan enaknya Candra menyeruput kopi yang harum menggugah selera.
Candra duduk di teras rumahnya di desa dan membicarakan bisnis kainnya di kota kepada kakaknya, Roji. Candra menceritakan tentang bisnis kainnya yang sedang berkembang pesat dan menghasilkan keuntungan yang besar.
"Kak, bisnis kainku semakin sukses. Aku sudah memiliki banyak pelanggan dan permintaan terus meningkat setiap bulannya," ujar Candra dengan bangga.
Roji mengangguk-anggukkan kepalanya, "Wow, itu luar biasa, Candra. Aku senang mendengarnya. Tapi kamu akan tetap berbisnis di kota, kan?"
Candra menjawab, "Ya, aku ingin membangun bisnis kainku di kota dan meninggalkan desa ini. Aku ingin mencapai lebih banyak pelanggan dan memperluas jangkauan bisnisku."
Roji mengernyitkan keningnya, "Tapi, Candra, desa ini adalah tempat kelahiran kita. Bagaimana dengan keluarga kita dan teman-teman kita di sini?."
Candra tersenyum, "Aku tahu itu sulit, Kak. Tapi aku berpikir bahwa ini adalah kesempatan besar untukku. Aku ingin sukses dalam bisnisku dan aku yakin aku bisa melakukan itu di kota."
Roji terdiam sejenak, lalu berkata, "Baiklah, Candra. Aku mengerti. Aku akan selalu mendukungmu, apa pun yang kamu lakukan."
Candra tersenyum senang, "Terima kasih, Kak. Aku sangat menghargainya."
Kemudian, mereka berbicara tentang bisnis kain dan rencana Candra untuk mengembangkan bisnisnya di kota. Setelah itu, mereka mengobrol tentang hal-hal lain dan menikmati sore yang indah di desa mereka.
"Kakak ... Bagaimana kalau kakak juga pindah ke kota?."
Madu yang mendengar percakapan kedua kakaknya tersebut merasa tidak setuju dan berkata,
"Tidak kakak... Kami tidak ingin pergi ke kota. Aku sangat suka tinggal disini."
"He he he he tenang saja Madu kita akan tetap tinggal disini dan tidak akan kemana-mana." timpal Roji.
Mereka tertawa karena sikap adik bungsunya itu.
"Oh ya Candra, sudah lama kita tidak berburu di hutan. Kapan kita akan berburu lagi? bagaimana kalau akhir pekan ini?."
"Kakak lupa ya akhir pekan ini kan kita harus menghadiri pesta pernikahan anak pak Radi di desa sebelah."
"Oh iya, aku hampir lupa. A ha ha..."
"Kakak anak pak Radi yang akan menikah itu mahasiswa yang lulusan dari kota itu ya? Namanya Ruslan, betul tidak?."
"Iya betul, dia anak sulung pak Radi. Kamu atur keberangkatan kita kesana ya."
Madu terkesiap mendengar nama laki-laki yang akan menikah tersebut.
____
Di kediaman Radi, para penghuni rumah sedang berkumpul di ruang keluarga untuk membahas acara pernikahan anak pertama di keluarga mereka. Radi juga turut hadir di antara mereka.
"Kami sudah menyiapkan segala sesuatunya dengan matang. Semua undangan sudah terkirim dan kami juga sudah mengatur konsumsiannya," kata ibu nya Ruslan.
"Baiklah, aku akan mengirimkan hadiah pernikahan untuk pasangan pengantin. Saya juga akan memberikan banyak sekali hadiah sebagai tanda kasih sayang." sambung Radi.
" Ibu, lihatlah ... Bukankah kalung ini terlihat bagus?." ibu Ruslan meminta pendapat ibu mertuanya
"Iya bagus sekali, ini juga harus di masukan ke barang yang akan dikirim ke keluarga pengantin perempuan."
"Baiklah ...."
Di tengah perkumpulan orang tua itu terdapat seorang anak gadis yang masih kecil dan berparas cantik.
"Ibu ... Ibu ... Nanti kalau aku sudah besar, aku juga mau memakai perhiasan ini ya bu. Juga lipstik ini."
Penuturan Rani dengan suara has anak kecil yang imut.
Rani adalah anak bungsu dari Radi sekaligus adik kandung Ruslan. Mereka hanya dua bersaudara yang hidup dengan serba berkecukupan.
" Ibu lihatlah, kalung berlian ini. Aku suka dengan permata nya." sahut Ruslan.
"Diamlah! Kami tidak meminta pendapat calon pengantin pria. Ha ha ha." Ucap nenek Ruslan.
Keluarga besar itu terus mengolok Ruslan yang sebentar lagi akan menikah.
"Berhentilah tertawa, bukankah kita harus memilih pakaian dan perhiasan ini." Ucap sang nenek.
"Oh ya Ruslan, ada beberapa pakaian di mobil coba kamu suruh pelayan untuk membawanya kemari."
"Baik ayah."
Ruslan memangku semua pakaian yang ada di mobilnya dan meminta pelayan untuk membawanya ke rumah. Di seberang jalan, Ruslan sedang berjalan lalu tiba-tiba Madu mendatanginya dengan wajah yang serius.
"Madu??."
Lalu Ruslan menghampiri Madu dan melihat sekitar, dia takut ada orang yang melihat keberadaan Madu.
"Madu, apa yang kamu lakukan disini?."
"Ruslan, aku butuh bicara denganmu sekarang juga. Ada sesuatu yang sangat penting yang harus kita bicarakan."
"Tentu, ada apa?."
"Aku baru saja mendapat kabar bahwa kamu akan menikahi gadis lain. Apakah itu benar?."
"Maaf Madu, aku tidak ingin membuatmu kecewa, tapi itu benar."
"Tapi Ruslan, bagaimana dengan kita? Apa yang akan terjadi pada anak kita yang sedang dalam kandungan?."
"Kamu, tolong dengarkan aku dulu. Ayo ikutlah denganku."
Ruslan meraih tangan Madu dan memintanya untuk mengikutinya, tapi di tolak oleh Madu.
"Aku tidak akan pergi kemana-mana, aku hanya ingin jawabanmu Ruslan."
"Madu kamu jangan seperti ini. Nanti ada orang yang melihat kita."
"Memangnya kenapa Ruslan?."
Nenek Ruslan yang sedang berada di dapur mendengar keributan di jalan depan rumahnya. Lalu nenek Ruslan mendekati asal suara keributan itu.
"Aku akan manjawabnya, ayo kemarilah. Ayo kesini."
Ruslan mengajak Madu ke belakang rumahnya dan mencoba menjelaskan sesuatu.
"Madu, pernikahan ini semua terjadi tidak sesuai dengan keinginanku. Keluargaku mengetahui kalau aku hanya mencintaimu. Tapi mereka menjodohkanku dan ingin menikahkanku dengan orang lain."
"Tapi jika benar kamu tidak setuju, kamu harus berani untuk menolaknya."
"Madu mereka tidak akan setuju. Pernikahanku tinggal menghitung hari. Mereka sudah menyiapkan semuanya. Jika aku menggagalkan rencana mereka, itu semua akan sia-sia. Cobalah mengerti Madu."
"Bahkan kalau mereka mengetahui kalau bayi dalam kandunganku ini adalah anakmu?."
"Aku tahu ini sangat sulit untuk dipahami, tapi aku merasa sudah bertanggung jawab untuk mengambil keputusan ini. Dan aku juga sudah memikirkan tentang anak kita. Aku akan memberikan dukungan finansial dan bertanggung jawab atas anak kita. Madu, aku tau aku sudah membuatmu merasa terikat. Tapi aku tidak punya pilihan lain."
"Ada Ruslan, ada pilihan lain. Aku akan meminum racun dan mati. Jadi kamu bisa menikahi gadis lain."
"Tidak Madu, kamu jangan seperti itu. Madu aku punya ide."
"Apa?."
"Aku ingin kamu dan kakak mu pindah ke kota. Aku punya seorang teman dokter di sana. Aku akan berbicara pada temanku. Kamu datanglah malam hari dan pergi dari sana pagi-pagi buta. Temanku akan membantumu menggugurkan kandunganmu."
"Hah! Apa?!."
"Dengar Madu, ini aku akan memberimu uang untuk biayanya. Ini untuk bekalmu."
Ruslan memerikan sejumlah uang dari sakunya. Lalu Madu mengambilnya sambil menangis.
"Ruslan aku tau sekarang, ternyata kamu seorang pengecut! Juga seorang bajingan. Aku baru menyadari semua itu hari ini hiks hiks...."
Madu melempar uang yang di berikan Ruslan padanya tepat ke wajah Ruslan lalu pergi berlari meninggalkan Ruslan yang berdiri kebingungan.
" Madu! Madu!."
Ruslan berteriak memanggil Madu tapi tidak dihiraukan. Lalu melihat sekitar takut ada orang lain yang mengetahui tentang mereka. Di rasa aman Ruslan akhirnya masuk kembali ke rumahnya. Tanpa dia sadari neneknya berada di dapur menyaksikan semua kejadian memalukan itu.
Madu pulang ke rumah dengan keadaan kacau dan menangis dengan sejadi jadinya. Semua keluarga yang berada di ruang keluarga heran melihat tingkah adik bungsunya itu. Lalu kedua kakak iparnya mencoba menenangkan dan bertanya apa yang sebenernya terjadi. Tapi Madu hanya menangis tiada henti.
****
Jangan lupa kasih like, vote, favorit, hadiah juga, komentar terbaik ny ya...
Mengakhiri hidupnya
Rumah yang dulunya luas dan penuh kebahagiaan sekarang berubah menjadi suram dan penuh kesedihan. Madu, anggota keluarga yang biasanya paling ceria, menceritakan semua kejadian yang menimpa dirinya. Madu mengatakan bahwa dirinya sedang hamil anak Ruslan, seorang pria yang tidak mau bertanggung jawab atas tindakannya.
Madu merasa sangat terpukul dengan kondisinya yang sulit ini dan tidak tahu harus berbuat apa.
Semua orang terkejut mendengar pengakuan Madu tentang kehamilannya dan tentang Ruslan yang tidak mau bertanggung jawab atas anak yang akan lahir. Terutama kedua kakaknya, Candra dan Roji, merasa geram dengan apa yang telah Ruslan lakukan terhadap adik perempuan mereka satu-satunya.
"Madu tenanglah sayang, semuanya akan baik-baik saja. Jangan menangis lagi."
Rima menenangkan Madu yang tidur di pangkuannya sambil sesegukan tidak berhenti menangis.
Candra merasa marah dan berada di puncak emosinya. Lalu dia pergi ke gudang dan mengambil senjata api yang biasa dia gunakan untuk berburu.
Dengan puncak marah yang sudah di ubun-ubun Candra hendak pergi ke rumah Ruslan dengan niatan yang bulat di hatinya, tapi Roji segera menghadangnya.
"Candra! Apa yang akan kamu lakukan? Aku meminta padamu jangan melakukan apapun yang akan memperburuk keadaan."
"Bagaimana tidak akan bisa menjadi lebih buruk lagi kakak? Penjahat itu, setelah dia menghancurkan masa depan Madu sekarang dia akan menikahi gadis yang lain!."
"Kita akan menghentikan pernikahan nya!. Dengar Candra, aku akan berbicara kepada pak Radi dan memberitahukan semuanya kepada mereka tentang hubungan Ruslan dan Madu."
Roji meyakinkan adiknya itu dan menggiringnya untuk segera duduk agar amarah dalam hatinya itu mereda, lalu mencoba menasehatinya.
"Aku yakin, jika mereka mengetahui apa yang terjadi. Mereka akan membatalkan pernikahan Ruslan dan bertanggung jawab atas adik kita."
Pada sore hari itu, Roji dan Candra langsung mendatangi kediaman Radi untuk menjelaskan semua tentang Ruslan dan Madu serta mencari solusi yang tepat. Mereka berdua ingin menjelaskan semuanya dengan kepala dingin dan mencari cara terbaik untuk mengatasi masalah ini.
Namun, keadaan di rumah yang akan mereka kunjungi sudah sangat tegang. Mereka mendengar suara isakan dan tangis dari ibu dan nenek Ruslan di dalam rumah. Nenek Ruslan sudah memberitahu semua keluarganya tentang apa yang dia saksikan antara Ruslan dan Madu hari itu.
"Katakan Ruslan, Apakah benar perbuatan yang sudah kamu lakukan terhadap adik dari Roji, tuan tanah desa sebelah?."
Ruslan merasa kebingungan atas pertanyaan dari ayahnya tersebut. Dia tidak ingin seluruh keluarganya mengetahui tentang kebenaran dia dan Madu. Di kira si Ruslan akan berkata jujur, tapi dia malah mengelaknya.
"Itu semua salah ayah."
"Ruslan!!." teriak Roji yang tiba-tiba sudah berada di depan rumah dan segera masuk ketika mendengar Ruslan mengelak hubungannya.
Roji merasa emosional karena Ruslan tidak mau mengakuinya. Tapi Candra berusaha untuk memenangkan kakaknya, walau dirinya pun sudah sama marahnya.
"Aku datang kesini bukan untuk membuat kekacauan atau mengatakan hal yang kasar kepadamu," kata Roji dengan tenang pada Ruslan.
"Manusia membuat kesalahan itu sudah hal yang lumrah. Kamu juga membuat kesalahan, tapi kamu haruslah berani mengakui kesalahanmu dan mempertanggung jawabkan nya. Kamu harus memenuhi janjimu kepada Madu. Kehormatan kita sedang dipertaruhkan."
Ruslan terlihat kesal dan tidak sabar mendengar perkataan Roji. "Janji apa? Bertanggung jawab apa? Anda hanya berbicara omong kosong! Hanya Tuhan yang mengetahui segalanya. Anda sudah berbohong dan anda sudah mencemari nama baik keluarga kami!".
Roji tetap tenang dan menjawab dengan lembut, "Cerita bohong? Lalu salah siapa yang sudah berbuat sehingga Madu mengandung seorang anak di perutnya?"
Ruslan memandang Roji dengan tatapan tajam dan mengeluarkan kata-kata yang menyakitkan hati.
"Jika memang Madu hamil, itu juga bukan tanggung jawabku. Mungkin orang lain yang sudah menghamilinya."
"Sudah cukup Ruslan!!. Kau pembohong dan penipu! Kau adalah seorang penjahat!."
Candra sudah tidak bisa memendam amarahnya lagi dan dia hendak memukul Ruslan tapi di cegah oleh Roji.
"Candra, kamu jangan seperti ini."
"Tuan Roji. Mintalah agar Candra menjaga mulutnya! Agar tidak terjadi pertumpahan darah disini!." teriak Radi.
"Pertumpahan darah tidak akan terelakkan Radi! Kehormatan kakakku di pertaruhkan! Aku tidak akan diam melihat kakaku di permalukan seperti ini! Aku tidak akan diam! Aku akan membuat hidup kalian sengsara!."
Candra sudah seperti anak sekolah yang akan melayangkan tinjunya saat tawuran.
"Candra! Sabarlah, kamu jangan terbawa emosi. Biarlah aku yang berbicara."
Roji menatap Radi dan keluarganya dengan pandangan tajam. Ia tahu bahwa situasi ini membutuhkan solusi yang tepat, dan emosi yang memuncak hanya akan memperburuk keadaan.
"Pak Radi, aku tahu anda adalah orang yang bertanggung jawab. Anda harus memenuhi janjimu kepada Madu. Ini bukan hanya masalah janji, tetapi juga masalah moral dan kehormatan keluarga kita," ujar Roji dengan tenang.
"Pak Roji, aku bersimpati padamu. Hanya itu yang bisa aku katakan."
Radi hanya berkata singkat untuk memungkas masalah yang dia yakini bahwa anaknya itu memang tidak bersalah sehingga membuat Roji tidak menyangka dan kecewa.
"Pak Radi... Luruskan satu hal, karena akibatnya tidak akan bagus."
Roji melihat semua orang yang berada di rumah tersebut lalu pergi dari sana.
Melihat perdebatan yang semakin panas antara dua keluarga itu, kemudian nenek nya Ruslan menghampiri Radi dan berkata,
"Radi, apakah ibu bisa mengatakan sesuatu?."
"Iya ibu, silahkan."
"Ibu rasa Ruslan harus bertanggung jawab dan menikahi gadis itu."
"Ibu, Ruslan sudah mengatakan bahwa dia tidak melakukan hal yang membuat gadis itu hamil. Kita harus mempercayai anak kita Bu. Dan mungkin benar saja gadis itu hanya memfitnah Ruslan agar ada orang yng mau menikahinya."
Nenek Ruslan menutup mulutnya tidak percaya dan menatap Ruslan dengan penuh kecewa. Jelas-jelas tadi siang dia melihatnya sendiri jika cucunya itu memang benar bersalah. Tapi untuk menjaga keharmonisan keluarga, nenek Ruslan mencoba menutup telinga dan matanya atas kejadian ini.
~~
Beralih ke kediaman Roji...
Roji memutuskan untuk menjual semua tanah mereka di desa dan pindah ke kota dengan semua barang bawaan mereka. Candra setuju dengan kakaknya, mengatakan bahwa mereka tidak bisa lagi tinggal di desa dan harus segera pindah.
Alasan keputusan mereka adalah karena kondisi Madu yang sedang hamil tanpa ayah. Dia khawatir bahwa mereka akan dihakimi dan digosipkan oleh penduduk desa, dan dengan pindah ke kota, mereka bisa terbebas dari kritik tersebut.
Di tengah pembicaraan kedua kakak lelakinya itu. Madu mendengarkan dari balik pintu dan menangis. Sebenarnya dia ingin Ruslan tetap bertanggung jawab atas kehamilannya. Tapi itu sungguh tidak mungkin.
" Kakak, maafkan aku hiks hiks hiks. "
Pagi hari saat kedua kakaknya sedang sibuk mempersiapkan kepindahan mereka ke kota. Rima mendapati pintu kamar Madu terkunci dari dalam.
"Madu... Ini kakak bawakan sarapan untukmu. Kakak mohon buka dulu pintunya, Madu...?."
Setelah beberapa kali di panggil tidak ada sahutan dari orang yang di panggil panggil namanya itu. Rima merasa cemas dan mencoba melihat lewat jendela kamarnya.
"Madu...?."
Rima melihat Madu sedang terbaring tidur di ranjang. Awalnya dia mengira baik-baik saja dan membiarkan Madu yang mungkin masih ingin beristirahat. Hingga kedua kakaknya sudah kembalinya dari urusan mereka lalu menanyakan keberadaan Madu.
"Apakah Madu sudah makan?."
"Belum... Dari tadi aku panggil dia tidak menjawab. Aku rasa dia masih tidur. Pintu kamarnya pun terkunci dari dalam."
Rima menjelaskan.
"Coba kamu panggil dia lagi, tidak baik jika dia terus terusan mengurung diri di kamar."
Rima segera menuju kamar Madu lagi dan masih tidak ada sahutan dari dalam dan pintu pun masih terkunci. Semakin cemas Rima mencoba melihatnya lagi dari jendela.
"Madu? Madu bangunlah...."
"Sudah satu jam posisi tidurnya masih seperti itu. Hah." batin Rima ibunda dari Raja tokoh utama cerita ini, lalu berteriak,
"Ayahnya Raj... Kemarilah!."
Dengan panik Rima memanggil suaminya agar melihat keadaan Madu. Candra dan Roji mendengar kepanikan Rima dan segera keluar menemuinya.
"Ada apa istriku?."
"Lihatlah Mas, dari tadi Madu tidak mengubah posisinya. Dia hanya tidur seperti itu, tidak ada pergerakan."
Mendengar penjelasan adik iparnya itu. Roji langsung masuk lagi ke rumah dan mendobrak pintu kamar Madu yang terkunci.
Saat pintu terbuka, alangkah terkejut saat mereka melihat Madu yang terbaring dan bersimbah darah.
" Madu...!!. "
Madu memutuskan mengakhiri hidupnya karena tidak sanggup atas kehidupan yang harus dia pikul. Kedua kakak dan kakak iparnya histeris menangisi kematian tragis yang menimpa adik bungsunya itu.
****
Jangan lupa kasih like vote favorit hadiah juga komentar terbaik ny ya...
Kematian Madu hari ini bertepatan dengan akan di langsungkannya pernikahan Ruslan di rumah mewah mereka. Kemeriahan pesta sangat di rasakan di rumah itu berbanding terbalik dengan rasa pilu yang sedang menyelimuti rumah keluarga Roji.
"Kakak... Aku berjanji, aku tidak akan mengampuni orang yang sudah membuat adikku meninggal seperti ini. Aku akan membunuhnya!."
Mendengar perkataan Candra yang penuh emosi, Roji mencoba untuk menenangkan adiknya itu.
"Candra, tenanglah... Kita jangan menambah masalah. Kita sudah kehilangan adik kita, aku tidak mau kehilanganmu juga, Candra."
Prosesi pemakaman Madu pun hampir selesai. Saat-saat terakhir pemakaman, Roji tidak melihat Candra berada disana. Lalu menyuruh seseorang untuk mencarinya.
Terlihat kekhawatiran di raut wajah Roji, karena takut adiknya itu melakukan sesuatu berdasarkan emosinya.
Dan benar saja, terlihat Candra sekarang sedang berada di tengah pesta keluarga Radi. Dia menyaksikan orang yang menjadi penyebab utama adiknya meninggal itu sedang tertawa bahagia menikmati pesta pernikahannya.
Kebahagiaan mereka membuat Candra semakin tersulut emosi dan membidik Ruslan dari kejauhan lalu berteriak,
"Ruslan! Kau telah membunuhku adikku! Hari ini di pesta perkawinanmu ini, aku akan mengantarkanmu menyusul adikku!."
Semua orang yang berada disana terkejut dengan teriakan dan todongan senjata api milik Candra dan...
DOR... DOR... DOR!
Tiga kali tembakan bersarang di dada dan tembus ke jantung Ruslan dan membuat Ruslan meninggal seketika. Keahlian berburu Candra tidak di ragukan lagi. Meskipun dalam jarak jauh dia bisa menembak target dengan tepat.
"Anakku... !."
Radi merangkul anaknya yang sudah tidak bernyawa dan menangis histeris. Lalu Candra di tangkap orang-orang yang berada di sana dan di jebloskan ke dalam penjara.
Atas tragedi dan kejadian yang memilukan antara dua keluarga beda desa tersebut,
terjadilah permusuhan bebuyutan antara keluarga Candra dan Roji yang akan mengawali cerita di karya ini.
Setelah penembakan yang Candra lakukan, dia di vonis hukuman penjara seumur hidup. Meninggalkan seorang istri dan anak yang masih kecil sehingga di asuh dan di rawat oleh Roji sebagai pamannya.
Tahun berganti tahun...
Candra menjalani kehidupannya di balik jeruji besi dengan berperilaku baik sehingga hukumnya di beri keringanan yang asalnya di penjara seumur hidup, sekarang di bebaskan bersyarat.
Usianya yang semakin bertambah menjadikan fisiknya pun sudah terlihat tua. Candra keluar dari penjara dan di sambut hangat oleh kakak dan keluarga tercinta di gerbang luar penjara.
Candra melihat satu per satu orang yang sangat di rindukan nya selama bertahun-tahun ini, terutama putra tercintanya. Dia melihat dan memastikan bahwa anaknya berada di antara orang-orang yang menjemputnya itu, tapi tidak ada.
14 tahun lamanya ayah dan anak itu tidak di pertemukan. Bukan kenapa, hanya Candra tidak ingin anaknya itu melihat ayahnya di balik jeruji besi yang akan membuat mental anaknya menjadi ciut.
Oleh karena itu selama ini Raja yakni anak Candra hanya di beritahu bahwa ayahnya sedang di luar negeri untuk bekerja. Hingga saat Raja menginjak usia 17 tahun baru dia di beritahukan keadaan ayahnya yang sesungguhnya.
Kini, Raja yang akrab di panggil Raj telah tumbuh dewasa dan berumur 20 tahun. Dia menjadi seorang anak yang sangat tampan juga pemberani.
"Raj... Bukankah hari ini paman akan kembali ke rumah? Lebih baik kita sudahi saja acara kampus ini. Mereka juga tidak akan protes jika tidak ada kita. Betul tidak?."
Sam, saudara sepupu Raja yang tidak lain anak dari Roji mengingatkan Raja yang barangkali lupa akan hari ini untuk bertemu dengan ayahnya.
" Sam, dengarlah... Acara ini adalah acara tahunan yang di selenggarakan di kampus kita. Dan untuk kali ini aku yang jadi ketua panitianya. Jika aku pergi sebelum acara selesai nanti aku akan di cap sebagai orang yang tidak bertanggung jawab."
"Betul juga...."
"Lagi pula, sekarang ayah pulang ke rumah untuk selamanya. Jadi aku bisa bersama ayah untuk waktu yang sangat lama juga. Dna kita akan bertemu dengannya di rumah saat acara ini sudah selesai."
Sam mengiyakan semua perkataan adik sepupunya itu. Usia mereka hanya berbeda sekitar 1 tahun saja, jadi mereka sudah terlihat seperti saudara kembar karena memiliki wajah yang sama-sama tampan, hanya saja Raja memiliki ketampanan yang lebih di banding Sam.
Pertunjukan seni dan bakat telah dipentaskan di acara kampus Raj itu dan sekarang di ujung puncak acara Raja membawakan sebuah lagu yang dia ciptakan sendiri dan di persembahkan untuk ayahnya tercinta.
Raja pun bernyanyi dengan suaranya yang indah dan mendayu membuat telinga setiap orang yang mendengarnya ikut terbawa suasana.
"Hai guys... kalian dengar kan... Suara Raja memang enak di dengar.... Hm... hm...."
Pendapat ayu kepada teman-temannya atas suara Raja. Ayu adalah seorang gadis yang selalu mengagumi Raja. Dia juga anak dari salah satu konglomerat di kota sana.
Saat sedang asyik bernyanyi, terlihat sorot dua mata yang menyaksikan Raja bernyanyi dengan merdu. Dialah sosok ayah yang selalu membanggakan putra satu-satunya itu.
Candra tidak segera menghampiri anak yang selama ini dia rindukan tapi dia mengamati dulu dari kejauhan, karena tidak mungkin dia memotong pertunjukan anaknya itu hanya untuk melepas rindu.
Saat acara selesai, semua mahasiswa pun pulang tidak terkecuali panitia acara juga hendak pulang setelah membereskan acara.
Raja dikejutkan oleh ayahnya yang sudah berada di depan matanya.
"Ayah...?."
"Raja, anakku."
Candra merentangkan kedua tangannya dan di sambut oleh pelukan hangat Raja. Mereka melepas rindu yang selama ini sudah menggunung dan sekarang tercairkan. Sedih dan terharu Sam rasakan saat melihat paman dan saudaranya itu berpelukan dan berkata,
" Paman... Aku juga merindukanmu hu hu hu."
"Anak ini... Kemarilah Nak...."
Mereka bertiga berpelukan dan saling menguatkan tanpa di sadari momen kebersamaan mereka itupun telah di abadikan oleh seseorang dengan kamera di tangannya.
Saat di perjalanan menuju rumah, ayah dan anak itu menceritakan semua hal yang terjadi di kehidupan mereka. Tawa dan bahagia menyelimuti suasana hangat di dalam mobil yang sedang mereka kendarai.
Bertukar cerita menjadi hal yang sangat membuat mereka berantusias mendengar dan saling ber oh ria.
"Ayah... Aku sangat bersyukur, sekarang kita sudah bersama lagi dan aku ingin kita tetap bersamamu untuk selamanya dan tidak akan terpisahkan lagi."
"Iya Nak, ayah juga berharap seperti itu. Ayah akan berusaha yang terbaik untuk keluarganya kita. Dan ayah akan selalu berada di sisimu dan mendampingimu sampai kamu sukses."
"Aku juga paman, do'a kan aku juga."
Sam protes karena hanya Raja yang Candra do'a kan.
"Hai ha ha... Iya Sam, kamu juga sama. Paman juga slalu mendo'akanmu."
Candra mengelus rambut dan menepuk punggungnya. Walaupun Sam lebih tua satu tahun dari Raja, tapi dalam hal kedewasaan Raja lebih dewasa dalam bersikap.
"Nah... Akhirnya kita sampai di rumah."
Raja memapah ayahnya turun dari mobil dan menggandeng tangan ayah tercintanya itu.
"Raja, kenapa rumah kita gelap? Apakah mati lampu?."
Bersambung...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!