NovelToon NovelToon

Luka Batin Larisa

Bab 1 Darah Bercucuran.

Di sebuah rumah yang sederhana, tampak keluarga besar sedang berkumpul. Mereka melakukan acara rutin arisan keluarga, yang biasanya di lakukan sebulan sekali. Acara berjalan dengan lancar, penuhi candi atawa dan keakraban seperi keluarga peda umum nya.

Tetapi di saat acara hampir usai, musibah tak terduga datang menimpa. Ketika salah satu dari mereka ingin mencari angin segar di luar rumah. Tetapi saat kaki nya baru saja melangkah keluar pintu, dia mendapatkan pemandangan yang menyeramkan.

''Larisa apa yang kamu lakukan, mengapa kamu menusuk felly. ''teriakan tante Larisa membuat geger seisi rumah.

''Ada apa ini.. ?''semua orang berhamburan datang.

Sementara Felly sudah terkulai lemas di atas lantai dengan darah bercucuran yang keluar dari perut nya.

Rubi, Ibu Felly begitu terkejut melihat nya, dia lemas dan seketika tubuh nya merosot ke lantai karena tak memiliki tenaga.

''Fel, Fel... ''tangan Rubi terulur ingin meriah putri nya

Tanu Ayah Felly, berteriak histeris dia segera berlari dan mengangkat tubuh putri nya.

Felly bangun nak, Fell kamu harus bertahan Papa akan membawa mu ke rumah sakit.

Felly di bawah ake rumah sakit oleh Papa nya, sementara Mama nya pingsan dan di bawa ke kamar. Keluarga yang lain mencaci maki Larisa yang tangan nya masih berlumuran darah, Larisa hanya mampu memandang dengan tatapan nya yang kosong.

Entah mengerti atau tidak, tetapi mendapati dirinya dibentak dan di caci oleh semua keluarga membuat nya menangis.

Ibu Larisa sudah meninggal dunia ketika dia berumur tiga tahun, saat ini dia hidup bersama Bapak dan Ibu tiri nya.

Bapak Larisa begitu shock mendapati putri satu-satu nya melakukan pembunuhan secara sadis.

''Larisa apa kamu sudah gila melakukan itu semua, Felly itu saudara kamu mengapa kamu tega menusuk nya. Jawab bapak jangan diam saja, Lari apakah kamu tuli. ''Bapak terus membentak, mencaci dan memukul Larisa. Bukan nya tidak sayang tetapi anak juga harus di beri pelajaran agar tidak salah jalan. Tetapi karena emosi yang begitu menggunung Bapak Laris memukul dengan seluruh tenang sampai sekujur tubuh Larisa membiru.

''Larisa tidak menusuk Felly Pak, Felly hanya pura-pura tidur. Dia bilang kata nya mau bermain dokter. ''jawab Larisa dengan polos.

Bapak bisa gila dengan semua ulah mu La, kamu itu masih kecil mengapa sudah menjadi pembunuh. Jika Felly sampai tidak selamat kamu bukan putri ku lagi.

Semua keluarga sedang berkumpul, bisa di katan arisan keluarga. Larisa dan Felly memang seumuran, mereka memang dekat dan sering bermain bersama. Semua orang dewasa berada di dalam rumah, mereka membiarkan anak nya bermain sendiri tanpa pengawasan. Sebenar masih ada beberapa saudara yang lain, tetapi karena mereka laki-laki jadi tidak berminat bermain barbie. Tidak ada yang tau pasti seperti apa kejadian nya, karena memang tidak ad CCTV di luar rumah Nenek Larisa.

Yang mereka tau saat mereka keluar, Larisa sedang memegang Gunting yang menancap dalam perut Felly, dan terus memanggil nama Felly.

''Felly, Fell, Felly ayo bangun jangan

pura -pura tidur. ''betapa lugu nya anak yang baru berusia enam tahun itu. Bahkan dia tidak merasa jijik dengan darah yang menempel di telapak tangan nya.

Bukan hanya orang tua Felly, tetapi seluruh keluarga nya bersedih. Apalagi saat kabar kepergian Felly sampai ke telinga keluarga nya, semua menjadi sangat sedih. Tentunya kemarahan mereka pada Larisa semakin besar.

Ruby menangis di depan jenazah putri nya, dia terus meraung dan tidka merelakan kepergian mu putri nya.

''Felly, jangan tinggalkan Mama nak. Felly bangun sayang, bangun ayo bangun Felly. ''terus menerus dia membangun kan Felly. Merasa kecewa Felly tidak menghiraukan nya, Rubi marah dan mencari Larisa.

''Larisa Larisa kemari kamu, Larisa. ''Ruby menyeret Larisa dan membenturkan kepala anak itu ke tembok.

''Biadab kamu, dasar pembunuh kau pun harus m*ti menembus kesalahan mu. ''Suami Rubi menahan istri nya melakukan tindakan bodoh itu.

''Tenang Ma, biarkan saja Larisa di hukum mati, tetapi bukan kita yang melakukan nya biar polisi saja yang menghukum nya.''kata Papa Felly.

Larisa hanya mampu menangis dalam ketakutan yang begitu besar.

Ruby terus menangis dan meraung, dia masih belum menerima semua itu. Rumah keluarga besar mereka, di datangi oleh polisi, untuk menjemput Larisa hari itu juga, setelah salah satu dari keluarga Felly melapor ke kantor polisi.

Laris bocah kecil itu di gendong oleh polisi, tidak ada yang menahan atau membela nya. Larisa menangis takut karena tidak mengenal para polisi itu.

Seluruh keluarga menghadiri pemakaman Felly, sementara Larisa telah berada di kantor polisi untuk di amankan. Sebenar nya Larisa di bawa bukan untuk di penjara, melainkan di amankan saja. Karena pihak kepolisian tidak ingin jika gadis kecil itu, akan menjadi bahan amukan keluarga korban, yang pasti tidak Terima dengan semua kejadian yang telah menimpa.

Polisi juga sebenar nya sampai heran, mengapa bisa Larisa melakukan semua itu.

''Anak manis, apa kamu sudah menusuk Felly. ''hanya gelengan yang diberikan oleh Larisa.

Semua keluarga berdebat, bahwa Larisa tetap harus di hukum. Gila kan, apa mereka tidak waras. Bahkan Bapak Larisa pun tak mampu berbuat apapun untuk anak nya.

''Aku tak yakin Larisa melakukan semua itu, jika benar pasti dia tidak akan sengaja. ''kata Rania Cucu tertua di keluarga itu.

Gadis berusia dua puluh tahun itu baru mengeluarkan suara, padahal sejak kemarin dia hanya diam.

''Mengapa kamu membela nya Ran, apa kah kamu tidak kasihan dengan Felly anak ku. ''kata Ruby.

''Tante, aku juga merasa kehilangan Felly. Tetapi coba kalian pikir, apakah Larisa memiliki tenaga yang cukup untuk menekan gunting itu, bisa saja mereka sedang bermain gunting terus terpeleset dan mengenai Felly. Karena tidak mungkin Larisa menusuk dengan sengaja. ''Rania menjelaskan.

''Semua orang melihat nya Ran, bahkan Rahma melihat Larisa lah yang memegang gunung tinggi itu. ''Ruby semakin ngotot.

''Itu bukan berarti Larisa menusuk nya, mungkin saja dia hanya membantu melepaskan karena Felly kesakitan. ''ujar Rania.

''Cukup Rania, kamu jangan membela pembunuh itu lagi di hadapan ku. ''bentak Papa Felly pada Rania.

Rania pergi, dia tetap dengan pendirian nya membela Laris.

''Keluarga konyol, apa mereka tidak waras menuduh anak ingusan sebagai pembunuh. ''Rania menggerutu kesal.

Esok hari nya Rania menemui Larisa di kantor polisi. Hanya dia kelurga yang datang dan peduli dengan bocah kecil itu.

''Larisa.. ''panggil Rania.

''Larisa takut melihat Rania, dia bahkan takut dengan semua orang. Bagi nya manusia yang ada di sekitar nya, seperti monster yang ingin menerkam nya kapan saja.

Larisa justru memeluk paha polisi yang mengantar ke hadapan Rania.

''Sayang kemari lah, kak Rania tidak akan menyakiti mu. ''Rania merentangkan kedua tangan nya.

Melihat itu larisa yang awal nya takut, kini berjalan pelan menggapai tangan yang terbuka dari kaka sepupu nya. Rania meraih tubuh mungil itu dan membawa ke dalam pelukan nya.

Air mata Rania tumpah, menangisi gadis kecil yang begitu malang. Laris akun ikut menangis, jika dia bisa bersuara mungkin dia akan mengatakan begitu besar rasa terimakasih pada Rania.

''Sayang tenang ya, kakak pasti akan bantu Larisa. Jangan menangis lagi ya, anak cantik harus kuat di dalam sini. ''ucap Rania sambil menghapus air mata Larisa.

''Pak polisi boleh saya bertukar pendapat dengan anda.'' ucap Rania

''Boleh mba, silahkan duduk kami bersedia mendengar apa yang ingin anda bicarakan.

Jangan lupa Like komen, apa yang menurut kalian bisa menambah cerita ini lebih greget boleh tinggalkan saran, terimakasih banyak.

Bab 2. Tersangka dan Korban

''Perkenalkan lah diri anda dan maksud pembicaraan mba nya itu apa. ?''kata polisi.

''Nama saya Rania dewanti, saya di sini sebagai wali nya Larisa, anak kecil yang sedang mengalami masalah atas dugaan pembunuhan. ''ucap Rania.

Apa yang ingin anda sampai kan, saya senang masih ada yang peduli dengan anak itu. ''Sebab dari kemarin tidak ada keluarga yang mengurus proses hukum nya. ''

''Begini pak, apa bapak yakin anak sekecil itu mampu melakukan hal keji seperti itu. Logika saya mengatakan jika sepupu saya itu tidak mungkin melakukan nya, dari tenaga saja tidak mungkin sebab dia gadis yang lembut. ''

''Kemungkinan itu tetap ada mba, bisa saja dia berlari sambil menusuk nya. Tetapi sebenar nya anak sekecil itu masih dalam pengawasan orang tua, mengapa bisa anak itu bermain benda tajam tanpa pengawasan sedikit pun. Yang patut di salah kan dalam masalah ini, sebenar nya adalah orang tua dari tersangka dan korban. ''

''Ya Allah, sakit sekali hati ini Larisa di sebut tersangka. ''batin Rania.

''Lalu bagaiman dengan hukuman nya pak, bukan kah anak di bawah umur tidak boleh di penjara.'' ucap Rania lagi.

Polisi mengerti dengan arah pembicaranya Rania, mereka juga memahami itu karena memang Larisa masih di bawah umur.

''Begini mba, Larisa di sini bukan nya di penjara karena kami tidak mengurung nya, bahkan kami menyediakan makanan dan mainan untuk nya. Di sini juga tidak ada yang memperlakukan dia dengan buruk. Pihak kami hanya ingin mengamankan kan dia, karena keluarga korban pasti akan menghajar nya. Bisa anda lihat sendiri seperti apa kemarahan mereka. Saat melapor pun, mereka seperti ingin memangsa Larisa hidup-hidup. Perlu juga anda ketahui, banyak anggota kami yang memiliki anak sebesar Larisa. Jangankan berbuat kasar membentak nya pun kami tidak tega, apalagi dia selalu murung dan menangis.''polisi itu pun menahan air mata di ujung mata nya.

''Kami hanya menjalan kan kan tugas atas laporan pihak keluarga korban. Larisa juga dapat perlindungan dari komisi perlindungan anak, jadi mba tenang saja dia tidak sendiri menghadapi ini. ''Rania merasa lega mendengar nya.

''Lalu bagaimana kelanjutan nya pak.. ?''

''Harap bersabar karena semua butuh proses, anda tidak perlu khawatir dia tidak akan di penjara. ''jawab polisi.

''Apakah saya boleh membawa nya pulang pak.. ?''ucap Rania dengan tangan yang gemetar.

''Belum bisa, tetapi anda tenang saja dia aman di sini. Coba anda bayangkan jika Larisa di bawah pulang, pasti semua orang akan mencemooh nya, bahkan tidak segan menyakiti nya. Banyak yang harus di korban kan dalam masalah ini, terutama sanksi sosial yang harus dia dapat dari masyarakat sekitar. Apakah anda tega,saya harap anda mengerti mba Rania.''Rania mengangguk.

''Terimakasih pak, sekarang saya mengerti. Jika tidak sibuk saya pasti akan datang kemari menjenguk nya, ini nomor ponsel saya jika terjadi sesuatu pada nya tolong kabari saya. '' Rania menyerahkan kertas berisi coretan nomor telp nya.

Polisi pun menerima dan menyimpan nya.

Rania pulang dengan hati yang tenang, dia begitu senang jika adik sepupu nya itu baik-baik saja dan tidak akan di penjara.

''Rania darimana kamu.. ?''tanya Rahma tante Rania.

''Menjenguk Larisa. ''jawab Rania.

''Untuk apa kamu menjenguk nya, biarkan saja anak itu membusuk di penjara. Bapak nya saja tidak peduli dan sekarang pulang bersama istri baru nya. ''ucap Rahma dengan sadis.

''Terserah Rania tante, jika mereka tidak peduli itu urusan mereka. ''bantah Rania.

''Kamu itu kalau di beritahu jangan marah Rania. ''kata Rahma.

''Ada apa ini.. ?''ibu Rania datang.

''Itu mbak si Rania di bilangin jangan ngurusin Larisa justru Rania marah-marah. ''ucap Rahma.

''Rania, kamu tidak perlu mengurusi Larisa. ''ucap Ibu Rania.

''Bu,,jika kalian tidak peduli dengan Larisa itu hak kalian, tetapi aku memilih peduli jadi jangan melarang ku. ''kata Rania lalu pergi ke dalam kamar.

Mereka masih di rumah Nenek, setelah tujuh hari kepergian Felly baru mereka akan kembali ke rumah Masing-masing. Rumah mereka sebenar nya masih satu wilayah, bahkan rumah orang tua Felly berdampingan dengan Nenek.

''Larisa makan lah nak.. !''ucap polwan yang menemani Larisa.

''Mau Ibu suapi.. ?''kata polwan dengan begitu ramah.

Hening..

Tidak ada jawaban dari Larisa.

Gadis itu hanya diam, wajah nya tanpa berekspresi hanya menatap dengan datar. Mungkin dia lelah meratapi nasib atau air mata nya sudah mengering karena sudah tak lagi menangis seperti biasa nya.

Larisa tidak makan dia hanya menatap piring plastik di depan nya. Merasa iba, Polwan pun memberikan suapan pada nya, tanpa harus menunggu jawaban atau persetujuan dari Larisa. Akhir nya

Larisa pun makan, walau hanya beberapa sendok saja.

Karena sibuk kerja, Rania tidak bisa datang setiap hari, dia harus profesional karena mencari pekerjaan juga tidak mudah. Setelah ad ada waktu luang pasti Rania akan melihat Larisa.

Orang tua Felly menemui Larisa di kantor polisi tujuan nya pasti untuk mencaci maki anak malang itu.

''Hei Larisa kamu harus berada di sini selamanya, bila perlu kamu harus di hukum mati.Nyawa Felly harus kamu tukar dengan nyawa mu, itu juga tidak cukup kami tetap tidak akan memaafkan mu. Kalau di ijin kan aku sendiri yang akan mencekik leher mu itu.. !''Cacian dan makin terus di lontarkan Ruby untuk Larisa.

Dia mendorong dan terus menggoyang-goyangkan tubuh Larisa sampai bergetar. Larisa hanya diam membisu, dia bahkan tidak menangis entah air mata sudah mengering atau dia lelah karena tidak ada yang peduli dengan tangisan nya.

Semakin lama emosi Ruby semakin menjadi dia bahkan mencek*k bocah kecil itu, sampai mata Larisa melotot menahan sakit dan sesak.

"Ibu cukup... !''bentak seorang polisi yang melepas cengkraman tangan Ruby pada leher Larisa.

"Bapak tolong bawa istri nya pulang, karena tidak boleh ada keributan di sini. Jika tidak ada kepentingan dan ingin membuat kegaduhan kalian tidak perlu menjenguk nya. "tegas polisi itu.

Ruby di seret keluar oleh Teguh suami nya. Mereka pulang setelah puas mencaci maki Larisa.

''Ma, lain kali kendalikan dirimu. Kamu bisa ikut di penjara jika menyakiti anak itu. Ingat kamu memiliki Susan yang harus disayangi, apa kamu mau Susan kehilangan kasih sayang Mama nya. ''Ruby pun berpikir jika dia di penjara dan berpisah dengan Susan anak pertama nya.

"Iya Pa, aku tak kan ceroboh lagi. Semua itu karena aku masih sangat marah dengan anak itu. "ucap Ruby sambil menangis karena mengingat Felly.

Bab 3. Memohon Pertolongan

Setelah beberapa hari Rania kembali menjenguk Larisa, dia membawa boneka dan beberapa bungkus makanan kesukaan ana-anak. Rania juga membawa mainan anak-anak walaupun harga nya tidak mahal.

Dalam perjalanan menggunakan motor nya, bibir nya mengulas senyum tetapi mata nya berderai air mata. Sudah terbayang oleh Rania, wajah miris Larisa begitu memohon pertolongan.

Sesampai nya di kantor polisi Rania seger masuk dan menemui gadis kecil itu. Rania di sambut oleh seorang polisi muda dan tampan, yang beberapa waktu lalu mendengar kan keluhan nya.

''Mau menjenguk Larisa ya mba.? ''kata polisi yang name tag nya bernama Wira.

"Iya Pak.. "jawab Rania dengan manis nya.

Rania duduk tenang menunggu Larisa, perlahan kaki kecil itu melangkah menghampiri nya. Dapat Rania lihat tubuh kecil yang semakin kurus, wajah nya yang dingin dan datar tanpa ekspresi. Kulit yang semakin kusam karena tak terurus.

"La... "Rania mengangkat tubuh Larisa yang ringan itu dan membawa ke dalam pangkuan nya.

"Sayang, Kakak bawa makanan untuk mu, ada makan dan juga pakaian baru untukmu. kamu harus pakai supaya semakin cantik, ini ada jepit rambut yang imut pasti kamu akan semakin cantik dan menggemaskan. " air mata Rania sudah luluh membasahi seluruh wajah nya.

Larisa hanya diam, anak kecil itu tidak menunjukan wajah bahagia nya karena mendapat banyak hadiah.

"Sayang kenapa diam, Kak Rania suapi ya,?kamu mau kan..? "Larisa hanya menjawab dengan anggukan.

Polisi yang menjaga di samping nyambung ikut menahan air mata melihat mereka, jika Larisa orang dewasa mungkin kasus nya akan beda. Tetapi dia anak yang bahkan tidak mengerti akan dosa dan Neraka. Bagaimana akan sanggup untuk memberi nya hukuman berat.

Dengan telaten Rania menyuapi Larisa, walau tak banyak itu cukup untuk menambah gizi tubuh yang kurus itu. Larisa tertarik dengan bonek yang di bawa oleh Rania, dia terus saja memegang boneka itu menandakan dia menyukai nya.

Waktu kunjung telah selesai, di bantu polwan yang mengawal, Larisa membawa semua barang yang di bawa oleh Rania.

Kembali kedalam sel Larisa di sambut oleh teman sekamar nya, Mereka semua menyayangi nya. Larisa paling kecil merek seperti ibu bagi anak itu, tetapi karena Laris atau dengan orang asing dia tidak berani mendekat pada mereka.

"Larisa kamu bawa apa.. ?''tanya seorang tahanan.

Larisa menyerahkan apa yang dia bawa, dan mereka membuka nya.

Wah baju ini bagus sekali, pasti kamu cantik saat memakai nya La, ada jepit nya juga. ''Kemari biar kami Pakaikan.?''

Larisa menurut karena tidak membentak dan mencaci jadi anak itu tidak merasa ketakutan. Dress cantik dan beberapa jepit rambut sudah terpasang pada tempat nya.

''Wah kamu begitu cantik Larisa.. ''merek memuji dan Larisa hanya mengangguk.

''Lihat lah Larisa, dia begitu berat menjalani semua ini, sampai irit bicara dan wajah nya tak bisa tersenyum. ''

''Benar, kasihan sekali dia aku saja tak percaya anak sekecil itu melakukan kejahatan. ''balas yang lain.

Sementara Larisa yang menjadi topik perbincangan oleh orang dia sekitar nya, hanya diam memainkan boneka yang dia pegang.

Di hadapan polisi tampan, Rania sedang bercerita menyampaikan keluh kesah nya.

''Pak bagaiman dengan kelanjutan kasus Larisa, saya sudah tidak tega melihat nya berada di sini. Walaupun semua yang di sini menyayangi nya, tetapi tempat ini tak layak untuk nya. ''

''Mba Rania mohon bersabar ya, Larisa saja tidak mengeluh. Semua butuh proses. Dalam satu minggu ini saya pastikan akan ada titik jelas nya. ''

Rania melenguh mendengar nya, hati nya semakin tidak tenang, dia takut gadis kecil nya akan seumur hidup berada di tempat itu.

''Lalu apa yang harus saya lakukan Pak.. ?''kata Rania.

''Ikuti proses nya dan selalu support Larisa. ''ucap polisi itu.

Rania mengerti dan dia pulang membawa gelisah yang selalu melanda anya setiap saat.

Tentunya kabar mengenai Laris asupan tersebar di seluruh jagat raya, Setiap acara TV membicarakan berita nya, di lama koran berita juga akan ada nama nya, di setiap siaran radio pun tak luput dari berita nya, apalagi dari mulut ke mulut itu kah yang paling pedas.

Rania tidak mampu menutup semua mulut mereka, dia hanya pura-pura tidak mendengar jika ada yang membicarakan adik kecil nya. Bahkan keluarga nya juga semakin keji mengolok nya.

''Dari mana lagi Ran, mengapa pulang telat. ?''kata ibu Rania.

''Menjenguk Larisa Bu.. ''jawab Rania dengan jujur.

''Rania, bukan kah ibu sudah melarang mu.. !Mengapa kamu tidak mendengarkan ibu. ?''Ibu Rania marah.

''Sudah lah Bu, Rania tidak memaksa Ibu dan yang lain untuk peduli pada Larisa. Tapi jangan memaksa Rania untuk bersikap seperti kalian. ''bantah Rania.

Rania, Rania... !

Ibu Rania marah karena anak tidak mau mendengar nya, tetapi Rania memilih daripada harus ada pertengkaran di antara kedua nya.

''Sudah lah Bu biarkan saja, itu hak Rania jika dia memilih peduli pada Rania. Jika Ibu memaksa anak itu akan semakin keras kepala. ''kata Bapak Rania.

''Kami saja Pak, pusing Ibu. ''

Esok hari nya, Ruby datang ke rumah Rania sore hari. Seperti biasa dia akan mengeluh dan bercerita dengan cucuran air mata karena mengingat Felly. Tetapi yang tidak Rania suka, mereka akan kembali mencaci Larisa yang sudah mendekam di penjara.

''Mba Aku masih sedih kehilangan Felly, setiap hari wajah Felly selalu terlintas di benak ku.. ''ucap Ruby pada kakak ipar nya.

''Sabar Ruby kamu harus kuat, doakan anak mu selalu ya, dia akan menjadi ladang surga untuk mu karena tidak memiliki dosa. ''ucap Hera, Ibu dari Rania.

''Aku belum bisa memaafkan Larisa Mba, aku sangat membenci anak itu. Aku kehilangan separuh hidup ku karena nya, anak kejam itu selalu menghantui ku, dia menari-nari di atas penderitaan ku. Pasti saat ini dia tertawa penuh kemenangan melihat ku terpuruk. ''Racau Ruby.

''Tante Ruby, Larisa itu masih kecil dia tidak akan mengerti dengan nama nya penderitaan dan bersenang-senang di atas kebahagiaan orang lain. Dia belum mengerti apapun yang berhubungan dengan duniawi. Jangan berlebihan mencemooh nya, memang apa yang akan tante dapat. Laris aku ga sekarang berada di kantor polisi memang kurang apa lagi tante menghukum nya. ''Ruby bangun dari duduk nya, dia tak Terima dengan ucapan Rania.

''Rania, kamu itu masih anak ingin jadi jaga bicara mu pada orang tua. Yang kehilangan Felly itu tante orang tua nya, bukan kamu. Jadi kamu tidak akan mengerti rasa sakit kehilangan nya. ''bentak Ruby pada Rania.

''Tante tidak usah berteriak, aku tidak buta dan tuli. Semua orang juga tau tante bersedih kehilangan dan itu hal yang lumrah. Tapi tante berlebihan menghakimi Larisa, bahkan dia saat ini seumuran dengan Felly mereka tau apa.?''Rania tak kalah nyolot dengan Ruby.

''Ran jangan membuat keributan.. !''cegah sang Ibu.

''Dia yang membuat keributan di rumah kita Bu. ''Rania menunjuk kan jari nya ke wajah Ruby.

''Rania, kamu jangan bersikap tidak sopan pada tante mu. !''kata Bapak Rania yang be merupakan kakak kandung Ruby.

''Menghormati orang itu bukan hanya pada yang lebih tua, tetapi yang mudah apung harus di hormati. Bagaiman yang muda akan menghargai yang tua jika yang tua saja tidak menunjukan sikap santun nya. ''Rania tak kalah sengit bicara nya.

''Plak.. !''

''Bagus pak, lakukan lagi Justru Rania akan semakin memberontak. ''ucap Rania yang air mata nya sudah berlinang.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!