Jakarta, Begitu padatnya kota ini. Kendaraan yang berlalu lalang ,klakson bersahutan,tak kalah juga segerombolan pejalan kaki,memenuhi trotoar.Siang ini matahari sangatlah terik.
Seseorang berjalan cepat melenggang memasuki bangunan gedung yang amat megah,sesekali ia melihat jam tangan nya d pergelangan sebelah kiri,tangan kanan nya memegang sebotol air mineral dengan merk ternama,kebiasaan nya memang meski di dalam ruangannya di sediakan,ia tetap membawa masuk sisaan air mineral dari kantin.Melewati pintu bangunan itu,bergabung dengan karyawan lain untuk menunggu lift terbuka.Pukul satu lewat lima belas menit siang ini para karyawan dari semua divisi telah mengakhiri istirahat santap siang.
"Ara..." Bahunya d tepuk tiba tiba oleh seseorang,ia menoleh ke arah samping.Terlihat senyumnya mengembang.
"Ahh iya,,selamat siang Pak Alan" Ara menundukan wajahnya kepada asisten Bos itu.
Selama ini yang dia tahu Alan Nugroho adalah asisten dari Bos pemilik perusahaan tempat ia bekerja. Semenjak Ara bergabung di sana ia sama sekali tidak mengetahui seperti apa tampang bosnya,penasaran pun tidak. Meski mayoritas karyawati berkata Bosnya sangatlah tampan.
Tiba tiba Alan menarik lengan Ara memasuki lift khusus petinggi perusahaan. Seketika pintu tertutup saat Alan dengan reflek menekan tombol,dan tertuju lantai sembilan.
"Maaf Pak Alan,saya tidak enak dengan yang lain" Ara merasa sungkan,ia memasuki lift khusus sedangkan yang lain masih menunggu lift.
"Tidak apa Ra,anggap saja yang lain tidak ada"
"Tidak bisa begitu Pak,saya hanya kepala divisi,tidak layak berada di lift ini dengan anda".
"Iya..aku paham Ara,sesekali tidak apa bukan..maaf... Ehmm aku dengar kau ambil cuti lama".
Beberapa saat lalu pihak HRD menyerahkan permohonan cuti Ara kepada Pak Alan untuk di tanda tangani. Namun Alan sedikit terkejut setelah mengetahui di sana tertulis sepuluh hari,yang artinya dua Minggu,karna dua kali week end tidak di hitung dalam hari efektif kerja.
"Benar itu Ara?" Alan bertanya lagi,padahal yg tadi belum di jawab.
Ara mengangguk pelan "Benar Pak.. Apa Bapak keberatan,atau ada pekerjaan yang mendesak di divisi saya,nanti saya bisa undur cuti tidak apa Pak" Ara yang sadar di tatap oleh atasannya segera menunduk. Alan terkekeh pelan melihat Ara yang salah tingkah.
"Bukan begitu,kau selama ini tidak pernah meminta cuti panjang.Ini sangat tiba tiba saya terkejut mengetahuinya".
Selama Ara bekerja dia tidak pernah mengambil cuti satu haripun. Hari hari nya bekerja, bekerja dan bekerja.Bahkan disela sela waktu week end dia membuka usaha kecil kecilannya yang hanya open disaat Sabtu dan Minggu,ia menjajakan makanan kekinian yang berasal dari Negri Ginseng di taman kota. Tapi ia hanya mengawasi para karyawan paruh waktunya.
"Kau tidak sedang merencanakan pernikahan kan Ara?"
"Hah..?"
Ara tersentak kaget dan mendongak kepada lelaki di sebelahnya,Ia bingung darimana dan apa apaan berita konyol itu.
Ara sangat mengerti jika Pak Alan menaruh hati kepadanya.Pasalnya lelaki itu sudah beberapa kali menyatakan cinta,tapi Ara hanya bisa membalas "Maaf Pak,saya tidak bisa" jawabannya selalu sama.
.
.
.
Sore hari para karyawan berhamburan keluar dari gedung.Ara sudah terlambat lima belas menit,karna harus membereskan berkas terdahulu.
tap..tap...tap suara langkah kaki cepat.
"Ara... Raaa tungguuuu." Sely teman sekaligus sahabat Ara di divisinya.
Ara yang merasa seseorang memanggil,menghentikan langkah kaki.
"Pulang bareng Ra,aku bawa mobil Papah" Sely menggoyangkan jemarinya yang memegang kunci.Ara tersenyum menepuk kecil punggung Sely, perempuan itu terlihat kepayahan mengejarnya.
"Boleh Sel, sebentar aku telfon mang Jali dulu".
Mang Jali adalah tukang ojek online langganan Ara.Beliau sebenarnya hanya bisa di order lewat aplikasi,tapi berhubung Ara tinggal berdekatan dengan rumahnya dan Ara sering memberikan bimbel gratis kepada anak bungsu mang Jali jadi beliau bersedia ojeknya di gaji bulanan oleh Ara.
Di rumah Ara sering di datangi anak anak jika waktu petang tiba,mereka menanyakan PR yang d berikan oleh guru guru d sekolah,namun Ara tak sedikitpun meminta bayaran.Baginya dia senang melakukan itu,selain untuk mengisi waktu luang,itu juga cara Ara untuk lebih dekat dengan masyarakat sekitar.Tak jarang pula ada Ibu ibu yang mengantar anaknya.Ada juga yang terang terangan meminta Ara untuk menjadi menantunya.
Ponsel Ara berbunyi,ada sebuah pesan. Ara tersenyum tatkala membaca pesan itu.
"Siapa Ra,senyum senyum sendiri" Sely yang penasaran dengan Ara pun melontarkan pertanyaan.
"Biasa Sel,Ibu dari anak yang sering aku bantuin ngerjain tugas dari sekolah"
"Hah!..ngapain Ra mereka chat kamu?"
Ara menyimpan ponsel nya kedalam tas.Hembusan nafas Ara terasa sangat berat.
"Mereka memberitahuku,menitipkan makanan untuk ku kepada anakny 'nanti,anaknya di antar abangnya' begitu isi pesan beliau Sel"
Ara tersenyum kembali mengingat beberapa ibu ibu mencoba anak lelakinya untuk mendekati Ara.Kadang ada yang membawakan masakan rendang,rawon,soto,sate,aneka macam kue dan masih banyak cemilan yang lain.Karna terlalu banyak, sampai sampai Ara membagikan kembali kepada para warga yang sedang ronda.
"Ara kau cantik, pintar, baik,mau sampai kapan kau menutup hatimu?" Sely akhirnya mengutarakan pertanyaan itu.
Ara tersenyum miring,dan menoleh ke arah kaca pintu.
"Entahlah Sel... mereka tidak tahu saja aku janda".
keduanya hening sejenak...
"Jika mereka tau,pasti takut jika anak anak mereka di antar oleh para ayahnya.Kau tau sendiri bagaimana pandangan masyarakat luas tentang status janda".
Mungkin tidak ada yg tahu jika Fahira Feryaldi yang mereka kenal masih muda dan cantik adalah janda muda tanpa seorang anak,dan tidak akan ada yg percaya umurnya hampir berkepala tiga.
Mendengar perkataan Ara yg ada benarnya,Sely hanya terdiam dengan fakta tentang status sahabat nya.
Susah payah Ara menghilangkan image tentang status nya,tapi pada akhirnya seglintir orang menganggap janda adalah aib,padahal tidak mudah untuk menjadi seorang Ara,mental nya d hajar habis habisan.
Mobil Sely memasuki pekarangan rumah yang tanpa pintu gerbang itu,beberapa meter didepan pintu terdapat pohon mangga yg cukup besar,di sebelahnya terdapat beberapa bangunan kecil yang menyerupai bangku,tidak kalah juga ada dua buah ayunan yg sengaja paman Ara buat.
Keduanya turun dari mobil,, "Ra.. kayanya aku bakalan kangen dengan mu,dua Minggu tidak bertemu,dan pasti aku akan susah mengatur anak anak di pabrik" Sely mengrucut kan bibirnya.
Ara tertawaa.. "Semangat Sely!!" tangan Ara mengangkat dan mengepal "kamu pasti bisa!".
Mereka tertawa sumbang,hal seperti ini sering terjadi ketika salah satu dari mereka merasa akan d tinggal.
"Aku pamit ya,kamu hati hati besok Ra".
"Siap bos" Ara hormat menirukan asisten asisten yang patuh pada bosnya.
"Cieee calonnya Pak Alan,sudah pintar menirukan gaya gaya asisten" Sely tertawa puas.
Ara yang disebut seperti itu pun,membola..
"Ayss Sely,awas yaa!!!....." Hendak memukul namun Sely sudah bergegas menyalakan mesin dan melaju keluar halaman.
Ara pun akhirnya naik,dan membuka kunci pintu.
.
.to be continue
Pagi pagi sekali,stelah selesai menunaikan kewajibannya kepada Pencipta Ara segera berkemas.Hari ini adalah awal cutinya,bus yang ia tumpangi berangkat pukul sembilan pagi.Segala perlengkapan untuk seminggu ke depan sudah ia masukan ke dalam tasnya,beberapa buah tangan juga sudah ia persiapkan untuk saudara di Jawa.
Ya Jawa,,lebih tepatnya Jawa tengah.Ara akan kembali ke tanah kelahirannya.Beberapa urusan yang mengharuskan ia pulang.Rindu dengan keluarga,sudah pasti ia merindukan mereka.Tiga tahun Ara berpisah dengan saudara yang sedari kecil menemaninya. Tiga tahun ia menahan untuk tidak kembali pulang karna alasan satu dan lain hal.Hal yang membuat dia seperti sekarang.
Bertahan dengan penyembuhan luka.Dikuatkan oleh kenyataan,tujuh tahun mengarungi bahtera rumah tangga dan berakhir perceraian.Kecewa dan sakit sudah sering ia rasakan. "Hubungan kita toxic,diteruskan akan saling menyakiti.Mari kita berpisah". Setelah empat tahun terakhir ia sudah merencakan hari itu.Semakin mantap langkahnya untuk berpisah ketika Ara di tinggal Ayah yg paling ia cintai,Ayahnya meninggal dunia,dunia nya yang tidak baik baik saja semakin hancur,berantakan,sebelas tahun lalu Ibunya meninggal karna suatu penyakit,ia masih punya sebelah sayap untuk memeluk dirinya,namun ketika Ayah nya pun meninggal kan nya juga,Ara merasa tak ada seorang pun yang bisa ia jadikan penyemangat,tidak ada yang bisa dijadikan rumah untuk dia pulang.Tak ada alasan yang membuat dirinya bertahan.Bertahan dengan pernikahan yg tidak baik baik saja.Fikiran Ara,ia tidak mau seseorang kecewa dan sakit karna perceraian nya,cukup dia saja yang bertahan.Bertahun tahun ia menyembunyikan rumah tangga nya,di mata orang lain mungkin terlihat baik baik saja,tapi tidak dengan Ara.
tok..tokk....tokkk.....
Lamunan Ara buyar ketika suara pintu diketok dari luar.Ia segera mengusap air mata yang tak terasa menetes,dan bergegas membuka pintu.
"Assalamualaikum Ara".
"Walaikum salam paman". Pintu terbuka,menampakan laki laki paruh baya yang sudah rapi.
"Sudah disiapkan semuanya.Tadi kau bangun jam berapa?".
Beliau masuk rumah,melihat satu tas dan satu paper bag yang cukup besar.
"Tinggal mandi Paman.Aku bangun seperti biasa"
"Maaf,Paman tidak bisa mengantar.Ini ada sedikit oleh oleh untuk di bawa..." Setelah memberikan kantong besar Paman Pardi merogoh saku celana.
"Dan ini untuk mu" Paman memberikan beberapa lembar uang berwarna merah.
"Astaga Paman,jangan! Ara ada dan bahkan lebih".
"Jangan ditolak.Kau keponakan kandung Paman,dan sudah seperti anak Paman sendiri.Peganglah,Paman akan sangat bahagia jika kau menerimanya.Anggap Paman mu ini seperti alm Ayah mu.Dulu alm Ayah dan Ibumu sangat baik kepada Paman.Jadi ambilah Ara".
Mata Ara mengembun,bibir nya mengerucut.Ia merasa sedih dengan kebaikan Paman. Alm Ayah Ara adalah Kakak kandung Paman Pardi, sebenarnya saudara dari alm Ayah banyak,namun mayoritas ada d Jawa,hanya Paman Pardi lah yang berada di Jakarta.
Akhirnya Ara menerima pemberian Paman.
"Terimakasih Paman".
"Sama sama Ara.Salam untuk keluarga di Jawa.Jangan lupa makan,jaga kesehatan,dan jangan terlalu lama disana,nanti mant..."
Suara ketokan pintu membuat paman berhenti bicara.Kedua nya menoleh ke sumber suara..
"Ar.. Ah maaf, ada tamu"
Pria itu membungkukkan badan dan menyalimi Paman Pardi dengan takzim.
"Paman,ini Pak Alan atasan ku"
Ara mengenalkan Paman kepada Pak Alan.Orang yang beberapa menit lalu mengetuk pintu adalah Alan Nugroho.
Kala itu Alan menawarkan Ara ke terminal bus,awalnya Ara menolak tapi Alan malah akan membelikan tiket pesawat,jadi apa boleh buat akhirnya Ara membolehkan.
Paman yang paham dan cukup mengerti dengan tatapan Alan,beliau pun yang akan berpamitan tidak jadi.
"Ara,kau belum mandi kan,cepatlah mandi sekarang Paman akan menjagamu" Tiba tiba Paman duduk di hadapan Alan yang hanya terpisah meja di depannya.
Kini keduanya duduk berhadapan dan masih sama sama diam.Paman Pardi melihat Alan dan menelisik,tatapannya bak singa yang sedang melindungi kawanan nya.Sedangkan Alan yang tahu di tatap seperti itu hanya tersenyum canggung.
.
.
.
Kurang dari empat puluh lima menit bus yang Ara akan tumpangi segera datang,tapi sedari tadi mereka sudah bersiap menunggu di bangku.
"Jangan lupa minum obat anti mabuk mu dulu.Ini ada cemilan,makan juga di saat kau ingin.Perjalanan dari sini ke tujuan mu mungkin hingga lima jam atau bahkan lebih,kau pasti membutuhkan".
Satu buah kantong diletakan d pangkuan Ara.
"Ini terlalu berlebihan sekali Pk Alan"
"Sudah kubilang,panggil aku Alan saja jika sedang berdua"
Ara tersenyum kaku "maaf,,nanti akan ku biasakan"
Sudah menjadi karyawan selama tiga tahun tetapi keduanya masih canggung.Ara yang slalu menutup diri,dari teman teman pria tidak sedikit pula yang terang terangan mengungkapkan perasaan. Bagi Ara ia lebih menyayangi dirinya sendiri,membentengi hati untuk sakit berulang kali,rasanya belum siap.Kehidupannya memang terlihat baik baik saja tapi tidak dengan mental dan hatinya.
Keduanya hanya duduk berdampingan,sedari tadi Alan terus memandangi wajah yang beberapa hari kedepan tidak akan ia bisa pandangi.
"Hanya dua Minggu Alan,kau tidak berhak,lagipula kau bukan siapa siapa nya. Ingat itu" kata hati Alan "Bisa gila aku lama lama" bibirnya tersenyum tipis.Tangan Alan terangkat membelai rambut indah Ara,sudah ia tahan sedari tadi,tapi keinginannya terlalu menggebu.
"Araaa...." Jemari Alan menyelipkan helai rambut Ara yang menutupi dahinya,ia simpan di belakang daun telinga.Tatapan mereka bertemu,keduanya sesaat terpaku dengan pikiran masing masing.Di belai pipi nya,Ara hanya mengerjakan mata.
"Bus nya sudah datang,ayo aku bantu".
"Hah... Iya,A-Alan".
Sebagian barang barang Ara sudah masuk bagasi tertata rapih.Ara sudah duduk di jog sesuai yang tertera pada tiket.Tiba tiba sebuah kecupan mendarat d kening Ara,tak lama terdengar bahwa tanda bus akan berangkat.
"Hati hati jaga diri baik baik" Sebuah kalimat sederhana dari Alan.
Alan masih bergeming di tempat, menatap laju bus yang perlahan menghilang,bibirnya tersenyum tipis nyaris tak terlihat.Kedua tangannya berada di dalam saku celana sisi kanan dan kiri.Seklebatan wajah Ara terus terlihat di pandangan nya,saat tersenyum dan tersipu.
Entah apa yg membuat pertahanan Ara Sekokoh ini, "Masa lalu apa yang Ara pernah alami hingga aku susah menerobos hatinya.Privasinya terlalu susah untuk aku cari ". Hingga lamunan Alan buyar kala ia menyadari beberapa jam lagi dia akan bertemu tamu penting.Langkahnya di percepat menapaki jalanan aspal menuju parkiran mobil.
Tap..tap...tap
Brugk!
"Ayssh..."Alan terjatuh,seseorang dengan langkah lebar tergesa-gesa menabraknya.Siku nya sedikit sakit karna menyangga bobot tubuhnya.
"Heh!!Dimana matamu?!". Seseorang di depannya mengulurkan tangan,keduanya saling menatap.
"Akhh ternyata kau! Kenapa kau disini?"
"Tolong bantu aku berdiri dulu".Alan mencoba berdiri saat tangannya tergapai.Seharusnya dia lah yang marah bukan orang di depannya itu.
"Jawab aku.Kenapa kau disini.Ini jam kerja Alan?!".
"Ini aku sudah akan kembali" Alan memutar bola mata nya malas.
"Cepat kembali sana,bisa-bisa aku jadi gembel kalau kau malas-malasan".
"Sialan!!kau sendiri mana tanggung jawabmu hah?!" membela diri karna Alan merasa dia sedang kepergok di luar kantor di saat jam kerja.
"Kau ingin aku pecat Lan?" Orang itu membalas dengan berkacak pinggang.
"Ahh,sudahlah sana kau pergi.Lakukan semau hidup mu saja Fan" Alan menepuk bahunya dan melanjutkan jalan menuju parkiran.
"Ya,rajin-rajinlah kerja jangan sampai membuat aku bangkrut!".Suara nya meninggi satu oktaf.Alan yang sudah beberapa langkah tidak menengok,hanya mengangkat tangannya sebagai kode ok.
Fandi brahmana,CEO Brahmana Group perusahaan di bidang industri tekstil ternama.Bukan hanya di bidang tekstil saja, perusahaan sudah mengembangkan sayap d bidang property dan mungkin akan banyak lagi,rencana nya seperti itu.Putra dari Bara Brahmana, misteri kehidupan memang tidak ada yang tahu,setelah Fandi lulus Sekolah Menengah Pertama,Kakek Brahmana menjemput untuk ia jadikan penerus tunggal.Sadar cucu laki-laki nya hanyalah Fandi,kakek Brahmana terbang dari pulau Sumatra hanya untuk menjemput satu-satu nya pewaris Brahmana Group.
Sebelum benar-benar memegang jabatan CEO Cabang Ibu kota.Fandi di arahkan oleh Petra Nugroho yang tidak lain adalah Ayah Alan Nugroho.Namun setelah lulus S1 Fandi sangat tidak terkendali,hingga dia mengetahui kakek nya yg di pulau Sumatra terus memantau dari para anak buah dan kolega yang tersebar d sudut kota.
Meski begitu Fandi tak urung jua menghentikan kebiasaan nya,dia adalah si paling handal untuk mengelabui orang,tidak termasuk Alan.Alan adalah satu-satunya teman,sahabat yang mengerti tabiat Fandi,dan dia orang paling terpercaya,dia bahkan menyanggupi menghandle Perusahaan sedangkan Fandi trus melakukan kemauan nya dan bersenang-senang diluar sana.
Hari ini Fandi tak sengaja bertemu Alan di terminal, sebenarnya Alan bingung dan bertanya-tanya akan kemana bos nya itu,tumben sekali di terminal.Satu yang Alan tau,Jika Fandi tidak memakai fasilitas kakeknya,berarti dia akan menempuh perjalanan jauh dan tentu saja itu tanpa sepengetahuan kakek Brahmana.
Drt..drt..drt...tring.
Dering ponsel Akan berbunyi.
"Hai.Hallo!!dengarkan baik-baik! " Suara di sebrang sana menggelegar.Alan menjauhkan ponsel dari telinganya.
"Hem.." sahut Alan.
"Aku akan keluar kota sekitar lima hari tidak tahu kalo lebih,kau mengerti maksutku bukan?".
"Iya.."
"Iya apa?".
"Iya saya mengerti bos".
"Bagus,haha aku menyukai mu Lan" Fandi terkekeh di sebrang sana.
"Ayss sudahla..." Alan mengakhiri panggilan bosnya dan melangkah menuju rung rapat.
"Dasar assisten kurang asam" Fandi menggerutu.
Dia yang saat ini berada di dalam bus sebagai penumpang,hanyalah dia yang sedari tadi berisik,hingga tak jarang penumpang yang lain menatap kesal padanya.
Fandi yang ditatap seperti itupun tersenyum kaku dan sedikit membungkukkan badan sebagai permintaan maaf.
🍀
🍀
🍀
Tidak terasa sudah lima jam perjalanan Fandi tempuh.matahari yang sangat panas menembus kaca jendela,dia yang tertidur bersandar akhirnya menarik horden disebelah kepala untuk menutupi silau.Dia pun melanjutkan kembali tidurnya.
Tiba-tiba bus berhenti,kenek disana mengabarkan bahwa akan ada beberapa penumpang masuk Alihan dari bus lain karena terkena pecah ban.Penumpang pun di persilahkan masuk dan duduk sesuai dengan jog yang kosong.
Fandi bisa merasakan jog sebelah yang dia tempati bergetar seperti ada seseorang duduk disana.Dia pun mengintip lewat ekor matanya.Mengabaikan ,namun tiba-tiba fikiran nya bekerja dengan cepat "Ahh aku rasa mimpi" Dia bergumam lirih dan sama sekali tak terdengar oleh yang lain.Melanjutkan tidurnya lagi.
"Dimohon perhatian para penumpang,kita sedang berada di rest area.Silahkan bagi yang ingin ke toilet,makan,atau membeli sesuatu.Kami memberikan waktu dua puluh sampai tiga puluh menit".Suaranya sangat jelas.
Fandi merasa bahu sebelahnya sangat berat,seperti ada sesuatu yang menimpa di sana,dia pun menarik badannya ke depan.
"Ehhm..." seseorang itu mengerjap kan mata,tersadar dari tidurnya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!