Semilir angin malam berhembus kencang, disertai langit gelap tanpa adanya seberkas sinar bintang dan bulan. Hanya cahaya lampu di sepanjang jalan, menemani sepinya dunia malam.
Celin berjalan kaki sepulang dari tempat kerjanya, dia harus berhemat karena keuangannya semakin menipis. Gadis cantik itu melamun memikirkan kehidupannya yang terasa berat, di mana dia harus berjuang sendirian di dunia ini tanpa sponsor kedua orang tua.
Ia harus bekerja keras siang dan malam agar bisa menyambung hidup. Keadaan yang memaksa dirinya harus tetap kuat di tengah tengah dunia kejam ini.
Seketika Celin teringat dengan ibunya, yang dimana dia mendapatkan kasih sayang yang melimpah, memiliki materi yang cukup dan sangat di manja, namun itu hanya tinggal kenangan.
Dia sangat merindukan ibunya, tak terasa setetes cairan bening lolos dari pelupuk mata indahnya. Merindukan orang yang telah tiada sangatlah menyakitkan, begitulah yang tengah ia rasakan.
Tanpa sadar sebuah mobil melaju dengan kencang hampir menabrak gadis itu, namun mobil tersebut membanting setir sehingga menabrak pembatas jalan.
"Ciiitttt"
"Brakkkk"
"Astagfirullah" gadis itu tersentak, melihat sebuah mobil menabrak pembatas jalan yang tak jauh dari tempatnya berdiri.
Terlihat mobil itu mengalami kerusakan parah di bagian depannya, melihat kejadian itu tepat di depan matanya jantung Celin berdetak cepat. Tak lama kemudian seorang pria berbadan tegap berpakaian rapi dengan stelan jaz keluar dari mobil tersebut.
Dia berjalan dengan wajah sangar menghampiri Celin yang masih berdiri mematung akibat insiden yang mengejutkannya, tak ada orang lain di sana kebetulan jalanan memang sepi karena sudah larut malam.
"Apa kau sudah gila hah, kau ingin mati? jika saya tidak mengelak kamu sudah tertabrak." bentaknya kasar.
Celin tersentak mendengar bentakan itu, ia menelan saliva nya kasar. Wajah pria itu tampak mengerikan seperti ingin menelannya hidup hidup.
"Ma-maaf tuan tapi saya rasa sudah berada di jalan yang benar." ucapnya terbata bata, dia tak merasa salah karena berjalan di rute khusus pejalan kaki. Rasa takut telah menguasai dirinya membuat tubuh gadis dengan surai panjang itu seketika panas dingin.
Jantungnya tak henti berdetak kencang. Lelaki itu terus menatap tajam membuatnya semakin gugup di tatap seperti itu.
"A...anda jangan menyalahkan orang lain kalau belum tentu salah, jelas tuan yang mengemudi mobil dengan ngebut." lanjutnya membela diri namun tak berani mengangkat kepalanya.
Seorang pria yang di ketahui bernama Zein Alexander itu, segera menarik tangan Celin kuat dia sama sekali tak peduli dengan alasan gadis itu yang telah membuat mobilnya rusak parah.
"Pokok nya saya tidak mau tau, kamu harus tanggung jawab, kalau kamu tidak mau bertanggung jawab saya coblos kan kamu kedalam penjara." bentaknya mengancam, tatapan tajam tak lepas dari gadis itu.
Mendengar ancaman itu mata Celin terbelalak ia meringis kesakitan, karena tangannya di cekal dengan erat. Dia berusaha melepaskan tangannya dari cengkraman pria itu, namun karena tenaganya tak sebanding ia bisa apa.
"Lepaskan saya tuan, saya tidak bersalah kenapa anda menyalahkan saya," desisnya terus memberontak, namun Zein semakin menguatkan cengkeramannya.
Tak lepas disitu pria berahang tegas memiliki wajah nan tampan rupawan dengan tubuh kekar, mencengkeram kasar rambut gadis itu, membuat kepala Celin mendongak ke atas.
"Aa ampun sa..kit, aku..mo..hon lepas..kan aku," gadis itu meringis kesakitan ia berkata dengan terbata bata. Ia mencoba berontak, namun pria itu semakin mengeratkan genggaman di lengannya.
Zein tersenyum miring melihat gadis itu kesakitan sambil memohon.
"Ampun, tidak ada kata ampun bagi saya." ucapnya penuh penekanan.
Lelaki itu dengan kasarnya melepaskan cengkraman dari rambut gadis yang belum ia ketahui siapa namanya, dia mengambil benda pipih dari saku celana nya menelpon sang asisten pribadi.
"Jemput saya sekarang juga di jalan xxx." ucapnya datar lalu mematikan sambungan telpon secara sepihak, tanpa menunggu balasan terlebih dahulu
Zein Alexander, dia adalah seorang lelaki berumur 30 tahun, ia memiliki wajah tampan dengan rahang tegas dan mata tajam. Wajahnya blasteran Asia dan Belanda, memiliki hidung mancung dan kulit kuning langsat. Tubuhnya setinggi 190cm dengan badan kekar bak atletis.
Banyak wanita yang mengincarnya, karena ketampanan dan kekayaannya. Apalagi ia adalah seorang pengusaha sukses, sebagai pemimpin perusahaan Bride's Company. Sebuah perusahaan terbesar di dalam negri, bahkan memiliki cabang di mana mana bahkan sampai ke manca negara.
Tak berselang lama seorang pria keluar dari mobil, dia terkejut saat sampai di lokasi yang di kirim Zein. "Alex kau tidak apa apa kan kenapa bisa begini?." tanyanya khawatir melihat mobil mewah senilai ratusan juta itu rusak parah.
"Cepat kau bereskan semua ini William, buang mobil itu ke sampah dan kau wanita sialan ikut aku ke mobil." tegasnya kepada sang asisten yang bernama William, lalu dia menarik Celin dengan kasar
"Lepaskan, aku tidak mau ikut denganmu aku mohon lepaskan aku tuan aku tidak bersalah." Celin meringis kesakitan karena pergelangan tangannya di cengkram dengan kuat.
Air matanya mengalir deras rasa takut menyelimuti hatinya. Kemana pria ini akan membawanya?.1
"Diam," Zein membentak Celin dengan mata melotot.
Celin semakin menegang melihatnya, ia reflek menundukkan kepala menangis dalam diam. Pria itu tanpa perasaan, mendorong kasar tubuh kurus Celin ke dalam mobil, kepala gadis itu terbentur ke pintu mobil.
Celin hanya bisa terdiam, menahan sakit. Ia terisak meratapi nasibnya berada dalam posisi yang tak menguntungkan ini, entah apa yang akan terjadi selanjutnya, dia hanya bisa pasrah karena tak berdaya melawan pria yang tak di kenalnya itu.
Mobil yang di kendarai Zein melaju kencang, William menghela nafas kasar melihat kelakuan atasannya itu, bisa bisanya ia memperlakukan seorang gadis dengan kasar, ia tak tau siapa gadis itu.
"Dasar merepotkan." gumamnya kesal, bersiap untuk melaksanakan tugas yang di perintahkan oleh Zein.
"Hah, jika banyak uang mah enak bisa membeli yang baru, mobil ini langsung di buang bak barang rongsokan!." keluhnya.
Di dalam mobil, Celin tak hentinya menangis tanpa suara kepalanya menunduk dalam sembari mengelus tangannya yang memerah, sedangkan Zein sama sekali tak peduli dia terus fokus menatap ke depan.
"T..tuan saya mohon, izin kan saya pulang saya berjanji akan mengganti kerugiannya." ujar Celin pelan, ia takut salah bicara hingga memancing emosi pria itu.
Zein menaikan sudut bibirnya "Ck aku akan membebaskan kau jika telah membayar kerugiannya,"
"Berapa tuan?."
"800 juta" kata Zein ketus. Mata Celin terbelalak tak percaya, kenapa besar sekali kerugiannya kemana dia bisa mendapatkan uang sebanyak itu.
"Mahal sekali, bagaimana aku bisa membayarnya." cicit Celin lesu.
"Itu paling murah," sahutnya enteng.
"Tolong izinkan saya pulang tuan, saya akan berjanji membayarnya, namun mencicil." ucapnya memohon.
"Kau pikir saya bodoh? jelas jelas setelah ini kau akan kabur."
"Tidak tuan, saja janji akan membayarnya."
"Tolong lah tuan." pintanya memohon sembari mencoba membuka pintu mobil. Zein berdecak sungguh geram mendengar rengekan gadis itu sungguh berisik, tidak bisakah diam saja.
"Diam, kau sangat berisik sekali." hardiknya, Celin tersentak dia memejamkan matanya kembali mendengar bentakan pria yang sedang mengemudi mobil tersebut. Setetes cairan bening tanpa di minta lolos di pelupuk matanya.
"Dapat mainan baru." Zein menarik sudut bibirnya.
_To Be Continued_
Setelah menempuh perjalanan selama satu jam, Zein bersama gadis yang di bawanya akhirnya sampai di istana mewah milik pria itu, lebih tepatnya terletak di tengah tengah hutan belantara. Entah apa alasannya sehingga dia membangun istana megah di tengah hutan yang sangat jauh dari permukiman.
"Mulai sekarang kau akan menjadi pelayan ku."
"Pelayan tanpa di gaji sepeserpun selama 1 tahun. Dan ingat kau jangan macam-macam apa lagi mencoba untuk kabur dari rumah ku, atau kaki mu akan ku potong." ancamnya dengan wajah dingin, melirik tajam gadis itu.
"Ta..tapi tuan saya tidak bisa karena masih punya kontrak kerja dengan....
"No negoisasi saya tidak mau tau, atau kamu akan saya coblos kan ke dalam penjara." dia tak terima penolakan apapun.
"Saya mohon tuan ampuni saya, saya berjanji mengganti semua kerugian nya, saya mohon tuan ampuni lah sa..."
"Diam." sergah nya menatap berang gadis itu. Celin terkejut mendengar teriakkan menggelegar di dalam ruangan itu.
Sontak dia langsung terdiam dan menundukkan kepalanya dengan tubuh yang bergetar, ia sangat ketakutan apa lagi melihat sorot matanya yang setajam mata pisau.
"Jika kau bicara satu kata lagi mulut kamu akan ku jahit dengan rapat." ucap Zein, sudut bibirnya terangkat melihat badan gadis itu bergetar hebat.
"Bibi Jum."
"Iya ada apa Tuan," ujar seorang wanita paruh baya menghampiri majikannya, seraya menundukkan kepala dengan kedua tangan bertaut di belakang.
"Antar kan pelayan ini keruangan yang khusus untuknya." titahnya memasang wajah datar.
"Siap Tuan, mari nona saya antar kan." kata bibi Jum selaku pelayan kepercayaan Zein, wanita itu sudah bekerja dengannya selama puluhan tahun.
Celin mengangguk patuh, ia berjalan mengikuti bibi Jum dengan kepala yang masih tertunduk. Bibi Jum menghantarkan Celin ke ruangan paling pojok.
"Ini kamarnya non, kalau begitu saya pergi dulu untuk melanjutkan pekerjaan."
"Baiklah terimakasih bibi," ucap Celin lesu sambil mengembangkan senyum.
Bibi Jum menganggukkan kepala, setelah mengantarkan gadis itu ke kamarnya ia segera berlalu pergi meninggalkan Celin yang masih terpaku disana.
Dia terdiam sejenak menatap pintu kamar itu, ia pikir ucapan pria itu benar adanya bahwa ia di hantarkan ke kamar khusus.
Namun saat Celin membuka pintu itu, alangkah terkejutnya dia melihat bahwa itu bukanlah kamar melainkan sebuah gudang yang sangat berantakan penuh dengan debu. Dia terdiam tak percaya, bagaimana dia bisa tidur di dalam gudang tersebut.
"Hah, gu gudang?."
Melihat majikannya datang, para pengawal yang bertugas untuk menjaga kediaman Zein mereka telah berbaris dengan rapi bak komando pemimpin upacara.
"Kalian semua dengarkan saya, ingat ini baik baik jangan biarkan gadis yang saya bawa tadi keluar dari lingkungan ini selangkah pun." tegasnya, menatap tajam semua anak buahnya yang ia tugaskan menjaga mansion.
"Jika dia berani keluar kalian boleh membawanya kembali secara paksa, meskipun itu menyakiti dirinya. Dan Jika saya mendengar dia kabur dari sini, kalian akan tau akibatnya," Zein mengakhiri ucapannya dengan kalimat perintah sekaligus ancaman dengan penuh penekanan.
Para pengawal bergidik mendengar ancaman itu, mereka menunduk seraya meneguk saliva nya kasar.
"Baik tuan muda," ucap mereka serempak.
Zein lalu membubarkan mereka semua dengan menjentikkan jarinya, mereka bubar kembali ke posisi masing masing, ada yang berjaga di depan, samping, belakang dan juga di dalam.
Setelah itu, Zein langsung melangkahkan kakinya naik ke atas, menemui gadis yang telah ia pungut tadi, untuk bertanggung jawab karena merusak mobil miliknya.
Entah apa alasan sehingga Zein membawa gadis itu pulang ke rumah yang dia duga masih sangat muda, padahal dia tidak kekurangan apa pun, dia pun mampu membeli mobil lagi dengan harga yang wow.
"Bagaimana apa kamu dengan suka kamar nya?." tanya Zein, sambil melipat tangan berdiri di ambang pintu.
"Tapi tuan ini bukan kamar melainkan gu.."
"Hem jadi kau tidak suka begitu?," cecarnya. Zein menghampiri gadis itu, menjambak rambutnya dengan kuat.
"Akh sakit tuan ku mohon lepas kan." rintihnya, kepalanya sangat terasa sakit.
"Dasar cengeng," cetus nya jengkel, Zein melepaskan jambak kan nya dengan kasar, lalu ia mencengkram rahang Celin dengan kuat.
"Dengar, saya tidak suka di bantah jika kamu melakukan sedikit kesalahan kamu akan mendapat hukuman, mengerti." cetusnya melepaskan cengkraman dengan kasar, membuat kepala Celin terhuyung kesamping.
"Me mengerti tuan." ucap Celin yang masih terisak karena masih merasakan sakit
Zein sangat kesal melihat gadis itu terus menangis, ia segera berlalu dari sana menuju ke ruang kerjanya, tanpa peduli dengan Celin yang menangis, baginya wanita sangatlah merepotkan.
"Apa kesalahan ku, ya tuhan aku ingin pergi dari sini." gumamnya, ia terus menangis bahkan sampai terisak sesekali dia meringis merasakan sakit di kepala dan rahangnya.
Celin terduduk di lantai, dia menangkupkan kedua telapak tangannya menutupi wajahnya. Bahunya bergetar, isak tangisnya terdengar pilu merasakan sakit yang amat dalam. Kenapa dia harus terjebak bersama pria yang tidak di kenalnya, apa lagi pria itu terus menyakiti dirinya secara fisik.
Bagaimana tidak, hidupnya tak berjalan dengan baik selama ini dan sekarang dia harus terjebak di sini. Celin sangat frustasi, dia tidak tau kedepannya akan sanggup atau tidak menghadapi semuanya.
Di rasanya sudah puas menangis Celin menghapus kasar air matanya, ia sadar menangis tidak akan menyelesaikan masalah. Yang harus dia lakukan saat ini hanyalah bersabar dan semangat.
"Aku yakin bisa melalui semua ini," gumamnya penuh percaya diri. Ia menarik nafas pelan lalu bangkit menatap ke sekeliling gudang yang lumayan luas, bahkan luasnya melebihi kamar kosnya.
Celin melihat sapu di pojokan gudang ia mengambilnya. Lalu bergegas ia membersihkan kan gudang yang banyak sekali debunya, agar dia bisa tidur malam ini.
"Gudang ini sangat kotor, banyak debu." gumamnya.
Celin membersihkan kan gudang itu dengan penuh kesabaran. Setelah setengah bersih, dia melihat ada Ranjang busa berukuran single yang masih layak di pakai dan sebuah lemari pakaian yang berukuran sederhana di dalam gudang itu.
Lalu ia segera menggeser ranjang tersebut ke pojokan dinding, dan membersihkan nya sampai bersih, dia melipat kotak kardus yang ada di sana, setelah dilipat dia berencana untuk membuangnya keluar nanti.
"Akhirnya selama dua jam, sudah selesai membersihkan gudang berdebu ini." ucapnya pelan, yang sebenarnya ia rasa itu memang sebuah kamar tapi di jadikan gudang.
Karena sudah lengkap dengan kamar mandi walaupun masih kotor. Dia masih sibuk membersihkan tempat ini, supaya bisa tidur dengan nyaman tanpa adanya debu.
Dia merasa bahwa ia tidak akan bisa keluar dari sini, karena semenjak masuk ke tempat ini, ia melihat banyak nya penjaga di halaman rumah dan di setiap sudut.
Sehingga tidak ada celah sedikit pun untuk kabur. Celin menghela nafas, lalu terduduk di dekat ranjang ia menyeka keringat di dahinya.
Celin tersenyum tipis melihat ruangan itu yang telah lumayan bersih dan tertata rapi, dan dia bersyukur ada ranjang di sana walaupun tak besar dan empuk, namun baginya itu lebih dari cukup.
"Lumayan lah yang penting bisa tidur nyaman di sini," gumamnya dengan pandangan lesu.
Zein menghisap sebatang rokok seraya berdiri di balkon, ia menarik sudut bibirnya.
"Ck lihatlah gadis kecil, salah siapa berani membuatku kesal akan aku pastikan tempat ini terasa seperti neraka bagimu." kekehnya.
_To Be Continued_
Setelah semua nya selesai, Celin merasa sangat kelelahan ia pun langsung tertidur pulas di atas ranjang yang berukuran sedang yang muat satu orang, saking sangat kelelahan dia pun tertidur sampai pagi.
"Byuurr...
Celin langsung terbangun ketika air membasahi wajah nya. "Tu-Tuan" cicitnya gemetar sambil mengusap wajahnya yang masih basah karena di siram oleh Zein.
"Hebat sekali ya baru hari pertama menjadi pelayan, sudah bangun kesiangan." Sindir Zein.
"Ma-maaf kan saya tuan, saya kelelahan sehabis membersihkan ruangan ini," Celin menundukkan kepalanya, ia takut melihat tatapan mengerikan pria itu, seperti ingin menelannya hidup hidup tubuhnya semakin gemetar.
"Hem seharusnya dari awal aku mengganti air di gelas ini dengan air panas saja supaya wajah mu melepuh dan hancur." ketus nya tanpa perasaan.
Celin tersentak mendengar ucapan Zein, ia semakin menundukkan kepalanya dalam tak berani melihat wajah pria itu.
"Hey tegakan kepalamu."
Sontak Celin langsung menegakkan kepalanya, Zein mencengkeram rahang gadis itu dengan kuat.
"Saya tidak suka kalau saya lagi bicara kau menundukkan kepala, apa kamu mengerti,"
"Me-ngerti tu-an." ucapnya terisak.
Zein langsung melepaskan cengkraman nya dengan kasar, sehingga Celin terhuyung kebelakang sambil memegangi pelipis nya yang merasa sakit di cengkraman oleh pria itu.
"Cih kenapa kamu lemah sekali hah, dikit dikit menangis." sentak nya datar, namun Celin hanya terdiam mendengar sindiran dari Zein sambil terisak.
"Bibi Jum bawakan pakaian yang sudah saya minta tadi."
"Iya tuan." wanita paruh bayah itu tergopoh gopoh menghampiri tuannya, seraya membawa baju.
"Ini tuan!"
"Kamu berikan pada pelayan satu ini, ingat bibi harus menjelaskan tugas-tugas yang akan dia kerjakan,"
"Baik tuan,"
"Dan kau, jangan mencoba untuk kabur atau kamu akan mendapat akibat nya." tunjuk Zein kepada Celin dengan sorot mata yang tajam.
Sontak Celin yang melihatnya tubuhnya gemetar sangat merasa ketakutan. 'Hiii ya tuhan kenapa lelaki itu bagaikan iblis tak berperasaan, argh kenapa aku harus terjebak di sini.'
"Nona ini pakaiannya, segeralah berganti lalu turun ke bawah atau tuan akan kembali marah, bibi akan menjelaskan semua pekerjaan yang akan kamu kerjakan nanti,"
"Baik bi terimakasih," sahut Celin lesu, ia terpaksa menerima pakaian yang di berikan oleh bibi Jum sambil memaksakan senyum.
"Baiklah non, cepat lah turun ke bawah sebelum tuan marah,"
"Iya bi," ia mengangguk pasrah.
Celin memakai pakaian pelayan yang berdesain hitam putih khusus untuk para pelayan yang bekerja di kediaman Alexander, ia segera turun ke bawah menemui bibi Jum selaku kepala pelayan.
"Oh kau baru turun ya, sini kamu," panggil Zein, melihat gadis itu baru turun lengkap dengan seragam pelayan.
Celin melihat Zein duduk santai di ruang tamu sambil meletakkan kakinya di atas meja, ia berjalan menghampiri pria itu, tungkai nya seketika menjadi lemas seperti jelly.
Entah kemana keberanian nya yang memaki lelaki itu di dalam hati, sehingga dia merasa tak berdaya jika di hadapkan dengan lelaki siluman iblis itu.
Sesungguhnya ia sangat ketakutan sehingga badan nya menjadi panas dingin, "Ya tuhan semoga saja aku tidak mendapat hukuman lagi." batin Celin penuh harap, dia merasa lemas terjebak dengan pria asing ini.
"Cih lambat sekali kau."
"I-iya ada apa tuan?,"
"Hah hebat sekali kamu bertanya, hem hari ini kau bersihkan lantai 1 dan lantai 2, sapu dan pel sampai bersih jangan ada noda dan debu yang tertinggal sedikit pun. Setelah itu bersihkan kolam belakang, apa kau mengerti,"
"Iya mengerti tuan," ia mengiyakan, sebenarnya ingin sekali protes.
"Ya sudah sana cepat kerjakan, sebelum selesai kau tidak boleh makan," tegasnya mengusir.
Sontak Celin menjatuhkan rahangnya, yang benar saja ia harus membersihkan lantai satu dan dua sedangkan rumah ini sangat lah luas bak istana. Lantai satu saja bisa memakan waktu berjam-jam apalagi lantai 2 juga? belum boleh makan sebelum selesai, sesungguhnya ia sudah sangat lapar sekarang.
Tidak ingin berlama lama dia segera mengambil peralatan pembersih yang sudah di tunjukan oleh bibi Jum, ia akan memulai membersihkan dari lantai 2 terlebih dahulu.
Baru satu jam Celin menyapu di lantai dua namun hanya selesai sebagian. "Argh menyebalkan ingin sekali ku cabik cabik mulut jelmaan iblis kejam macam dia, kenapa dia harus membangun rumah sebesar ini huh."
"Cih aku belum mengetahui siapa nama gadis cengeng itu." gumam Zein menepuk jidatnya.
"Ada apa tuan?." tanya William, melihat tuannya menepuk jidat. Mereka tengah mengadakan meeting sekarang, bahkan semua orang yang berada di sana memandang heran ke arah Zein.
"Tidak, lanjutkan kembali." ucapnya datar.
Selesai meeting Zein langsung meminta William menemuinya.
"Ada apa tuan?." tanya William.
_To Be Continued_
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!